BAB I PENDAHULUAN UKDW. Akuakultur merupakan sektor yang berkembang dengan pesat. Pada tahun

dokumen-dokumen yang mirip
EVALUASI KESESUAIAN JENIS IKAN DAN TANAMAN DALAM BUDIDAYA SISTEM AKUAPONIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bab V Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Gurami ( Osphronemus gouramy ) adalah salah satu ikan air tawar bernilai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara yang sangat mendukung untuk pengembangan agribisnis

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan dalam sistem budidaya dapat dipengaruhi oleh kualitas air, salah

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dibicarakan karena mengancam masa depan dari kehidupan di bumi

BUDIDAYA AKUAPONIK (YUMINA-BUMINA)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kedelai (Gycine max (L) Merrill) merupakan komoditas pangan utama bagi

I. PENDAHULUAN. Jawa. Budidaya lele berkembang pesat karena permintaan pasar yang tinggi,

BAB I PENDAHULUAN. lele salah satunya adalah lele dumbo (Clarias gariepinus). Ikan lele dumbo

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki potensi besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pola hidup sehat semakin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai negara kepulauan yang dikelilingi laut, Indonesia mempunyai

I. PENDAHULUAN. yang memiliki prospek menjanjikan dan mulai merebut perhatian pelaku usaha

BAB I PENDAHULUAN. belajar biologi tidak hanya berasal dari buku saja, melainkan seperti proses

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk meningkatkan produksi perikanan adalah melalui budidaya (Karya

PENDAHULUAN. begitu ekonomi riil Indonesia belum benar-benar pulih, kemudian terjadi lagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bayam (Amaranthus tricolor L.) dari sudut pandang manusia awam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, maka secara

I. PENDAHULUAN. pembangunan di Indonesia yakni sektor pertanian. Sektor pertanian. merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia karena

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kedelai (Glycine max L. Merrill) adalah komoditas yang

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Biotani Sistimatika Sawi. Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi manusia. Perikanan budidaya dinilai

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi di Indonesia yang mulai terjadi sekitar pertengahan 1997

I. PENDAHULUAN. dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat Indonesia. Budidaya ikan lele

I. PENDAHULUAN. meningkatkan produksi pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan dan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sayuran merupakan tanaman hortikultura yang memiliki peran sebagai sumber vitamin dan mineral.

BAB I PENDAHULUAN. berjalannya waktu. Hal ini merupakan pertanda baik khususnya untuk

I. PENDAHULUAN. Ikan lele Masamo (Clarias sp.) merupakan salah satu ikan yang saat ini

BAB I PENDAHULUAN. tujuan strategis dari Food and Agriculture Organization (FAO) yaitu mengurangi

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BUDIDAYA IKAN LELE DUMBO

BAB I PENDAHULUAN. buatan. Diperairan tersebut hidup bermacam-macam jenis ikan. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Udang putih (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. berdampak buruk bagi lingkungan budidaya. Hal ini erat kaitannya dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Dr. Ir. Sri Yanti JS. MPM

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soedjana (2011) berdasarkan data secara nasional, bahwa baik

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara manual (tangan). Dengan kemajuan teknologi tersebut dan

ANALISIS PENGARUH FAKTOR PRODUKSI TERHADAP USAHA TANI IKAN LELE DI DESA PLIKEN KECAMATAN KEMBARAN KABUPATEN BANYUMAS ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. bisnis ikan air tawar di dunia (Kordi, 2010). Ikan nila memiliki keunggulan yaitu

PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan

BAB I PENDAHULUAN. kawasan industri, perumahan dan gedung- gedung. perkebunan dapat meningkatkan penghasilan penduduk. Apabila ditinjau dari

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Konsumennya mulai dari golongan masyarakat kelas bawah hingga golongan

gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu sayuran dan buah-buahan menyumbang pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi akan mempengaruhi kualitas

