I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah,

dokumen-dokumen yang mirip
I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Mie adalah makanan alternatif pengganti beras yang banyak. dikonsumsi masyarakat. Mie menjadi populer dikalangan masyarakat karena

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. juta penduduk Indonesia (Siagian, 2003). Asupan yang cukup serta ketersediaan

I PENDAHULUAN. kelompok buah-buahan yang memiliki nilai sosial dan ekonomis yang tinggi bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan pangan menurut Indrasti (2004) adalah dengan

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

PENDAHULUAN. penduduk sehingga terjadi masalah hal ketersediaan pangan. Ketergantungan pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

TINJAUAN PUSTAKA. A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis)

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

PENGARUH KONSENTRASI SENYAWA PHOSPAT DAN PERBANDINGAN AIR PEREBUSAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG INSTAN HANJELI (Coix lacryma-jobi L.).

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), tahun terjadi peningkatan konsumsi tepung terigu di

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

II. TINJAUAN PUSTAKA

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana.

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

I. PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh berbagai macam masalah. Menurut McCarl et al., (2001),

TINJAUAN PUSTAKA. pisang raja berasal dari kawasan Asia Tenggara dan pulau-pulau pasifik barat. Selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya tanaman umbi-umbian, termasuk aneka

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. Jamur tiram putih atau dalam bahasa latin disebut Plerotus

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan beras ditempatkan sebagai makanan pokok yang strategis.

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan. penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1.

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan vitamin A (KVA). KVA yaitu kondisi kurang zat gizi mikro

BAB I PENDAHULUAN. antara lain serealia, palmae, umbi-umbian yang tumbuh subur di hampir

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA DAN KACANG-KACANGAN. ( Food Bar )

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber bahan pangan yang berpotensi untuk. diolah menjadi produk pangan, namun banyak sumberdaya pangan lokal

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

5.1 Total Bakteri Probiotik

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat.

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.

OPTIMASI PROSES PEMBUATAN FOOD BAR BERBASIS PISANG

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

PENGARUH PENAMBAHAN GULA PASIR DAN GULA MERAH TERHADAP TINGKAT KESUKAAN DODOL NANAS

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan. pada malam hari (rabun senja). Selain itu, gejala kekurangan vitamin A

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI

I PENDAHULUAN. Umumnya dalam sebuah penelitian diawali dengan identifikasi masalah. hipotesis dan sekaligus untuk menjawab permasalahan penelitian.

PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi. Kerangka Pemikiran, dan (7) Hipotesis Penelitian.

BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI

PENDAHULUAN. terigu dari negara Timur Tengah seperti Turki, Srilanka, dan Australia. Impor

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

PENDAHULUAN. dikonsumsi oleh manusia dan termasuk salah satu bahan pangan yang sangat

I. PENDAHULUAN. masyarakat, arakat, mulai dari buah, daun, batang, pelepah, sampai jantungnya.

kabar yang menyebutkan bahwa seringkali ditemukan bakso daging sapi yang permasalahan ini adalah berinovasi dengan bakso itu sendiri.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kue Bolu. Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula,

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan

BAB I PENDAHULUAN. Pisang ( Musa paradisiaca L) adalah salah satu buah yang digemari oleh

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Llatar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

BAB I PENDAHULUAN. (APTINDO, 2013) konsumsi tepung terigu nasional meningkat 7% dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : 1.1. Latar Belakang, 1.2. Identifikasi

