BAB 2 LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
SUPPLY CHAIN MANAGEMENT ( SCM ) Prof. Made Pujawan

MANAJEMEN RANTAI PASOKAN. Suhada, ST, MBA

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 9: MANAJEMEN PENGADAAN (PURCHASING MANAGEMENT)

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

KONSEP SI LANJUT. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain

KONSEP SISTEM INFORMASI

RANGKUMAN SIM Ch. 9 MENCAPAI KEUNGGULAN OPERASIONAL DAN KEINTIMAN PELANGGAN MELALUI APLIKASI PERUSAHAAN

TUGAS E-BISNIS ANALISIS SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

SISTEM LINTAS FUNGSI PERUSAHAAN Sistem lintas fungsi perusahaan merupakan sistem yang mendukung/berfokus pada penyelesaian berbagai proses bisnis dasa

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di zaman yang global ini persaingan bisnis berjalan cukup ketat dan mengharuskan

BAB II KERANGKA TEORETIS. pemasaran (yang sering disebut dengan istilah saluran distribusi). Saluran

Manajemen Pengadaan. Dosen : Moch Mizanul Achlaq

Enterprise Resource Planning

Pembahasan Materi #11

SISTEM INFORMASI SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

MANAJEMEN OPERASIONAL. BAB VI Supply Chain

BAB II LANDASAN TEORI. tujuan yang sama. Menurutnya juga, Sistem Informasi adalah serangkaian

Muhammad Bagir, S.E.,M.T.I. Pengelolaan Rantai Pasokan

Bab 9 KONSEP e SUPPLY CHAIN DALAM SISTEM INFORMASI KORPORAT TERPADU

SISTEM BISNIS DENGAN ELEKTRONIK

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SISTEM BISNIS ELEKTRONIK

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi. Penerapan teknologi informasi

I. SISTEM BISNIS ENTERPRISE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TELAAH KEPUSTAKAAN

Implementasi E-Bisnis e-procurement Concept And Aplication Part-6

Mendefinisikan dan menggambarkan proses bisnis dan hubungan mereka dengan sistem informasi. Menjelaskan sistem informasi yang mendukung fungsi bisnis

BAB II LANDASAN TEORI. barang dari supplier. Pembelian adalah suatu usaha yang dilakukan untuk

Deskripsi Mata Kuliah

Orang-orang, Prosedur-prosedur, Data, Software (perangkat lunak), Infrastruktur teknologi informasi.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Informasi harus memeiliki karakteristik seperti di bawah ini agar berguna dalam mengambil keputusan pada rantai pasok :

MANAJEMEN PERSEDIAAN

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS)

Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ.

ENTERPRISE RESOURCE PLANNING

Supply Chain Management. Tita Talitha,MT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Manajemen Rantai Pasokan

Pengukuran Kinerja SCM

Merancang Jaringan Supply Chain

Dwi Hartanto, S,.Kom 03/04/2012. E Commerce Pertemuan 4 1

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV PERANCANGAN. 4.1 Proses Bisnis Pengadaan Barang

Pembahasan Materi #1

Konsep E-Business. Mia Fitriawati, S.Kom, M.Kom

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

ENTERPRISE RESOURCE PLANNING

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

Materi 7 Mencapai Keunggulan Operasional dan Kedekatan dengan Pelanggan: Aplikasi Perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

Pembahasan Materi #5

Rancang Bangun Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Rantai Pasok Distribusi Daging Sapi Nasional

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Siklus Adopsi & Model Operasi e-bisnis

STRATEGI RANTAI PASOKAN

TUGAS UJIAN TENGAH SEMESTER E-BUSINESS. Dosen : M.SUYANTO,Prof,Dr,M.M. Disusun oleh : Rangga Eri Kurniawan S1 TI-6E

Aplikasi Web Channel dari SAP Mampu Menjadikan Internet Menjadi Penjualan, Pemasaran dan Layanan yang Menguntungkan Untuk Pelanggan dan Perusahaan

BAB 2 LANDASAN TEORI

Customer Relationship Management (CRM) Software dari SAP Fitur & Fungsi Sistem CRM: Marketing Software

BAB 3 PERANCANGAN PRODUK BARU DALAM PERSPEKTIF SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. investasi lebih dalam teknologi informasi terutama dalam Supply Chain mereka.

