BAB 2 LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Arti dan Peranan Pengendalian Persediaan Produksi

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Arti dan Peranan Pengendalian Persediaan

kegiatan produksi pada sistem manufaktur, kegiatan pemasaran pada sistem distribusi

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Metode Pengendalian Persediaan Tradisional L/O/G/O

BAB II KONSEP PERSEDIAAN DAN EOQ. menghasilkan barang akhir, termasuk barang akhirnya sendiri yang akan di jual

BAB 2 LANDASAN TEORI

Berupa persediaan barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi. Diperoleh dari sumber alam atau dibeli dari supplier

Manajemen Persediaan (Inventory Management)

Bab 2 LANDASAN TEORI

BAB II ECONOMIC ORDER QUANTITY

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

MANAJEMEN PRODUKSI- OPERASI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari beberapa item atau bahan baku yang digunakan oleh perusahaan untuk

BAB II LANDASAN TEORI. jadi yang disimpan untuk dijual maupun diproses. Persediaan diterjemahkan dari kata inventory yang merupakan jenis

Mata Kuliah Pemodelan & Simulasi. Riani Lubis. Program Studi Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia

1. Profil Sistem Grenda Bakery Lianli merupakan salah satu jenis UMKM yang bergerak di bidang agribisnis, yang kegiatan utamanya adalah memproduksi

Manajemen Keuangan. Pengelolaan Persediaan. Basharat Ahmad, SE, MM. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Manajemen

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Persediaan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 7: MENGELOLA PERSEDIAAN PADA SUPPLY CHAIN. By: Rini Halila Nasution, ST, MT

FUNGSI PENTING PERSEDIAAN UNTUK PERUSAHAAN TEKSTIL

BAB 2 LANDASAN TEORI Pengertian dan Peranan Pengendalian Persediaan

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

BAB 6 MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB I PENDAHULUAN. produk dapat berakibat terhentinya proses produksi dan suatu ketika bisa

BAB 2 LANDASAN TEORI

#14 MANAJEMEN PERSEDIAAN

MODEL PENGENDALIAN PERSEDIAAN

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY)

Pertemuan 7 MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY MANAGEMENT)

MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bagian bab ini memuat teori-teori dari para ahli yang dijadikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

#14 MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGENDALIAN PERSEDIAN : INDEPENDEN & DEPENDEN

MANAJEMEN PERSEDIAAN. Heizer & Rander

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

MANAJEMEN PERSEDIAAN

Pengelolaan Persediaan

Manajemen Persediaan

BAB II LANDASAN TEORI

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN, UNIVERSITAS ANDALAS BAHAN AJAR. : Manajemen Operasional Agribisnis

#14 MANAJEMEN PERSEDIAAN

Mata Kuliah Pemodelan & Simulasi

#12 MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB X MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB III METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY DAN PERIOD ORDER QUANTITY

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERENCANAAN & PENGENDALIAN PRODUKSI TIN 4113

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Oleh : Edi Sugiarto, S.Kom, M.Kom

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY)

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia saat ini ditandai dengan menjamurnya

BAB II KERANGKA TEORI. perusahaan manufaktur selalu berusaha untuk mengadakan persediaan. Dengan

MATA KULIAH PEMODELAN & SIMULASI

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN DI DIVISI GROCERY PT. HERO SUPERMARKET Tbk. CABANG HERO SOLO SQUARE

PERBAIKAN SISTEM PERSEDIAAN GUDANG MENGGUNAKAN ECONOMIC ORDER QUANTITY PROBABILISTIC MODEL

Pengendalian Persediaan. Fungsi Persediaan (2) Fungsi Persediaan 11/18/2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN LITERATUR. dengan tahun 2016 yang berkaitan tentang pengendalian bahan baku.

BAB II LANDASAN TEORI

MANAJEMEN KEUANGAN. Kemampuan Dalam Mengelola Persediaan Perusahaan. Dosen Pengampu : Mochammad Rosul, Ph.D., M.Ec.Dev., SE. Ekonomi dan Bisnis

Manajemen Produksi dan Operasi. Inventory M-4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan setiap waktu.