Hormon Jantanisasi Ikan Untuk Sex Reversal Ikan Jantan dan Pelet Stimulan Pakan Ikan (SPI) Untuk Pembesaran Ikan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah

I. PENDAHULUAN. Lele (Clarias) merupakan salah satu dari berbagai jenis ikan yang sudah banyak

DIES NATALIS XXXIII Universitas Islam Batik Surakarta ISBN :

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. inflasi, substitusi impor dan memenuhi permintaan dalam negeri (Direktorat Jendral

TINJAUAN PUSTAKA. lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan yang sangat

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengkonsumsi berbagai jenis pangan sehingga keanekaragaman pola

BAB III BAHAN DAN METODE

ini bisa dilakukan di medan yang tidak memungkinkan untuk II. Budidaya Ikan tele di Kolam Terpal Kolam terpal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL JURNAL KAJIAN HUBUNGAN ANTARA KUALITAS AIR DAN PRODUKTIVITAS BUDIDAYA IKAN NILA DI DANAU LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kubis adalah kalori (25,0 kal), protein (2,4 g), karbohidrat (4,9 g), kalsium (22,0

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan di dunia. Hal itu dikarenakan jagung memiliki nilai gizi yang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akuakultur merupakan sektor yang berkembang dengan pesat. Pada tahun 1990, akuakultur hanya mampu menyumbang 13% total produksi ikan dunia, namun pada tahun 2010, produksinya meningkat hingga 40% dengan jumlah produksi mencapai 60 juta ton (FAO, 2010). Di Indonesia, praktek akuakultur mampu menyumbang 50,55% produk di sektor perikanan dan terus mengalami pertumbuhan sebesar 19,56% selama tahun 2006-2010 (Kementrian Kelautan Perikanan, 2010). Akuakultur juga merupakan sektor yang berkontribusi besar pada penyediaan protein bagi kebutuhan manusia untuk menekan tingkat malnutrisi. Melalui akuakultur, produksi ikan dunia dapat ditingkatkan sehingga produk perikanan yang merupakan sumber protein, vitamin, dan mikronutrien utama bagi penduduk dengan pendapatan rendah dapat tercukupi. Pada tahun 2010, sebanyak 868 juta orang di seluruh dunia mengalami malnutrisi, namun angka ini terus menurun menjadi 842 juta orang pada tahun 2011 akibat konsumsi protein yang meningkat, salah satunya protein dari ikan (FAO, 2014). Walupun akuakultur mampu berkontribusi pada penurunan angka malnutrisi dunia, seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan perkembangan pembangunan, maka pertumbuhan akuakultur yang pesat mulai terkendala pada

2 penyediaan lahan dan air yang terbatas. Selain itu, praktek akuakultur juga menghasilkan limbah dari proses metabolisme ikan berupa amonia dalam jumlah yang sangat tinggi (Rakocy et al., 2006). Jika limbah tersebut terakumulasi di kolam budidaya, maka dapat berdampak toksik bagi ikan. Sebagai contohnya, kasus keracunan amonia yang menyebabkan kematian massal pada ikan terjadi di Danau Maninjau, Sumatra Barat. Sebanyak 1.150 ton ikan keramba jaring apung milik petani keramba di Danau Maninjau mati akibat keracunan sisa pakan ikan. Curah hujan tinggi mengakibatkan sisa pakan dan kotoran ikan naik ke permukaan danau sehingga kadar amonia air danau meningkat dan menurunkan kadar oksigen menjadi 2,9 ppm (Febrianti, 2010). Salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan aquaponic. Aquaponic merupakan kombinasi akuakultur dan hidroponik. Sistem ini menggunakan effluent dari akuakultur sebagai nutrien bagi tumbuhan dalam sistem hidroponik. Di tengah maraknya polusi air akibat aktivitas manusia, aquaponic menjadi pilihan yang menarik untuk memanfaatkan limbah akuakultur sebagai media produksi sayuran bernilai tinggi. Limbah akuakultur yang banyak mengandung amonia pun dinitrifikasi menjadi nitrat yang tidak membahayakan bagi ikan dan dapat digunakan oleh tanaman sebagai sumber nutrien (Rakocy et al., 2006). Melalui aquaponic, dapat dihasilkan multiple product yaitu ikan dan tanaman bernilai ekonomi sehingga dapat diproduksi protein hewani dan nabati secara bersamaan dalam 1 sistem. Selain itu, teknologi aquaponic juga dapat

