PENGARUH SISTEM TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI SAWAH VARIETAS IR-66 DI SUMATERA BARAT Effect of Planting System on Growth and Yield of Lowland Rice IR-66 Variety in West Sumatra Atman dan Misran Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat Jl. Raya Padang-Solok, KM. 40 Sukarami-Solok, 27366 Email: atmanroja@yahoo.com ABSTRACT Proper management of the planting system is one way to increase rice productivity significantly. This study aimed to determine the effect of multiple planting systems on growth and yield of rice variety IR-66 in West Sumatra province. Experiments have been carried out in Nagari Talawi Sawahlunto April to July 2011. Experiments were arranged using Random Block Design (RBD) with five replications.treatment is planting system consisting of three levels legowo planting systems and planting systems of the tiles, namely: (1) Legowo planting system 2:1; (2) Legowo planting system 3:1; (3) Legowo planting system 4:1, and (4) Tegel planting system (system of farmers as a comparison). Plot size of 6x6 m. Variety used was IR-66 seedlings transplanted 20 days, the number of seeds 1-3 stems/clump, 20x20 cm spacing plant. Urea fertilizer is given 50 kg/ha age 7 days, then by Leaf Color Chat (LCC) so the amount of Urea is given as 100 kg/ha. While the SP-36 and KCl are given based on each Paddy Soil Test Kit (PSTK) as 100 kg/ha and 50 kg/ha age of 7 days. The results showed that rice yields rice varieties IR-66 highest obtained at treatment legowo planting system 4:1 (6.46 t DGH/ha or 6.01 t DGM/ha) with an increase in grain yield reached 21.43 percent than that of the tiles (farmer planting systems). Treatment followed legowo planting system 3:1 (6.02 t DGH/ha or 5.60 t DGM/ha) and legowo planting system 2:1 (5.33 t DGH/ha or 4.96 t DGM/ha). Keywords : planting system, rice, IR-66, legowo, tiles ABSTRAK Pengelolaan sistem tanam yang tepat merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas padi sawah secara signifikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa sistem tanam terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah varietas IR-66 di Provinsi Sumatera Barat. Percobaan telah dilaksanakan di Nagari Talawi Kota Sawahlunto pada bulan April sampai Juli 2011. Percobaan ditata menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan lima kali ulangan. Perlakuannya adalah sistem tanam yang terdiri dari tiga tingkat sistem tanam jajar legowo dan satu sistem tanam tegel, yaitu: (1) Jajar legowo 2:1; (2) Jajar legowo 3:1; (3) Jajar legowo 4:1; dan (4) Tegel (cara petani sebagai pembanding). Ukuran petakan 6x6 m. Varietas yang digunakan adalah IR- 66, umur bibit 20 hari, jumlah bibit 1-3 batang/rumpun, jarak tanam 20x20 cm. Pupuk Urea diberikan 50 kg/ha umur 7 hari, selanjutnya berdasarkan BWD sehingga jumlah Urea yang 237
