BAB I PENDAHULUAN. Kota Cirebon terletak di bagian timur Provinsi Jawa Barat dan merupakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Sebagian besar perekonomian Provinsi Bali ditopang oleh

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman alam, budaya, dan seni yang khas di pulau Bali tidak dapat

1 BAB I PENDAHULUAN. Upaya Pemerintah Kabupaten Malang meningkatkan kunjungan wisata

BAB I PENDAHULUAN. untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. Objek pariwisata dapat berupa

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pariwisata masih menjadi basis perekonomian Provinsi Bali. Pariwisata

BAB I PENDAHULUAN. 16 November 1972 adalah warisan dari masa lampau, yang dinikmati saat ini dan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. karena Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki sumber daya alam

BAB VI KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN PENELITIAN. Loka Yogyakarta, total willingness to pay 110 responden untuk

I. PENDAHULUAN. berusaha, memperluas kesempatan kerja, dan lain sebagainya (Yoeti, 2004).

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009

GAMBAR 1.1 LAMBANG DAN BENDERA KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. sektor lain untuk berkembang karena kegiatan pada sektor-sektor lain

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara dengan lautan dan pesisir yang luas. memiliki potensi untuk pengembangan dan pemanfaatannya.

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai penyempurnaan Undang-undang Nomor 22

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Masalah. dengan tahun 2004 mencapai 763 juta orang dan menghasilkan pengeluaran

BAB. I PENDAHULUAN. wilayah III (Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan) serta dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. dengan keanekaragaman budaya dan kesenian yang berbeda-beda di masing-masing

DAFTAR ISI. PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii

BAB I PENDAHULUAN. Bangkitnya era otonomi daerah semakin memberikan peluang kepada setiap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

KATA PENGANTAR. Tim Penyusun

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki berbagai macam

indikator keberhasilan kegiatan ekonomi daerah tersebut. Provinsi Bali merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia demi mencapai masyarakat yang sejahtera. Namun, mengingat Negara

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi, aspirasi

I. PENDAHULUAN. Jenis Wisatawan Domestik Asing Jumlah Domestik Asing Jumlah Domestik Asing

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta dalam beberapa tahun terakhir sedang melakukan

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN III TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis dan maritim yang kaya akan sumber

BAB I PENDAHULUAN. dijakarta Pusat tepatnya Jalan Merdeka Barat 12. Museum Nasional Republik

BAB I PENDAHULUAN. udara bersih dan pemandangan alam yang indah. Memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan seperti hutan lindung sebagai

1 BAB I PENDAHULUAN. menghadapi krisis global seperti tahun lalu, ketika penerimaan ekspor turun tajam.

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan sosial. Menurut definisi pada Undang-undang no 10 tahun 2009

I. PENDAHULUAN. pulau mencapai pulau yang terdiri dari lima kepulauan besar dan 30

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udkhiyah, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan suatu bangsa. Dalam upaya

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produk Domestik Bruto Berdasarkan Harga Konstan menurut Lapangan Usaha Tahun 2009

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya,

BAB I PENDAHULUAN. dalam pertumbuhan perekonomian nasional. Pemerintah daerah hendaknya

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor industri yang berpotensi untuk. dikembangkan terhadap perekonomian suatu daerah. Berkembangnya sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pekanbaru mempunyai Pelabuhan Pelita Pantai, Pelabuhan Laut Sungai Duku dan

BAB I PENDAHULUAN. pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan yang terjadi karena adanya dinamika

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah

PROVINSI BANTEN TABEL PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH TERHADAP CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Pemerintah Kabupaten Bantul. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir TA 2007 Kabupaten Bantul

1 PENDAHULUAN. Tabel 1. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, ** (Miliar Rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kecamatan Bogor Tengah merupakan kecamatan yang posisinya berada di

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. berupa produk jasa lingkungan yang manfaatnya secara langsung bisa di rasakan