Manajemen Persediaan. Penentuan Jumlah Persediaan (Stochastics Model) Hesti Maheswari SE., M.Si. Manajemen. Modul ke: 05Fakultas Ekonomi & Bisnis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Perbaikan Sistem Persediaan Karpet dan Spon di UD Luas, Surabaya

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Persediaan pada Supply Chain Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali, dan untuk suku cadang dari suatu peralatan atau mesin. Persediaan dapat berupa bahan mentah, bahan pembantu, barang dalam proses, barang jadi, ataupun suku cadang (Herjanto, 1999, hal: 219). Setiap perusahaan perlu mengadakan persediaan untuk menjamin kelangsungan hidup usahanya. Untuk mengadakan persediaan, dibutuhkan sejumlah uang yang diinvestasikan dalam persediaan tersebut. Oleh karena itu, setiap perusahaan haruslah dapat mempertahankan suatu jumlah persediaan optimum yang dapat menjamin kebutuhan bagi kelancaran kegiatan perusahaan dalam jumlah dan mutu yang tepat dengan biaya yang serendah-rendahnya. Untuk mengatur tersedianya suatu tingkat persediaan yang optimum, maka diperlukan suatu sistem pengawasan persediaan. Tujuan dari pengawasan persediaan ini adalah (Assauri, 1998): a. Menjaga jangan sampai kehabisan persediaan yang mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi. b. Menjaga agar pembentukan persediaan tidak terlalu besar atau berlebih, sehingga biaya yang timbul oleh persediaan tidak terlalu besar. c. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari karena mengakibatkan meningkatnya biaya pemesanan. Pada dasarnya, masalah persediaan dikelola oleh perusahaan sendiri tanpa melibatkan faktor luar. Manajemen persediaan seperti ini adalah manajemen

8 persediaan konvensional. Pengelolaan persediaan konvensional hanya memandang dari satu aspek saja, yaitu pemasok atau pembeli. Hal ini tidak menguntungkan bagi kedua belah pihak karena kebijakan yang optimal bagi pemasok belum tentu optimal bagi pembeli. Dewasa ini, persaingan bisnis tidak lagi terjadi antar perusahaan tetapi melibatkan beberapa jaringan supply chain. Supply chain (rantai pengadaan) merupakan jaringan antar perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menghasilkan dan mengantarkan suatu produk ke konsumen akhir. Mengelola aliran produk yang tepat adalah salah satu tujuan dari supply chain. Konsep supply chain merupakan konsep baru dalam mengelola masalah persediaan. Tuntutan pelanggan yang terus berkembang dan jumlah retailer yang semakin banyak menyebabkan perlunya koordinasi yang baik antara pemasok dan pembeli. Oleh karena itu, pengelolaan persediaan dengan cara konvensional dianggap tidak efektif untuk menghadapi persaingan yang ada. Persediaan di sepanjang supply chain memiliki implikasi yang besar terhadap kinerja finansial suatu perusahaan. Jumlah uang yang tertanam dalam bentuk persediaan biasanya sangat besar sehingga persediaan adalah salah satu aset terpenting yang dimiliki supply chain (Pujawan, 2005, hal: 99). 2.2 Fungsi Persediaan Berdasarkan fungsinya, persediaan dapat dikelompokkan dalam 4 jenis, yaitu (Herjanto, 1999): a. Fluctuation Stock Merupakan persediaan untuk menjaga terjadinya fluktuasi permintaan yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya, dan untuk mengatasi jika terjadi kesalahan/ penyimpangan dari perkiraan penjualan, waktu produksi, atau waktu pengiriman barang.

9 b. Anticipation Stock Merupakan persediaan yang dibutuhkan untuk menghadapi permintaan yang diramalkan, misalnya pada saat jumlah permintaan besar, tetapi kapasitas produksi tidak mampu memenuhi permintaan tersebut. Jumlah permintaan yang besar ini diakibatkan oleh sifat musiman dari suatu produk. Persediaan ini juga menjaga kemungkinan sukarnya diperoleh bahan baku, agar proses produksi tidak berhenti. c. Lot Size Inventory Merupakan persediaan yang diadakan dalam jumlah yang lebih besar daripada kebutuhan saat itu. Persediaan jenis ini dilakukan untuk mendapatkan potongan harga (discount) karena pembelian barang dalam jumlah besar. Persediaan jenis ini juga dapat menghemat biaya pengangkutan karena memperkecil frekuensi pengiriman barang dan biaya per unit pengangkutannya lebih murah. d. Pipeline/ Transit Inventory Merupakan persediaan yang sedang dalam proses pengiriman dari tempat asal ke tempat di mana barang itu akan digunakan. Persediaan ini timbul karena jarak dari tempat asal ke tempat tujuan cukup jauh dan bisa memakan waktu beberapa hari atau beberapa minggu. 2.3 Jenis- Jenis Persediaan Persediaan dapat dikelompokkan menurut jenis dan posisi barang tersebut di dalam urutan pengerjaan produk, yaitu (Assauri, 1998): a. Persediaan Bahan Baku (Raw Material Stock) Merupakan persediaan dari barang-barang yang dibutuhkan untuk proses produksi. Barang ini bisa diperoleh dari sumber-sumber alam, atau dibeli dari supplier yang menghasilkan barang tersebut.