Atman dan Misran diberikan sebanyak 100 kg/ha. Sedangkan pupuk SP-36 dan KCl diberikan berdasarkan PUTS sebanyak masing-masing 100 kg/ha dan 50 kg/ha umur 7 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil padi sawah varietas IR-66 tertinggi didapatkan pada perlakuan legowo 4:1 (6,46 t GKP/ha) dengan peningkatan hasil gabah mencapai 21,43 persen dibanding perlakuan tegel (sistem tanam petani). Selanjutnya diikuti perlakuan legowo 3:1 (6,02 t GKP/ha) dan legowo 2:1 (5,33 t GKP/ha). Kata kunci : sistem tanam, padi sawah, IR-66, legowo, tegel PENDAHULUAN Beras merupakan makanan pokok untuk lebih dari 95 persen rakyat Indonesia, padi juga telah menyediakan lapangan pekerjaan bagi sekitar 20 juta rumah tangga petani di perdesaan. Kondisi ini menjadikan pemerintah tetap memprioritaskan penyediaan pangan terutama beras dalam jumlah yang cukup dan harga terjangkau. Sementara itu, sektor pertanian masih merupakan sektor yang berkontribusi paling besar dalam struktur perekonomian Sumatera Barat. Besarnya kontribusi sektor pertanian adalah 23,86 persen terhadap PDRB tahun 2010, dan 12,45 persen disumbangkan oleh subsektor tanaman pangan (BPS Sumbar, 2011). Meskipun produksi padi sawah di Sumatera Barat meningkat dari tahun ke tahun, namun rata-rata hasil per hektar masih rendah yaitu 4,601 t/ha (2007), 4,693 (2008), 4,832 (2009) dan 4,860 t/ha (2010). Skenario peningkatan produksi padi di Indonesia salah satunya melalui pembukaan sawah baru. Cara ini selain membutuhkan biaya yang mahal, waktu yang lama, juga rata-rata produktivitas padi pada sawah bukaan baru masih rendah dibanding pada sawah mapan. Implementasi inovasi teknologi sistem tanam jajar legowo merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan populasi tanaman per hektar tanpa penambahan areal tanam. Sistem ini selain murah, hasilnya lebih cepat dirasakan, juga produktivitas padi sawah meningkat sampai rata-rata >20 persen. Sistem tanam jajar legowo dikembangkan untuk memanfaatkan pengaruh barisan pinggir tanaman padi (border effect) yang lebih banyak. Dengan sistem tanam jajar legowo ini, kelompok-kelompok barisan tanaman padi dipisahkan oleh suatu lorong yang luas dan memanjang, bila jarak antar baris tanaman padi 20 cm atau 25 cm maka lorong yang memisahkan antar kelompok barisan tanaman menjadi 40 cm atau 50 cm (Hasan et al., 2012). Selanjutnya, menurut Atman et al. (2012), sistem tanam jajar legowo adalah pengosongan satu baris tanaman setiap dua atau lebih baris dan merapatkan dalam barisan pinggir tanaman, sehingga dikenal legowo 2:1 apabila satu baris kosong diselingi oleh dua baris tanaman padi, atau 3:1 bila diselingi tiga baris tanaman padi, atau 4:1 bila diselingi empat baris tanaman padi, atau 6:1 diselingi enam baris tanaman padi. Tujuannya agar populasi tanaman dapat dipertahankan atau bahkan dapat ditingkatkan (Suriapermana dan Syamsiah, 1999). Pada sistem tanam jajar legowo 2:1 populasi tanaman meningkat sebesar 33,33 persen, pada jajar legowo 3:1 populasi 238
meningkat sebesar 25,00 persen, pada jajar legowo 4:1 populasi meningkat sebesar 20,00 persen, dan pada jajar legowo 6:1 populasi meningkat sebesar 14,28 persen. Keuntungan lain dari sistem tanam jajar legowo ini adalah: (1) semua tanaman atau lebih banyak tanaman berada pada bagian pinggir yang biasanya memberikan hasil lebih tinggi (efek tanaman pinggir); (2) pengendalian hama, penyakit, dan gulma lebih mudah; (3) menyediakan ruang kosong untuk pengaturan air, saluran pengumpul keong mas, atau untuk mina padi; dan (4) penggunaan pupuk lebih berdaya guna (Litbangtan, 2007; Mujisuhono dan Santosa, 2001). Saat ini penggunaan sistem tanam jajar legowo pada tingkat petani di Sumatera Barat masih beragam di setiap wilayah, seperti: 2:1, 4;1, 6:1, dan 8:1. Hal ini dikarenakan masih sedikitnya informasi tentang tingkat sistem tanam jajar legowo yang sesuai pada masing-masing wilayah. Untuk itu, dilakukanlah penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa sistem tanam terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah varietas IR-66 di Provinsi Sumatera Barat. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian telah dilaksanakan di lahan petani di Nagari Talawi, Kecamatan Talawi Kota Sawahlunto, mulai bulan April sampai Juli 2011. Percobaan ditata menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan lima kali ulangan. Perlakuannya adalah sistem tanam yang terdiri dari tiga tingkat sistem tanam jajar legowo dan satu sistem tanam tegel, yaitu: (1) Jajar legowo 2:1; (2) Jajar legowo 3:1; (3) Jajar legowo 4:1; dan (4) Tegel (cara petani sebagai pembanding), dengan ukuran petakan 6x6 meter. Penelitian ini menerapkan komponen teknologi dasar dan pilihan PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) padi sawah. Komponen teknologi dasar PTT yang diterapkan adalah: (1) Varietas unggul IR-66; (2) Benih bermutu dan bibit sehat (label ungu); (3) Bahan organik (2 t pupuk kandang/ha); (4) Sistem tanam sebagai perlakuan; (5) Pemupukan berimbang, dimana pupuk Urea diberikan 50 kg/ha umur 7 hari, selanjutnya berdasarkan BWD sehingga jumlah Urea yang diberikan sebanyak 100 kg/ha, serta pupuk SP-36 dan KCl diberikan berdasarkan hasil analisis PUTS (Perangkat Uji Tanah Sawah) sebanyak masing-masing 100 kg/ha dan 50 kg/ha umur 7 hari; dan (6) PHT (Pengendalian Hama/Penyakit Terpadu) sesuai kondisi di lapangan (pengendalian lalat bibit, wereng hijau, dan tungro). Sedangkan komponen teknologi pilihan PTT padi sawah yang diterapkan adalah: (1) Pengolahan tanah sesuai dengan musim tanam (1 kali bajak dan 1 kali garu menggunakan traktor); (2) Umur bibit 20 hari; (3) Tanam bibit sebanyak 1-3 batang per rumpun; (4) Penyiangan secara manual tergantung kondisi gulma di lapangan; (5) Pengairan sesuai kebutuhan tanaman (drainase berselang); dan (6) Panen menggunakan sabit dan gabah segera dirontok dengan tresher. Pengamatan dilakukan terhadap peubah-peubah tinggi tanaman, jumlah anakan maksimum, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah per 239
Atman dan Misran malai, jumlah gabah hampa/malai, persentase gabah hampa, berat 1.000 butir, dan hasil gabah kering panen (GKP). Data yang telah terkumpul dianalisis secara statistik dengan sidik ragam (uji F 5%) sesuai dengan rancangan yang digunakan. Bila uji F menunjukkan pengaruh nyata, maka untuk membandingkan nilai antar perlakuan digunakan uji beda rata-rata Duncan (UBD) pada taraf 5 persen. HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Tanaman Hasil analisis sidik ragam terhadap komponen pertumbuhan padi sawah varietas IR-66 (tinggi tanaman saat panen dan jumlah anakan maksimum) menunjukkan bahwa perlakuan sistem tanam memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah anakan maksimum (Tabel 1). Tinggi tanaman berkisar 93,46-101,78 cm, dimana tanaman tertinggi didapatkan pada perlakuan sistem tanam jajar legowo 4:1 (101,78 cm) yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sementara itu, jumlah anakan maksimum berkisar 21,7-16,1 batang per