BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh negara-negara di dunia saat ini adalah pembangunan berkelanjutan 1

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 5 PENUTUP. Determinan unmet..., Muhammad Isa, FE UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Delapan tujuan Millenium Development Goals (MDG s) telah disepakati

Bonus Demografi Menjelaskan Hubungan antara Pertumbuhan Penduduk dengan Pertumbuhan Ekonomi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah

PROGRAM KEPENDUDUKAN DAN KB serta FAKTOR PENENTU FERTILITAS

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

Analisis Proyeksi Penduduk Jambi Berdasarkan Proyeksi Penduduk Indonesia

Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Pada Usia Produktif Untuk Menghadapi Peluang Dan Tantangan Dari Bonus Demografi Di Kabupaten Gunung Mas

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk merupakan perubahan populasi sewaktu-waktu, dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KOMPOSISI UMUR PENDUDUK: MUNCULNYA BONUS DEMOGRAFI DAN PENDUDUK MENUA

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Hasil penelitian UN-

I. PENDAHULUAN. dari tiga perempat penduduk dunia bertempat tinggal di negara-negara sedang

BAB I PENDAHULUAN. menggalakkan program keluarga berencana dengan menggunakan metode

BAB I PENDAHULUAN. masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Kedua, distribusi yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendekatan pembangunan manusia telah menjadi tolak ukur pembangunan. pembangunan, yaitu United Nations Development Programme (UNDP)

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) yang dimulai tahun 1970 telah

BAB I PENDAHULUAN. penduduk harus menjadi subjek sekaligus objek pembangunan. Kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan

TANTANGAN MEWUJUDKAN BONUS DEMOGRAFI DI PROVINSI BENGKULU

BONUS DEMOGRAFI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara

hampir semua negara berkembang di dunia. Perubahan penduduk dipengaruhi oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand hanya 44 per

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara ke-5 di dunia dengan jumlah penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. berkesinambungan. Masalah reproduksi di Indonesia mempunyai dua dimensi,

BAB VIII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), jumlah penduduk Indonesia akan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1970, kemudian dikukuhkan dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun

BAB I PENDAHULUAN. Aspek kependudukan merupakan hal paling mendasar dalam. pembangunan. Dalam nilai universal, penduduk merupakan pelaku dan sasaran

BAB 1 PENDAHULUAN. telah disepakati dalam Dokument Millennium Declaration yang dituangkan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Tri Kurniasih, FE UI, 2009

Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Kairo Mesir tahun 1994 menekankan bahwa kondisi kesehatan tidak sekedar terbebas dari

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya laju pertumbuhan penduduk merupakan salah satu masalah yang

menikah di usia muda di Indonesia dengan usia tahun pada tahun 2010 lebih dari wanita muda berusia tahun di Indonesia sudah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Visi Indonesia 2030: Tinjauan Upaya Pencapaian dari Aspek Dinamika Kependudukan

Analisis Parameter Kependudukan menurut Kabupaten/Kota Oleh : Risma Mulia

BAB 1 : PENDAHULUAN. dengan angka fertilitas atau total fertility rate (TFR) 2,6. Indonesia masih berada

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diterjemahkan sebagai Tujuan Pembangunan Milenium yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .

BAB 1 PENDAHULUAN. bahwa angka kematian ibu (AKI) di Indonesia di tahun 2012 mengalami kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. berharga bagi setiap bangsa. Penduduk dengan demikian menjadi modal

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. masa mendatang), keterjangkauan pelayanan kontrasepsi (lokasi tempat tinggal,

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini diakui bahwa program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. infrastruktur ditempatkan sebagai sector vital dalam proses mencapai

I. PENDAHULUAN. penduduk Indonesia sebanyak jiwa dan diproyeksikan bahwa jumlah ini

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan mengalami kemunduruan. Setelah program KB digalakkan pada tahun

PROGRAM KB DAN PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN DI BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN. penting daripada pembangunan nasional, dengan tujuan akhir adalah untuk

I. PENDAHULUAN. seluruh kebijaksanaan dan program pembangunan yang dilakukan. Penduduk

MENGGUGAH KEPEDULIAN REMAJA TERHADAP MASALAH KEPENDUDUKAN

I. PENDAHULUAN. dengan jumlah penduduk sebanyak juta jiwa penduduk (BPS, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai individu yang berada pada rentang usia tahun (Kemenkes RI, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN berjumlah jiwa meningkat menjadi jiwa di tahun

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL PADA

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi - tingginya, karena

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1.1. Latar Belakang Permasalahan Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebanyak 248 juta jiwa. akan terjadinya ledakan penduduk (Kemenkes RI, 2013).