10 b. Persediaan Bagian Produk (Purchased Parts) Merupakan persediaan barang-barang yang terdiri dari parts yang diterima dari perusahaan lain, yang secara langsung diassembling dengan parts lain tanpa melalui proses produksi. c. Persediaan Bahan-Bahan Pembantu (Supplies Stock) Merupakan persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi untuk membantu kelancaran produksi, tetapi tidak merupakan bagian dari barang jadi. d. Persediaan Barang Setengan Jadi (Work in Process) Merupakan barang-barang yang belum berupa barang jadi, akan tetapi masih diproses lebih lanjut sehingga menjadi barang jadi. e. Persediaan Barang Jadi (Finished Good) Merupakan barang-barang yang selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk disalurkan kepada distributor, pengecer, atau langsung dijual ke pelanggan. 2.4 Komponen Biaya Persediaan (Inventory Cost) Tujuan dari manajemen persediaan adalah memiliki persediaan dalam jumlah yang optimal, pada waktu yang tepat dengan biaya yang minimum. Oleh karena itu, kebanyakan model-model persediaan menjadikan biaya sebagai parameter dalam mengambil keputusan. Secara umum, biaya dalam sistem persediaan dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Ginting, 2007): 2.4.1 Biaya Pembelian (Purchasing Cost) Biaya pembelian dari suatu item adalah harga pembelian setiap unit item jika itemitem tersebut berasal dari sumber-sumber eksternal, atau biaya produksi per unit bila

11 berasal dari internal perusahaan. Biaya pembelian bisa bervariasi untuk berbagai ukuran pemesanan bila pemasok menawarkan potongan harga untuk pemesanan dalam jumlah besar. Dalam kebanyakan teori persediaan, biaya pembelian tidak dimasukkan kedalam total biaya persediaan karena dianggap biaya pembelian per unit tidak mempengaruhi jumlah barang yang dibeli. 2.4.2 Biaya Pengadaan (Procurement Cost) Biaya pengadaan dibedakan atas 2 jenis, berdasarkan asal-usul barang, yaitu biaya pemesanan (ordering cost) bila barang yang diperlukan diperoleh dari pihak luar (supplier) dan biaya pembuatan (set up cost) bila barang tersebut diproduksi sendiri. a. Biaya Pemesanan (Ordering Cost) Biaya pemesanan adalah semua biaya yang timbul untuk mendatangkan barang dari luar. Komponen dari biaya ini adalah biaya ekspedisi, biaya komunikasi, administrasi, pengiriman ke gudang, dll. Secara umum, biaya pemesanan tidak tergantung pada jumlah yang dipesan. Oleh karena itu, biaya ini diasumsikan konstan untuk setiap kali pesan. b. Biaya Pembuatan (Set up Cost) Biaya pembuatan adalah semua pengeluaran yang timbul untuk mempersiapkan proses produksi barang. Biaya ini biasanya timbul di dalam pabrik, misalnya biaya menyetel mesin, biaya mempersiapkan gambar benda kerja, dan sebagainya. 2.4.3 Biaya Penyimpanan (Holding Cost/ Carrying Cost) Biaya penyimpanan adalah biaya yang timbul akibat menyimpan suatu item. Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila jumlah barang yang dipesan semakin banyak, atau rata-rata persediaan semakin tinggi. Komponen-komponen biaya penyimpanan adalah sebagai berikut:

