SIFAT FISIK DAN KOMPOSISI KIMIA STANDING HAY RUMPUT KUME YANG DIOLAH DENGAN CUKA MAKANAN DAN UREA Nathan. G. F. Katipana, D. Kana Hau, J. Nulik, J.I. Manafe dan D.Amalo Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana, Kupang Timor, NTT Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, NTT Kupang, NTT ABSTRAK Penelitian ini telah dilakukan untuk mempelajari pengaruh perlakuan cuka makanan dan urea terhadap sifat fisik dan komposisi kimia dari rumput alam kering (standing hay = RK). Penelitian ini terbagi atas 3 tahap. Tahap I, untuk menentukan lama perendaman (0, 1 dan 3 hari) dalam 7.5 % larutan cuka makanan. Tahap II, untuk menentukan level urea (0, 1, 2, 3 dan 4 % dari berat RK) dalam proses amoniasi RK yang telah direndam dalam larutan cuka makanan. Tahap III, untuk menentukan lama proses amoniasi dengan menggunakan level urea yang ditemukan pada tahap II. Indikator yang diukur untuk semua tahap penelitian adalah sifat fisik, yaitu keambaan, daya serap air dan kelarutan, serta komposisi kimia yaitu protein, serat kasar, NDF dan ADF. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap. Jumlah RK yang digunakan adalah 600 kg dan tiap perlakuan diulang 10 kali. Tiap ulangan menggunakan 5 kg RK. Penelitian ini menyimpulkan bahwa perendaman RK dalam larutan cuka makanan selama 1 hari, diikuti dengan proses amoniasi 10 hari dengan level urea yang digunakan dalam proses amoniasi adalah 2 % dari berat RK, dapat memperbaiki sifat fisik dan komposisi kimia dari RK. Kata-Kunci : Sifat fisik dan kimia, Cuka makanan dan urea, standing hay, rumput alam PENDAHULUAN. Di pulau Timor, rumput alam khususnya rumput kume menjadi pakan utama ternak sapi banyak tersedia di musim kemarau tetapi dalam bentuk kering yang dikenal dengan standing hay. Rumput yang demikian memiliki kandungan protein 3 % (Katipana dkk. 1997), neutral detergen fiber (NDF) 85 % (Bamualim, 1988) dan nilai kecernaan rata-rata 52.07 % (Semarlin, 1995). Akibatnya selama musim kemarau terjadi penyusutan bobot badan ternak sapi sebesar 20 50 kg/ekor (Hattu dkk. 1988). Walaupun demikian rumput tersebut merupakan sumber energi potensial yang dapat digunakan untuk mempertahankan kebutuhan hidup pokok dari ternak sapi di musim kemarau (Preston dan Leng, 1987). Untuk itu perlu perlakuan kimia (Ibrahim, 1983) yang bahan kimianya mudah diperoleh di pedesaan, harganya murah dan tidak berdampak pada lingkungan seperti cuka makanan dan urea (Katipana dkk, 1997). Perlakuan kimia dapat memperbaiki kecernaan dan kompossisi kimia rumput alam kering (Ibrahim, 1983) tetapi kombinasi perlakuan asam seperti cuka makanan dan basa seperti urea jarang dilakukan. Di lain pihak, penyusunan ransum berdasarkan komposisi kimia belum memberikan hasil yang memuaskan bagi pertumbuhan ternak, sehingga Sutardi (1995) menganjurkan perlu juga diperhitungkan sifat fisik berupa keambaan, daya serap air dan kelarutan pakan. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh perlakuan kimia menggunakan cuka makanan diikuti dengan perlakuan urea terhadap sifat fisik dan komposisi kimia rumput kume kering atau standing hay. MATERI DAN METODA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Almira Kupang selama 6 bulan, menggunakan standing hay rumput kume atau rumput kume kering (RK) sebanyak 600 kg, terdiri atas 3 tahap