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

tersendiri sebagai destinasi wisata unggulan. Pariwisata di Bali memiliki berbagai

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh pantai bisa didapat secara langsung dan tidak langsung. Manfaat yang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. disebabkan karena tarif yang ditetapkan pada Perda Yogyakarta No. 5 tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. bentuk kenaikan pendapatan nasional. Cara mengukur pertumbuhan ekonomi

BAB VI SIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hotel memegang peranan penting dalam industri pariwisata karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini Tiongkok merupakan pasar wisatawan asing terbesar di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di Indonesia memiliki tujuan untuk mensejahterakan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan sosial dan ekonomi. Menurut undang undang kepariwisataan no 10

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. maupun wilayahnya sebagai daerah wisata hingga mampu meningkatkan

I. PENDAHULUAN. menjadi sumber pendapatan bagi beberapa negara di dunia. Pada tahun 2011,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai peringkat kedua Best of Travel 2010 (

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

Produk Domestik Regional Bruto

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Muhammad Fauzi, FE UI, 2010.

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Tahun Anggaran 2009 DAFTAR TABEL

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Regional Bruto (PDRB) didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

Profile Daerah Kabupaten Sumedang Tahun

BAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat. Akan tetapi masih banyak ditemui penduduk yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

8.1. Keuangan Daerah APBD

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki potensi pariwisata yang sangat besar, di antaranya

Kata Kunci: Modal, Tingkat Upah, Penyerapan Tenaga Kerja, Produksi DAFTAR ISI...

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menghambat pembangunan ekonomi atau memiskinkan masyarakat (Rufendi,

BAB III METODE PENELITIAN. Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Cirebon terletak di bagian timur Provinsi Jawa Barat dan merupakan daerah perbatasan antara Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah. Kota Cirebon memiliki keragaman budaya dilihat dari bahasa, suku, agama, kebudayaan, dan adat istiadat. Keragaman tersebut dapat menjadi potensi bagi Kota Cirebon untuk menjadi salah satu kota wisata budaya yang ada di Jawa Barat. Peran sektor pariwisata Kota Cirebon saat ini masih belum dioptimalkan untuk peningkatan perekonomian daerah. Potensi yang dimiliki oleh sektor pariwisata Kota Cirebon cukup tinggi untuk hal tersebut. Hingga saat ini, sektor yang menjadi andalan dalam peningkatan perekonomian adalah sektor perdagangan dan jasa. Sektor perdagangan dan jasa memberikan kontirbusi sebesar 31 persen dari total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Cirebon pada tahun 2011-- 2012. Sementara sektor pariwisata yang digolongkan sebagai jasa-jasa, memberikan kontribusi sebesar 9 persen terhadap PDRB Kota Cirebon tahun 2011 -- 2012. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.1. 1

35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% 1 2 3 4 5 6 7 8 2011 0% 28% 2% 6% 31% 15% 9% 9% 2012 0% 28% 2% 6% 31% 15% 9% 9% Gambar 1.1 Kontribusi Sektor-Sektor Terhadap PDRB Kota Cirebon Tahun 2011 -- 2012 Berdasarkan Harga Konstan Sumber : Bappeda Kota Cirebon, 2013 (diolah) keterangan Gambar 1.1: 1. Sektor Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 2. Sektor Industri dan Pengolahan 3. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih 4. Sektor Konstruksi dan Bangunan 5. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran 6. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi 7. Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 8. Sektor Jasa-Jasa Pembangunan Kota Cirebon saat ini diarahkan menuju pembangunan kota metropolis. Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Jawa Barat tahun 2014, Kota Cirebon dan Wilayah III Cirebon yang meliputi Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Indramayu, dan Kabupaten Majalengka akan menjadi Daerah Metropolitan Cirebon Raya pada tahun 2025. Kenaikan jumlah investor yang berinvestasi di Kota Cirebon rata-rata 2,25 persen dari tahun 2008--2012. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Cirebon 2013--2018, jumlah total investor Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) yang ada di Kota Cirebon pada tahun 2008--2012 dipaparkan pada Tabel 1.1. 2