12 a. Biaya Memiliki Persediaan (Biaya Modal) Penumpukan barang di gudang berarti penumpukan modal, dimana modal perusahaan mempunyai ongkos (expense) yang dapat di ukur dengan suku bunga bank. b. Biaya Gudang Barang yang disimpan memerlukan tempat penyimpanan sehingga muncul biaya gudang. Bila gudang dan peralatannya di sewa, maka yang timbul adalah biaya sewa. Tetapi jika gudang dan peralatannya adalah milik perusahaan, maka biaya gudang merupakan biaya depresi. c. Biaya Kerusakan dan Penyusutan Barang yang disimpan dapat mengalami kerusakan dan penyusutan karena beratnya berkurang atau jumlahnya berkurang karena hilang. Biaya ini diukur dari pengalaman sesuai dengan persentasenya. d. Biaya Kadaluarsa Barang yang disimpan akan mengalami penurunan nilai karena perubahan teknologi dan model seperti barang-barang elektronik. Biaya kadaluarsa biasanya diukur dengan besarnya penurunan nilai jual dari barang tersebut. e. Biaya Asuransi Barang yang disimpan diasuransikan untuk menjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kebakaran. Biaya asuransi tergantung pada jenis barang yang diasuransikan dan perjanjian dengan perusahaan asuransi. f. Biaya Administrasi dan Pemindahan Biaya ini dikeluarkan untuk mengadministrasi persediaan barang yang ada, baik pada saat pemesanan, penerimaan barang maupun penyimpanannya dan biaya untuk memindahkan barang dari, ke dan di dalam tempat penyimpanan, termasuk upah buruh dan peralatan handling.

13 2.4.4 Biaya Kekurangan Persediaan (Stock Out Cost/ Shortage Cost) Biaya kekurangan persediaan merupakan biaya yang paling sulit ditentukan dari semua biaya yang ada dalam persediaan. Biaya ini timbul bila persediaan yang ada tidak dapat memenuhi permintaan pelanggan. Biaya yang timbul dari kekurangan persediaan ini adalah nilai penjualan yang hilang karena tidak mampunya memenuhi permintaan, terganggunya proses produksi, timbulnya biaya pemesanan khusus dan biaya yang tidak nyata adalah kehilangan pelanggan yang beralih ke perusahaan lain. Biaya kekurangan persediaan dapat di ukur dari: a. Kuantitas yang Tidak Dapat Dipenuhi Biasanya diukur dari keuntungan yang hilang karena tidak dapat memenuhi permintaan atau dari kerugian akibat terhentinya proses produksi (Rp/ unit). b. Waktu Pemenuhan Biaya ini diukur berdasarkan waktu yang diperlukan untuk memenuhi gudang. Lamanya gudang kosong berarti lamanya proses produksi terhenti atau lamanya perusahaan tidak mendapatkan keuntungan. Sehingga waktu menganggur tersebut dapat di artikan sebagai uang yang hilang. Satuan dari biaya ini adalah Rp/ unit. c. Biaya Pengadaan Darurat Untuk menghadapi masalah kekecewaan pelanggan karena tidak terpenuhinya permintaan, maka perusahaan mengadakan pengadaan darurat yang biasanya menimbulkan biaya yang lebih besar dari pengadaan normal. Kelebihan biaya dibandingkan dengan pengadaan normal dapat dijadikan ukuran untuk menentukan biaya kekurangan persediaan dengan satuan Rp/ setiap kali kekurangan. Biaya persediaan yang diperhitungkan dalam penentuan kebijaksanaan persediaan hanyalah biaya-biaya yang bersifat variabel (incremental cost). Untuk biaya-biaya yang bersifat fixed cost (biaya tetap) seperti biaya pembelian, tidak akan mempengaruhi hasil optimal sehingga tidak perlu dipertimbangkan.

14 2.4.5 Biaya Sistemik Biaya sistemik meliputi biaya perancangan dan perencanaan sistem persediaan serta ongkos-ongkos untuk mengadakan peralatan (misalnya komputer) serta melatih tenaga untuk mengoperasikan sistem. Biaya sistemik di anggap sebagai biaya investasi bagi pengadaan suatu sistem pengadaan. Dalam identifikasi biaya persediaan, perlu diperhatikan perbedaan antara biaya persediaan aktual (secara akuntansi) dan biaya yang digunakan dalam penentuan kebijaksanaan persediaan. Dalam hal ini, yang diperhitungkan hanyalah biaya-biaya yang bersifat variabel, sedangkan yang bersifat tetap tidak akan mempengaruhi hasil optimasi yang diperoleh sehingga keberadaannya tidak harus diperhitungkan. 2.5 Model- Model Persediaan Dalam pengelolaan persediaan, terdapat dua keputusan penting yang harus dilakukan oleh manajemen, yaitu berapa banyak jumlah/ barang yang harus dipesan untuk setiap kali pengadaan persediaan, dan kapan pemesanan barang harus dilakukan. Setiap keputusan yang diambil mempunyai pengaruh terhadap besar biaya persediaan. Untuk memudahkan dalam mengambil keputusan, dikembangkan model-model dalam manajemen persediaan (Siswanto, 2007). 2.5.1 Model Persediaan Deterministik Model persediaan deterministik ditandai oleh karakteristik permintaan dan waktu kedatangan pesanan yang dapat diketahui sebelumnya secara pasti. Model dasar untuk persediaan deterministik adalah model Economic Order Quantity (EOQ). Model ini merupakan model sederhana yang dapat digunakan untuk menentukan ukuran pesanan yang ekonomis. Model ini mempertimbangkan dua biaya persediaan yaitu biaya pesan dan biaya simpan. Pada kenyataannya, jarang ditemukan situasi di mana seluruh parameter diketahui secara pasti. Namun terkadang model ini merupakan pendekatan yang baik untuk menggambarkan fenomena persediaan.