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, dan pembatasan masalah. integrasi yang efisien antara pemasok (Supplier), pabrik (manufacture), pusat

ERP (Enterprise Resource Planning) Pertemuan 2

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. manusia akan teknologi semakin besar. Peran teknologi akhir-akhir ini sangat

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Aplikasi Manajemen Perkantoran E*/**

PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM MENDUKUNG PERUBAHAN PROSES BISNIS DI PERUSAHAAN MANUFAKTUR (Studi Kasus : Perusahaan Benang Polyester X )

BAB I PENDAHULUAN. umumnya, serta kondisi persaingan yang ketat dalam lingkungan bisnis yang

KEWIRAUSAHAAN III. Power Point ini membahas mata kuliah Kewirausahaan III. Endang Duparman. Modul ke: Arissetyanto. Fakultas SISTIM INFORMASI

Materi Bahasan. Lingkup ecrm ERP SCM Supplier Relationalship Management Partner Relationalship Management Agar e-business sukses

Pembahasan Materi #4

ERP ( Enterprise Resource Planning ) Perencanaan Sumber Daya Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. mutu lebih baik, dan lebih cepat untuk memperolehnya (cheaper, better and

BAB I SISTEM INFORMASI AKUNTANSI

BAB I PENDAHULUAN. suatu rantai yang disebut Supply Chain. Saat ini bukan merupakan persaingan

ERP merupakan fungsi sistem aplikasi software yang dapat membantu organisasi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah Tenaga Kerja Penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2014)

CV. Lubersky Computer Semarang: IT Consultant, Software dan Web Development

KONSEP SUPPLY CHAIN MANAGEMENT (SCM) PADA PROSES PRODUKSI DALAM PENGELOLAAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU ABSTRAK

SISTEM INFORMASI. Oleh Iwan Sidharta, MM NFORMASI

SCM dalam E-Business. 1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang SCM pada e-business

Faktor Sukses E-Market

BAB VIII SIKLUS PENGELUARAN: PEMBELIAN DAN PENGELUARAN KAS

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan performa mereka. Salah satu dari banyak manfaat yang bisa

BAB IV Sistem Pengadaan Barang yang Sedang Berjalan di Logistic Section pada PT RCTI

BAB I PENDAHULUAN. tepat, penggunaan sumber daya yang ada secara optimal dan pengiriman yang

BAB 1 PENDAHULUAN. biasa cepat. Menurut data dari jumlah pengguna internet di

LAMPIRAN WAWANCARA. Produk yang diproduksi dan dijual kepada pelanggan PT. Lucky Print Abadi. adalah kain bercorak. Kain dijual dalam ukuran yard.

Pengadaan & Competitive Advantage

Supply Chain. Management. an overview. MUSTHOFA HADI, SE mister-ebiz.blogspot.com

A. Pengertian Supply Chain Management

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 E-Business 2.1.1 Pengertian E-Business E-Business adalah penggunaan internet dan jaringan serta teknologi informasi lainnya untuk mendukung e-commerce, komunikasi dan kerjasama perusahaan, dan berbagai proses yang dijalankan melalui web, baik dalam jaringan perusahaan maupun dalam para pelanggan serta para mitra bisnisnya (O Brien, 2008, p314). 2.1.2 Arsitektur aplikasi Perusahaan Banyak perusahaan yang kini menggunakan teknologi informasi untuk mengembangkan system lintas fungsi perusahaan terintegrasi, yang melintasi berbagai batas fungsi tradisional agar dapat merekayasa ulang dan meningkatkan proses bisnis yang penitng di semua lintas fungsi perusahaan (O Brien, 2008, p318). Gambar 2.1 Arsitektur Aplikasi lintas fungsi perusahan. (Sumber: O Brien(2008). Pengantar Sistem Informasi.p319) 6