(1) menghapuskan kemiskinan dan kelaparan; (2) mewujudkan pendidikan dasar untuk semua orang; (3) mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan

HASIL PERTEMUAN PENDALAMAN TEKNIS DALAM PENETAPAN PARAMETER KEPENDUDUKAN PROPINSI BENGKULU TAHUN 2010 SAMPAI DENGAN 2035

ANALISA PENURUNAN TFR DAN BONUS DEMOGRAFI DI PROPINSI BENGKULU

I. PENDAHULUAN. di Indonesia tersebut, pada hakekatnya digolongkan menjadi dua yaitu laju

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat fertilitas di perdesaan (Studi pada Desa Pelayangan Kecamatan Muara Tembesi Kabupaten Batanghari)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PENYUSUNAN PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA TAHUN

PEMANFAATAN GRAND DESIGN PENGENDALIAN KUANTITAS PENDUDUK DALAM PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN KAB/KOTA SE JAWA TENGAH

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbandingan karakteristik...,cicik Zehan Farahwati, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, dan


BAB 1 PENDAHULUAN. dalam waktu 10 tahun. Jumlah penduduk dunia tumbuh begitu cepat, dahulu untuk

BAB I PENDAHULUAN. masalah kependudukan. Berbagai program pembangunan digulirkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. faktor ekonomi dan faktor non ekonomi dimana salah satunya adalah faktor

BAB I PENDAHULUAN. multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek. hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi.

BAB I PENDAHULUAN. dan kesejahteraan keluarga. Setelah era Millenium Development Goals

BAB 1 PENDAHULUAN. Penduduk sebagai determinan pembangunan harus mendapat perhatian yang

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ledakan penduduk merupakan masalah yang belum terselesaikan sampai

BAB I PENDAHULUAN. miskin mulai dari awal peradaban hingga sekarang ini. Kemiskinan

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN DI PROPINSI BENGKULU : SEKILAS TENTANG UPAYA PENGENDALIAN KUANTITAS DAN PENINGKATAN KUALITAS PENDUDUK DAN KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan keluarga berencana (KB) telah dipromosikan menjadi bagian dari kesehatan reproduksi sejak International

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan berbangsa dan bernegara. Sesuai Undang undang No.17 Tahun 2007

RINGKASAN SDKI 2007 PROVINSI SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Pengangguran merupakan salah satu masalah yang selalu dihadapi dan sulit

I. PENDAHULUAN. Sudah enam puluh sembilan tahun Indonesia merdeka, telah banyak tindakantindakan

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan.

Nawacita Bersama Kampung Keluarga Berencana (KB)

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang masih relatif tinggi. 1. Indonesia yang kini telah mencapai 237,6 juta hingga tahun 2010 menuntut

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2014 mencapai 231,4 juta

BAB I PENDAHULUAN. dukungan kesehatan prima dapat menciptakan suatu inovasi dan terobosan baru. menciptakan perubahan dari kondisinya sekarang ini.

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan wanita untuk merencanakan kehamilan sedemikian rupa sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Pembangunan adalah kenyataan fisik sekaligus keadaan mental (state

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas pelayanan kesehatan. Kematian ibu masih merupakan masalah besar yang

