BAB 1 PENDAHULUAN. Karena lemak tidak larut dalam air, maka cara pengangkutannya didalam

dokumen-dokumen yang mirip
Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia

BAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kematian di Asia Tenggara paling banyak disebabkan oleh penyakit

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu dari. 10 penyebab kematian terbesar pada tahun 2011.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. menjadi penyebab paling umum dari kecacatan fisik maupun mental pada usia

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai serangan otak atau brain attack merupakan penyebab kematian ketiga

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi obesitas telah meningkat secara dramatis di Amerika Serikat,

PERBEDAAN PROFIL LIPID DAN RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II OBESITAS DAN NON-OBESITAS DI RSUD

ABSTRAK GAMBARAN RERATA KADAR KOLESTEROL HDL PADA PRIA DEWASA MUDA OBES DAN NON OBES

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.

BAB I PENDAHULUAN. fibrosa yang longgar. Skin tag dapat berupa tonjolan kecil, lunak dan mempunyai

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER

BAB I PENDAHULUAN. (DM) yang telah berlangsung lama (InaDRS, 2013; Agni, dkk., 2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) pada

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut

BAB I PENDAHULUAN. epidemiologi di Indonesia. Kecendrungan peningkatan kasus penyakit

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. DM merupakan penyakit degeneratif

dan rendah serat yang menyebabkan pola makan yang tidak seimbang.

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mementingkan defisit neurologis yang terjadi sehingga batasan stroke adalah. untuk pasien dan keluarganya (Adibhatla et al., 2008).

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Departemen kesehatan RI menyatakan bahwa setiap tahunnya lebih

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di

BAB VI PEMBAHASAN. Studi kasus kontrol pada 66 orang pasien terdiri atas 33 orang sampel

BAB I PENDAHULUAN. metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik. adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan (Sugondo, 2009).

Analisis Kadar Kolesterol Low Density Lipoproteinsebagai Faktor Risiko Komplikasi pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara mengingat beban biaya serta morbiditas dan mortalitas yang

BAB 5 PEMBAHASAN. dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10

HUBUNGAN RASIO LINGKAR PINGGANG PINGGUL DENGAN PROFIL LIPID PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan merupakan masalah yang ada di setiap negara, baik di

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian berasal dari PTM dengan perbandingan satu dari dua orang. dewasa mempunyai satu jenis PTM, sedangkan di Indonesia PTM

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

BAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut

I. PENDAHULUAN. Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak,

BAB I PENDAHULUAN. darah merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit dan menempati

BAB I PENDAHULUAN. ini, penyakit ini banyak berhubungan dengan penyakit-penyakit kronis di dunia

BAB I PENDAHULUAN. maupun organ) karena suatu organisme harus menukarkan materi dan energi

BAB I PENDAHULUAN. yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. infeksi dan kekurangan gizi telah menurun, tetapi sebaliknya penyakit degeneratif

BAB I PENDAHULUAN. mellitus tipe 2 di dunia sekitar 171 juta jiwa dan diprediksi akan. mencapai 366 juta jiwa tahun Di Asia Tenggara terdapat 46

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan bagian dari sindroma metabolik. Kondisi ini dapat menjadi faktor

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Salah satu efek samping

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat ke-3 penyebab kematian setelah stroke dan hipertensi.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

POLA DISLIPIDEMIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN JENIS KELAMIN PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diakses sejak awal sebelum terjadinya diabetes untuk pencegahan penyakit. Selain itu,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut World Health Organization (WHO), obesitas adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 6. Distribusi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin

BAB I PENDAHULUAN. dua di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin

FREDYANA SETYA ATMAJA J.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Lipoprotein merupakan suatu makrosomal berbentuk bola, bagian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Arteri Perifer (PAP) adalah suatu kondisi medis yang disebabkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia termasuk salah satu abnormalitas fraksi


BAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan,

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

Pentingnya mengenal faktor. usaha mencegah serangan Jantung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) tipe 2 merupakan penyakit. kronis yang disebabkan oleh gula darah tinggi dan

BAB I PENDAHULUAN. Aterosklerosis koroner adalah kondisi patologis arteri koroner yang

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia. Fenomena yang terjadi sejak abad ke-20, penyakit jantung dan UKDW

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia / tingginya glukosa dalam darah. 1. Klasifikasi DM menurut Perkeni-2011 dan ADA