7 Gambar diatas mengilustrasikan hubungan antar aplikasi perusahaan lintas fungsi yang banyak di gunakan saat ini. Arsitektur ini tidak memberikan rincian atau cetak biru aplikasi yang lengkap, akan tetapi memberi kerangka kerja konseptual yang membantu untuk membayangkan berbagai komponen dasar, proses, dan interface dari aplikasi e-business, dan hubungannya satu sama lain. Arsitektur aplikasi ini juga menunjukkan berbagai peran yang dimainkan sistem bisnis dalam mendukung pelanggan, supplier, mitra, dan karyawan perusahaan. Aplikasi-aplikasi tersebut adalah (O Brien, 2008, p318) : ERP (Enterprise Resource Planning) atau Perencanaan Sumber Daya Perusahaan. Aplikasi ini berfokus pada efisiensi produksi internal perusahaan, distribusi, dan proses keuangannya. CRM (Customer Relationship Management) atau Manajemen Hubungan Pelanggan. Aplikasi ini berfokus atas proses mendapatkan dan mempertahankan pelanggan yang berharga melalui proses pemasaran, penjualan dan layanan. PRM (Partnership Relationship Management) atau Manajemen Hubungan Mitra. Aplikasi ini bertujuan untuk mendapatkan dan memelihara para mitra yang dapat meningkatkan penjualan dan distribusi produk serta layanan perusahaan. SCM (Supply Chain Management) atau Manajemen Rantai Pasokan. Aplikasi ini berfokus pada pengembangan sumber dan proses dan proses mendapatkannya yang paling efisien dan efektif dengan para supplier untuk berbagai produk serta jasa yang dibutuhkan oleh perusahaan. KM (Knowledge Management) atau Manajemen Pengetahuan. Aplikasi ini berfokus untuk memberi para karyawan perusahaan berbagai alat untuk mendukung kerja sama kelompok dan pengambilan keputusan. 2.2 Supply Chain Management 2.2.1 Supply Chain Supply chain adalah Sebuah rangkaian atau jaringan perusahaan-perusahaan yang bekerja secara bersama-sama untuk membuat dan menyalurkan produk atau jasa kepada pelanggan akhir. Rangkaian atau jaringan ini terbentang dari supplier (di bagian hulu) sampai retailer / toko (pada bagian hilir).

8 Sedangkan menurut Pujawan, Supply Chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir (Pujawan, 2005, p5). Pada suatu supply chain biasanya ada 3 macam aliran yang harus dikelola. Pertama adalah aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream). Contohnya adalah bahan baku yang dikirim dari supplier ke pabrik. Setelah produk selesai di produksi, mereka dikirim ke distributor, lalu ke pengecer atau ritel, kemudian ke pemakai akhir. Yang kedua adalah aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu. Yang ketiga adalah aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya. Informasi tentang ketersediaan kapasitas produksi yang dimiliki oleh supplier juga sering dibutuhkan oleh pabrik. Informasi tentang status pengiriman bahan baku sering dibutuhkan oleh perusahaan yang mengirim maupun yang menerima. Perusahaan pengapalan harus membagi informasi seperti ini supaya pihak-pihak yang berkepentingan bisa memonitor untuk kepentingan perencanaan yang lebih akurat. Gambar 2.2 Simplifikasi model supply chain dan 3 macam aliran (Sumber: Pujawan(2005).Supply Chain Management.p5)

9 2.2.2. Supply Chain Management Supply Chain Management merupakan perhatian utama di banyak industri, perusahaan menyadari pentingnya menciptakan suatu hubungan yang terintegrasi antara supplier dan pelanggan. Menurut Global Supply Chain Forum (GSFC), Supply Chain Management didefinisikan sebagai "integrasi proses bisnis utama dari pengguna akhir melalui supplier yang menyediakan produk, layanan, dan informasi yang menambah nilai untuk pelanggan dan stakeholder lainnya " (Chan & Qi, 2003) (Misra, Khan, & Singh. 2010. p102). Menurut Simchi-levi Supply Chain Management adalah serangkaian pendekatan yang digunakan untuk mengefisiensikan integrasi antara supplier, produsen, gudang, dan toko sehingga barang yang diproduksi dan didistribusikan pada jumlah yang tepat, dan pada waktu yang tepat untuk meminimalkan biaya sistem yang besar tetapi dapat mencapai tingkat layanan yang diinginkan (Simchi-Levi, 2003, p1). Kalau Supply Chain adalah jaringan fisiknya, yakni perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke pemakai akhir, Supply Chain Management adalah metode, alat, atau pendekatan pengelolaannya. Namun perlu ditekankan bahwa Supply Chain Management menghendaki pendekatan atau metode yang terintegrasi dengan dasar semangat kolaborasi (Pujawan, 2005, p7). Supply chain management tidak hanya berorientasi pada urusan internal sebuah perusahaan, melainkan juga urusan eksternal yang menyangkut hubungan dengan mitra dagang. Dengan tujuan, guna memenuhi kepuasan pelanggan, serta bekerjasama membuat produk yang murah, pengiriman cepat dan kualitas yang bagus. Dengan demikian Supply Chain Management adalah suatu konsep yang menyangkut pola pendistribusian produk yang mampu menggantikan pola pendistribusian produk secara tradisional. Pola yang baru ini menyangkut aktivitas pendistribusian, jadwal produksi, dan logistic untuk memaksimalkan profitabilitas dan memaksimalkan pelayanan. 2.2.3. Area Cakupan Supply Chain Management Pada hakikatnya Supply Chain Management mencakup lingkup pekerjaan dan tanggung jawab yang luas. Kalau kita kembali pada definisi supply chain dan supply chain management diatas maka kita bisa katakan secara umum bahwa semua kegiatan yang terkait