Tabel 1.1 Jumlah Total Investor Kota Cirebon Tahun 2008 -- 2012 Tahun Total Investor Kenaikan (%) 2008 1034 2009 1050 2 2010 1089 4 2011 1122 3 2012 1122 0 Sumber: RPJMD Kota Cirebon, 2013 -- 2018 Perkembangan sektor perdagangan dan jasa dapat memberikan efek ganda terhadap sektor pariwisata. Jumlah pendatang yang mengunjungi Kota Cirebon untuk melakukan kegiatan perdagangan atau investasi bertambah setiap tahun. Hal tersebut dapat menjadi efek yang positif untuk sektor pariwisata. Para pendatang sekaligus dapat menjadi wisatawan dan/atau media promosi objek-objek wisata yang ada di Kota Cirebon. Jumlah wisatawan yang datang ke Cirebon mengalami kenaikan yang cukup signifikan selama lima tahun terakhir. Kenaikan jumlah wisatawan yang datang tersebut mencakup wisatawan domestik maupun mancanegara. Tabel 1.2 dan Gambar 1.2 berikut memperlihatkan pertumbuhan jumlah wisatawan yang datang ke Kota Cirebon dari tahun 2008--2013. 600.000 500.000 400.000 300.000 200.000 100.000-2008 2009 2010 2011 2012 2013 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0-0,05-0,1 Jumlah Wisatawan Pertumbuhan (%) Gambar 1.2 Diagram Jumlah Wisatawan Kota Cirebon Tahun 2008 -- 2012 Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Cirebon, 2013 (diolah) 3

Persentase kenaikan jumlah wisatawan pada tahun 2012 cukup tinggi yaitu 25 persen. Realisasi program kepariwisataan yang dilaksanakan oleh Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kota Cirebon pada tahun 2012 cukup tinggi yaitu 97,86 persen. Tahun 2013 jumlah wisatawan yang datang ke Kota Cirebon menurun. Hal tersebut mungkin terkait dengan pemberlakuan Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2013 tentang Pelarangan dan Peredaran Minuman Keras Berkadar Alkohol. Menurut Udkhiyah (2013) potensi daya tarik wisata di Kota Cirebon berupa kekayaan warisan budaya yang beragam. Potensi daya tarik wisata di Kota Cirebon umumnya berupa peninggalan masa kerajaan Islam pada zaman dahulu. Peninggalan tersebut dapat berupa peninggalan fisik dan nonfisik. Peninggalan fisik berupa keraton, masjid, makam atau situs para wali penyebar agama Islam, dan sebagainya, sedangkan peninggalan nonfisik berupa kesenian tradisional seperti Sintren, Nadran, Wayang Golek, dan lain-lain. Salah satu objek situs cagar budaya yang menjadi ikon Kota Cirebon dan pariwisata Provinsi Jawa Barat adalah Keraton Kasepuhan. Keraton Kasepuhan berdiri pada tahun 1529 di atas lahan seluas 18,55 hektar. Desain dan arsitektur keraton ini merepresentasikan terjadinya akulturasi budaya yang ada di Cirebon. Terdapat ciri khas Jawa, Sunda, Hindu, Arab, Tiongkok, dan Mesir di beberapa bagian bangunan keraton seperti terlihat pada Gambar 1.3.b. Gerbang Keraton Kasepuhan memiliki ciri khas Jawa dengan digunakannya batu bata merah. Desain gerbang bata merah seperti pada Gambar 1.3.b berikut merupakan desain gerbang yang selalu digunakan di berbagai 4