percobaan. Tahap I bertujuan untuk meneliti pengaruh waktu perendaman RK dalam larutan cuka makanan (konsentrasi 7.5 %). Ratio RK cuka makanan adalah 1 : 1 (w/w). Rumput kume kering yang digunakan pada tahap ini berjumlah 150 kg, terdiri atas 30 unit dan masing-masing unit 5 kg. Perlakuan yang diberikan adalah RK tanpa perendaman (R 0), RK direndam dalam larutan cuka makanan selama 1 hari (R 1), dan RK direndam dalam larutan cuka makanan selama 3 hari (R 2). Hasil terbaik pada percobaan tahap I digunakan sebagai dasar pada percobaan tahap II, yang bertujuan untuk menentukan level urea yang digunakan dalam proses amoniasi RK hasil terbaik dari percobaan tahap I. Rumput alam kering yang digunakan sebanyak 250 kg terbagi atas 50 unit, masing-masing unit 5 kg. Perlakuan yang diberikan adalah RK yang telah direndam dalam larutan cuka makanan 7.5 % selama 1 hari tanpa penambahan urea (R 0), R 0 + urea 1 % (R 1), R 0 + urea 2 % (R 2), R 0 + urea 3 % (R 3), dan R 0 + urea 4 % (R 4) dari berat RK. Lama proses amoniasi menggunakan petunjuk Siregar (1995) yaitu 30 hari. Hasil terbaik pada tahap ini digunakan sebagai dasar pada percobaan tahap III, yang bertujuan untuk menemukan lamanya proses amoniasi RK hasil percobaan tahap II. Percobaan tahap ini menggunakan RK sebanyak 200 kg terbagi atas 40 unit, masing-masing unit 5 kg. Perlakuan yang diberikan adalah RK yang direndam dalam larutan cuka makanan 7.5 % selama 1 hari, diikuti dengan penyiraman dengan larutan urea dan jumlah urea yang digunakan adalah 2 % dari berat RK, tanpa proses amoniasi (R 0), R 0 + proses amoniasi selama 10 hari (R 1), R 0 + proses amoniasi selama 20 hari (R 2), dan R 0 + proses amoniasi selama 30 hari (R 3). Peubah yang diukur untuk semua tahap percobaan adalah sifat fisik dan komposisi kimia RK. Sifat fisik yaitu keambaan, daya serap air dan kelarutan diukur berdasarkan petunjuk Sutardi (1995), dan komposisi kimia yaitu protein kasar dan serat kasar berdaraskan petunjuk AOAC (1970), NDF dan ADF berdasarkan petunjuk Goering dan Van Soest (1963). Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dan beda antar perlakuan diuji dengan uji beda nyata terkecil sesuai petunjuk Hanafiah (1991). HASIL DAN PEMBAHASAN Waktu Perendaman Dalam Larutan Cuka Makanan. Sifat fisik dan komposisi kimia dari RK yang direndam dalam larutan cuka makanan selama 0 (R 0), 1 (R 1) dan 3 hari (R 2) disajikan pada Tabel 1. Nilai keambaan dan protein kasar tidak dipengaruhi waktu perendaman, tetapi daya serap air dan kelarutan sangat nyata (P< 0.01) meningkat sedangkan serat kasar, NDF dan ADF sangat nyata (P< 0.01) berkurang karena waktu perendaman. Waktu perendaman 1 hari (R 1) dan 3 hari (R 2) sangat nyata (P< 0.01) mempengaruhi peubah yang diukur dibandingkan dengan tanpa perendaman (R 0) sedangkan antara waktu perendaman 1 hari (R 1) dan 3 hari (R 2) tidak berbeda nyata.