10 dengan aliran material, informasi, dan uang di sepanjang supply chain adalah kegiatankegiatan dalam cakupan Supply Chain Management. Apabila kita mengacu pada sebuah perusahaan manufaktur, kegiatan kegiatan utama yang masuk dalam klasifikasi Supply Chain Management (Pujawan, 2005, p8) adalah: Tabel 2.1 Fungsi-fungsi utama supply chain. Bagian Pengembangan Produk Cakupan Kegiatan antara lain Melakukan riset pasar, merancang produk baru, melibatkan supplier dalam perancangan produk baru. Pengadaan Memilih supplier, mengevaluasi kinerja supplier, melakukan pembelian bahan baku dan komponen, memonitor supply risk, membina dan memelihara hubungan dengan supplier. Perencanaan & Pengendalian Demand Planning, peramalan permintaan, perencanaan kapasitas, perencanaan produksi dan persediaan. Operasi / Produksi Eksekusi Produksi, pengendalian kualitas Pengiriman / Distribusi Perencanaan jaringan distribusi, penjadwalan pengiriman, mencari dan memelihara hubungan dengan perusahaan jasa pengiriman, memonitor service level di tiap pusat distribusi. (Sumber: Pujawan(2005).Supply Chain Management.P9)

11 Pengembangan Produk (Product Development) Bagian ini sangat penting artinya bagi perusahaan-perusahaan yang ada pada kelompok industri inovatif. Pada industri inovatif, jumlah produk baru yang diluncurkan tiap tahun bisa cukup banyak. Siklus hidup produk (product life cycle) pada industri ini biasanya sangat pendek. Beberapa industri yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah garmen, komputer, elektronik (misalnya camcorder dan digital camera), industri pengepakan (packaging), dan sebagainya. Bagian Pembelian (Procurement) Secara tradisional bagian pengadaan atau pembelian dianggap bagian yang kurang strategis. Bagian ini sering hanya diasosiasikan dengan kegiatan-kegiatan administrasi (klerikal) seperti meminta penawaran dari supplier (Request for Quotation, RFQ), mencetak purchase order (PO), mengirimkan PO ke supplier, dan sebagainya. Dewasa ini anggapan tersebut sudah sangat banyak berubah. Bagian pembelian semakin dianggap strategis oleh banyak perusahaan besar maupun kecil di dunia. Ini dikarenakan bagian ini punya potensi untuk menciptakan daya saing perusahaan ataupun supply chain, bukan hanya dari perannya dalam mendapatkan bahan baku dengan harga murah, tetapi juga dalam upaya meningkatkan time to market (dalam perancangan produk baru), meningkatkan kualitas produk (dengan bekerjasama dengan supplier untuk menjalankan program-program kualitas), dan meningkatkan responsiveness (dengan memilih supplier-supplier yang bukan hanya murah, tetapi juga responsif). Perencanaan dan Pengendalian (Planning and Control) Perencanaan dan pengendalian dalam supply chain memainkan peranan yang sangat vital. Bagian inilah yang banyak bertugas untuk menciptakan koordinasi taktis maupun operasional sehingga kegiatan produksi, pengadaan material, maupun pengiriman produk bisa dilakukan dengan efisien dan tepat waktu. Dengan banyaknya perusahaan-perusahaan yang beroperasi secara global dan memiliki pabrik di beberapa tempat, koordinasi rencana produksi menjadi sangat penting. Dalam cakupan planning and control ini berbagai keputusan yang berkaitan dengan persediaan (inventory) juga harus dibuat. Selain keputusan yang bersifat tradisional seperti beberapa tingkat persediaan pengaman (safety stock) dan berapa reorder point untuk setiap jenis item atau stock keeping unit (SKU), manajer juga