fasilitas umum di Kota Cirebon, seperti sekolah, kantor pemerintahan, pusat perbelanjaan, dan lain-lain. (a) (b) Gambar 1.3 Keraton Kasepuhan Cirebon Sumber: Investigasi lapangan, 2014. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Keraton Kasepuhan mengalami kenaikan setiap tahun. Selama empat tahun terakhir, rata-rata kenaikan jumlah wisatawan setiap tahunnya adalah 13 persen. Wisatawan datang ke Keraton Kasepuhan lebih banyak memilih waktu akhir pekan dibandingkan hari aktif. Gambar 1.4 berikut menggambarkan kenaikan jumlah wisatawan Keraton Kasepuhan dari bulan Januari 2010 sampai dengan Juni 2014. 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 Januari Maret Mei Juli September November Januari Maret Mei Juli September November Januari Maret Mei Juli September November Januari Maret Mei Juli September November Januari Maret Mei Gambar 1.4 Diagram Batang dan Garis Tren Pengunjung Keraton Kasepuhan Cirebon Januari 2010 -- Juni 2014 Sumber: Data Primer BPKK Cirebon, 2010 -- 2014 (diolah) 5

Pengelolaan objek wisata Keraton dilakukan oleh Badan Pengelola Keraton Kasepuhan (BPKK) Cirebon secara independen. Pengelolaan tersebut dilakukan dengan dana yang bersumber hanya dari retribusi tiket masuk sehingga alokasi dana pengelolaan sangat minim. Bantuan dana dari Pemerintah tidak dapat dipastikan pada setiap tahunnya. Pengelolaan Keraton dengan dana yang minim merupakan masalah utama yang terjadi di objek Keraton Kasepuhan Cirebon. Keraton Kasepuhan merupakan salah satu aset daerah Kota Cirebon yang sangat berharga. Pemerintah Kota Cirebon seharusnya dapat mengelola aset yang dimilikinya dengan optimal. Salah satu tahapan untuk mengoptimalkan aset yang dimiliki adalah dengan mengetahui nilai ekonomi dari aset tersebut sehingga selanjutnya dapat diambil beberapa keputusan dan kebijakan-kebijakan untuk mengelola aset dengan optimal. 1.2 Keaslian Penelitian Terdapat beberapa penelitian mengenai penilaian properti nonpasar khususnya situs cagar budaya dan lingkungan dengan Contingent Valuation Method (CVM). Penelitian-penelitian terdahulu tersebut adalah sebagai berikut. Peneliti/Tahun Tabel 1.2 Ringkasan Penelitian Terdahulu Topik Penelitian dan Alat Analisis Variabel Hasil 1. Fonseca dan Robelo (2010). Estimasi faktorfaktor yang mempengaruhi jumlah kunjungan ke Museum Lamego, Alto 1. Jumlah kunjungan (dependen). 2. Biaya 3. Pendidikan. Biaya perjalanan berpengaruh negatif terhadap jumlah kunjungan ke Museum Lamego dan sebaliknya tingkat pendidikan serta gender perempuan berpengaruh positif 6