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia kaya akan sumber pangan lokal yang melimpah dan beranekaragam jenis yang sangat berpotensi untuk dikembangkan. Berbagai cara untuk menunjang program ketahanan pangan nasional dilakukan untuk memaksimalkan produksi dan konsumsi bahan pangan lokal sumber karbohidrat non beras dan non terigu yang menjadi prioritas pemerintah terutama dalam bidang diversifikasi. Diversifikasi pangan dilakukan dengan memperhatikan sumber daya lokal melalui peningkatan teknologi pengolahan dan produk pangan serta peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi berbagai jenis pangan dengan gizi seimbang. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Ketergantungan manusia terhadap pangan yang tinggi tidak diimbangi dengan jumlah produksi pangan yang memadai akan mengakibatkan terjadinya kerawanan sosial berupa kelaparan (Indrasti, 2004). Pisang merupakan buah yang mempunyai kandungan gizi yang cukup bagus terutama kandungan vitamin dan mineralnya. Vitamin yang banyak terkandung dalam pisang adalah vitamin B kompleks (1.10 mg/100 g) sedangkan mineralnya adalah Kalium (310 mg/100 g). Vitamin lain yang terkandung pada pisang adalah vitamin C sedangkan mineralnya adalah fosfor dan besi (PKBT IPB, 2005). Menurut Winarno (1990), kandungan zat besi dari pisang dapat dimanfaatkan 100 % oleh tubuh. (Direktorat Gizi Departeman Kesehatan RI,1979). Total konsumsi pisang per kapita relatif stabil setiap tahun namun cenderung menurun dalam lima tahun terakhir dengan rata rata penurunan sebesar 1,80% per tahun. Konsumsi pisang lainnya secara umum lebih tinggi dibandingkan konsumsi pisang ambon dan pisang

raja. Tahun 2011, terjadi kenaikan konsumsi pisang menjadi 8,812 kg/kapita atau naik 29,01 % dibandingkan tahun sebelumnya. Penyediaan pisang digunakan untuk bahan makanan sebesar 93,65%, sedangkan 6,35% sisanya tercecer. (Pusdatin Sekretariat Jendral Kementrian Pertanian RI, 2014). Pisang ambon merupakan buah yang banyak mengandung gizi dan mempunyai rasa dan aroma yang khas, tetapi pisang ambon mudah sekali rusak, sehingga perlu diolah menjadi bahan yang awet, mudah disimpan, dan penggunaanya instan, salah satu cara agar pisang ambon menjadi awet dan tahan lama dengan dibuat menjadi tepung pisang (Pratomo, 2013). Selain mudah didapatkan, pisang ambon kaya akan vitamin A, dibandingkan jenis pisang lainnya. Kandungan vitamin A dalam 100 gram pisang ambon yaitu 146 SI, sedangkan pisang raja uli 79 SI, pisang anggleng (ampyang) 76 SI, pisang mas 79 SI, pisang raja sereh (pisang susu) 112 SI, pisang lampung 618 SI, dan pisang raja 950 SI (Astawan, 2008). Menurut Aroni (2012), vitamin A mempunyai fungsi penting dalam sistem penglihatan, kekebalan tubuh dan fungsi reproduksi. Penyerapan zat besi pada buah pisang hampir 100% dapat diserap oleh tubuh, jika dibanding dengan makanan nabati lainnya. Berdasarkan berat kering buah pisang per 100 gram kadar zat besi mencapai 2 mg dan zat seng 0,8 mg (Khomsan dkk, 2008). Mengingat manfaat yang dapat diambil dari pisang maka perlu adanya upaya diversifikasi pengolahan terhadap pisang agar potensi pisang dapat dimanfaatkan secara optimal. Salah satu diversifikasi tersebut adalah pengolahan pisang menjadi tepung pisang. Tepung pisang merupakan suatu alternatif pengawetan pisang karena pisang termasuk buah buahan yang mudah rusak (perishable). Tepung pisang mempunyai beberapa keunggulan daripada pisang segar dan olahan pisang lainnya (molen, sale, kripik, kolak, pisang goreng) yaitu tepung pisang tahan lama, ekonomis, dapat diolah menjadi berbagai macam produk