Tabel 1. Sifat Fisik dan Kimia Dari Standinghay Rumput Kume Yang Direndam Dalam Larutan Cuka Makanan Selama 0, 1 dan 3 Hari. Peubah Yang Diukur 1. Sifat Fisik : Perlakuan Lama Perendaman R 0 (0 hari) R 1(1 hari) R 2(3 hari) Keambaan, liter/kg 6.62 6.46 6.52 Daya serap air, % 23.63 a 26.44 b 27.89 b Kelarutan, % 21.96 a 24.96 b 26.31 b 2. Komposisi Kimia : Protein kasar, % 6.30 6.53 6.47 Serat kasar, % 42.86 a 38.15 b 36.43 b NDF, % 72.88 a 68.01 b 67.91 b ADF, % 52.03 a 50.23 b 50.46 b Keterangan : Huruf a dan b pada baris yang sama berbeda sangat nyata (P < 0.01). Penurunan nilai serat kasar dan NDF karena cuka makanan telah melonggarkan atau memutuskan ikatan-ikatan polisakarida pada dinding sel (Ibrahim, 1983; Bolsen, 1993). Dilain pihak, pemutusan atau pelonggaran ikatan-ikatan polisakarida menyebab kan dinding sel menjadi terbuka sehingga memungkinkan banyak cairan dapat masuk ke dalam sel, yang berarti daya serap air meningkat (Sutardi, 1995). Makin banyak air yang masuk ke dalam sel akan meningkatkan kelarutan RK dan ini akan meningkatkan nilai kecernaan dari rumput tersebut. Rumput yang telah mengalami proses demikian bila dikonsumsi ternak sapi, di dalam rumen peningkatan daya serap air akan menyebabkan makin banyak bakteri dan enzim yang ikut masuk ke dalam sel sehingga akan menambah peningkatan nilai kecernaan. Nilai NDF sangat nyata (P < 0.01) menurun karena menurut Keith dan Daniel (1976) adanya oksidasi serat kasar pada dinding sel RK dengan asam. Penurunan ini juga disebabkan karena perendaman menyebabkan sebagian karbohidrat larut dalam larutan cuka makanan. Semua peubah yang diukur untuk waktu perendaman 1 hari (R 1) tidak berbeda dengan waktu perendaman 3 hari (R 2) mungkin karena selang waktu perendaman hanya 1 hari, sesuai dengan pendapat Ambar dan Djajanegara (1982) tergantung pada konsentrasi larutan kimia dan waktu perendaman. Walaupun demikian RK yang direndam dalam larutan cuka makanan selama 3 hari (R 2) mudah hancur dibandingkan dengan perendaman 1 hari (R 1). Penelitian Manafe dkk. (1996) pada ternak kambing mengguna kan RK yang direndam dalam larutan cuka makanan selama 3 hari (R 2) memberikan respon yang lebih rendah dari yang mendapat RK yang direndam dalam larutan cuka makanan selama 1 hari (R 1). Hal ini mungkin disebabkan karena banyaknya zat-zat gizi yang terlarut dalam larutan cuka makanan sehingga tidak tersedia bagi ternak. Oleh karena itu perendaman RK dengan cuka makanan sebaiknya dilakukan selama 1 hari. Berdasarkan peubah yang diukur dan efisiensi waktu maka perendaman RK dalam larutan cuka makanan selama 1 hari (R 1) lebih baik dari perendaman selama 3 hari (R 2). Level Urea. Sifat fisik dan komposisi kimia RK yang telah direndam dalam larutan cuka makanan selama 1 hari akibat level urea yang berbeda disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Sifat Fisik dan