Peneliti/Tahun Fonseca dan Robelo (2010) (lanjutan) Topik Penelitian dan Alat Analisis Douro Wine Region, Portugal dengan TCM. 2. Yasa (2010). Estimasi nilai ekonomi Alun- Alun Selatan, Yogyakarta dengan TCM dan CVM. 3. Majumdar, dkk (2011). 4. Pakdeeburee, Denpaiboon dan Kanagae (2011). Estimasi WTP pengunjung hutan kota di Savannah, Georgia dengan metode CVM. Estimasi WTP pengunjung Ayutthaya Historical Park, Thailand dengan TCM dan CVM. 5. Sugriani (2012). Estimasi nilai ekonomi Museum Ullen Sentalu dengan TCM dan CVM. Tabel 1.2 Lanjutan Variabel 4. Jenis Kelamin. 5. Pendapatan. 6. Usia. 7. Kepuasan 8. Kunjungan ke museum lain. 1. Jumlah kunjungan. 2. WTP. 3. Biaya 4. Pendapatan. 5. Usia. 6. Pendidikan. 7. Jarak. 1. WTP (dependen). 2. Usia. 3. Jenis kelamin. 4. Tingkat pendidikan. 5. Pendapatan. 6. Daerah asal pengunjung. 7. Groups. 8. Jumlah kunjungan. 1. Jumlah kunjungan. 2. WTP. 3. Pendapatan. 4. Usia. 5. Pendidikan. 6. Jenis kelamin. 7. Tujuan 1. Jumlah kunjungan. 2. Biaya 3. Pendapatan. 4. Usia. 5. Lama pendidikan. 6. Persepsi kualitas. 7. Subtitusi. Hasil terhadap kunjungan ke Museum Lamego. Rata-rata WTP berdasarkan TCM adalah Rp49.171,00 per kunjungan sedangkan berdasarkan CVM adalah Rp1.463,00 per kunjungan. Indikasi nilai ekonomi Alun- Alun Selatan Yogyakarta berdasarkan TCM berada pada rentang Rp269.405.218.100,00 - - Rp274.288.695.100,00 per tahun. Indikasi nilai WTP bagi pengunjung yang tingkat pendidikannya perguruan tinggi lebih tinggi dari tingkat pendidikan lainnya, variabel pendapatan dan jumlah kunjungan signifikan mempengaruhi WTP. Indikasi nilai ekonomi hutan kota Savannah, Georgia rata-rata adalah $11.55 juta pada tahun 2009. Nilai WTP turis lokal dan mancanegara masing-masing rata-rata sebesar 177.71Baht dan 163.40Baht. Berdasarkan TCM, nilai ekonomi Museum Ullen Sentalu berada pada rentang Rp4.325.031.904,00 -- Rp18.844.810.920,00. Berdasarkan CVM nilai ekonomi Museum Ullen Sentalu berada pada rentang Rp179.785.000,00 -- Rp1.797.850.000,00. Faktorfaktor yang mempengaruhi jumlah kunjungan museum adalah biaya perjalanan, pendapatan, usia dan persepsi. 7

Peneliti/Tahun Topik Penelitian dan Alat Analisis 6. Putri (2012). Estimasi nilai ekonomi objek wisata Goa Gong, Pacitan dengan TCM dan CVM. 7. Raharjo dan Gravitiani (2012). Estimasi nilai ekonomi Museum Sangiran, Jawa Tengah dengan TCM. Tabel 1.2 Lanjutan Variabel 1. WTP. 2. Jumlah kunjungan. 3. Biaya 4. Pendapatan. 5. Waktu 6. Tingkat pendidikan. 7. Usia. 8. Ketersediaan informasi mengenai objek. 9. Persepsi pengunjung. 1. Jumlah kunjungan per 1000 populasi per tahun (dependen). 2. Biaya 3. Tingkat pendidikan. 4. Pendapatan individual per bulan. 5. Jarak. 6. Usia. Hasil Berdasarkan TVM faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kunjungan adalah biaya perjalanan, pendapatan, dan waktu Berdasarkan CVM faktor-faktor yang mempengaruhi WTP adalah pendapatan, ketersediaan informasi, dan kualitas objek. Indikasi nilai ekonomi objek wisata Goa Gong berdasarkan TCM rata-rata adalah Rp138.379.000.000,-00 sedangkan berdasarkan CVM rata-rata adalah Rp4.700.000.000,00. Faktor biaya perjalanan, tingkat pendidikan, pendapatan, jarak, dan usia signifikan berpengaruh terhadap jumlah kunjungan per 1000 populasi per tahun. Indikasi nilai ekonomi Museum Sangiran rata-rata adalah Rp728.013.743,00. 8. Suryadi (2013). Estimasi nilai ekonomi Museum Bali dengan Contingent Valuation Method. 1. Jumlah WTP (dependen). 2. Biaya 3. Pendapatan. 4. Lama pendidikan. 5. Usia. 6. Persepsi responden terhadap kualitas lingkungan. Variabel biaya perjalanan, kualitas Museum Bali dan adanya objek wisata subtitusi di sekitar signifikan mempengaruhi WTP pengunjung. Nilai ekonomi Museum Bali berdasarkan CVM rata-rata adalah Rp593.910.775,00 dan nilai WTP per individu per kunjungan rata-rata adalah Rp9.550,00. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, metode contingent valuation sering digunakan untuk penelitian valuasi ekonomi objek nonpasar seperti lingkungan dan/atau situs cagar budaya. Metode ini jumlah 8