pangan (cookies, kue, roti, biskuit, mie dan makanan pendamping ASI) dan jangkauan pemasarannya cukup luas (Muchtadi. dkk., 1990). Tepung pisang mempunyai rasa dan bau yang khas sehingga dapat digunakan pada pengolahan berbagai jenis makanan yang menggunakan tepung (tepung beras, terigu) di dalamnya. Dalam hal ini tepung pisang menggantikan sebagian atau seluruh tepung lainnya. Tepung pisang mentah lebih banyak ditemui dibandingkan tepung pisang matang. Keuntungan dari tepung pisang mentah atau hijau antara lain kandungan pati resisten dan serat pangan yang tinggi yang bermanfaat untuk kesehatan manusia (Juarez dkk., 2006). Tepung pisang ambon matang dapat digunakan untuk subsitusi atau bahan dasar dalam pembuatan berbagai macam makanan. Salah satunya dalam pembuatan flakes. Pembuatan banana flakes merupakan salah satu upaya diversifikasi pangan yang dapat menjadi alternative sarapan pagi dan dapat menjadi sumber gizi bagi anak anak, hal ini dikarenakan pengolahan pisang ambon menjadi tepung pisang meningkatkan kandungan pati yaitu, setiap 100 gram mengandung 61,3-76,5 g dan serat 6,3-15,5 g (Mota dkk, 2000; Juarez - Garcia dkk, 2006). Produk pangan dari tepung pisang yang memiliki nilai gizi yang tinggi terutama kandungan vitamin A dan Fe. Sama halnya dengan tepung pisang mentah, pengenalan tepung pisang matang dapat menawarkan suatu produk baru dengan komposisi gizi standar untuk keperluan industri dan domestik. Keuntungan dari tepung pisang yang dibuat dari pisang matang antara lain kadar gula tinggi yang cocok dimasukkan ke dalam produk makanan yang membutuhkan kelarutan, tingkat kemanisan dan kandungan energi yang tinggi. Tepung pisang matang memiliki rasa yang lebih baik dibandingkan pisang mentah. Flakes adalah bahan makanan siap santap yang biasa dijadikan sebagai pengganti menu sarapan pagi (breakfast cereals). Sebenarnya ada dua golongan breakfast cereals, pertama breakfast cereals yang memerlukan pemasakan sebelum disantap, dan yang kedua adalah

breakfast cereals yang dapat disantap secara langsung dengan penambahan air atau susu (Hapsari, 1992). Produk flakes dipilih mengingat flakes merupakan sereal siap saji yang dapat memberikan kemudahan dalam memenuhi kebutuhan kalori dalam waktu yang relatif singkat serta tanpa perlu repot-repot memasak, tetapi hanya perlu menambahkan susu sebagai campurannya. Konsumen terbesar produk flakes rata-rata di pasaran adalah anak-anak yang kebanyakan membutuhkan asupan zat gizi lengkap tidak hanya karbohidrat, tetapi juga protein, lemak, energi, vitamin, mineral, air dan serat. 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, masalah yang dapat diidentifikasi adalah apakah jenis tepung pisang ambon dan waktu pemanggangan berpengaruh terhadap karakteristik banana flakes. 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini yaitu untuk meningkatkan pemanfaatan pisang ambon sebagai bahan baku lokal. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk meningkatkan penggunaan tepung pisang ambon sebagai bentuk diversifikasi produk olahan pangan berbahan baku pisang, untuk mengetahui pengaruh jenis tepung pisang ambon dan waktu pemanggangan terhadap karakteristik banana flakes. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini yaitu untuk meningkatkan jenis produk olahan dari pisang ambon sehingga dapat menambah nilai ekonomis serta untuk menambah variasi jenis makanan untuk menu makan pagi atau breakfast cereal. 1.5. Kerangka Pemikiran Menurut Frizell. dkk., (1992), produk makanan sarapan umumnya dibuat dari serealia seperti jagung, gandum, beras dan oats, sehingga lazimnya disebut dengan breakfast cereal.