Kimia Dari Standinghay Rumput Kume Yang Telah Direndam Dalam Larutan Cuka Makanan Selama Satu Hari Dan Dilanjutkan Dengan Proses Amoniasi Menggunakan Level Urea Yang Berbeda Peubah Yang Diukur 1. Sifat Fisik : Perlakuan Level Urea (% dari berat bahan) 0(R 0) 1 (R1) 2(R 2) 3(R 3) 4(R 4) Keambaan, liter/kg 6.75 6.71 6.10 6.25 6.15 Daya serap air, % 28.92 a 34.30 b 42.48 c 42.24 c 41.96 c Kelarutan, % 27.01 a 32.24 b 42.94 c 39.41 d 39.84 d 2. Komposisi Kimia : Protein kasar, % 6.01 a 6.38 b 8.25 c 8.58 c 8.64 c Serat Kasar, % 33.58 a 30.42 b 24.38 c 25.66 c 25.72 c NDF, % 81.95 a 70.62 b 60,85 c 63.30 c 62.84 c ADF, % 59.59 50.48 48.44 50.50 50.18 Keterangan : Huruf a, b, c dan d pada baris yang sama berbeda sangat nyata (P < 0.01 Peningkatan level urea tidak mempengaruhi nilai keambaan dan ADF, tetapi sangat nyata (P < 0.01) meningkatkan daya serap air, kelarutan dan kandungan protein kasar serta sangat nyata (P < 0.01) menurunkan kandungan serat kasar dan NDF. Selama penyimpanan urea akan melepaskan NH 3 dan kemudian NH 3 akan membentuk amonium hidroksida yang bersifat alkali sehingga menurut Van Soest (1982) dapat memecahkan ikatan ligno-selulosa. Rumput kume kering yang digunakan telah mengalami proses hidrolisis asam dengan cuka makanan menyebabkan sebagian ikatan ligno-selulosa telah putus atau longgar sehingga penambahan urea dalam proses amoniasi akan lebih memperbanyak lagi ikatan ligno-selulosa yang putus atau longgar. Akibatnya makin banyak air yang dapat masuk ke dalam sel atau dalam kata lain makin tinggi daya serap air. Jika daya serap air meningkat maka kelarutan juga akan meningkat dan selanjutnya akan ikut meningkatkan nilai kecernaan. Nilai protein kasar meningkat karena menurut Sundstol (1981) RK yang telah dihidrolisis dengan asam seperti cuka makanan bila dilanjutkan dengan proses amoniasi, dapat mencegah hilangnya amonia karena menurut Davis (1982) amonia yang telah masuk ke dalam sel-sel yang terbuka tidak bisa keluar lagi sehingga dapat meningkatkan kandungan protein kasar. Rumput alam kering yang telah telah dihidrolisis asam menggunakan cuka makanan selama 1 hari dan dilanjutkan dengan proses amoniasi telah memperbanyak pemutusan ikatan ligno-selulosa sehingga nilai serat kasarnya berkurang, yang selanjutnya akan menurunkan nilai NDF. Menurut Sudradjat (1979) salah satu komponen NDF adalah hemiselulosa yang sifatnya mudah larut dalam air, pelarut alkali dan asam dibandingkan dengan selulosa yang banyak terdapat pada ADF. Itulah sebabnya nilai NDF berkurang sedangkan nilai ADF tidak berubah. Sifat fisik kecuali keambaan dan komposisi kimia kecuali ADF akibat level urea 2 %, 3 % dan 4 % tidak berbeda satu dengan lainnya tetapi sangat nyata (P< 0.01) lebih baik dari level 0 % dan 1 %. Berdasarkan peubah yang diukur maka level urea 2 % lebih baik dari level urea lainnya. Lamanya Proses Amoniasi.