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan global, penyebab utama dari kecacatan, dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Diabetes Mellitus Type II

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat ini PJK

BAB I PENDAHULUAN. Usaha pemerintah dan pihak swasta untuk meningkatkan keadaan gizi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Penelitian. Dislipidemia adalah suatu istilah yang dipakai untuk

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apolipoprotein atau apoprotein dikenal sebagai gugus protein pada lipoprotein. 1 Fungsi apolipoprotein ini adalah mentransport lemak ke dalam darah. Karena lemak tidak larut dalam air, maka cara pengangkutannya didalam darah yang berbahan dasar air, lemak ini akan diikat oleh suatu protein yang kemudian membentuk suatu komplek yang disebut lipoprotein yang dapat bercampur dengan air. Ada lima kelompok utama lipoprotein yang penting dalam diagnosa klinis yang berhasil diketahui yaitu, kilomikron, very-low density lipoprotein (VLDL), intermediate density lipoprotein (IDL), low density lipoprotein (LDL), high density lipoprotein (HDL). 1 2 Apolipoprotein terdiri dari apolipoprotein A-I, A-II, B, C-I, C-II, dan E. Apolipoprotein B (apob), menunjukkan struktur protein untuk partikel atherogenik, VLDL, IDL,LDL, small dense LDL (sdldl). Sedangkan apo A-I adalah protein struktural utama untuk HDL, dan mencerminkan sisi atheroprotektif metabolisme lipid. Kedua apolipoprotein tersebut juga dapat mengindikasikan resiko kardiovaskuler (KV) lebih akurat daripada LDL-C dan lipid lain. Rasio apob/apoa-i telah terbukti sangat terkait dengan resiko infark miokard (MI), stroke dan manifestasi penyakit kardiovaskular lain. 3,4,5,6

Pada tahun 2004 peneliti yang terlibat dengan INTERHEART Study meneliti satu strategi analisis baru, data INTERHEART menyatakan bahwa rasio apolipoprotein B (apob) dan apolipoprotein A-I (apoa-i) unggul dari rasio kolesterol total (TC) dan high density lipoprotein cholesterol (HDL-C) sebagai satu ukuran risiko serangan jantung. Sehingga penilaian apob dan apo A-I dapat menggantikan pengukuran lipid standar. Adanya peningkatan terhadap penanganan penyakit kardiovaskuler pada dua dekade terakhir ini telah berbuah pada penurunan mortalitasnya. Namun, belakangan ini terlihat adanya kecenderungan mortalitas akibat penyakit kardiovaskuler yang kembali meningkat. Alasan yang paling rasional untuk menjelaskan perubahan fenomena epidemiologi dari penyakit kardiovaskuler ini adalah adanya peningkatan keadaan yang dikenal sebagai sindrom metabolik (SM), yaitu suatu kumpulan gangguan metabolisme dan klinis yang ditandai oleh adanya penurunan HDL kolesterol, peningkatan trigliserida, gula darah yang tinggi, resistensi insulin, obesitas, dan hipertensi. 11,12,13,14 7,8,9,10 Sindrom metabolik (SM) diprediksi menyebabkan kenaikan 2 kali lipat resiko terjadinya penyakit jantung dan 5 kali lipat resiko terjadinya diabetes mellitus (DM) type 2. Dua faktor risiko utama perkembangan sindrom metabolik terlepas dari faktor genetik adalah kelebihan berat badan atau obesitas serta tidak adanya aktivitas. 15,16,17 Hal ini mengacu pada perubahan pola penyakit dalam suatu negara dari penyakit yang didominasi oleh penyakit menular menjadi penyakit degeneratif. 18,19,20

