BAB V PENUTUP. dijabarkan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan :

dokumen-dokumen yang mirip
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pem

2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tamba

2 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara R

BAB V PENUTUP. bab sebelumnya, maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut :

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak akan pernah sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh

TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A PALU IRFAN HABIBIE D ABSTRAK

MENTERI KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DAFTAR TERDAKWA/TERPIDANA PERKARA KORUPSI DARI POLITISI ATAU KADER PARPOL YANG DIVONIS PENGADILAN PADA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ingin meningkatkan pencapaian di berbagai sektor. Peningkatan

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG REMISI

Institute for Criminal Justice Reform

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba

BAB I PENDAHULUAN. Para pelaku tindak pidana tersebut,yang memperoleh pidana penjara

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

BAB III REMISI BAGI TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PP NO 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PP NO 32 TAHUN 1999 TENTANG

Analisis Yuridis Persyaratan Khusus Pembebasan Bersyarat Bagi Narapidana Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Narapidana Hartati Murdaya) ARTIKEL ILMIAH

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 54/PUU-XV/2017 Remisi bagi Narapidana Korupsi

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

PERJANJIAN KERJA SAMA A1\[TARA TENTAIYG

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 1999 TENTANG KERJASAMA PENYELENGGARAAN PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 1999 TENTANG KERJASAMA PENYELENGGARAAN PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PP 57/1999, KERJA SAMA PENYELENGGARAAN PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

elr 24 Sotnuqri f,ole NPM EIALAMA}.{ PERNYATAAN ORISINALITAS Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, Tanda Tangan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.908, 2011 KEMENTERIAN KEUANGAN. Pemberian Premi. Tata Cara.

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE KOORDINASI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.04/2011 TENTANG PEMBERIAN PREMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 243/PMK.04/2011 TENTANG PEMBERIAN PREMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN JL. VETERAN NO. 11

BAB I PENDAHULUAN. merupakan tempat atau kediaman bagi orang-orang yang telah dinyatakan bersalah oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tujuan Pidana

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE KOORDINASI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dan barang bukti, karena keduanya dibutuhkan dalam penyidikkan kasus

BAB III PENUTUP. disimpulkan dalam penelitian ini bahwa dengan dikeluarkannya Peraturan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 31 TAHUN 1999 (31/1999) TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI INSTANSI VERTIKAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan narapidana untuk dapat membina, merawat, dan memanusiakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3547), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 tent

BAB I PENDAHULUAN. landasan pendiriannya yang telah tertuang dalam Undang-Undang Dasar

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Asimilasi. Pembebasan Bersyarat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu

: PAS-HM : PKS LPSWX/2015

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

Strategi RUTAN dan LAPAS yang ada di DKI Jakarta saat ini dalam mengatasi over capacity adalah melakukan penambahan gedung hunian dan

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI III DPR RI DENGAN MENTERI HUKUM DAN HAM RI

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3547), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 tent

[ nama lembaga: Kementerian Hukum dan HAM RI ] 2012

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Analisis Isi Media Judul: MIP No.64 Wacana Revisi PP No 99 Tahun 2012 Periode: 01/01/1970 Tanggal terbit: 19/03/2015

BAB II IMPLEMENTASI PEMBEBASAN BERSYARAT TERHADAP NARAPIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I TANJUNG GUSTA MEDAN

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kedelapan, Permintaan Keterangan Kepada PPATK (Berdasarkan Informasi PPATK

2017, No Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tam

LAMPIRAN-LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II LANDASAN HUKUM PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA PIDANA PENJARA SEUMUR HIDUP Dasar Hukum Pemberian Remisi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. secara terperinci menyatakan sebagai berikut :

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-01.PK TAHUN 2010 TENTANG REMISI SUSULAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

BAB III HASIL PENELITIAN. A. Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Sragen

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. terpercaya terkait dengan Strategi Humas Badan Narkotika Nasional Pada

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEDOMAN PELAKSANAAN RENCANA AKSI PENANGGULANGAN DAN PEMBERANTASAN NARKOBA DI LAPAS/RUTAN DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN

Tahun Sidang : Masa Persidangan : IV Rapat ke :

BAB I PENDAHULUAN. bisa terjadi pada anak dimana apabila anak terkena pidana. Adapun pelaksanaan

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Institute for Criminal Justice Reform

2016, No Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan Pasal 64D ayat (4) Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang

PETUNJUK TEKNIS ANTARA. NOMOR : PAS-07.HM TAHUN 2414 NOMOR : J U KNlSlO 1 llt,l201 4 BARESKRIM

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2016 TENTANG KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KAJIAN YURIDIS PEMBEBASAN BERSYARAT DALAM PERSPEKTIF SISTEM PERADILAN PIDANA TERPADU DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIB TEBO

2011, No tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pe

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Balai pemasyarakatan (BAPAS) klas II Gorontalo dibentuk sesuai dengan Keputusan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Romania, selanjutmya disebut Para Pihak :

Maksudnya adalah bahwa pembimbing kemasyarakatan yang ada di BAPAS. kerjaannya untuk dapat menyelesaikan persoalan tersebut.