kesediaan membayar atau willingness to pay (WTP) pengunjung terhadap objek wisata yang dikunjungi. Nilai WTP tersebut menjadi nilai pedoman untuk menghitung dan mengetahui nilai ekonomi dari objek nonpasar yang diteliti, dalam kasus ini yaitu Keraton Kasepuhan Cirebon. Berdasarkan paparan pada Tabel 1.2, terdapat celah penelitian yang dilakukan pada penelitian ini. Perbedaan waktu, tempat, dan objek penelitian adalah hal dasar yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu yang telah dipaparkan dalam Tabel 1.2. Penelitian ini merupakan penilaian nilai ekonomi situs cagar budaya yang dilakukan pada tahun 2014, objek yang diteliti adalah Keraton Kasepuhan Cirebon Penelitian ini memiliki beberapa kesamaan bagian dan/atau metode dari penelitian terdahulu. Kesamaan tersebut diantaranya adalah penggunaan metode contingent valuation dan willingness to pay untuk mengukur nilai ekonomi situs cagar budaya. Selain itu, pemilihan variabel penjelas untuk memaparkan karateristik dan data responden juga memiliki beberapa kesamaan dan perbedaan di antaranya adalah sebagai berikut. 1. Penggunaan nilai willingness to pay sebagai vairabel dependen dan akan dianalisis untuk diketahui faktor-faktor yang mempengaruhinya. 2. Penggunaan variabel independen yang bersifat demografis seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan, asal daerah, dan pendapatan per bulan. 9

3. Penggunaan variabel independen yang merepresentasikan kepuasan pengunjung yaitu persepsi mengenai objek wisata, dan jumlah kunjungan ke objek wisata. 4. Penggunaan variabel independen jumlah rekan wisata yang diajak dan total biaya sebagai pendukung pengunjung. 1.3 Rumusan Masalah Kota Cirebon sedang diarahkan untuk menjadi Daerah Metropolis Cirebon Raya pada tahun 2025 (RKPD Jawa Barat, 2014). Rata-rata pertumbuhan ekonomi selama 10 tahun terakhir sebesar 5,7 persen, 0,2 persen lebih besar dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan Provinsi Jawa Barat yaitu 5,5 persen. Selain itu, jumlah wisatawan yang datang ke Kota Cirebon mengalami tren naik rata-rata 7 persen pada rentang tahun 2008 -- 2013. Sektor pariwisata Kota Cirebon memiliki potensi yang tinggi untuk dikembangkan dan dioptimalkan perannya bagi perekonomian Kota Cirebon. Perkembangan sektor perdagangan dan jasa yang menjadi andalan bagi perekonomian Kota Cirebon saat ini memberikan efek ganda bagi sektor pariwisata. Dilihat dari jumlah wisatawan yang datang ke Kota Cirebon, baik dengan alasan utama untuk berwisata maupun berbisnis, mengalami tren naik setiap tahunnya. Pengelolaan aset daerah berupa objek wisata yang ada di Kota Cirebon harus dioptimalkan. Jenis kepariwisataan yang paling banyak dikunjungi di Kota Cirebon adalah kesenian tradisional, termasuk objek wisata situs cagar budaya. Optimalisasi aset-aset cagar budaya sebagai objek wisata diharapkan dapat 10