Sereal umumnya berbentuk pipih (flakes), serpihan (shredded), butiran (granulated), maupun produk yang mengembang (puffed) yang disajikan bersama susu segar dan dapat ditambah buah-buahan. Untuk memenuhi selera dalam penyajian yang demikian, perlu diterapkan sifat-sifat produk yang dikehendaki antara lain sifat kerenyahan (cripness), perubahan selama perendaman dalam susu, cita rasa termasuk kandungan gizi. Menurut Crowther (1979), pisang yang baik untuk pembuatan tepung pisang adalah pisang yang dipanen pada saat mencapai tingkat ketuaan tiga perempat penuh atau kira - kira berumur 80 hari setelah berbunga. Hal ini disebabkan pada kondisi tersebut pembentukan karbohidrat telah mencapai maksimum, dan sebagian besar tannin telah terurai menjadi senyawa ester aromatik dan fenol sehingga dihasilkan rasa asam dan manis yang seimbang. Jika pisang yang digunakan terlalu matang maka rendemen tepung yang dihasilkan sedikit dan juga selama pengeringan akan terbentuk cairan. Hal ini karena karbohidrat telah terhidrolisis menjadi gula gula sederhana sehingga kandungan karbohidratnya menurun, jika pisang yang digunakan terlalu muda akan menghasilkan tepung pisang yang mempunyai rasa sedikit pahit dan sepat karena kandungan tannin yang cukup tinggi sementara kandungan karbohidratnya masih terlalu rendah. Tepung pisang matang memiliki keunggulan antara lain kadar glukosa yang tinggi sehingga memiliki nilai kalori tinggi, berdasarkan sifat fungsionalnya memiliki kelarutan yang tinggi sehingga daya cerna menjadi lebih mudah, serta memiliki aroma yang lebih kuat sehingga cocok dijadikan sebagai makanan sarapan (Umi, 2012). Secara kimia, aroma dan flavor pada pisang disebabkan oleh adanya komponen volatil yang diterima receptor alfactory. Lebih dari 150 komponen volatil terdapat dalam buah pisang, terutama golongan isoamil dan isobutil ester bersama-sama 2-penanone (Jordan dkk., 2001). Menurut Riyanti, dkk., (2013) rasa, aroma, warna dan keseluruhan dari tepung pisang matang banyak disukai. Hal ini diduga semakin matang pisang, rasa manis semakin meningkat dikarenakan kandungan sukrosa yang

tinggi. Selama proses pematangan buah pisang, pati diubah menjadi gula melalui proses enzimatik dimana terjadi penurunan kandungan pati dari 20-30% menjadi 1-2% (Mohapatra, 2010) diikuti dengan meningkatnya jumlah kandungan gula terutama sukrosa hingga lebih dari 10% berat buah segar (Zhang dkk., 2005). Karbohidrat, khususnya pati (amilopektin) memiliki pengaruh yang besar terhadap hasil akhir produk flakes terutama terhadap struktur produk flakes saat penambahan air atau susu, sehingga akan mempermudah flakes dalam menyerap air dan cepat mengembang (Roseliana, 2008). Pati mempunyai peranan bagi produk-produk ekstruksi karena dapat mempengaruhi teksturnya. Pengaruh itu disebabkan oleh rasio amilosa dan amilopektin dalam pati. Pati juga berperan ketika proses gelatinisasi terjadi di dalam adonan. Suspensi pati dalam air dipanaskan, air akan menembus lapisan luar granula ini mulai menggelembung. Ini terjadi saat temperatur meningkat dari 60 o C 85 o C. Granula-granula dapat menggelembung hingga volumenya lima kali lipat volume semula. Ketika ukuran granula pati membesar, campurannya menjadi kental. Pada suhu kira-kira 85 o C granula pati pecah dan isinya terdispersi merata keseluruh air disekelilingnya. Molekul berantai panjang mulai membuka atau terurai dan campran pati dan air menjadi makin kental membentuk sol. Pada pendinginan, jika perbandingan air dan pati cukup besar, molekul pati membentuk jaringan dengan molekul air terkurung di dalamnya sehingga terbentuk gel. Keseluruhan proses ini dinamakan proses gelatinisasi (Gaman., dkk, 1994). Salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya daya patah adalah protein. Protein merupakan senyawa yang cukup berpengaruh besar terhadap kualitas produk yang dihasilkan, kemampuan produk flakes untuk menahan stabilitas adonan pada saat proses pembuatan (Hildayanti, 2012). Protein merupakan salah satu komponen yang berpengaruh terhadap daya serap suatu bahan. Hal yang berpengaruh terhadap interaksi protein air adalah gugus amino