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh negara-negara di dunia saat ini adalah pembangunan berkelanjutan 1 yang bersifat menyeluruh. Pembangunan yang dilakukan tidak hanya difokuskan pada sektor ekonomi dan mengabaikan sektorsektor lainnya. Pembangunan dilakukan dengan memperhatikan berbagai aspek dan sektor demi mencapai kesejahteraan dan kualitas hidup yang baik bagi seluruh masyarakat, baik secara fisik maupun nonfisik. Pembangunan saat ini selain menjadikan manusia sebagai subjek atau pelaksana pembangunan, juga menjadikan manusia sebagai objek pembangunan. Ketika manusia sebagai subjek pembangunan tidak memiliki kualitas yang cukup baik, maka kualitas pembangunan yang dihasilkan juga tidak akan maksimal. Sehingga pembangunan terhadap kualitas sumber daya manusia menjadi sebuah objek penting dalam pembangunan saat ini agar pembangunan yang tercipta secara ekonomi juga bisa berjalan secara maksimal. Untuk pembangunan SDM yang berkualitas, faktor pendidikan dan kesehatan menjadi sangat penting untuk membangun modal manusia yang dimiliki oleh seseorang, sehingga dia bisa menjadi produktif dan berperan positif dalam pembangunan. Indikator yang biasa digunakan untuk menilai seberapa baik kualitas SDM atau modal manusia yang dimiliki masyarakat di suatu negara adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2. Bagi negara-negara di dunia saat ini, keberhasilan pembangunan yang mereka jalankan tidak hanya dinilai dari besarnya GDP yang mereka miliki, tetapi juga dari seberapa berhasil mereka membangun kualitas SDM masyarakatnya yang dicerminkan melalui IPM. Indonesia saat ini termasuk dalam kelompok menengah dalam hal kualitas pembangunan manusia diantara negara-negara lainnya. 1 Pembangunan berkelanjutan adalah upaya untuk menjamin kesejahteraan umat manusia secara adil dan merata antara generasi sekarang dan yang akan datang 2 IPM dikeluarkan oleh salah satu lembaga dari PBB yaitu UNDP (United Nations Development Program) yang mencoba memeringkat semua negara dari skala 0 (terendah) sampai 1 (tertinggi) dalam hal pembangunan manusia di negara tersebut. Penilaian dilakukan berdasarkan tiga tujuan akhir dari pembangunan: masa hidup yang diukur dengan angka harapan hidup, pengetahuan yang dinilai berdasarkan kemampuan baca tulis dan rata-rata tahun bersekolah, dan terakhir standar kehidupan yang diukur dengan pendapatan riil per kapita yang disesuaikan dengan paritas daya beli. Determinan unmet..., Muhammad 1 Isa, FE UI, 2009

2 Indonesia berada pada peringkat 109 dalam IPM diantara 178 negara yang termasuk dalam penghitungan oleh UNDP tahun 2008. Bila dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, peringkat Indonesia berada di bawah Malaysia, Thailand, dan Filipina, tetapi masih lebih baik dibandingkan Vietnam dan negara ASEAN lainnya. Saat ini semua negara menyadari bahwa penting bagi mereka untuk membangun masyarakat yang memiliki kualitas SDM yang baik, sehingga masyarakat tersebut tidak hanya menjadi beban yang harus ditanggung pemerintah, tetapi juga bisa memiliki kontribusi yang positif dalam pembangunan. Disinilah muncul ide dasar pentingnya sebuah program untuk membatasi jumlah penduduk yang ada di suatu negara. Hal ini bertujuan agar negara bisa melaksanakan pembangunan yang sustainable dengan membatasi beban kehidupan masyarakat yang harus ditanggung oleh ekonomi, sekaligus berusaha untuk menciptakan pembangunan kualitas SDM yang baik bagi masyarakatnya. Semakin besar jumlah penduduk suatu negara, maka semakin besar pula investasi yang harus dikeluarkan oleh negara tersebut untuk membangun modal manusia bagi masyarakatnya. Ketika jumlah penduduk yang ada terlalu besar, sedangkan investasi yang dilakukan pemerintah untuk membangun modal manusia tidak mencukupi, maka akan ada bagian dari masyarakat yang menjadi korban dari kurangnya investasi tersebut. Bagian dari masyarakat ini tidak memiliki akses yang cukup terhadap pendidikan dan kesehatan, sehingga modal manusia yang mereka miliki tidak cukup untuk membuat mereka produktif di dalam perekonomian, bahkan membuat mereka biasanya terjebak dalam kemiskinan dan terpaksa menjadi beban bagi pemerintah dan perekonomian. Secara makro di level nasional, dapat dijelaskan bahwa apabila pemerintah harus melakukan investasi yang besar di bidang pendidikan dan kesehatan akibat banyaknya jumlah penduduk di negara tersebut, maka pemerintah juga harus mengurangi investasi atau saving dalam bidang perekonomian, sehingga potensi pertumbuhan ekonomi yang dapat diperoleh negara tersebut juga akan berkurang. Pemerintah mengalami sebuah dilema dalam alokasi investasi yang harus dilakukan karena investasi untuk pertumbuhan di bidang ekonomi juga tidak kalah pentingnya untuk menunjang kehidupan masyarakat, termasuk untuk melakukan investasi kembali