Walaupun patofisiologi yang mendasari terjadinya SM masih belum jelas, tapi resistensi insulin dan obesitas diduga merupakan patogenesis dari kelainan ini. 11,12,13,14 Secara global insiden SM meningkat dengan cepat, berdasarkan data epidemiologi, prevalensi SM di dunia adalah 20-25%. Penelitian Soegondo (2004) menunjukkan bahwa kategori Indeks Masa Tubuh (IMT) obesitas >25 kg/m 2 lebih cocok diterapkan pada orang Indonesia. Dari hasil penelitiannya didapat prevalensi SM di Indonesia adalah 13,13%. Penelitiannya yang lain, dilakukan di Depok (2001) didapati prevalensi SM sebesar 25,7% pada pria dan 25% pada wanita serta tidak menutup kemungkinan prevalensi ini akan terus meningkat. 9,21,22,23 Penelitian SM pada orang dewasa juga pernah dilakukan di Surabaya oleh (Tjokroprawiro dkk) dengan menggunakan kriteria ATP III didapatkan prevalensi sebesar 34%. Beberapa studi epidemiologi dan prospektif menunjukkan bahwa rasio ApoB /Apo A-I merupakan faktor resiko yang penting untuk coronary hearth disease (CHD). Pada Apolipoprotein-Related Mortality Risk (AMORIS) suatu studi perspektif yang dilakukan pada 175.000 sampel pria dan wanita, selama 98 bulan di Swedia. Rasio ApoB/ApoA-I mempunyai hubungan yang kuat dengan resiko CHD dibandingkan dengan lipid rasio lainnya termasuk TC / HDL-C, LDL-C / HDL- C atau Non HDL-C / HDL-C. Studi lainnya yang juga membandingkan rasio antara apob/apoa-i dengan lipid lainnya yaitu Wallenfeldt K et al (2004) di Swedia, meneliti tentang rasio apob/apoa-i dalam hubungannya dengan SM dan perubahan pada penebalan di arteri carotid intima media, selama 3 tahun pada pasien 18 5

laki-laki usia pertengahan. Dari hasil penelitiannya didapatkan peningkatan signifikan rasio apob/apoa-i pada masing-masing komponen SM. Rasio apob/apoa-i juga diteliti oleh Lind L et al (2006) di Swedia pada laki-laki usia pertengahan dan dia membuat hipotesa bahwa rasio apob/apoa-i merupakan marker ideal untuk gangguan lipid dan berhubungan dengan insulin resisten (IR) dan SM. Studi Prospektif lainnya seperti INTERHEART, MONICA/KORA dan Quebec Cardiovascular Study juga menegaskan bahwa rasio ApoB/ApoA-I merupakan faktor resiko independent dan unggul untuk beberapa faktor resiko konvensional. 25 Mattsson et al (2010) menggunakan data prospektif dari resiko kardiovaskuler pada Young Finn studi, didapatkan pada umur 24 39 tahun nilai ApoB meningkat sementara nilai apoa-i menurun, pada kelompok SM dibandingkan dengan kelompok obesitas. Juga ditemukan peningkatan yang signifikan dari rasio ApoB/ApoA-I pada kelompok SM dibandingkan kelompok obesitas (P 0,002). 28 8,9,26,27 Sehubungan data-data diatas sampai saat ini, studi tentang penilaian rasio ApoB/ApoA-I pada kelompok SM terutama yang menggunakan kriteria IDF belum pernah di teliti di Indonesia, terutama di Medan oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti rasio ApoB/ApoA-I ini. 24

1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, didapatkan perumusan masalah sebagai berikut: Apakah ada perbedaan rasio apob/apoa-i pada kelompok sindroma metabolik dibandingkan dengan kelompok obesitas. 1.3. Hipotesa penelitian Ada perbedaan rasio apob/apoa-i pada kelompok sindrom metabolik dibandingkan dengan kelompok obesitas 1.4. Tujuan penelitian 1.4.1. Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana perbedaan rasio apob/apoa-i pada kelompok SM dibandingkan kelompok obesitas. 1.4.2. Tujuan khusus 1. Untuk mengetahui nilai apolipoprotein A-I dan nilai apolipoprotein B pada kelompok SM dan kelompok obesitas 2. Menilai karakteristik antara kelompok SM dengan kelompok obesitas 3. Mengetahui kemungkinan adanya hubungan variabel SM dengan rasio apob/apoa-i

1.5. Manfaat penelitian 1.5.1 Di bidang penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi data dasar tentang hubungan rasio ApoB/ApoA-I dengan kelompok sindrom metabolik dan kelompok obesitas di kota Medan, sehingga dapat dipakai pada penelitian selanjutnya. 1.5.2 Di bidang Akademik Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi mengenai rasio apob/apoa-i pada kelompok sindrom metabolik dan obesitas. 1.5.3. Untuk peneliti Penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai sarana untuk melatih cara berfikir dan membuat suatu penelitian berdasarkan metodologi yang baik dan benar dalam proses pendidikan. 1.5.4. Untuk Masyarakat Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan informasi ke masyarakat mengenai manfaat pemeriksaan rasio apo B/apoA-I pada penderita sindrom metabolik.