15 2.5.2 Model Persediaan Probabilistik Model persediaan probabilistik ditandai oleh perilaku permintaan dan lead time yang tidak dapat diketahui secara pasti sebelumnya sehingga perlu didekati dengan distribusi probabilitas. Kondisi persediaan dengan ketidakpastian menyebabkan perlunya cadangan pengaman untuk meredam fluktuasi selama waktu tertentu. Dengan adanya persediaan pengaman, maka akan timbul biaya tambahan dalam penyimpanan persediaan tambahan tersebut. Model ini menggunakan rumus dasar EOQ, namun ditambah dengan perhitungan persediaan pengaman yang optimal dengan mempertimbangkan variasi permintaan sepanjang lead time sehingga dikeluarkan biaya yang paling minimum. 2.6 Konsep Jumlah Pemesanan Ekonomis Konsep perhitungan jumlah pemesanan ekonomis atau Economic Order Quantity (EOQ) cukup logis dan sederhana. Semakin sering pengisian kembali persediaan dilakukan, persediaan rata-ratanya akan semakin kecil, dan mengakibatkan biaya penyimpanan barang akan semakin kecil juga. Tetapi akan meningkatkan biaya pemesanan. Karena itu, dicari suatu keseimbangan yang paling optimal dari dua hal yang sangat bertentangan itu. Untuk mencari titik keseimbangan tersebut, dapat dilihat pada gambar berikut (Siagian, 1987): Biaya (Rp) Total Cost Total Biaya Minimum Holding Cost Ordering cost 0 Pesanan Optimum Tingkat Persediaan (Q) Gambar 2.1 Hubungan antara Biaya dan Tingkat Persediaan

16 Dari gambar 2.1 dapat dilihat bahwa jika tingkat persediaan semakin besar maka pemesanan akan jarang dilakukan sehingga mengakibatkan biaya pesan akan semakin kecil. Sebaliknya jika tingkat persediaan sedikit, maka pemesanan akan semakin sering dilakukan dan biaya pesan akan semakin meningkat. Berbeda dengan biaya simpan. Biaya simpan secara langsung tergantung pada tingkat persediaan ratarata. Semakin banyak tingkat persediaannya, maka biaya simpan akan semain tinggi. Begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu, biaya simpan dan biaya pesan berbanding terbalik. Solusi yang optimal akan diperoleh jika total biaya minimum. 2.7 Model Persediaan Pembeli dan Pemasok Tingkat persediaan pembeli dan pemasok dapat dilihat pada gambar berikut (Wakhid, et al, 2009): mq e d P a b c + Gambar 2.2 Model Persediaan Pemasok (Vendor) Ss 0 Gambar 2.3 Model Persediaan Pembeli (Buyer)