3 di masa depan. Di level mikro yaitu di tingkat keluarga, dilema dalam alokasi sumber daya juga terjadi ketika keluarga tidak bisa mengontrol jumlah anak yang mereka miliki. Jumlah anak yang mereka miliki terlalu banyak, sementara sumber daya yang mereka miliki tidak cukup untuk melakukan investasi modal manusia bagi semua anak mereka. Sebagai akibatnya, anak-anak di keluarga tersebut tidak memiliki modal manusia yang mencukupi karena mereka tidak mampu untuk memperoleh pendidikan dan perawatan kesehatan yang cukup. Dengan demikian, besar kemungkinan bagi anak-anak dari keluarga ini jatuh dalam kemiskinan akibat kurangnya produktivitas, bahkan tidak menutup kemungkinan mereka jatuh ke dalam poverty trap 3. Adanya kesadaran terhadap kemungkinan buruk yang dapat terjadi akibat ledakan jumlah penduduk di suatu negara menjadikan manusia mulai berpikir tentang urgensi kebijakan kependudukan, terutama yang berkaitan dengan pengendalian jumlah penduduk. Kebijakan kependudukan dibutuhkan untuk menunjang pembangunan yang berkelanjutan karena permasalahan kependudukan adalah permasalahan natural yang muncul di setiap masyarakat dalam sebuah proses pembangunan. Tanpa adanya perhatian yang cukup terhadap permasalahan kependudukan, pembangunan yang dilaksanakan akan mengalami hambatan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dan juga berdasarkan teori-teori lainnya yang menjelaskan tentang ancaman ledakan jumlah penduduk. Isu mengenai pentingnya pembangunan berkelanjutan yang tidak hanya berfokus pada pembangunan ekonomi direspon menjadi sebuah isu global yang ditandai dengan sebuah deklarasi mengenai tujuan pembangunan global yang disepakati oleh hampir seluruh kepala negara anggota PBB. Deklarasi ini disebut sebagai Millenium Development Goals (MDGs) yang merupakan ringkasan berbagai kesepakatan sasaran pembangunan global yang bersifat berkelanjutan dan merata. Dalam MDGs, peranan kebijakan kependudukan dan program keluarga berencana sangatlah penting sebagai faktor penentu utama dalam bidang kesehatan reproduksi dan pengentasan kemiskinan yang terkait dengan kuantitas 3 Ketika kaum miskin tidak memiliki akses terhadap modal, mereka tidak akan bisa memperoleh pinjaman untuk membiayai sekolah yang bisa membuat mereka menjadi produktif. Ketika mereka tidak produktif, mereka tidak akan mampu untuk mewariskan banyak harta kepada generasi berikutnya, hal ini terus berlanjut ke generasi-generasi selanjutnya dari keluarga miskin tersebut sehingga keluarganya terjebak di dalam kemiskinan dari generasi ke generasi