2016, No Republik Indonesia Nomor 3614); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyara

2016, No tentang Grasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5150); 2. U

Transkripsi:

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang sudah dijabarkan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan : 1. Pembedaan pengaturan pembebasan bersyarat bagi narapidana tindak tertentu dilatarbelakangi oleh alasan filosofis, yuridis, dan sosiologis. Landasan filosofis diberlakukannya pembedaan pengaturan bagi narapidana tindak pidana tertentu yaitu terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya untuk memperoleh pembebasan bersyarat adalah tuntutan rasa keadilan masyarakat. Ketentuan sebelumnya mengenai syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan yang di dalamnya termasuk pengaturan pembebasan bersyarat, dinilai belum mencerminkan kepentingan keamanan dan rasa keadilan masyarakat secara menyeluruh. Oleh karena itu dibutuhkan pengaturan yang lebih khusus bagi narapidana tindak pidana tertentu untuk mencapai rasa keadilan tersebut. Selanjutnya, landasan yuridis diberlakukannya pembedaan pengaturan bagi narapidana tindak pidana tertentu untuk memperoleh pembebasan bersyarat adalah bahwa tindak pidana tertentu merupakan kejahatan luar biasa yang berdampak luas 139

140 bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Kejahatan luar biasa tersebut dapat menimbulkan kepanikan, kecemasan, atau ketakutan yang luar biasa pula pada masyarakat. Untuk menangani kejahatan luar biasa ini harus digunakan cara-cara khusus bahkan cara-cara yang luar biasa pula. Pemberlakuan pengaturan yang berbeda bagi narapidana tindak pidana tertentu untuk memperoleh pembebasan bersyarat juga dilandasi oleh alasan sosiologis. Landasan sosiologis pengetatan persyaratan untuk memperoleh pembebasan bersyarat bagi narapidana tindak pidana tertentu dilakukan karena tindak pidana tertetu yaitu terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya merupakan kejahatan yang dapat mengakibatkan kerugian yang besar bagi kehidupan masyarakat. Selain itu pengetatan yang dimasukkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 sudah sesuai dengan keyakinan hukum masyarakat bahwa tindak pidana tertentu tersebut merupakan kejahatan luar biasa yang perlu pengendalian khusus. 2. Pelaksanaan pemberian pembebasan bersyarat terhadap narapidana tindak pidana tertentu baik di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Klas IIA Salemba maupun Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Klas I Jakarta Pusat sudah dilakukan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan. Pelaksanaan pemberian pembebasan bagi narapidana tindak pidana tertentu di LAPAS Klas IIA Salemba dilakukan sesuai dengan

141 Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012. Mulai dari bulan Januari 2015 sampai dengan tanggal 19 Januari 2016, usulan pemberian pembebasan bersyarat oleh LAPAS Klas IIA Salemba untuk narapidana tindak pidana tertentu adalah sebanyak 5 (lima) narapidana. Sedangkan, pelaksanaan pembebasan bersyarat bagi narapidana tindak pidana tertentu di BAPAS Klas I Jakarta Pusat, dilakukan dengan pembimbingan bagi klien pemasyarakatan oleh pembimbing BAPAS. Sebanyak 1.859 (seribu delapan ratus lima puluh sembilan) orang klien menjalani pembimbingan dengan baik dengan hasil menjadi baik kembali, diterima di lingkungannya, dan menjalani hidup dengan baik. Namun demikian, ada 30 (tiga puluh) orang klien yang mengalami kegagalan dalam pembimbingan karena melakukan tindak pidana kembali, sehinggak pembebasan bersyarat yang diberikan kepada klien yang bersangkutan harus dicabut. B. Saran Setelah melakukan penelitian guna menjawab rumusan masalah dalam penelitian hukum ini, penulis mencoba memberikan saran-saran sebagai berikut : 1. Perlu dilakukan sosialisasi yang jelas dan menyeluruh mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 kepada masyarakat khususnya warga binaan pemasyarakatan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, terutama ke unit-unit pelaksana teknis seperti

142 Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS). Sosialisasi yang jelas dan menyeluruh akan menumbuhkan kesepahaman antara pemerintah sebagai pembuat peraturan dengan petugas LAPAS dan narapidana yang menjalankan peraturan, agar tidak terjadi penolakan yang mengarah kepada kericuhaan oleh masyarakat terhadap peraturan perundangan yang diberlakukan oleh pemerintah. Pemerintah dapat menjelaskan alasan pemberlakuan pembedaan syarat-syarat untuk memperoleh pembebasan bersyarat bagi narapidana tindak pidana tertentu, serta menerangkan tata cara memperoleh pembebasan bersyarat. Pemerintah juga dapat menampung tanggapan dan aspirasi masyarakat terhadap kebijakan pemerintah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012. 2. Dalam menjalankan fungsimya sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 dalam memberikan pembebasan bersyarat terhadap narapidana tindak pidana tertentu, pemerintah harus berkoordinasi secara tepat dengan instansi lainnya seperti Kepolisian Negara Republik Inonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Badan Narkotika Nasional, dan Kejaksaan. Koordinasi yang baik antara pemerintah dengan instansi-instansi terkait diharapkan dapat memberikan rekomendasi kepada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan sesuai dengan waktu yang telah ditentukanan, agar Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dapat dengan segera memberikan pertimbangan dan

143 keputusan pembebasan bersyarat bagi narapidana tindak pidana tertentu. Koordinasi yang dilakukan dengan tepat akan menghasilkan proses penanganan yang efisien terhadap pembebasan bersyarat bagi narapidana tindak pidana tertentu. 3. Pemerintah harus melakukan analisa yang mendalam terhadap suatu peraturan yang akan diberlakukan. Analisa mendalam dilakukan tidak hanya untuk jangka pendek, tetapi juga mempertimbangkan kemungkinan yang dapat terjadi dalam jangka waktu panjang. Analisa yang dalam diharapkan dapat menanggulangi bahkan mencegah timbulnya dampak-dampak negatif yang tidak diinginkan setelah pemberlakuan suatu peraturan.