12 dituntut untuk bisa menentukan dimana persedian harus disimpan, dalam bentuk apa sebaiknya disimpan (apakah lebih banyak dalam bentuk produk akhir atau dalam bentuk bahan baku), serta siapa seharusnya memiliki tanggung jawab dalam pengelolaan persediaan. Operasi / Produksi Bagian ini bertugas secara fisik melakukan transformasi dari bahan baku, bahan setengah jadi, atau komponen menjadi produk jadi. Kegiatan produksi dalam konteks supply chain tidak harus dilakukan di dalam perusahaan. Dewasa ini semakin banyak perusahaan yang melakukan outsourcing, yakni memindahkan kegiatan produksi ke pihak subkontraktor. Perusahaan kemudian berkonsentrasi untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang memang menjadi core competency mereka. Dengan demikian, produktivitas tenaga kerja dan sumber daya lainnya akan bisa ditingkatkan karena semua pihak akan berkonsentrasi pada kompetensi mereka masing-masing. Pengiriman / Distribusi Pada saat produk sudah selesai diproduksi, tugas berikutnya dalam lingkup supply chain adalah mengirim produk tersebut agar sampai di tangan pelanggan pada waktu dan tempat yang tepat. Pengiriman produk ke pelanggan atau pemakai akhir tentunya melibatkan kegiatan transportasi. Aktivitas pengiriman ini bisa dilakukan sendiri oleh perusahaan atau dengan menyerahkannya ke perusahaan jasa transportasi. Dalam cakupan kegiatan distribusi, perusahaan harus bisa merancang jaringan distribusi yang tepat. Keputusan tentang perancangan jaringan distribusi harus mempertimbangkan tradeoff antara aspek biaya, aspek fleksibilitas, dan aspek kecepatan respon terhadap pelanggan. 2.2.4 Manfaat Supply Chain Management Banyak manfaat yang bisa di dapat jika kita mengaplikasikan Supply Chain Management pada proses bisnis kita. Beberapa manfaat tersebut adalah (O Brien. 2008. p334): Pemrosesan yang lebih cepat dan akurat. Pengurangan tingkat persediaan Waktu yang lebih cepat untuk mencapai pasar

13 Biaya transaksi dan bahan baku yang lebih rendah Hubungan strategis dengan para supplier Semua manfaat dari Supply Chain Management ini ditujukan untuk membantu perusahaan memperoleh kelincahan dan responsivitas dalam memenuhi permintaan pelanggan dan kebutuhan para mitra bisnis. 2.2.5 Penyebab Masalah Pada Supply Chain Management Dibalik dari semua manfaat itu ada pula tantangan yang dapat menjadi masalah pada Supply Chain Management. Berikut merupakan penyebab masalah dalam manajemen Supply Chain Management (O Brien. 2008. p335): Kurangnya pengetahuan perencanaan permintaan yang memadai, alat, dan petunjuk. Perkiraan yang tidak akurat atau yang terlalu optimis. Data produksi, persediaan, dan data lainnya yang tidak akurat. Kurangnya kerja sama yang memadai diantara departemen pemasaran, produksi, dan manajemen persediaan dalam perusahaan, dan dengan para supplier, distributor serta pihak lainnya. 2.3 Pengadaan (Procurement) 2.3.1 Pengertian Pengadaan Berbagai rumusan tentang definisi pengadaan telah banyak dikemukakan oleh para pakar, pada prinsipnya, pengadaan adalah kegiatan untuk mendapatkan barang, atau jasa secara transparan, efektif, dan efisien sesuai dengan kebutuhan dan keinginan penggunanya. Yang dimaksud barang disini meliputi peralatan dan juga bangunan baik untuk kepentingan public maupun privat. (LKPP, 2011, p11) 2.3.2 Cakupan Aktivitas Pengadaan Aktivitas pengadaan tidak terbatas pada proses pengadaan, namun cakupan aktivitas pengadaan meliputi lima kegiatan utama, yaitu rencana pengadaan, proses pengadaan, penerimaan dan penyimpanan, serta pemakaian dan manajemen aset, dan tiga transaksi, yaitu transaksi pembelian barang / jasa (kontrak), transaksi penerimaan barang / jasa, dan transaksi pengeluaran atau penggunaan barang / jasa (LKPP, 2011, p16).

14 Gambar 2.3 Cakupan aktivitas Pengadaan (Sumber: LKPP (2011).Senarai Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.p15 ) 2.3.3 Proses Pembelian Proses pembelian dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui proses tender dan pembelian rutin. Proses pembelian rutin biasanya berlaku untuk item-item yang suppliernya sudah jelas karena ada kesepakatan jangka panjang antara supplier dengan perusahaan. Sedangkan proses tender (dan juga lelang) dilakukan untuk item-item yang suppliernya masih harus dipilih. Berikut akan dijelaskan selintas proses pembelian untuk kedua model tersebut (Pujawan, 2005, p141) :

