PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI FILM Ba 0.4 Sr 0.6 Ti0 3 DIBANDINGKAN DENGAN FILM Ba 0.5 Sr 0.5 Ti0 3

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PELAKSANAAN. Metode penelitian yang dilakukan menggunakan eksperimen murni yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 2.1. Struktur dua dimensi kristal silikon. Ion r (Å) Ion r (Å) Ti 4+ 0,68 Ti 4+ 0,68. Zr 4+ 0,79 Zr 4+ 0,79. Nb 5+ 0,69 Fe 3+ 0,67

METODOLOGI PENELITIAN

Karakterisasi XRD. Pengukuran

2 SINTESA MATERIAL SEMIKONDUKTOR BERBASIS BAHAN FERROELEKTRIK FILM Ba 0,55 Sr 0,45 TiO 3 (BST) Pendahuluan

STUDI EFEK FOTOVOLTAIK BAHAN Ba 0,5 Sr 0,5 TiO 3 YANG DIDADAH GALIUM (BSGT) DI ATAS SUBSTRAT Si (100) TIPE-N. Abraham Marwan

EFEK FOTOVOLTAIK DA PIROELEKTRIK Ba 0,25 Sr 0,7 75TiO 3 (BST) YA G DIDADAH IOBIUM (B ST) ME GGU AKA CHEMICAL SOLUTIO DEPOSITIO. Agung Seno Hertanto

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Irzaman, A Maddu, H Syafutra, dan A Ismangil. Jalan Meranti Gedung Wing S no 3 Dramaga Bogor

PERTEMUAN 2 TEORI DASAR (DIODA)

Dioda Semikonduktor dan Rangkaiannya

STUDI EFEK FOTOVOLTAIK DAN PIROELEKTRIK Ba 0,75 Sr 0,25 TIO 3 (BST) YANG DIDADAH GALIUM (BGST) DI ATAS SUBSTRAT SI (100) TIPE-P ERDIANSYAH PRATAMA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2005 sampai Juni 2006, bertempat di

Struktur dan konfigurasi sel Fotovoltaik

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

III. METODE PENELITIAN

PADA BEBERAPA MOLARITAS DAN KARAKTERISASI SIFAT LISTRIK, SIFAT OPTIK DAN STRUKTUR KRISTALNYA DANIEL VIKTORIUS

BAB I 1 PENDAHULUAN. kemampuan mengubah bentuk radiasi cahaya menjadi sinyal listrik. Radiasi yang

DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DIODA. Program Studi S1 Informatika ST3 Telkom Purwokerto

STUDI FOTODIODE FILM TIPIS SEMIKONDUKTOR Ba 0,6 DIDADAH TANTALUM

ELEKTRONIKA. Bab 2. Semikonduktor

Kata Kunci : film tipis, niobium penta oksida, uji arus-tegangan, intensitas cahaya

TINJAUAN PUSTAKA Bahan Ferroelektrik

TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini dunia elektronika mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini

STUDI EFEK FOTOVOLTAIK DAN PIROELEKTRIK Ba 0,75 Sr 0,25 TIO 3 (BST) YANG DIDADAH GALIUM (BGST) DI ATAS SUBSTRAT SI (100) TIPE-P ERDIANSYAH PRATAMA

Studi Konduktivitas Listrik Film Tipis Ba 0.25 Sr 0.75 TiO 3 Yang Didadah Ferium Oksida (BFST) Menggunakan Metode Chemical Solution Deposition

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Henni Eka Wulandari Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si

KARAKTERISASI SIFAT OPTIK BAHAN BARIUM TITANAT (BaTiO 3 ) DENGAN MENGUNAKAN SPEKTROSKOPI ULTRAVIOLET-VISIBLE (UV-Vis)

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di

Eksperimen HASIL DAN PEMBAHASAN Pengambilan data

LAPORAN AKHIR PKM-P FOTODETEKTOR CAHAYA HIJAU DARI BARIUM STRONTIUM TITANAT (BST) SEBAGAI ALAT PENDETEKSI KADAR GULA DARAHNON-INVASIVE.

STUDI FOTODIODA FILM TIPS BST DIDADAH TANTALUM. Heriyanto Syafutra

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi semakin berkembang seiring dengan

TEORI DASAR. 2.1 Pengertian

Semikonduktor. Sifat. (ohm.m) Tembaga 1,7 x 10-8 Konduktor Silikon pd 300 o K 2,3 x 10 3 Semikonduktor Gelas 7,0 x 10 6 Isolator

Tidak Pengujian Rangkaian Termometer Digital BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Karakterisasi

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA. PEMBUATAN SEL SURYA BERBASIS THIN FILM FERROELEKTRIK Ba 0.55 Sr 0.45 TiO 3

Modul 03: Catu Daya. Dioda, Penyearah Gelombang, dan Pembebanan. 1 Alat dan Komponen. 2 Teori Singkat. Reza Rendian Septiawan February 11, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Bidang elektronik saat ini memegang peranan penting di berbagai sektor

Bagian 4 Karakteristik Junction Dioda

Gambar Semikonduktor tipe-p (kiri) dan tipe-n (kanan)

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PEMBUATAN KAMERA CANGGIH DAN MURAH BERBASIS SENSOR CAHAYA DARI FILM TIPIS Ba 0,55 Sr 0,45 TiO 3 (BST)