4 dan kualitas penduduk, sehingga menjadi prasyarat untuk mencapai beberapa poin yang telah digariskan di dalam MDGs. Peranan dari program keluarga berencana sangat dominan dalam mencapai poin ke-5 MDG s, yaitu meningkatkan kesehatan ibu dengan menciptakan akses yang universal bagi masyarakat, terutama kaum wanita untuk memperoleh akses kesehatan reproduksi pada tahun 2015. Target yang lebih spesifik dari poin ini adalah meningkatkan prevalensi kontrasepsi, menurunkan tingkat kelahiran pada remaja, dan menurunkan tingkat kebutuhan KB yang tidak terpenuhi. Indonesia sendiri termasuk ke dalam salah satu negara yang menyepakati MDGs dan berkomitmen untuk mencapai beberapa target yang sudah dicanangkan di dalam kesepakatan tersebut. Kondisi ini mengharuskan pemerintah Indonesia untuk menjadikan kebijakan kependudukan dan keluarga berencana sebagai sebuah tujuan penting untuk disinkronisasikan dengan proses pembangunan lainnya, termasuk pembangunan ekonomi dan kesehatan masyarakat. Apabila target MDG s lainnya dalam bidang kesehatan dapat tercapai, sementara program KB justru mengalami kemunduran, maka peningkatan kesehatan dan harapan hidup masyarakat yang tidak diimbangi dengan sebuah program untuk membatasi kelahiran akan mengakibatkan terjadinya ledakan penduduk dan menimbulkan kesulitan di masa depan dalam usaha menurunkan jumlah dan persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan Peranan kebijakan kependudukan dan program keluarga berencana dalam peningkatan taraf hidup, perbaikan kesehatan, perbaikan kualitas SDM, dan pengentasan kemiskinan di masyarakat dapat terlihat jelas melalui sebuah proses transisi demografi 4 yang dialami oleh masyarakat tersebut. Proses transisi demografi terlaksana di setiap negara seiring pertumbuhan ekonomi dan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan dan keluarga berencana yang terjadi di negara tersebut. Dalam proses transisi demografi tercipta 4 Teori transisi demografi mulai dikembangkan setelah para akademisi dapat melihat perubahan demografis yang terjadi di eropa di abad ke-19 dan awal abad ke-20. Transisi demografi di bagi menjadi beberapa tahapan yang menggambarkan perubahan fertilitas dan mortalitas. Tahap pertama, adalah saat dimana fertilitas dan mortalitas berada pada tingkatan yang tinggi. Tahap kedua, adalah saat mortalitas mengalami penurunan tetapi fertilitas masih tetap tinggi. Sedangkan tahap ketiga terjadi ketika penurunan mortalitas yang terjadi di tahap kedua diikuti penurunan fertilitas dan akemudian fertilitas dan mortalitas bergerak kearah konvergen sehingga terjadilah pertumbuhan populasi nol.

5 penurunan angka kematian dengan majunya pengetahuan di bidang kesehatan. Selain itu, terjadi juga penurunan jumlah anak yang dilahirkan karena berkembangnya teknologi di bidang alat kontrasepsi atau keluarga berencana. Di level mikro, dengan adanya program KB, setiap keluarga dapat mengontrol jumlah anak yang mereka miliki, sehingga mereka dapat memberikan investasi yang mencukupi bagi pembangunan modal manusia anak tersebut agar menjadi manusia yang produktif dalam perekonomian dan mengurangi kemungkinan anak tersebut jatuh dalam kemiskinan. Sementara di level makro, dengan adanya program KB, pemerintah dan perekonomian tidak lagi terbebani oleh besarnya jumlah investasi yang harus ditanggung untuk membangun modal manusia dengan jumlah penduduk yang sangat banyak. Dengan demikian, pemerintah dapat melakukan investasi lebih besar untuk mengembangkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat secara umum. Selain itu, pemerintah dan perekonomian secara otomatis akan memperoleh suntikan sumber daya manusia yang lebih berkualitas untuk menjalankan pembangunan dan menurunnya jumlah penduduk miskin atau tidak produktif yang harus ditanggung oleh pemerintah dan perekonomian akibat kurangnya modal manusia yang mereka miliki. Korelasi positif antara meningkatnya taraf hidup masyarakat dengan berjalannya program KB yang ditunjukkan oleh proses transisi demografi juga terjadi di Indonesia. Peran penting program KB dalam menunjang pembangunan ekonomi terlihat jelas ketika Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat dalam era kepemimpinan Presiden Soeharto tahun 1966-1998. Di saat yang bersamaan, Indonesia juga termahsyur di dunia sebagai negara yang sangat berhasil dalam menjalankan program keluarga berencana. Beberapa pencapaian yang sangat baik dari berjalannya program KB di Indonesia, diantaranya adalah: Penurunan Crude Birth Rate dari sebesar 40,6 per 1000 penduduk pada tahun 1971 menjadi hanya 22,7 pada tahun 1997(BPS) Penurunan Total Fertility Rate dari sebesar 5,6 pada tahun 1971 menjadi sebesar 2,6 pada tahun 1997(BPS) Penurunan Growth Rate/Laju Pertumbuhan Penduduk dari 2,10% pada tahun 1971 menjadi 1,67% pada tahun 1997(BPS)