rumpun, dimana jumlah anakan maksimum terbanyak didapatkan pada perlakuan sistem tanam tegel (cara petani) yaitu 26,1 batang/rumpun yang tidak berbeda nyata dengan sistem tanam jajar legowo 4:1 (25,4 batang/rumpun) dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Tabel 1. Pertumbuhan Tanaman Padi Sawah Varietas IR-66 pada Beberapa Sistem Tanam, Nagari Talawi, Kota Sawahlunto, MT 2011 Sistem Tanam Tinggi Tanamam Saat Panen (cm) Anakan Maksimum (batang/rumpun) Jajar legowo 2:1 93,46 c 21,7 c Jajar legowo 3:1 95,94 b 23,7 b Jajar legowo 4:1 101,78 a 25,4 ab Tegel (pembanding) 94,38 bc 26,1 a KK (%) 1,70 5,80 Angka-angka selajur yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5% UBD. Hasil berbeda didapatkan dari penelitian Hamzah dan Atman (2001) bahwa sistem tanam (jajar legowo dan tegel) tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman varietas Cisokan. Yunizar dan Jamil (2012) mendapatkan sistem tanam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, dimana perlakuan jajar legowo 2:1 memiliki tanaman yang lebih tinggi dibanding jajar legowo 4:1 dan tegel (20x20 cm). Selanjutnya, Azwir (2007) mendapatkan bahwa tinggi tanaman varietas lokal Irkasuma Merah tidak menunjukkan perbedaan nyata pada perlakuan sistem tanam jajar legowo 2:1 dengan jajar legowo 4:1. Sementara itu, hasil berbeda juga didapatkan pada peubah jumlah anakan maksimum varietas Inpari-13 (Anggraini et al., 2013), dimana sistem tanam (jajar legowo dan tegel) tidak berpengaruh 240
nyata. Kondisi yang terjadi pada penelitian ini diduga disebabkan laju metabolisme pada tanaman sangat menentukan pertumbuhan tanaman selama fase vegetatif. Dalam proses ini selain dipengaruhi oleh teknik budidaya yang digunakan juga dipengaruhi oleh varietas padi yang ditanam serta kondisi lingkungan pertanaman. Namun demikian, secara umum terlihat bahwa pertumbuhan tanaman cukup baik, terlihat dari tinggi tanaman keempat perlakuan melebihi deskripsi varietasnya (90-99 cm) (Balitpa, 2009; Balitpa, 2010). Komponen Hasil Hasil analisis sidik ragam terhadap komponen hasil padi sawah varietas IR- 66 (jumlah anakan produktif, jumlah gabah per malai, jumlah gabah hampa per malai, persentase gabah hampa, panjang malai, dan berat 1.000 butir) menunjukkan bahwa perlakuan sistem tanam hanya berpengaruh nyata terhadap berat 1.000 butir, sedangkan komponen hasil lainnya tidak terlihat berpengaruh nyata (Tabel 2). Tabel 2. Komponen Hasil Padi Sawah Varietas IR-66 pada Beberapa Sistem Tanam, Nagari Talawi, Kota Sawahlunto, MT 2011 Sistem Tanam Anakan Produktif (batang per rumpun) Gabah (butir per malai) Gabah Hampa (butir per malai) Gabah Hampa (%) Panjang Malai (cm) Berat 1.000 butir (gram) Jajar legowo 2:1 15,08 a 154,4 a 29,2 a 19,24 a 22,50 a 23,57 bc Jajar legowo 3:1 15,20 a 188,8 a 32,4 a 17,12 a 21,48 a 23,48 c Jajar legowo 4:1 15,80 a 183,2 a 34,8 a 18,82 a 22,74 a 23,93 a Tegel 16,14 a 168,6 a 33,2 a 19,40 a 21,48 a 23,81 ab (pembanding) KK (%) 8,74 13,63 34,02 27,71 4,14 0,89 Angka-angka selajur yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5% UBD. Pada Tabel 2 terlihat bahwa jumlah anakan produktif berkisar 15,08-16,14 batang per rumpun, dimana jumlah anakan produktif terbanyak didapatkan pada perlakuan sistem tanam tegel (16,14 batang per