17 Pada gambar 2.2, garis ae menunjukkan laju produksi pemasok. Laju produksi ini tetap sebesar P. Laju produksi lebih besar dari tingkat pemintaan (P > D). Pemasok akan memproduksi produk dengan ukuran batch produksi mq. Pembeli memesan produk ke pemasok sejumlah nq yang akan dikirim sebanyak n kali sesuai keinginan pembeli dengan ukuran pengiriman Q. Pemasok akan mengirimkan produk ke pembeli apabila pemasok telah memiliki persediaan minimal sejumlah Q. Tidak perlu menunggu seluruh batch selesai diproduksi. Pada gambar 2.3, kedatangan permintaan pada pembeli diasumsikan berdistribusi normal dengan rata-rata μ dan standar deviasi σ. Jika jumlah persediaan lebih besar dari permintaan, maka persediaan pembeli akan dikurangi dengan jumlah permintaan. Tetapi jika jumlah persediaan lebih kecil dari permintaan, maka akan terjadi backorder. Permintaan ini akan dipenuhi pembeli pada saat pembeli mendapat kiriman sejumlah Q dari pemasok. Notasi-notasi dalam penelitian ini adalah: D = permintaan tahunan σ = standar deviasi permintaan P = kecepatan produksi tahunan K = biaya set up produksi A = biaya pemesanan pembeli F = biaya pengiriman k = faktor pengaman S E h h π n f(k) = safety stock pada pembeli = ekspektasi jumlah backorder = biaya penyimpanan produk pada pembeli = biaya penyimpanan produk pada pemasok = biaya backorder = frekuensi pengiriman = probability density function dari distribusi normal standar F(k) = cumulative distribution function dari distribusi normal standar TC = total ekspektasi biaya pembeli TC = total ekspektasi biaya pemasok TC = total ekspektasi biaya gabungan

18 2.8 Distribusi Normal Standar Variabel acak kontinu x berdistribusi normal dengan rata-rata μ dan standar deviasi σ > 0, jika fungsi kepadatan peluang f(x, μ, σ) dari variabel acak tersebut adalah: f(x, μ, σ) = dengan: π = nilai konstan 3.14 e = bilangan konstan 2.7183 μ = rata-rata distribusi σ = variansi/ simpangan baku untuk distribusi () e (2.1) Fungsi distribusi kumulatif normal dinotasikan dengan F(x, μ, σ). F(x, μ, σ) merupakan variabel acak berdistribusi normal dengan rata-rata μ dan standar deviasi σ x. Hubungan antara fungsi distribusi kumulatif dan fungsi kepadatan peluang adalah sebagai berikut: F(x, μ, σ) = f(x, μ, σ) dx (2.2) Fungsi kepadatan normal standar ditunjukkan pada gambar berikut (Sudjana, 1996): -3-2 -1 0 1 2 3 Gambar 2.4 Grafik Fungsi Kepadatan Normal Distribusi normal dengan rata-rata μ = 0 dan standar deviasi σ = 1 merupakan distribusi normal standar. Fungsi kepadatan normal standar dinotasikan dengan f (x), dan fungsi distribusi kumulatif normal standar dinotasikan dengan F (x). Maka: f (x) = f(x, 0,1) dan F (x) = F(x, 0,1) (2.3)

19 2.8 Menentukan Besarnya Safety Stock Cadangan pengaman (safety stock) berfungsi untuk melindungi kesalahan dalam memprediksi permintaan selama lead time. Besarnya safety stock tergantung pada ketidakpastian pasokan maupun permintaan. Pada situasi normal, ketidakpastian pasokan bisa diwakili dengan standar deviasi lead time dari pemasok, yaitu waktu antara perusahaan memesan sampai material barang diterima. Sedangkan ketidakpastian permintaan, biayanya diwakili dengan standar deviasi besarnya permintaan per periode. Besarnya safety stock (S ) dapat dirumuskan sebagai berikut: S = k S (2.4) di mana: S = σ L (2.5) Maka, S = k σ L (2.6) 2.9 Menentukan Ekspektasi Backorder Diketahui titik pemesanan kembali ROP = μ + S, maka ekspektasi kekurangan persediaan (backorder) per periode adalah (Chopra, et al, 2001): E = (x ROP)f(x)dx = (x µ S )f(x)dx (2.7) µ Diketahui permintaan selama lead time berdistribusi normal dengan rata-rata μ dan standar deviasi σ, maka diperoleh: () e E = (x µ S ) dx (2.8) µ diketahui z = (µ ), maka dx = σ dz, selanjutnya diperoleh: E = = S (z σ S ) e dz e dz + σ z e dz (2.9)

20 Misalkan F(k) adalah fungsi distribusi kumulatif dan f(k) adalah fungsi kepadatan peluang untuk distribusi normal standar dengan rata-rata 0 dan standar deviasi 1, maka diperoleh: 1 F(k) = f(z)dz e dz = (2.10) Subtitusi w = ke dalam persamaan E, maka diperoleh: E = S 1 F + σ = S 1 F + σ f e dw = k σ L 1 F + σ f = k σ L 1 F + σ Lf Misalkan: Maka: = σ L f k 1 F = σ L(f(k) k[1 F(k)]) (2.11) ψ(k) = f(k) k[1 F(k)] (2.12) E = σ L ψ(k) (2.13)