Tabel 3 memperlihatkan sifat fisik dan komposisi kimia dari RK yang telah di hidrolisis asam selama 1 hari terhadap lamanya proses amoniasi. Lamanya proses amoniasi tidak mempengaruhi nilai keambaan tetapi sangat nyata (P < 0.01) meningkatkan nilai daya serap air, kelarutan dan protein kasar serta sangat nyata (P < 0.01) menurunkan nilai serat kasar, ADF dan NDF. Perubahan nilai yang terjadi menurut Vanselow (1982) karena pengaruh lama penyimpanan. Lama proses amoniasi 10 hari, 20 hari dan 30 hari tidak berbeda satu sama lainnya. Nilai ADF karena proses amoniasi 20 (R 2) dan 30 (R 3) hari tidak berbeda nyata dengan lamanya proses amoniasi 0 hari (R 0), sedangkan lamanya proses amoniasi 10 hari (R 1) sangat nyata (P < 0.01) berkurang dari lamanya proses amoniasi 0 hari (R 0), 20 hari (R 2) dan 30 hari (R 3). Data ini menunjukan tidak konsisten pengaruh lamanya proses amoniasi terhadap nilai ADF. Data pada Tabel 3 juga memperlihatkan bahwa RK yang telah dihidrolisis asam dalam cuka makanan, bila dilanjutkan dengan proses amoniasi dapat memperpendek waktu proses amoniasi dari 30 hari (R 3) menjadi 10 hari (R 1). Kondisi ini hampir sama dengan penelitian Ibrahim et al. (1983) yang menggunakan biji-bijian dan daun legume pohon sebagai sumber urease pada proses amoniasi jerami padi, ternyata lamanya proses amoniasi menjadi lebih pendek yakni dari 14 hari menjadi kurang dari 5 hari. Tabel 3. Sifat Fisik dan Kimia Dari Standinghay Rumput Kume Yang TelahDirendam Dalam Larutan Cuka Makanan Selama Satu Hari Dan Dilanjutkan Dengan Proses Amoniasi Menggunakan Level Urea 2 % Untuk Jangka Waktu Proses Amoniasi 0, 10, 20 dan 30 Hari. Peubah Yang Diukur 1. Sifat Fisik : Lamanya Proses Amoniasi 0 Hari (R 0) 10 Hari (R 1) 20 hari (R 2) 30 Hari (R 3) Keambaan, liter/kg 6.78 6.57 6.70 6.69 Daya serap air, % 29.37 a 38.41 b 36.88 b 35,91 b Kelarutan, % 25.13 a 37.23 b 37.08 b 36.96 b 2. Komposisi Kimia : Protein kasar, % 6.37 ap 8.64 b 8.54 b 8.55 bq Serat kasar, % 39.41 a 28.29 b 30.90 b 31.16 b NDF, % 82.95 a 71.65 b 70.87 b 70.77 b ADF, % 56.40 a 50.61 b 53.92 a 52.39 a Keterangan : Huruf a dan b pada baris yang sama berbeda sangat nyata (P < 0.01) KESIMPULAN Rumput alam kering yang telah direndam dalam larutan cuka makanan selama 1 hari diikuti dengan proses amoniasi selama 10 hari dengan level urea yang digunakan adalah 2 % dari berat rumput alam kering, dapat memperbaiki sifat fisik dan komposisi kimia dari rumput tersebut. DAFTAR PUSTAKA Ambar, A. R., dan A. Djajanegara. 1982. The Effect of Urea Treatment on the Disappearance of Dry Matter and Fibre of Rice Straw from Nilon Bags. IN
:Doyle, P. T. 1982. The Utilization of Fibrous Agricultural Ressidu As Animal Feeds. Australian Development Assistance Bureau. AOAC. 1970. Official Methods of Analysis of The association of Official Agricultural Chemist., Washington, DC., USA. Bamualim, A. M. 1988. Prinsip - prinsip Dalam Pemberian Makanan Ternak Sapi. Kumpulan Materi Kursus Peternakan, 1 12 Januari 1988. Sub Balai PenelitianTernak, Lili., Kupang. Bolsen, K. K. 1993. Prinsip Dasar Silase. dalam : Teknologi Silase. Alih Bahasa Rini S. Martoyoedo., Pioner Seeds. Davis, C. H. 1983. Experience In Bangladesh With Improving The Nutritive Value of Straw IN : The Utilization of Fibrous Agricultural Residues. Australian Govern-ment Publishing Service., Canberra, Australia. Goering, H.K., and P. J. Van Soest. 