UJI SIFAT LISTRIK DAN SIFAT STRUKTUR FOTODIODA FERROELEKTRIK FILM BARIUM STRONTIUM TITANATE

KARAKTERISTIK ARUS DAN TEGANGAN SEL SURYA

ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1996

ANALISIS LANJUTAN. Tingkat Energi & Orbit Elektron. Pita Energi Semikonduktor Intrinsik. Pita Energi Pada Semikonduktor Ter-Doping

Karakteristik dan Rangkaian Dioda. Rudi Susanto

ANALISISIS ENERGY GAP DAN INDEKS BIAS FILM TIPIS Ba 0,5 Sr 0,5 TiO 3 DIDADAH Ga 2 O 3 BERDASARKAN METODE REFLEKTANSI

LATIHAN FISIKA DASAR 2012 LISTRIK STATIS

PEMBUATAN SEL SURYA BERBASIS FILM FERROELEKTRIK BARIUM STRONTIUM TITANATE (Ba 0,5 Sr 0,5 TiO 3 ) MUHAMMAD NUR HILALUDDIN

BAB I PENDAHULUAN. Listrik merupakan kebutuhan esensial yang sangat dominan kegunaannya

Fiki Fahrian*, Rahmi Dewi, Zulkarnain

BAB IV PERHITUNGAN & ANALSIS HASIL KARAKTERISASI XRD, EDS DAN PENGUKURAN I-V MSM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

4 Hasil dan Pembahasan

3 SENSOR SUHU BERBASIS BAHAN FERROELEKTRIK FILM Ba 0,55 Sr 0,45 TiO 3 (BST) BERBANTUKAN MIKROKONTROLER ATMEGA8535. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

D. I, U, X E. X, I, U. D. 5,59 x J E. 6,21 x J

ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1994

Gambar 3.1 Struktur Dioda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Teori Semikonduktor. Elektronika (TKE 4012) Eka Maulana. maulana.lecture.ub.ac.id

LATIHAN UAS 2012 LISTRIK STATIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1

SIFAT OPTIK FILM LITIUM NIOBAT (LiNbO 3 ) YANG DIBUAT DENGAN METODE CHEMICAL SOLUTION DEPOSITION AZAM MAULANA

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mempengaruhi peradaban

Arus Listrik dan Resistansi

Asisten : Robby Hidayat / Tanggal Praktikum :

ELEKTRONIKA. Materi 4 : Fisika Semikonduktor. Oleh: I Nyoman Kusuma Wardana

SIFAT OPTIK FILM TIPIS Ba 0,5 Sr 0,5 TiO 3 DIDADAH Ga 2 O 3 BERDASARKAN METODE TAUC PLOT

VERONICA ERNITA K. ST., MT. Pertemuan ke - 5

DAN RANGKAIAN AC A B A. Gambar 4.1 Berbagai bentuk isyarat penting pada sistem elektronika

1. Perpotongan antara garis beban dan karakteristik dioda menggambarkan: A. Titik operasi dari sistem B. Karakteristik dioda dibias forward

Modul - 4 SEMIKONDUKTOR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO

Fisika EBTANAS Tahun 1996

SEMIKONDUKTOR oleh: Ichwan Yelfianhar dirangkum dari berbagai sumber

KARAKTERISASI TiO 2 (CuO) YANG DIBUAT DENGAN METODA KEADAAN PADAT (SOLID STATE REACTION) SEBAGAI SENSOR CO 2

SIFAT OPTIK DARI FILM TIPIS BARIUM STRONSIUM TITANAT MENGGUNAKAN KARAKTERISASI SPEKTROSKOPI ULTRAVIOLET- VISIBLE. TaufiqHidayat*, Rahmi Dewi, Krisman

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material, Jurusan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dielektrik.gambar 2.1 merupakan gambar sederhana struktur kapasitor. Bahan-bahan

PENENTUAN KOEFISIEN DIFUSI BAHAN SEMIKONDUKTOR LITHIUM TANTALAT (LiTaO3) DI ATAS SUBSTRAT SILIKON (100) TIPE-P PADA VARIASI SUHU AGUS ISMANGIL

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 11. Rangkaian pengukuran karakterisasi I-V.

Pengaruh Temperatur dan Waktu Putar Terhadap Sifat Optik Lapisan Tipis ZnO yang Dibuat dengan Metode Sol-Gel Spin Coating

BINOVATIF LISTRIK DAN MAGNET. Hani Nurbiantoro Santosa, PhD.

FABRIKASI DAN KARAKTERISASI SIFAT OPTIK DARI Ba 1-x Sr x TiO 3 MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER ULTRAVIOLET VISIBLE

Dibuat oleh invir.com, dibikin pdf oleh

Conductor dan Dielektrik

DAFTAR ISI. PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... ii. HALAMAN PENGESAHAN... iii. HALAMAN TUGAS... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN... v. HALAMAN MOTO...

HASIL DAN PEMBAHASAN

4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI SEL SURYA HIBRID ZnO-KLOROFIL