3 mengefisienkan penggunaan air sehingga dapat dijadikan solusi bagi terbatasnya sumber daya air bersih bagi proses budidaya ikan maupun bagi pertumbuhan tanaman. Aplikasi sistem pun dapat dilakukan pada lahan yang sempit, sehingga aquaponic dapat dijadikan solusi yang tepat bagi berbagai kendala dalam budidaya akuakultur. Salah satu komoditas ikan air tawar yang umum dipelihara dalam sistem aquaponic adalah ikan nila. Ikan nila merupakan jenis ikan yang tumbuh dengan baik dan memiliki ketahanan tinggi akan perubahan lingkungan (Rakocy et al., 2006). Selain itu, permintaan pasar yang terus meningkat mengakibatkan stabilnya harga jual ikan tersebut. Ikan nila adalah ikan ketiga terpenting di dunia setelah carps dan salmon (FAO, 2014). Di Indonesia, konsumsi produk perikanan mencapai 12,8 kg/kapita pada tahun 2011 atau 16,4% dari total protein yang dikonsumsi dan ikan nila merupakan spesies ikan air tawar yang paling banyak dikonsumsi diikuti dengan ikan lele (FAO, 2014). Di sisi lain, terdapat beberapa kriteria tanaman yang dapat ditanam dalam sistem aquaponic, yaitu tanaman dengan akar yang tidak terlalu kuat, memiliki nilai ekonomi, digemari konsumen, dan memiliki kandungan gizi yang tinggi. Salah satu tanaman yang memenuhi kriteria tersebut adalah bayam (Nugroho dan Sutrisno, 2010). Bayam merupakan salah satu sayuran yang banyak dikonsumsi di Indonesia. Menurut hasil survei sosial ekonomi nasional, bayam menduduki peringkat kedua sayuran dengan jumlah konsumsi terbanyak per kapita dalam

4 waktu 1 minggu, yaitu sebanyak 0,07 kg, setelah kangkung yang dikonsumsi sebanyak 0,081 kg (Badan Pusat Statistik, 2012). Hal lain yang perlu diperhatikan dalam budidaya sistem aquaponic selain komoditas ikan dan tanaman adalah jarak tanam antar tanaman. Jarak tanaman tergantung pada jenis tanamannya. Jarak tanam yang sesuai dengan jenis tanaman yang dibudidayakan akan berdampak pada optimalnya pertumbuhan tanaman karena adanya ruang tumbuh yang memadahi (Nugroho dan Sutrisno, 2010). Selain itu, jarak tanam juga berpengaruh terhadap jumlah tanaman yang ditanam. Banyak sedikitnya tanaman akan mempengaruhi proses penyerapan limbah yang terjadi sehingga dapat memperbaiki kualitas air di kolam pemeliharaan ikan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengujian mengenai jarak tanam yang efektif untuk dapat meningkatkan produktivitas ikan nila dan bayam cabut dalam sistem raft aquaponic. B. Perumusan Masalah 1. Apakah pemberian bayam cabut pada sistem raft aquaponic berpengaruh pada peningkatan produktivitas ikan nila di kolam budidaya? 2. Berapa jarak tanam bayam cabut yang paling efektif untuk diaplikasikan pada sistem raft aquaponic?

5 C. Tujuan 1. Mengetahui pengaruh pemberian bayam cabut pada sistem raft aquaponic terhadap peningkatan produktivitas ikan nila di kolam budidaya. 2. Mengetahui jarak tanam bayam cabut yang paling efektif untuk diaplikasikan pada sistem raft aquaponic.