6 Ada 80 juta kelahiran yang terhindarkan dari yang seharusnya terjadi apabila tidak ada program KB. Namun, setelah masa reformasi terlihat adanya penurunan intensitas dan perhatian terhadap program KB yang mengakibatkan perlambatan pada hasil akhir yang ingin dicapai oleh program ini. Mulai muncul banyak kekhawatiran yang meminta agar program KB direvitalisasi karena ketidakpedulian terhadap program KB dan permasalahan kependudukan dapat mengakibatkan masalah yang serius bagi pembangunan bangsa di masa depan. Bahkan saat ini sudah banyak muncul kekhawatiran di media mengenai terjadinya kembali ledakan penduduk dan munculnya sebuah fenomena baby boom 5 akibat kurangnya perhatian pemerintah terhadap permasalahan keluarga berencana dan kebijakan kependudukan dalam program pembangunan yang sedang dijalankan. Program KB saat ini lebih bertujuan untuk mewujudkan hak-hak reproduksi serta memaksimalkan akses dan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi dengan memperhatikan kesetaran gender. Dengan demikian, yang perlu juga diperhatikan adalah peranan program KB dalam memajukan kesehatan reproduksi, meningkatkan kesehatan ibu, dan mengurangi kematian pada bayi dan anak yang merupakan indikator penting bagi kesejahteraan masyarakat secara umum. Permasalahan selanjutnya yang juga menjadi perhatian adalah posisi Indonesia saat ini yang sedang menuju tahapan bonus demografi dalam proses transisi demografi yang sedang dijalaninya. Dalam proses transisi demografi, terjadinya perubahan struktur umur penduduk dan tahapan bonus demografi adalah tahapan dimana kondisi struktur umur penduduk menjadikan dependency ratio 6 berada pada tingkat yang terendah. Dependency ratio menunjukkan perbandingan antara kelompok usia produktif dan usia non-produktif yang berarti menggambarkan berapa banyak orang usia non produktif yang hidupnya harus ditanggung oleh kelompok usia produktif. Indonesia akan mendapatkan bonus demografi selama 10 tahun antara tahun 2015-2035 dengan angka dependenncy ratio berkisar antara 0,4-0,5 yang berarti 100 orang usia produktif hanya 5 Jumlah kelahiran bayi yang sangat besar dalam jangka waktu yang cukup singkat. Jumlah Penduduk usia 0-14 dan 65+ 6 Rumus dependency ratio: Jumlah penduduk usia 15-64

7 menanggung hidup 40-50 orang usia tidak produktif (lihat gambar 1.1). Inilah waktu yang disebut sebagai window of opportunity,yaitu jika jumlah penduduk produktif yang lebih besar dapat dioptimalkan untuk mengakumulasi pertumbuhan dan kesejahtaraan secara ekonomi, maka hasil yang diperoleh juga akan bermanfaat bagi pembangunan bangsa di masa depan melalui saving yang dilakukan. Sementara itu, apabila window of opportunity ini tidak bisa dimanfaatkan dengan baik, hal ini justru menjadi window of disaster karena apabila jumlah penduduk usia produktif yang banyak tidak bisa dimanfaatkan akibat kurangnya lapangan kerja, maka selain bisa menimbulkan efek sosial yang buruk saat itu dan hilangnya momentum unuk mengumpulkan kesejahteraan, hal ini juga akan menimbulkan kekhawatiran di masa depan, yaitu sekitar tahun 2050 ketika dependency ratio Indonesia kembali naik menjadi 0,73. Pada saat itu, kebanyakan kelompok usia tidak produktif berasal dari kelompok umur tua yang harus ditanggung hidupnya karena mereka tidak melakukan saving ketika terjadi window of opportunity. Salah satu asumsi penting dari tercapainya kondisi bonus demografi dan window of opportunity ini adalah angka fertilitas total (TFR) 7 yang diasumsikan sebesar 2,1 pada tahun 2015, sehingga peranan program KB demi mencapainya angka TFR yang diinginkan sangatlah signifikan. Ketika saat ini mulai muncul banyak keraguan terhadap kinerja program KB, dikhawatirkan kondisi bonus demografi tidak dapat tercapai dalam waktu yang diperhitungkan sebelumnya. Saat ini TFR Indonesia menurut survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 masih tetap stagnan di angka 2,6 sama seperti hasil SDKI yang dilakukan pada tahun 2002-2003. Hal ini menunjukkan program KB yang berjalan pada masa reformasi ini masih belum menunjukkan kemajuan dan perkembangan yang cukup berarti karena target untuk mencapai angka TFR yang menurun masih belum tercapai. 7 Adalah rata-rata hipotetis jumlah anak yang akan dilahirkan seorang wanita pada akhir masa reproduksinya