PHOTODETECTOR. Ref : Keiser

Transkripsi:

iii PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI FILM Ba 0.4 Sr 0.6 Ti0 3 DIBANDINGKAN DENGAN FILM Ba 0.5 Sr 0.5 Ti0 3 AYUB IMANUEL A.S DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 iii

iii AYUB IMANUEL A.S. Pembuatan dan Karakterisasi Film Ba 0,4 Sr 0,6 Ti0 3 dibandingkan dengan Film Ba 0,5 Sr 0,5 Ti0 3. Dibimbing oleh Dr.Ir.IRZAMAN, M.Si dan FAOZAN S.Si,M.Si. Abstrak Penelitian dengan menggunakan film Ba 0,4 Sr 0,6 TiO 3 (BST) dibandingkan dengan film Ba 0,5 Sr 0,5 Ti0 3 berdasarkan karakterisasi sifat optik, listrik, dan sensitifitas dengan metode yang sama yaitu sol gel dengan teknik spin coating pada kecepatan putar 3000 rpm selama 30 detik. Proses pembuatan fotodioda Ba 0,4 Sr 0,6 Ti0 3 dengan menumbuhkannya di permukaan substrat Si(100) type-p pada konsentrasi 1 M dan proses annealing pada variasi suhu yaitu 800 o C, 850 o C, 900 o C dengan waktu masing-masing 15 jam. Karakterisasi I-V dilakukan pada kondisi terang dan gelap dengan filter warna hijau, kuning dan merah. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa film bersifat fotodioda. Konduktivitas listrik (σ) dengan variasi suhu 800 o C, 850 o C, 900 o C berturut-turut yaitu 0,36 x 10-4 S/m, 3,77 x 10-4 S/m, 50,25 x 10-5 S/m. Nilai σ tersebut berada dalam rentang σ semikonduktor, sehingga film BST yang dihasilkan merupakan material semikonduktor sedangkan pada karakterisasi konstanta dielektrik (ε) dengan variasi tegangan yaitu 1 volt, 2 volt dan 5 volt yang masing-masing pada suhu 800 o C, 850 o C, 900 o C dapat disimpulkan bahwa konstanta dielektrik bahan semakin besar akibat bertambahnya tegangan. Karakteristik sifat optik dilakukan pada pengukuran absorbansi dan reflektansi film. Pada suhu 800 o C, 850 o C, 900 o C berdasarkan kurva absorbansi yang diperoleh memperlihatkan panjang gelombang yang paling banyak diserap dan dipantulkan berturut-turut yaitu berkisar 340-430 nm, 345-520 nm, 340-1020 nm. Kata Kunci : Film Ba 0,4 Sr 0,6 Ti0 3, annealing, sifat listrik, sifat optik, sifat sensitifitas. iii

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI FILM Ba 0.4 Sr 0.6 Ti0 3 DIBANDINGKAN DENGAN FILM Ba 0.5 Sr 0.5 Ti0 3 AYUB IMANUEL A.S Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Fisika DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 iii

JUDUL NAMA NIM : Pembuatan dan Karakterisasi Film Ba 0.4 Sr 0.6 Ti0 3 Dibandingkan dengan Film Ba 0.5 Sr 0.5 Ti0 3 : Ayub Imanuel A.S : G74061566 Disetujui, Pembimbing Pembimbing (Dr. Ir.IRZAMAN, M.SI) Pembimbing I (FAOZAN S.SI, M.SI) Pembimbing II Diketahui, Ketua Departemen Fisika Dr. Akhiruddin Maddu NIP. 196609071988021006 Tanggal lulus : iii

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat, anugerah serta kasih karunia-nya kepada saya sebagai penulis sehingga dapat menyelesaikan hasil penelitian yang berjudul Pembuatan dan Karakterisasi Film Ba 0.4 Sr 0.6 TiO 3 dibandingkan dengan Film Ba 0.5 Sr 0.5 TiO 3, sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana di Departemen Fisika Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan hasil penelitian ini, yaitu kepada 1. Keluarga (papa, mama, nova, sena, andre) terima kasih atas segala limpahan kasih sayang dan doa yang senantiasa diberikan. 2. Bapak Dr.Ir. Irzaman, M.SI dan Bapak Faozan S.SI, M.SI selaku Dosen pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan dan senantiasa memberikan motivasi sehingga tersusunnya skripsi ini. 3. Bapak Ir. Hanedi Darmasetiawan, MS selaku pihak editor atas saran dan masukannya. 4. Bapak Drs. Mahfuddin Zuhri, MSI yang telah memberikan dukungan dan fasilitas komputer. 5. Prof.Dr.Ir Bungaran Saragih,Msc,dr. Bona Simanungkalit, Hj Meilani Leimena yang terus memberikan motivasi dan saran untuk tetap fokus pada bakat dan minat yang saya miliki. 6. Teman-teman Cisco seperjuangan selama di IPB atas segala bantuan, semangat, kebersamaan yang indah dan tak terlupakan. 7. Teman-teman kesekretariatan GMKI cabang Bogor yang menghadirkan tawa dan semangat. 8. Rekan-rekan fisika angkatan 42,43, 44, 45, dan 46 serta fisika S2 Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan hasil penelitian ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak agar dapat memperbaiki penulisan hasil skripsi kedepannya. Bogor, 6 Februari 2012 Ayub Imanuel A.S iii

RIWAYAT HIDUP Penulis terlahir dari pasangan Adat Jonatan Subakti dan Darmita Vionelita P di Bandung pada tanggal 16 April 1988. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Lulus dari SMA Negeri 1 Ciruas, penulis melanjutkan studinya di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Jurusan Fisika pada tahun 2006 lewat jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Selama kuliah, penulis pernah aktif dikegiatan eksternal kampus sebagai anggota GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia). iii