meningkatkan perekonomian daerah, pendapatan asli daerah, dan perekonomian masyarakat di sekitar objek wisata. Salah satu tahap menajamen aset (Siregar, 2004: 518) adalah penilaian aset. Dengan mengetahui nilai ekonomi dari Keraton Kasepuhan, maka aset dapat dioptimalkan penggunaannya untuk kepentingan pemilik atau pengelola. Dalam kasus ini aset yang dinilai adalah objek wisata sehingga diharapkan hasil akhir yang dapat dicapai adalah meningkatnya daya tarik Keraton Kasepuhan Cirebon bagi wisatawan dan hal tersebut secara umum akan berdampak terhadap sektor pariwisata Kota Cirebon. 1.4 Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian yang kemudian akan dicari jawabannya dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Berapakah nilai willingness to pay pengunjung Keraton Kasepuhan Cirebon? 2. Berdasarkan nilai willingness to pay tersebut, berapa indikasi nilai ekonomi Keraton Kasepuhan? 3. Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi nilai willingness to pay pengunjung Keraton Kasepuhan Cirebon? 4. Bagaimana memanfaatkan nilai ekonomi Keraton Kasepuhan Cirebon sebagai dasar optimalisasi Keraton Kasepuhan Cirebon sebagai objek wisata? 11

1.5 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengidentifikasi nilai willingness to pay pengunjung Keraton Kasepuhan Cirebon. 2. Mengidentifikasi nilai ekonomi Keraton Kasepuhan Cirebon berdasarkan nilai willingness to pay yang diberikan pengunjung. 3. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi nilai willingness to pay pengunjung Keraton Kasepuhan Cirebon 4. Memberikan beberapa saran alternatif yang dapat diambil, baik oleh pihak pengelola maupun bagi jenjang pemerintah daerah guna mengoptimalkan penggunaan Keraton Kasepuhan Cirebon sebagai salah satu objek wisata di Kota Cirebon. 1.6 Manfaat Penelitian Peneliti mengharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak di antaranya adalah sebagai berikut. 1. Bagi akademisi, menjadi salah satu referensi penelitian penilaian bangunanbangunan bersejarah (heritage valuation) yang merupakan properti nonpasar di mana metode penelitian yang digunakan berbeda dari properti pasar/komersial. 2. Bagi Keraton Kasepuhan Cirebon, dengan mengetahui nilai ekonomi Keraton Kasepuhan yang juga merepresentasikan seberapa besar keinginan masyarakat terhadap wisata Keraton Kasepuhan, diharapkan dapat dijadikan 12

salah satu pertimbangan pengambilan kebijakan-kebijakan baru dalam rangka optimalisasi objek wisata Keraton Kasepuhan Cirebon. 3. Bagi Pemerintah Kota Cirebon, sebagai suatu informasi dan deskripsi mengenai karateristik wisatawan yang datang ke Cirebon dan mengunjungi Keraton Kasepuhan Cirebon. Dengan nilai ekonomi yang diketahui, diharapkan dapat dipergunakan sebagai suatu tolok ukur mengenai optimalisasi aset-aset daerah yang berbasis wisata cagar budaya, khususnya Keraton Kasepuhan Cirebon. 1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab I Pendahuluan, memuat tentang latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori, menguraikan tentang landasan teoritis yang digunakan dalam penelitian. Bab III Metoda Penelitian, menjelaskan tentang jenis penelitian yang dilakukan dan teknik penarikan data sampel. Bab IV Analisis dan Pembahasan, memaparkan tentang deskripsi data penelitian, analisis regresi linear berganda, perhitungan dan pemanfaatan nilai ekonomi Keraton Kasepuhan. Bab V Simpulan dan Saran, memuat tentang simpulan, implikasi, keterbatasan penelitian, dan saran untuk penelitian selanjutnya. 13