8 Angka Ketergantungan 0-14, 65+, total 90 80 70 60 Muda Total Bonus De mografi window of opportunity Persen 50 40 30 20 10 Lansia 0 1950 1960 1970 1980 1990 2000 2010 2020 2030 2040 2050 Tahun Gambar 1.1 Dependency Ratio Indonesia Sumber: Slide Kuliah Ekonomi Kependudukan Prof. Sri Moertiningsih Adioetomo, Program S1 Ilmu ekonomi FEUI, Semester Genap 2007-2008 Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam proses berjalannya program keluarga berencana adalah permasalahan unmet need terhadap program keluarga berencana. Masalah unmet need sendiri secara sederhana bisa didefinisikan sebagai adanya kebutuhan dari masyarakat yang ingin melaksanakan program keluarga berencana tetapi keinginan mereka untuk menjalankan program KB ini tidak bisa dipenuhi dengan berbagai alasan. Jadi, disini ada sebuah kebutuhan yang tidak bisa terpenuhi, sehingga semakin tinggi angka unmet need berarti semakin besar pula tantangan yang dihadapi dalam program KB. Tantangan yang dihadapi dalam program KB adalah untuk terus menurunkan unmet need dengan berusaha memenuhi setiap permintaan terhadap program KB yang ada dan berusaha mengatasi faktor-faktor yang menghambat orang untuk menggunakan KB, sehingga hasil akhir yang dicapai oleh program KB secara keseluruhan

9 menjadi lebih baik karena lebih banyak orang yang bisa menjalankan program KB. Permasalahan unmet need seperti dijelaskan sebelumnya, selalu dihadapi dalam program KB di tiap belahan dunia, sehingga bisa juga dikatakan sebagai isu global. Contohnya, melalui survei yang dilakukan oleh RAND corporation diperkirakan saat ini di negara berkembang ada sekitar 150 juta wanita yang mengalami unmet need terhadap program keluarga berencana, dengan jumlah terbesar berada di India, yaitu sekitar 30 juta orang atau sekitar 20% dari keseluruhan jumlah wanita yang telah menikah. Dalam survey itu sendiri disebutkan bahwa hambatan terbesar yang menyebabkan terjadinya unmet need adalah buruknya pengetahuan tentang kontrasepsi dan kesehatan, mahalnya harga alat kontrasepsi, suplai alat kontrasepsi yang terbatas, dan adanya penolakan dari kebiasaan dan nilai-nilai budaya yang ada di dalam masyarakat. Dengan demikian, program-program utama yang biasanya dijalankan untuk menyelesaikan masalah unmet need adalah meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap alat kontrasepsi sebagai alat utama program KB, memberi pendidikan kepada masyarakat mengenai keuntungan yang dapat diperoleh melalui program KB dan mensubsidi harga alat-alat kontrasepsi agar bisa terjangkau oleh masyarakat. Permasalahan yang dapat muncul dalam unmet need adalah terjadinya aborsi terhadap kehamilan yang tidak diharapkan. Di negara yang melarang tindakan aborsi selain alasan kesehatan, menyebabkan kegiatan aborsi terpaksa dilakukan secara ilegal dan seringkali tidak ditangani oleh tenaga medis yang mampu melakukan proses aborsi secara aman, sehingga beresiko besar menyebabkan kematian pada ibu. Apabila angka kehamilan yang tidak diharapkan bisa diturunkan, maka hal ini akan menurunkan resiko kematian ibu yang diakibatkan oleh proses aborsi ilegal yang dilakukan untuk menggagalkan kehamilan yang tidak diinginkan tersebut. Xio (1995) pada penelitiannya di Cina menemukan bahwa sebagian besar kehamilan yang tidak dinginkan diakhiri dengan aborsi. Kehamilan yang tidak diinginkan tersebut berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang kontrasepsi. Salah satu cara untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan adalah dengan menurunkan angka kebutuhan