DAFTAR ISI DAFTAR ISI...vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... x BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan Penelitian... 1 1.3 Perumusan Masalah... 1 1.4 Hipotesis... 1 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Material Ferroelektrik... 1 2.2 Domain... 2 2.3 Polarisasi Saturasi (Ps)... 2 2.4 Polarisasi Remanen (Pr)... 2 2.5 Medan Koersif (EC)... 2 2.6 Barium Stronsium Titanat (Ba x Sr 1-x TiO 3 )... 2 2.7 Substrat-Si (Silikon)... 3 2.8 Dioda... 3 2.9 Fotodioda... 4 2.10 Metode Chemical Solution Deposition... 5 2.11 Metode Volumetric... 6 2.12 Kapasitor dan Konstanta Dielektrik... 6 2.13 Time Constant... 7 2.14 Spektroskopi Optik... 8 2.15 Hasil Karakterisasi Konstanta Dielektrik Film Ba 0.5 Sr 0.5 Ti0 3... 9 2.16 Hasil Karakterisasi I-V meter Film Ba 0.5 Sr 0.5 Ti0 3... 11 2.17 Hasil Karakterisasi Reflektansi dan Absorbansi Film Ba 0.5 Sr 0.5 Ti0 3... 11 2.18 Hasil Karakterisasi Konduktivitas Listrik Film Ba 0.5 Sr 0.5 Ti0 3... 12 BAB III. BAHAN DAN METODE... 12 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian... 12 3.2 Alat dan Bahan... 12 3.3 Metode Penelitian... 12 3.3.1 Pembuatan film Ba 0,4 Sr 0,6 TiO 3 murni... 12 3.3.3 Proses penumbuhan film BST murni... 13 3.3.4 Proses annealing... 13 3.3.5 Pembuatan kontak pada film BST... 13 3.3.6 Metode karakterisasi... 13 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 14 4.1 Karakterisasi Absorbansi dan Reflektansi... 14 4.1.1 Perhitungan nilai energy gap... 15 4.2 Karakterisasi Arus Tegangan... 16 4.3 Karakterisasi Konduktivitas Listrik... 17 4.4 Karakterisasi Konstanta Dielektrik... 18 vi

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 22 5.1 Kesimpulan... 222 5.2 Saran... 22 DAFTAR PUSTAKA... 23 LAMPIRAN... 25 vii

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Kurva histerisis sifat BST... 2 Gambar 2. Struktur Ba 0,25 Sr 0,75 TiO 3... 3 Gambar 3. Struktur dua dimensi kristal silikon... 3 Gambar 4. Struktur pasangan elektron hole dioda... 4 Gambar 5. Forward bias dan reversed bias... 4 Gambar 6. Karakteristik dioda... 4 Gambar 7. Penampang melintang fotodioda.... 5 Gambar 8. Keadaan fotodioda persambungan p-n... 5 Gambar 9. Spin coater... 6 Gambar 10. Kapasitor keping sejajar... 6 Gambar 11. Rangkaian pengisian muatan pada kapasitor... 8 Gambar 12. Hubungan konstanta dielektrik dan film BST murni... 9 Gambar 13. Sinyal keluaran pada osiloskop ketika diberikan tegangan 1 volt... 9 Gambar 14. Sinyal keluaran pada osiloskop ketika diberikan tegangan 2 volt... 10 Gambar 15. Sinyal keluaran pada osiloskop ketika diberikan tegangan 5 volt... 11 Gambar 16. Hubungan arus (I) dan tegangan (V) pada substrat A... 11 Gambar 17. Hubungan arus (I) dan tegangan (V) pada substrat B... 11 Gambar 18. Hubungan arus (I) dan tegangan (V) pada substrat C... 11 Gambar 19. Hubungan arus (I) dan tegangan (V) pada substrat D... 11 Gambar 20. Hubungan antara absorbansi dan panjang gelombang... 11 Gambar 21. Hubungan antara reflektansi dan panjang gelombang... 11 Gambar 22. Indeks bias film BST murni... 12 Gambar 23. Hubungan konduktivitas listrik dan waktu annealing film Ba 0,5 Sr 0,5 Ti0 3... 12 Gambar 24. Proses annealing... 13 Gambar 25. Prototype sel fotovoltaik tampak atas... 13 Gambar 26. Rangkaian penentu konstanta dielektrik film BST murni... 13 Gambar 27. Spektrum absorbansi BST terhadap panjang gelombang... 15 Gambar 28. Spektrum reflektansi BST terhadap panjang gelombang... 15 Gambar 29. Hubungan ln[(r max -R min )/(R-R min )] 2 dan energy gap pada suhu 800 o C... 15 Gambar 30. Hubungan ln[((r max -R min )/(R-R min )] 2 dan energy gap pada suhu 850 o C... 16 Gambar 31. Hubungan ln[(r max -R min )/(R-R min )] 2 dan energy gap pada suhu 900 o C... 16 Gambar 32. Hubungan energy gap dan suhu... 16 Gambar 33. Hubungan arus (I) dan tegangan (V) BST pada kondisi terang dan gelap... 16 Gambar 34. Hubungan arus (I) dan tegangan (V) pada substrat A... 17 Gambar 35. Hubungan arus (I) dan tegangan (V) pada substrat B... 17 Gambar 36. Hubungan arus (I) dan tegangan (V) pada substrat C... 17 Gambar 37. Hubungan konduktivitas listrik dan suhu film Ba 0,4 Sr 0,6 Ti0 3... 17 Gambar 38. Sinyal keluaran osiloskop pada suhu film BST 800 o C... 19 Gambar 39. Sinyal keluaran osiloskop pada suhu film BST 850 o C... 20 Gambar 40. Sinyal keluaran osiloskop pada suhu film BST 900 o C... 21 Gambar 41. Hubungan antara konstanta dielektrik dengan suhu... 21 viii