1963. Forage Fiber Analysis (Apparatus, Reagens, Procedures and Some Application). Agricultural Research Service United Agri- cultural States of Agricultural. Hanafiah, Kemal Ali. 1991. Rancangan Percobaan, Teori dan Aplikasi., Rajawali Press.,Jakarta. Hattu, G. H. C., K. M. Arsyad dan J. I. Manafe. 1988. Penyusutan Bobot Badan TernakSapi Potong Pada Padang Penggembalaan. Laporan Penelitian Fakultas Peternakan, Universitas Nusa Cendana., Kupang. Ibrahim, M. M. 1983. Physical, Chemical, Physico-chemical and Biological Treatments of Crops Residues. An Overviews I Workshop Affair., Los Banos. Ibrahim, M.M., M. A. Thilakasiri and D. T. Mathes. 1983. Utilization of Fibrous Agri-cultural Residues In Integrated Crop Livestock Farming Systems In Sri Lanka. IN : Doyle, P.T. 1983. The Utilization of Fibrous Agricultural Residues Animal Feeds. Australian Universities International Development Program., Victory. Katipana, N. G. F., J. Nulik, Jalaludin, A. Saleh dan Edi Djoko Sulestiyo. 1997. UpayaPeningkatan Produksi Ternak Sapi Melalui Peningkatan Produksi Hijauan Pakan Yang Berkesinambungan. Laporan Penelitian BPTP - Naibonat., Kupang. Katipana, N.G.F., J.I. Manafe, Jalaludin dan M.M. J. Kapa. 1997. Peningkatan ProduksiSapi Bali Melalui Manipulasi Ransum Menggunakan Bahan Pakan Lokal Untuk Mengoptimalisasi Sistim Fermentasi Pakan Serat Di Dalam rumen. Laporan Penelitian Indonesia Australia Eastern Universities Project. Keith, E.A., and L.B.Daniel.1976.Acid or Alkali Treated Hardwood Sawdust As Feed for Cattle., J. Anim. Sci. 42 : 889. Manafe, J.I., K.M. Arsyad dan G. H. C. Hattu. 1996. Penggunaan Rumput Alam Kering Yang Diolah Menggunakan Larutan Cuka Makanan Sebagai Pakan Kambing Lokal Yang Sedang Bertumbuh Di Pulau Timor. Laporan Penelitian DP4M Undana. Preston, T.H., and R.A. Leng.1987. Matching Ruminant Production System With Available Resource In The Tropics And Sub-tropics., Penambul Books., Armidale. Semarlin, B. Y. 1995. Pengaruh Interval Waktu Pemberian Urea Dengan Menggunakan Tepung Jagung Sebagai Sumber Energi Terhadap Daya Cerna Bahan Kering danbahan Organik
Ransum Ternak Kambing Lokal. Skripsi Fakultas Peternakan - Universitas Nusa Cendana. Sudradjat.1979.Kimia Kayu.Dept.Telnologi Hasil Pertanian.Fatemeta Institut Pertanian Bogor., Bogor. Sundstol, F. 1981. The Utilization of Low Quality Roughages. IN : Doyle, P.T. 1982.The Utilization of Fibrous Agricultural Residues As Animal Feeds. Australian Development Agricultural Bureau. Sutardi, T. 1995. Peningkatan Produksi Ternak Ruminansia Melalui Amoniasi Pakan Serat Bermutu Rendah, Defaunasi dan Suplementasi Sumber Protein Tahan Degradasi Dalam Rumen. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor., Bogor. Vanselow, D.G.1982. Microbial Treatment of the Straw for Improved Ruminant Nutritional Preliminary Results. IN : Pearce, G. A. 1982.The Utilization of Fibrous Agricultural Residues.Australian Government Publishing Service., Canberra. Van Soest, P.J.1982. Nutritional Ecology of the Ruminants Metabolism., O and B Inc.,Corvalis Oregon., USA. Books