rumpun) yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. gabah berkisar 154,4-188,8 butir per malai, dimana jumlah gabah terbanyak didapatkan pada perlakuan sistem tanam jajar legowo 3:1 (188,8 butir per malai) yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. gabah hampa berkisar 29,2-34,8 butir per malai, dimana jumlah gabah hampa terendah didapatkan pada perlakuan sistem tanam jajar legowo 2:1 (29,2 butir per malai) yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Namun, persentase gabah hampa terendah didapatkan pada perlakuan sistem tanam jajar legowo 3:1 (17,12%) dengan kisaran 17,12-19,40 persen. Panjang malai berkisar 21,48-22,74 cm, dimana malai terpanjang didapatkan pada perlakuan jajar legowo 4:1 (22,74 cm) yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Selanjutnya, 241
Atman dan Misran berat 1.000 butir berkisar 23,48-23,93 gram, dimana berat 1.000 butir terberat didapatkan pada perlakuan sistem tanam jajar legowo 4:1 (23,93 g) yang tidak berbeda nyata dengan sistem tanam tegel (23,81 g) dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hasil berbeda didapatkan dari penelitian Hamzah dan Atman (2001) bahwa sistem tanam (jajar legowo dan tegel) tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah gabah per malai, jumlah gabah hampa per malai, panjang malai, dan berat 1.000 butir, namun berbeda nyata terhadap jumlah anakan produktif per rumpun pada varietas Cisokan. Hal yang sama juga didapatkan dari penelitian Yunizar dan Jamil (2012), serta Anggraini et al. (2013) pada varietas Inpari-13. Sedangkan Azwir (2007) mendapatkan bahwa sistem tanam berpengaruh nyata terhadap seluruh komponen hasil yang diamati pada varietas lokal Irkasuma Merah. Kondisi yang terjadi pada penelitian ini diduga disebabkan laju metabolisme pada tanaman sangat menentukan pertumbuhan tanaman selama fase vegetatif, reproduktif, dan pemasakan. Dalam proses ini selain dipengaruhi oleh teknik budidaya yang digunakan juga dipengaruhi oleh varietas padi yang ditanam serta kondisi lingkungan pertanaman. Namun demikian, secara umum terlihat bahwa komponen hasil tanaman cukup baik, terlihat dari jumlah anakan produktif berada dalam kisaran deskripsi varietasnya (14-17 batang) dan berat 1.000 butir mendekati deskripsi varietasnya (25 g) (Balitpa, 2009; Balitpa, 2010). Hasil dan Peningkatan Hasil Hasil analisis sidik ragam terhadap hasil gabah kering didapatkan bahwa perlakuan sistem tanam memberikan pengaruh nyata (Tabel 3). Kisaran hasil gabah adalah 5,32-6,46 t GKP/ha atau 4,95-6,01 t GKG/ha. Menurut Suriapermana (2002), kerapatan tanam merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan hasil gabah per satuan luas atau per rumpun. Dalam proses ini selain dipengaruhi oleh teknik budidaya yang digunakan juga dipengaruhi oleh varietas padi yang ditanam serta kondisi lingkungan pertanaman. Untuk varietas IR-66 yang ditanam di wilayah Kota Sawahlunto didapatkan hasil terbaik pada perlakuan sistem tanam jajar legowo 4:1 (6,46 t GKP/ha atau 6,01 t GKG/ha) yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Secara umum terlihat bahwa hasil gabah cukup baik dibanding rata-rata hasil deskripsi varietasnya (4,5 t GKG/ha) (Balitpa, 2009; Balitpa, 2010). Peningkatan hasil gabah pada sistem tanam jajar legowo dibanding