DAFTAR TABEL Tabel 1. Panjang gelombang berdasarkan spektrum cahaya tampak... 8 Tabel 2. Nilai konstanta dielektrik film BST murni... 9 Tabel 3. Nilai konduktivitas film BST murni berdasarkan perbedaan waktu annealing... 12 Tabel 4. Perbandingan karakterisasi absorbansi dan reflektansi film Ba 0,4 Sr 0,6 Ti0 3 dan Ba 0,5 Sr 0,5 Ti0 3... 15 Tabel 5. Nilai konduktivitas film Ba 0,4 Sr 0,6 Ti0 3 berdasarkan perbedaan suhu annealing... 17 Tabel 6. Perbandingan karakterisasi konduktivitas film Ba 0,4 Sr 0,6 Ti0 3 dan Ba 0,5 Sr 0,5 Ti0 3... 18 Tabel 7. Hasil karakterisasi konstanta dielektrik film Ba 0,4 Sr 0,6 Ti0 3... 21 ix

Lanjutan lampiran 2. Data karakterisasi arus-tegangan (I-V) a. Data karakterisasi substrat 800 o C x DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Diagram alur kerja penelitian... 26 Lampiran 2. Data karakterisasi arus tegangan (I-V)... 27 Lampiran 3. Data substrat film Ba 0,4 Sr 0,6 Ti0 3... 32 Lampiran 4. Pengolahan data konstanta dielektrik... 33 Lampiran 5. Pengolahan data konduktivitas... 34 x

Lanjutan lampiran 2. Data karakterisasi arus-tegangan (I-V) a. Data karakterisasi substrat 800 o C 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi sekarang ini, semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia hal ini dimanfaatkan dan dikembangkan oleh manusia untuk dapat membantu pekerjaan mereka sehingga dapat menyelesaikan segala aktivitas dengan lebih mudah dan efisien. Oleh karena itu, setiap manusia terutama mahasiswa dituntut agar mampu beradaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut. Bidang elektronik saat ini memegang peranan penting diberbagai sektor pembangunan terutama ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini menyebabkan banyak orang melakukan penelitian dan pembuatan alat-alat serta komponen-komponen elektronika yang diharapkan mempunyai sifat dan karakteristik tertentu.penelitian yang belakangan ini menarik perhatian para ahli fisika yaitu material ferroelektrik karena material ini bisa dikembangkan lebih lanjut terhadap device generasi baru sehubungan dengan sifat-sifat unik yang dimilikinya. Material ferroelektrik, terutama yang didasari oleh campuran barium stronsium titanat (BST), diharapkan memiliki energi yang tinggi karena memiliki konstanta dielektrik dan kapasitas penyimpanan muatan yang tinggi sehingga banyak digunakan sebagai FRAM (ferroelectric random access memory) selain itu sifat histerisis dan konstanta dielektriknya yang tinggi dapat diterapkan pada sel memori dynamic random acsess memory (DRAM) dengan kapasitas penyimpanan melampaui 1 Gbit [1]. Sifat piezoelektriknya dapat digunakan sebagai mikroaktuator dan sensor, sifat piroelektrik dapat diterapkan pada infrared sensor, sifat polaryzability dapat diterapkan sebagai non volatile ferroelektrik random acsess memory (NVRAM), serta sifat electro-optic dapat digunakan dalam switch thermal infrared [2]. Tujuan khusus hasil penelitian ini adalah: 1. Melakukan karakterisasi arus tegangan (I-V). 2. Menguji sifat reflektansi dan absorbansi. 3. Menentukan konstanta dielektrik dan waktu konstantnya. 4. Menguji sifat konduktivitas listrik. 1.3 Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah hasil karakterisasi film Ba 0,4 Sr 0,6 TiO 3 murni yang dihasilkan terhadap uji sifat listriknya ( I-V, konduktivitas, absorbansi dan reflektansi serta konstanta dielektrik) dibandingkan dengan film Ba 0,5 Sr 0,5 TiO 3 murni? 2. Apakah pembuatan film Ba 0,4 Sr 0,6 TiO 3 murni dipermukaan substrat silikon type-p dengan variasi waktu tetap yaitu 15 jam pada suhu yang berbeda yaitu 800 o C, 850 o C, 900 o C akan dihasilkan film yang memiliki sensitifitas dan sifat histerisis yang lebih baik dibandingkan film Ba 0,5 Sr 0,5 TiO 3 murni? 1.4 Hipotesis 1. Pembuatan film Ba 0,4 Sr 0,6 TiO 3 murni dipermukaan substrat silikon type-p dengan variasi waktu tetap yaitu 15 jam pada suhu yang berbeda yaitu 800 o C, 850 o C, 900 o C pada karakterisasi I-V, konduktivitas, absorbansi dan reflektansi serta konstanta dielektrik lebih baik dibandingkan film Ba 0,5 Sr 0,5 TiO 3 murni karena komposisi faktor molarnya lebih banyak. 2. Pembuatan film Ba 0,4 Sr 0,6 TiO 3 murni dipermukaan substrat silikon type-p dengan variasi waktu tetap yaitu 15 jam pada suhu yang berbeda yaitu 800 o C, 850 o C, 900 o C akan dihasilkan film yang memiliki sensitifitas dan sifat histerisis yang lebih baik dibandingkan film Ba 0,5 Sr 0,5 TiO 3 murni. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah membuat film BST murni ferrolektrik Ba 0,4 Sr 0,6 TiO 3 murni dengan menggunakan metode chemical solution deposition (CSD) yang kemudian diuji karakteristik sensor cahaya dan sensor suhu dari film BST murni yang dibuat. 2.1 Material Ferroelektrik Material ferroelektrik memiliki kemampuan untuk mengubah arah listrik internal, dapat terpolarisasi secara spontan dan menunjukkan efek histerisis yang berkaitan dengan pergeseran dielektrik dalam menanggapi medan listrik internal. Polarisasi yang terjadi merupakan hasil dari penerapan medan listrik yang mengakibatkan adanya