15 Pembelian Rutin Pembelian rutin dilakukan untuk item-item yang kebutuhannya berulang (repetitive). Biasanya item-item yang seperti ini relative standar sehingga proses pembelian tidak lagi melibatkan perancangan spesifikasi. Baik perusahaan maupun supplier sama-sama memiliki data yang lengkap tentang item-item tersebut (meliputi nama, nomor kode, spesifikasi, delivery lead time, harga per unit, dan sebagainya). Proses pembelian meliputi langkah-langkah berikut : 1. Bagian yang membutuhkan mengirimkan permintaan pembelian ke bagian pengadaan dalam bentuk dokumen yang bernama Purchase Requisition (PR) atau material requisition (MR). 2. Bagian pengadaan akan mengevaluasi MR / PR yang diterima. Kecuali ada kendala yang menghambat, MR / PR ini kemudian akan ditindaklanjuti oleh bagian pengadaan dengan mengirimkan purchase order (PO) ke supplier yang dianggap tepat. 3. Begitu supplier sepakat untuk memenuhi PO tersebut, bagian pengadaan harus secara proaktif memonitor perkembangan pengirimannya agar tidak terjadi keterlambatan. 4. Pada saat pesanan datang, bagian gudang berkewajiban untuk mengecek benar tidaknya item yang dikirim serta jumlah dan kualitasnya. 5. Bagian akuntansi kemudian akan menyelesaikan proses pembayaran sesuai dengan term pembayaran yang berlaku.

16 Gambar 2.4 Langkah langkah umum pembelian rutin (Sumber: Pujawan(2005). Supply Chain Management.p143) Pembelian dengan Tender / Lelang Pembelian dengan metode tender atau lelang dilakukan apabila tidak memungkinkan untuk langsung mengirim PO ke supplier setelah ada PR atau MR dari bagian yang membutuhkan barang atau jasa. Hal ini bisa disebabkan karena beberapa hal. Pertama, aturan yang ada mengharuskan pembelian dilakukan dengan proses tender atau lelang. Kedua, barang atau jasa yang akan dibeli bukan merupakan barang atau jasa yang standar sehingga perusahaan belum memiliki supplier yang tetap. Ketiga, barang atau jasa tersebut memiliki spesifikasi teknis yang cukup kompleks dan tidak akan dibeli berulang-ulang (repetitive). Tender sedikit berbeda dengan lelang. Pada proses tender, tidak ada kesempatan bagi para peserta (supplier) untuk merevisi harga yang telah ditawarkan. Harga penawaran biasanya bersifat rahasia dan tidak diperlihatkan ke peserta yang lain. Sedangkan pada proses lelang, model lelang yang digunakan adalah lelang terbalik (reverse auction). Disebut lelang terbalik karena berlawanan dengan lelang yang pada umunya di fahami oleh masyarakat. Pada lelang terbalik, pembeli mengundang calon-calon supplier untuk hadir. Mereka sudah menyiapkan penawaran harga untuk barang atau jasa yang diminta oleh pembeli. Selama proses lelang, supplier akan

17 berlomba menurunkan harga. Pemenangnya adalah yang bisa menawarkan harga yang paling rendah. Walaupun mungkin ada variasi di dalam prakteknya, secara umum proses tender mengikuti langkah-langkah berikut (Pujawan, 2005, p144) : 1. Bagian yang membutuhkan barang atau jasa (biasanya juga disebut user) mendefinisikan kebutuhan secara umum. 2. Bagian yang bersangkutan (user) mengirimkan sejenis Purchase Requisition (PR) ke bagian pengadaan. 3. Bagian pengadaan akan mengirimkan Request for Quotation (RFQ) atau Request for Proposal (RFP) ke supplier yang potensial. Perlu juga dijelaskan disini bahwa ada perbedaan antara RFQ dan RFP. Untuk barang atau jasa yang sudah cukup jelas spesifikasinya biasanya perusahaan memnta penawaran harga (RFQ). Sedangkan untuk barang / jasa yang spesifikasinya belum jelas, RFP lah yang dikirim oleh perusahaan (Proposal yang berisi spesifikasi yang diajukan oleh supplier). 4. Secara parallel dengan langkah di atas, bagian pengadaan dan bagian yang membutuhkan barang / jasa tadi membuat kriteria penilaian penawaran (quotation) atau proposal yang masuk. 5. Untuk kasus-kasus tertentu, perusahaan terkadang harus mengundang caloncalon supplier untuk menjelaskan secara rinci tentang barang / jasa yang dibutuhkan. 6. Setelah penawaran / proposal terkumpul, perusahaan akan melakukan proses seleksi. 7. Setelah pemenang ditentukan, bagian pengadaan akan menindaklanjutinya dengan membuat kontrak degan supplier. 8. Bagian pengadaan selanjutnya akan mengirimkan PO untuk secara formal meminta pasokan barang atau jasa sejumlah tertentu dengan harga dan waktu yang disepakati. 9. Proses selanjutnya berupa pemantauan pengiriman atau penyampaian jasa, pembayaran, dan lain-lain tidak jauh berbeda dengan pembelian rutin.