polar yang terdapat dalam protein, seperti karbonil, hidroksil, dan sulfihidril. Sisi kationik, anionik dan non ionik menyerap air dalam jumlah yang berbeda (Fardiaz, dkk., 1992) Daya serap air menunjukan kemampuan bahan untuk dapat berinteraksi dengan air. Interaksi protein dengan air menentukan sifat hidrasi, pengembangan produk dan visikositas. Selain sifat protein, daya serap air bahan juga dipengaruhi oleh keberadaan dan jumlah gugus polar dan non polar dalam bahan. Protein menjadi penting sebagai komponen yang menentukan tingkat penyerapan air karena hampir semua protein mengandung jumlah rantai polar sepanjang kerangka peptidanya dan membuatnya bersifat hidrofilik (Cherry, 1981). Faktor utama pembuatan flakes yang mempengaruhi karakteristik flavour, kerenyahan dan penampakan pada produk akhir selain bahan baku, bahan pengisi adalah lama pemanggangan (Whiteley, 1971). Proses pemanggangan pada pembuatan flakes memiliki tujuan untuk menghasilkan produk dengan kadar air tertentu. Kadar air yang terkandung dalam flakes akan mempengaruhi kerenyahan dari produk akhir. Pada saat proses pemanggangan, browning non enzimatis akan terjadi akibat reaksi antara gugus amin pada protein dan gula pereduksi pada karbohidrat. Sedangkan karamelisasi gula terjadi akibat pemanggangan pada suhu tinggi, dimana titik lebur sukrosa adalah 160 o C, bila gula yang telah mencair langsung dipanaskan terus hingga suhunya melampaui titik leburnya, maka mulailah akan terjadi karamelisasi sukrosa (Winarno, 1997). Proses pemanggangan merupakan salah satu tahap penting, dimana terjadi konversi adonan menjadi flakes. Pada proses pemanggangan ini hampir 50 % total energi terserap. Selain itu, pada tahap pemanggangan terjadi pembentukan dan pemantapan kualitas flakes. Dengan demikian proses pemanggangan berperan penting ditinjau dari segi penggunaan energi, pembentukan, dan pemantapan kualitas flakes (Priyanto, 1991). Penelitian yang dilakukan oleh Andriani (1998), suhu pemanggangan yang tepat agar menghasilkan flakes dengan kadar protein, warna, rasa, kerenyahan dan penampakan yang baik

yaitu 170 o C selama 20 menit. Menurut Mulyati (2007), suhu pemanggangan yang tepat untuk mendapatkan flakes bekatul dengan warna, rasa, aroma dan kerenyahan yang disukai panelis yaitu 150 o C selama 25 menit. Sedangkan menurut Setiaji (2011), suhu pemanggangan yang tepat untuk mendapatkan warna, rasa, aroma dan kerenyahan yaitu selama 130 o C selama 20 menit. Salah satu karakteristik produk sereal sarapan yang diinginkan oleh konsumen pada umumnya adalah kerenyahan. Kerenyahan merupakan sifat fisik yang penting dalam suatu produk makanan. Kekerasan suatu bahan pangan mengindikasikan seberapa banyak kekuatan tekanan yang dibutuhkan untuk menghancurkan produk tersebut. Kekerasan berbanding terbalik dengan kerenyahan suatu produk tersebut, semakin tinggi nilai kekerasan suatu produk menunjukan bahwa produk tersebut memiliki kerenyahan yang rendah dan sebaliknya (Buckle. dkk., 1987). Flakes merupakan bentuk pertama dari produk sereal siap santap. Secara tradisional, pembuatan produk flakes dilakukan dengan mengukus biji serealia yang sudah dihancurkan (kurang lebih sepertiga dari ukuran awal biji) pada kondisi bertekanan selama dua jam atau lebih lalu dipipihkan di antara dua rol baja. Setelah itu dikeringkan dan di panggang pada suhu tinggi (Tribelhorn, 1991). Secara umum pembuatan flakes sangat sederhana. Bahan baku akan mengalami proses-proses sebagai berikut: 1. Pati tergelatinisasi dan tidak tertutup kemungkinan terjadi hidrolisa; 2. Partikel akan mengalami reaksi pencoklatan yang disebabkan oleh interaksi antara protein dan gula; 3. Proses enzimatik akan berhenti yang mengakibatkan hasil akhir yang stabil; 4. Karamelisasi dari gula yang muncul sebagai efek dari tingginya suhu oven pemanggang; 5. Lempengan akan menjadi lebih renyah karena kandungan air dalam bahan semakin rendah.

1.6. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dapat diperoleh hipotesis : 1. Diduga jenis tepung pisang ambon berpengaruh terhadap karakteristik banana flakes. 2. Diduga waktu pemanggangan terhadap karakteristik banana flakes. 1.7. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Pusat Pengembangan Teknologi Tepat Guna Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jl. KS. Tubun No. 5 Subang Provinsi Jawa Barat, dimulai pada bulan Maret sampai bulan Juni 2016.