2 ketidaksimetrisan struktur kristal pada suatu material ferroelektrik [1], selain itu ferroelektrik merupakan material yang memiliki polarisasi listrik dengan adanya medan listrik eksternal, polarisasi ini dapat dihilangkan dengan memberikan medan listrik eksternal yang arahnya berlawanan. Sifat listrik yang ditunjukkan material ini berkaitan dengan sifat listrik mikroskopiknya. Jika jumlah muatan dikali jarak semua elemen dari sel satuan tidak nol maka sel akan memiliki momen dipol listrik. Kurva hubungan antara polarisasi listrik (P) dan kuat medan listrik (E) ditunjukkan pada Gambar 1. Ketika kuat medan listrik ditingkatkan maka polarisasi meningkat cepat (OA) hingga material akan mengalami kondisi saturasi (AB), jika nilai kuat medan listrik mengalami penurunan, polarisasinya tidak kembali lagi ke titik O, melainkan mengikuti garis BC, ketika medan listrik tereduksi menjadi nol, maka material memiliki polarisasi remanan (Pr) (OC), untuk menghapus nilai polarisasi dapat dilakukan dengan menggunakan sejumlah medan listrik pada arah yang berlawanan (negatif). Harga medan listrik untuk mereduksi nilai polarisasi menjadi nol disebut medan koersif (Ec),jika medan listrik kemudian dinaikkan kembali, maka material akan kembali mengalami saturasi, yang bernilai negatif (EF). Putaran kurva menjadi lengkap jika medan listrik dinaikkan lagi yang akhirnya didapatkan suatu kurva hubungan polarisasi (P) Gambar 1. Kurva histerisis sifat BST dengan medan koersif (Ec) yang ditunjukan loop histerisis [3]. Luasan dalam kurva histerisis ini berbanding lurus dengan energi yang didisipasikan dalam proses irreversible pemagnetan dan penghilangan sifat magnet [4]. 2.2 Domain Dalam kristal ferroelektrik, terdapat suatu daerah yang memiliki orientasi dipol yang seragam, yang disebut domain. Struktur dan sifat domain memegang peranan penting dalam penentuan sifat bahan ferroelektrik [5]. 2.3 Polarisasi Saturasi (Ps) Polarisasi saturasi tercapai pada saat seluruh arah orientasi domain searah dengan medan listrik eksternal. Pada keadaan ini nilai polarisasinya tetap walaupun medan listrik eksternal bertambah besar. 2.4 Polarisasi Remanen (Pr) Polarisasi remanen adalah nilai polarisasi Ύ pada bahan ferroelektrik walaupun sudah tidak lagi dipengaruhi medan listrik. 2.5 Medan Koersif (EC) Medan koersif pada bahan ferroelektrik adalah medan yang diperlukan untuk merubah polarisasinya dari nilai polarisasi remanen menjadi nol (P=0). Nilai medan koersif suatu bahan bergantung dari banyak parameter antara lain perlakuan suhu dan perlakuan listrik suatu bahan. 2.6 Barium Stronsium Titanat (Ba x Sr 1- xtio 3 ) Material yang digunakan dalam pembuatan lapisan BST murni ini adalah Ba x Sr 1-x TiO 3 (BST). BST merupakan bahan yang memiliki konstanta dielektrik yang tinggi, serta kapasitas penyimpanan muatan yang tinggi. Pembuatan BST dapat menggunakan peralatan yang cukup sederhana, biaya murah dan dilakukan dalam waktu yang relatif singkat. BST memiliki potensi untuk menggantikan film BST murni SiO 2 pada rangkaian metal oxide semikonduktor (MOS) namun konstanta dielektrik yang dimiliki oleh BST tersebut masih rendah dibandingkan dengan bentuk bulknya. Hal ini berkaitan dengan ukuran mikro, tingkat tekanan yang baik, kekosongan oksigen, formasi lapisan interfacial dan oksidasi pada silikon [6].Struktur BST sendiri berbentuk kubus seperti pada Gambar 2. Ion barium (Ba 2+ ) terletak di ujung rusuk kubus, ion titanium (Ti 4+ ) terletak pada diagonal ruang sedangkan ion oksigen terletak pada diagonal bidang unit sel yang berbentuk kubus. Barium stronsium titanat juga banyak digunakan sebagai FRAM karena memiliki konstanta dielektrik yang tinggi dan kapasitas penyimpanan muatan yang tinggi. BST dapat diaplikasikan dalam berbagai macam piranti seperti konstanta dielektrik yang tinggi sehingga BST dapat digunakan sebagai DRAMs (dynamic access random memories) dan juga dapat diaplikasikan dalam pembuatan multi-layer capasitor (MLC), selain itu BST juga memiliki kapasitas penyimpanan muatan yang tinggi (high charge storage capacity), kebocoran arus yang rendah (low leakage current) dan memiliki kekuatan breakdown yang tinggi pada suhu curie yang dapat diaplikasikan sebagai NVRAM (non volatile random access memories) dan FRAM (ferroelectric random access memories). Suhu Curie material barium titanat murni sebesar 130 C. Dengan penambahan