18 Gambar 2.5 Langkah umum proses tender (Sumber: Pujawan(2005). Supply Chain Management.p147) 2.4 Pengadaan Secara Elektronik (E-Procurement) 2.4.1 E-Procurement Kata electronic procurement secara umum di definisikan sebagai aplikasi internet untuk keperluan proses pengadaan. Aplikasi internet untuk proses pengadaan bisa dalam berbagai wujud. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak perusahaan yang meraup berbagai manfaat dengan mengaplikasikan electronic procurement ini. Dengan internet perusahaan

19 bisa mengirim RFQ dan PO ke supplier, melakukan lelang secara elektronik (online), membagi informasi-informasi yang kritis, dan sebagainya. Dalam kenyataannya, aplikasi e-procurement bisa bermacam-macam dan masingmasing punya fitur yang berbeda. Jenis aktivitas yang didukung oleh internet juga berbedabeda. Secara umum ada beberapa jenis aplikasi e-procurement yaitu (Pujawan, 2005, p163) : 1. E-Catalogue. Secara tradisional katalog biasanya tercetak dalam nemtuk buku atau brosur. Dengan adanya internet, perusahaan bisa memiliki katalog elektronik. E- Catalogue biasanya dilengkapi dengan fasilitas pencarian (search) sehingga perusahaan akan dengan mudah mendapatkan informasi tentang produk atau jasa yang diinginkan. 2. E-Auction. Ini adalah aplikasi untuk membantu proses lelang. Pada proses pembelian, lelang dilakukan oleh pembeli dengan mengumpulkan calon-calon supplier. Mereka sebelumnya sudah diberi tahu oleh pembeli tentang jumlah, spesifikasi, dan waktu kebutuhan suatu barang atau jasa. Mereka akan mengajukan penawaran (secara elektronik) dan selama proses lelang mereka bisa merevisi (menurunkan) harga penawarannya. Supplier yang memberikan penawaran terendah pada akhir periode lelang akan keluar sebagai pemenang. 3. B2B Market Exchange. Aplikasi ini memungkinkan banyak pembeli dan banyak penjual bertemu secara virtual. 4. B2B Private Exchange. Aplikasi ini bisa digunakan untuk membantu proses transaksi rutin dengan supplier. Perushaan bisa mengirim PO secara elektronik, mengecek status pengiriman, melakukan transaksi pembayaran, dan sebagainya.di samping itu perusahaan mungkin bisa menggunakan aplikasi ini untuk berbagi informasi tentang rencana produksi dan informasi lainnya dengan supplier. Supplier juga bisa membagi informasi ketersediaan stok dan kapasitas produksi mereka.

20 2.4.2 Proses E-Procurement Secara Umum Gambar 2.6 Proses e-procurement secara umum (Sumber: Turban(2010). Electronic Commerce : A Managerial Perspective. p254)

21 2.4.3 Keuntungan E-Procurement Banyak keuntungan yang bisa di dapat dengan mengaplikasikan e-procurement dalam proses pengadaan. Beberapa keuntungan tersebut antara lain (Pujawan, 2005, p164) : 1. Proses-proses administratif bisa dilangsungkan lebih cepat, akurat dan murah. Supplier bisa mendapatkan pesanan dengan cepat dan akurat dimanapun mereka berada asalkan tersambung dengan jaringan internet. 2. Perusahaan yang menggunakan sistem lelang bisa mendapatkan keuntungan berupa harga yang jauh lebih murah karena supplier akan sedapat mungkin menurunkan harga penawaran agar bisa jadi pemenang. 3. Perusahaan bisa mendapatkan calon-calon ssupplier yang lebih banyak dari berbagai tempat sehingga berpeluang untuk melakukan transaksi dengan supplier yang lebih berkompeten. 4. Perusahaan maupun supplier bisa melacak transaksi maupun proses-proses fisik (pengiriman, dll) sehingga kedua belah pihak cepat mengetahui kalau ada masalah yang membutuhkan penanganan lebih lanjut. 5. Pihak perusahaan maupun supplier bisa melakukan proses-proses tersebut darimana saja asalkan terhubung dengan jaringan internet. 2.4.4 Tujuan E-Procurement Tujuan dari e-procurement adalah sebagai berikut (demin, 2002, p4) : 1. Untuk memperbaiki tingkat layanan kepada para pembeli, supplier, dan pengguna. 2. Untuk mengembangkan sebuah pendekatan pengadaan yang lebih terintegrasi melalui rantai suplai perusahaan tersebut. 3. Untuk meminimalkan biaya-biaya transaksi terkait pengadaan melalui standarisasi, pengecilan, dan otomatisasi proses pengadaan di dalam dan jika perlu di seluruh instansi-instansi dan sektor-sektor. 4. Untuk mendorong kompetisi antar supplier sekaligus memelihara sumber pasokan yang dapat diandalkan. 5. Untuk mengoptimalkan tingkatan-tingkatan inventori melalui penerapan praktek pengadaan yang efisien. 6. Untuk mengefektifkan penggunaan sumber daya manusia dalam proses pengadaan. 7. Untuk mengurangi pengeluaran putus kontrak dengan menggunakan teknologi yang meningkatkan kewaspadaan pengguna terhadap fasilitas-fasilitas kontrak yang ada dan membuatnya lebih mudah untuk menentangnya.