sistem tegel (cara petani) berkisar 0,19-21,43 persen, dengan peningkatan hasil tertinggi pada perlakuan sistem tanam jajar legowo 4:1 (21,43%). Hasil penelitian Azwir (2007) mendapatkan bahwa peningkatan hasil sistem tanam jajar legowo berkisar 8,3-35,6 persen pada varietas lokal Irkasuma Merah dengan peningkatan tertinggi pada perlakuan sistem tanam jajar legowo 2:1. Sedangkan Anggraini et al. (2013) mendapatkan peningkatan hasil mencapai 12,36 persen pada varietas Inpari-13 pada perlakuan sistem tanam jajar legowo 2:1. Selanjutnya Yunizar dan Jamil (2012) mendapatkan peningkatan hasil hanya 8,11-8,65 persen dengan peningkatan tertinggi pada perlakuan sistem tanam jajar legowo 2:1. 242
Tabel 3. Hasil Gabah dan Peningkatan Hasil Padi Sawah Varietas IR-66 pada Beberapa Sistem Tanam, Nagari Talawi, Kota Sawahlunto, MT 2011 Sistem Tanam Hasil Gabah Hasil Gabah Peningkatan Hasil (t GKP /ha) (t GKG /ha) Gabah (%) Jajar legowo 2:1 5,33 c 4,96 0,19 Jajar legowo 3:1 6,02 b 5,60 13,16 Jajar legowo 4:1 6,46 a 6,01 21,43 Tegel (pembanding) 5,32 c 4,95 - KK (%) 4,0 Keterangan: GKP = Gabah Kering Panen; GKG = Gabah Kering Giling. Angka-angka selajur yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5% UBD. Dari Tabel 3 menunjukkan bahwa pada sistem tanam jajar legowo 4:1 dengan jarak tanam 20x20 cm sangat efektif dalam meningkatkan hasil padi sawah varietas IR-66. Hal diduga karena pada kondisi tersebut tanaman dapat memanfaatkan cahaya matahari secara optimum untuk proses fotosintesis sehingga komponen hasil padi sawah akan lebih baik dan sekaligus hasil gabah akan meningkat. Menurut Atman (2005), faktor yang juga mempengaruhi peningkatan hasil gabah erat kaitannya dengan meningkatnya nilai komponen pertumbuhan dan komponen hasil tanaman. Hasil analisis korelasi (Tabel 4) menunjukkan bahwa jumlah anakan maksimum berkorelasi positif nyata dengan jumlah anakan produktif (nilai koefisien korelasi (r) =0,94%). Artinya, makin banyak jumlah anakan maksimum maka jumlah anakan produktif meningkat secara nyata. Selanjutnya, hanya komponen hasil panjang malai yang berkorelasi positif nyata dengan hasil gabah (r=0,82). Sedangkan komponen hasil lainnya (jumlah anakan produktif, jumlah gabah per malai, dan berat 1.000 biji) cenderung berkorelasi positif. Sebaliknya, jumlah gabah hampa cenderung berkorelasi negatif. Tabel 4. Matrik Korelasi Tinggi Tanaman, Anakan Maksimum, Anakan Produktif, Panjang Malai, Gabah per Malai, Gabah Hampa per Malai, Persentase Gabah Hampa, Berat 1000 Biji, Umur Masak Panen, dan Hasil Gabah Kering Giling Padi Sawah VUB IR-66. Nagari Talawi, Kota Sawahlunto, 2011 Peubah Tinggi tanaman anakan maksimum anakan produktif Panjang malai gabah gabah hampa per malai per malai Berat 1.000 biji Hasil gabah kering giling Tinggi tanaman 1.00 anakan maksimum 0,46 1.00 anakan produktif 0,28 0,94* 1.00 Panjang malai 0,64 0,47 0,13 1.00 gabah per malai 0,78 0,89* 0,72 0,74 1.00 gabah hampa per malai -0,14 0,15 0,48-0,76-0,12 1.00 Berat 1.000 biji 0,64 0,75 0,82* 0,08 0,71 0,58 1.00 Hasil gabah kering giling 0,93* 0,29 0,14 0,82* 0,69-0,49 0,32 1.00 * = berbeda nyata pada taraf 5% uji T. 243