3 stronsium, suhu barium titanat menurun menjadi suhu kamar [7]. Film BST murni dapat dibuat dengan berbagai teknik antara lain chemical solution deposition sputtering, laser ablasi, MOCVD dan proses sol gel [8]. Persamaan reaksi BST ialah : 0,25Ba(CH 3 COO) 2 +0,75Sr(CH 3 COO) 2 +Ti(C 12 H 28 O 4 )+22O 2 Ba 0,25 Sr 0,75 TiO 3 +H 2 O + 16CO 2 semikonduktor bersifat isolator karena tidak ada elektron yang dapat berpindah untuk menghantarkan listrik. Gambar 3. Struktur dua dimensi kristal silikon Gambar 2. Struktur Ba 0,25 Sr 0,75 TiO 3 (a) Polarisasi ke atas (b) Polarisasi kebawah 2.7 Substrat-Si (Silikon) Silikon adalah unsur yang paling melimpah di kerak bumi setelah oksigen. Sebagian besar unsur bebas silikon tidak ditemukan di alam. Oleh karena itu, silikon dihasilkan dengan mereduksi kuarsa dan pasir dengan karbon yang berkualitas tinggi. Silikon untuk pengunaan semikonduktor dimurnikan lebih lanjut dengan metode pelelehan berzona kristal czochralski. Kristal silikon ini memiliki kilap logam dan mengkristal dengan struktur intan [9]. Silikon oksida (SiO 2 ) digunakan sebagai gate dielektrik karena bentuk non kristal (amorphous) yang sesuai dengan insulator, dengan daya tahan terhadap medan listrik yang tinggi (sekitar 10 MV/cm), kestabilan terhadap panas dan lebih lagi karena kualitas interlayer Si/SiO 2 yang tinggi (jumlah muatan yang terjebak dalam interlayer (<1011/cm). Kualitas Si/SiO 2 ini penting karena merupakan bagian utama channel dari carrier (baik hole atau elektron) melintas. Sampai saat ini belum ada yang bisa menandingi SiO 2 dalam hal daya hantar listrik [10]. Struktur atom kristal silikon, satu inti atom (nucleus) masing-masing memiliki 4 elektron valensi. Ikatan inti atom yang stabil adalah jika dikelilingi oleh 8 elektron, sehingga 4 buah elektron atom kristal tersebut membentuk ikatan kovalen dengan ion-ion atom tetangganya. Pada suhu yang sangat rendah (0 K), struktur atom silikon divisualisasikan seperti pada Gambar 3. Ikatan kovalen menyebabkan elektron tidak dapat berpindah dari satu inti atom ke inti atom yang lain. Pada kondisi demikian, bahan Pada suhu kamar, ada beberapa ikatan kovalen yang lepas karena energi kalor, sehingga memungkinkan elektron terlepas dari ikatannya namun hanya sedikit yang dapat terlepas, sehingga tidak memungkinkan menjadi konduktor yang baik [11]. 2.8 Dioda Dioda adalah sambungan p-n yang berfungsi terutama sebagai penyearah. Bahan type-p akan menjadi sisi anoda sedangkan bahan type-n akan menjadi katoda. Bergantung pada polaritas tegangan yang diberikan kepadanya, dioda bisa berlaku sebagai sebuah saklar tertutup apabila bagian anoda mendapatkan tegangan positif sedangkan katodanya mendapatkan tegangan negatif dan berlaku sebagai saklar terbuka apabila bagian anoda mendapatkan tegangan negatif sedangkan katoda mendapatkan tegangan positif. Kondisi tersebut terjadi hanya pada dioda ideal. Pada dioda faktual (riil), perlu tegangan lebih besar dari 0,7 V (untuk dioda yang terbuat dari bahan silikon). Tegangan sebesar 0,7 V ini disebut sebagai tegangan halang (barrier voltage). Dioda yang dibuat dari bahan germanium memiliki tegangan halang kira-kira 0,3 V [12]. Pada saat dioda tidak diberikan panjar tegangan (unbiased) seperti ditunjukkan Gambar 2.4, terjadi difusi elektron ke segala arah pada setiap tepi-tepi semikonduktor. Beberapa difusi melewati junction, sehingga terbentuk ion positif pada daerah n dan ion negatif pada daerah p, jika ion-ion ini bertambah banyak, maka daerah di sekitar junction akan terjadi kekosongan dari elektron bebas dan hole. Daerah ini disebut dengan depletion region. Pada suatu saat, depletion region akan berlaku sebagai penghalang bagi elektron untuk berdifusi lanjut melalui junction. Diperlukan tegangan tertentu agar elektron dapat menembus penghalang tersebut, yang dikenal dengan istilah tegangan offset.