10 KB yang tidak terpenuhi. Dengan memenuhi kebutuhan KB, akan menghindarkan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, sekaligus menjamin kesehatan reproduksi wanita. Dalam Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) juga dijelaskan bahwa apabila wanita dapat menghindari perilaku fertilitas dengan resiko tinggi 8, maka hal ini akan meminimalisir kemungkinan kematian pada sang ibu dan bayi. Dengan demikian, pemenuhan kebutuhan KB bagi ibu atau wanita merupakan salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan reproduksi atau fertilitasnya, sekaligus meningkatkan harapan hidup bagi sang anak. Jadi, permasalahan kebutuhan KB yang tidak terpenuhi akan sangat berpengaruh terhadap usaha untuk mewujudkan hak kesehatan reproduksi yang universal bagi wanita. Indonesia sendiri berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) yang dilaksanakan oleh BPS tahun 2007 memiliki angka unmet need sebesar 9,1% dari keseluruhan jumlah wanita yang sudah menikah. Angka unmet need ini konstan dari 2 kali survei serupa yang telah dilakukan sebelumnya pada tahun 1997 dan 2002-2003. Hal ini mungkin berarti bahwa ada hambatan laten yang masih harus dipecahkan oleh pemerintah sebagai penyelenggara program KB untuk menurunkan angka unmet need KB. Kemungkinan besar ada beberapa karakteristik khusus dari Negara Indonesia yang berbeda dengan negara lainnya yang mempengaruhi besaran angka unmet need ini. Dengan demikian, akan menjadi hal yang cukup menarik dan fundamental untuk melihat faktor-faktor dan karakteristik apa saja yang dapat mempengaruhi terjadinya kondisi unmet need di Indonesia, sehingga penelitian mengenai hal ini dapat menjadi dukungan dan panduan bagi pemerintah sebagai pembuat kebijakan untuk mendukung program keluarga berencana terkait dengan pentingnya peran program ini dalam pembangunan. 1.2 Perumusan Masalah Pertanyaan utama yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa sajakah yang dapat mempengaruhi kejadian unmet need terhadap program 8 Perilaku fertilitas dengan resiko tinggi adalah ketika ibu melahirkan terlalu muda( umur<18 tahun), terlalu tua( umur >34 tahun), dengan selang kelahiran yang pendek(<24 bulan), dan untuk anak yang urutan kelahirannya tinggi( anak urutan ke empat atau lebih)

11 keluarga berencana di Indonesia. Selain itu, penulis juga akan mencoba untuk menggambarkan kondisi dan proses terciptanya angka unmet need terhadap program keluarga berencana yang ada secara umum di Indonesia. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui faktor-faktor atau karakterisitik apa sajakah yang berpengaruh kepada kejadian unmet need terhadap program keluarga berencana yang terjadi di Indonesia serta melakukan tinjauan terhadap kondisi permasalahan unmet need secara umum di Indonesia. 1.3.2 Tujuan Khusus Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan khusus dalam penelitian ini adalah: 1. Melakukan analisis secara deskriptif terhadap kondisi dan permasalahan unmet need, serta faktor- faktor yang dianggap mempengaruhi kejadian unmet need di Indonesia dengan melakukan tabulasi silang antara variabel dependen dan independen, serta uji statistik untuk melihat hubungan diantara keduanya. 2. Melakukan analisis secara inferensial dengan menggunakan model statistik terhadap faktor- faktor yang dianggap mempengaruhi kejadian unmet need di Indonesia, sehingga bisa diperoleh hasil secara statistik untuk menyimpulkan hubungan antara variabel dependen dengan variabelvariabel independen secara bersamaan. 1.4 Sistematika Penulisan Skripsi ini akan disusun secara sistematis dalam 5 bab yang terdiri dari pendahuluan, studi literatur, metodologi penelitian, analisis hasil penelitian, dan penutup.

12 1. Pendahuluan Pendahuluan adalah bagian awal dari skripsi ini yang menggambarkan latar belakang penulisan skripsi dan penjelasan mengenai teknis penelitian yang dilakukan. 2. Studi literatur Studi literatur adalah penjabaran mendalam terhadap teori-teori relevan yang dapat mendukung analisis penelitian tersebut. 3. Metode penelitian Metode penelitian adalah penjelasan secara teknis mengenai metode matematis pengembangan model dalam penelitian tersebut beserta metode-metode yang digunakan. 4. Analisis hasil penelitian Analisis hasil penelitian mendeskripsikan hasil matematis yang telah diperoleh pada bab terdahulu agar lebih mudah dimengerti dan dilakukan pendekatan dengan teori yang juga telah dijelaskan sebelumnya. 5. Penutup Penutup merupakan bagian akhir dari skipsi yang terdiri dari kesimpulan penelitian dan saran yang dapat diberikan kepada pengambil kebijakan secara khusus dan pembaca secara umum.