Atman dan Misran KESIMPULAN DAN SARAN Penerapan sistem tanam jajar legowo pada padi sawah varietas IR-66 mampu meningkatkan hasil gabah berkisar antara 0,19-21,43 persen dibanding perlakuan sistem tanam tegel (cara petani). Hasil padi sawah varietas IR-66 tertinggi didapatkan pada perlakuan sistem tanam jajar legowo 4:1 (6,46 t GKP/ha atau 6,01 t GKG/ha) diikuti jajar legowo 3:1 (6,02 t GKP/ha atau 5,60 t GKG/ha), jajar legowo 2:1 (5,33 t GKP/ha atau 4,96 t GKG/ha), dan sistem tanam tegel (5,32 t/ha atau 4,95 t GKG/ha). Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan penerapan sistem tanam jajar legowo 4:1 untuk varietas IR-66 di Kota Sawahunto dan sekitarnya. DAFTAR PUSTAKA Anggraini, F., A.Suryanto, dan N. Aini. 2013. Sistem Tanam dan Umur Bibit pada Tanaman Padi Sawah (Oryza Sativa L.) Varietas Inpari-13. Jurnal Produksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang. 1(2): 52-60. Atman. 2005. Pengaruh sistem tanam bershaf dengan P-starter (shafter) pada padi sawah varietas Batang Piaman. Jurnal Stigma XIII(4): 579-582, Oktober-Desember 2005. Faperta Universitas Andalas Padang. Atman, K. Iswari, dan Hardiyanto. 2012. Inovasi Teknologi Spesifik Lokasi Mendukung Peningkatan Produksi Padi Sawah di Kabupaten Tanah Datar. Balai Pegkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat; 28 hlm. Azwir. 2008. Sistem Tanam Legowo dan Pemberian P-Stater pada Padi Sawah Dataran Tinggi. Jurnal Akta Agrosia Universitas Bengkulu. 11(2): 102-107. Balitbangtan. 2007. Petunjuk Teknis Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Irigasi. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian; 40 hlm. Balitpa. 2009. Deskripsi varietas Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi; 105 hlm. Balitpa. 2010. Deskripsi varietas Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi; 109 hlm. BPS Sumbar. 2011. Sumatera Barat Dalam Angka 2010/2011. Badan Pusat Statistik dan Bappeda Tk I Sumatera Barat. Padang; 744 hlm. Hamzah, Z., dan Atman. 2001. Pemberian Pupuk SP-36 dan Sistem Tanam Padi Sawah Varietas Cisokan. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian dan Pengkajian Pertanian Buku I. Padang, 21-22 Maret 2000. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian; 89-92 hlm. Hasan, N., S. Abdullah, dan R. Roswita. 2012. Teknologi Budidaya Sistem Tanam Jajar Legowo. Balai Pegkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat; 4 hlm. Mujisihono, R dan T, Santosa. 2001. Sistem Budidaya Teknologi Tanam Benih Langsung (TABELA) dan Tanam Jajar Legowo (TAJARWO). Makalah Seminar Perekayasaan Sistem Produksi Komoditas Padi dan Palawija. Diperta Provinsi Daerah Istimewa Yoyakarta. 244
Suriapermana, S., dan I. Syamsiah. 1994. Tanam Jajar Legowo pada Sistem Usahatani Mina Padi-Azolla di Lahan Sawah Irigasi. Risalah Seminar Hasil Penelitian Sistem Usahatani dan Sosial Ekonomi. Puslitbangtan Bogor. Suriapermana, S. 2002. Teknologi Budidaya Padi Dengan Cara Tanam Legowo Pada Lahan Sawah Irigasi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Sukamandi; 125 135 hlm. Yunizar dan A. Jamil. 2012. Pengaruh Sistem Tanam dan Macam Bahan Organik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah di Daerah Kuala Cinaku Kabupaten Indragiri Hulu Riau. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Penelitian Padi 2012. Inovasi Teknologi Padi Mengantisipasi Cekaman Lingkungan Biotik dan Abiotik. Badan Litbang Pertanian; 999-1008 hlm. 245