22 8. Untuk meningkatkan daya beli dengan menggunakan teknologi untuk mendukung identifikasi peluang untuk penggabungan dan dengan memfasilitasi agregasi kebutuhan pengguna di dalam dan diseluruh lini bisnis. 9. Mengurangi biaya-biaya transaksi dengan menggunakan teknologi untuk mengotomatisasikan proses-proses, yang mana masih tercetak (paper-based), dan untuk mengecilkan, dan menstandarisasi proses-proses dan dokumentasi. 2.4.5 Resiko yang Terkait Dalam Teknologi E-Procurement Terdapat resiko yang terkait dengan teknologi e-procurement ini. Risiko ini meliputi (Davila, Gupta, and Palmer, 2002, p17): Resiko Bisnis Internal Menerapkan sebuah solusi e-procurement memerlukan bukan hanya sistem itu sendiri, tapi yang paling penting bahwa hal itu terintegrasi dengan infrastruktur informasi yang ada. Infrastruktur informasi internal ini meliputi sistem akuntansi, sumber daya manusia, manajemen aset, manajemen persediaan, hutang, perencanaan produksi, dan sistem manajemen kas. Sebagian besar organisasi mengadopsi atau mencari untuk mengadopsi perangkat lunak e-procurement yang telah memiliki integrasi yang signifikan dengan sistem lain Mengintegrasikan teknologi baru ini dengan platform yang sudah ada harus terjadi semulus mungkin. Kegagalan untuk mengintegrasikan menciptakan langkah-langkah kerja duplikatif dan membahayakan kehandalan informasi organisasi. Resiko Bisnis Eksternal Solusi e-procurement harus tidak hanya "bicara" dengan sistem informasi internal, tetapi juga perlu bekerja sama dengan konstituen eksternal terutama pelanggan dan supplier. Konstituen eksternal perlu mengembangkan sistem internal yang memfasilitasi komunikasi melalui sarana elektronik masalah yang menuntut investasi teknologi serta insentif bagi konstituen tersebut. Agar teknologi e-procurement sukses, supplier harus dapat diakses melalui internet dan harus memberikan pilihan katalog yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pelanggan mereka. Idealnya, pemasok akan memberikan

23 e-catalog dalam format yang dibutuhkan oleh pelanggan, berisi harga khusus atau perjanjian kontrak khusus, dan akan mengirim pembaruan secara teratur. Namun, supplier dalam industri bermargin rendah, mungkin ragu-ragu atau bahkan tidak mampu memenuhi tuntutan tersebut tanpa jaminan aliran pendapatan masa depan. Kurangnya supplier yang dapat diakses melalui sistem e-procurement organisasi akan membatasi efek jaringan yang mendasari teknologi ini, lebih jauh yang menghambat penerimaan serta penerapan teknologi. Resiko Teknologi Perusahaan juga takut kurangnya standar yang dapat diterima secara luas dan pemahaman yang kurang jelas tentang teknologi e-procurement yang paling cocok dengan kebutuhan masing-masing perusahaan. Kurang diterima secara luas solusi integrasi perangkat lunak e-procurement di seluruh rantai pasokan. Salah satu factor resiko yang penting ini tampaknya menunjukkan kebutuhan standar yang baku dan terbuka yang akan memfasilitasi teknologi e- procurement antar organisasi. Tanpa standar yang diterima secara luas untuk coding, teknis, dan proses spesifikasi, adopsi teknologi e-procurement akan lambat dan akan gagal untuk memberikan banyak manfaat yang diharapkan. Resiko Proses E-Procurement Risiko yang lain berkaitan dengan keamanan dan kontrol dari proses e- procurement itu sendiri. Organisasi harus yakin, misalnya, bahwa tindakan yang tidak sah tidak akan mengganggu produksi atau kegiatan rantai pasokan lain ketika melakukan dengan teknologi e-procurement.