4 Jika dioda diberi tegangan seperti pada Gambar 5, yaitu kutub positif baterai dihubungkan dengan bahan type-p dan kutub negatifnya dihubungkan dengan bahan type-n, maka rangkaian ini disebut dengan forward biased atau prategangan maju,bila tegangan ini melebihi tegangan yang diakibatkan oleh daerah pengosongan maka forward biased dapat menghasilkan arus yang besar.kutub negatif sumber dapat mendorong elektron pada bahan type-n menuju junction. Elektron ini dapat melewati junction dan jatuh ke dalam hole. Gambar 4. Struktur pasangan elektron (a) kondisi awal,(b) kondisi setelah terjadi difusi elektron, (c) daerah pengosongan atau disebut arus balik (reverse current), disamping itu juga terdapat low leakage current (LLC). Jika keadaan ini terus berlanjut, akan tercapai titik pendobrakan, yang disebut dengan breakdown voltage. Jika sebuah dioda dihubungkan dengan sumber tegangan V in, yang dapat diubah-ubah besarnya, maka akan didapat tegangan (V d ) dan arus (I d ) pada dioda yang berbeda-beda pula dengan menghubungkan titik-titik tegangan dan arus dioda. Pada saat dibalik tegangan panjarnya, maka akan didapat grafik dioda seperti pada Gambar 6, hal ini menjelaskan karakteristik dioda yaitu sebagai komponen non-linear bila diberikan forward biased dioda menjadi sangat tidak konduktif sebelum tegangannya melampaui potensial barrier, sehingga arusnya sangat kecil. Ketika tegangannya mendekati potensial barrier, pasangan elektron-hole mulai melintasi junction diatas 0,7 volt, biasa disebut tegangan lutut (knee voltage), Vg, atau tegangan offset, dioda menjadi sangat konduktif dan mengalirkan arus yang besar. Semakin besar tegangannya, maka arus bertambah semakin cepat. Hal ini menunjukkan, bahwa dioda memiliki tahanan tertentu, disebut tahanan bulk (bulk resistance). Sebaliknya, pada saat dioda dalam bentuk reverse biased, terdapat arus balik yang sangat kecil,jika tegangan ini ditambah, akan dicapai tegangan breakdown, sehingga terjadi peningkatan arus yang sangat besar yang dapat merusakkan dioda, sehingga perlu hati-hati dalam hal memberikan tegangan dioda, agar tidak sampai ke daerah breakdown. Gambar 5. Forward bias dan reversed bias Keterangan : pada gambar sebelah kiri forward bias dan sebelah kanan reversed bias bila ini terjadi, elektron akan dapat terus bergerak melalui hole pada bahan type-p yang ada menuju kutub positif baterai. Sebaliknya, jika sumber tegangan tersebut dibalik polaritasnya, maka rangkaian yang tampak pada Gambar 5. itu disebut dengan reverse biased. Hubungan ini memaksa elektron bebas di dalam daerah n berpindah dari junction ke arah terminal positif sumber, sedangkan hole di dalam daerah p juga bergerak menjauhi junction ke arah terminal negatif. Gerakan ini akan membuat lapisan pengosongan semakin besar sehingga beda potensialnya mendekati harga sumber tegangan. Namun pada situasi ini, masih terdapat arus kecil, arus pembawa minoritas, 2.9 Fotodioda Gambar 6. Karakteristik dioda Fotodioda adalah semikonduktor sensor cahaya yang menghasilkan arus atau tegangan ketika sambungan semikonduktor p-n dikenai cahaya. Fotodioda dapat dianggap sebagai baterai solar, tetapi biasanya mengacu pada sensor untuk mendeteksi intensitas cahaya [13]. Cahaya yang dapat dideteksi oleh fotodioda ini mulai dari cahaya inframerah, cahaya tampak, ultraviolet sampai dengan sinar-x. [13]. Pada Gambar 7 memperlihatkan penampang bagian dari fotodioda. Fotodioda memiliki daerah permukaan aktif yang

5 ditumbuhkan di permukaan substratyang akan menghasilkan persambungan p-n. Ketebalan lapisan yang ditumbuhkan biasanya 1 µm atau lebih kecil pada daerah persambungan lapisanp dan lapisan-n tedapat daerah deplesi. Daerah spektral dan frekuensi aktif dari fotodioda bergantung pada ketebalan lapisan atau doping [13]. Jika cahaya mengenai fotodioda, elektron dalam struktur kristalnya akan terstimulus. Jika energi cahaya lebih besar daripada energy gap (Eg), elektron akan pindah ke pita konduksi, dan meninggalkan hole pada pita valensi. Pada Gambar 8 menunjukkan keadaan fotodioda persambungan p-n, dapat dilihat pasangan elektron-hole terjadi pada lapisan-p dan lapisan-n. Gambar 7. Penampang melintang fotodioda. Gambar 8. Keadaan fotodioda persambungan p-n. di dalam lapisan deplesi, medan listrik mempercepat elektron-elektron ini menuju lapisan-n dan hole menuju lapisan-p. Pasangan elektron - hole dihasilkan di dalam lapisan-n, bersamaan dengan elektron yang datang dari lapisan-p yang bersama-sama menuju pita konduksi di sebelah kiri (pita konduksi). Pada saat itu juga hole didifusikan melewati lapisan deplesi dan akan dipercepat, kemudian hole ini akan dikumpulkan pada pita valensi lapisanp.pasangan elektron-hole yang dihasilkan sebanding dengan cahaya yang diterima oleh lapisan-p dan lapisan-n. Muatan positif dihasilkan pada lapisan-p dan muatan negatif pada lapisan-n. Jika lapisan-p dan lapisan-n dihubungkan dengan rangkaian terbuka (I = 0), elektron akan mengalir dari lapisan-n dan hole akan mengalir dari lapisan-p [13]. 2.10 Metode Chemical Solution Deposition Film BST murni yang memiliki ketebalan sekitar satu mikron ideal biasanya digunakan pada berbagai sensor. Pembuatan film BST murni ini dapat dilakukan dengan cara sputtering, metal organic vapour deposition (MOCVD) dan variasi metode chemical solution deposition. Metode chemical solution deposition (CSD) merupakan cara pembuatan film dengan pendeposisian larutan bahan kimia di permukaan substrat, yang dipreparasi dengan spin coating pada kecepatan putar tertentu,yang biasanya digunakan kecepatan putar 3000 rpm. Spin coating seperti yang terlihat pada Gambar 9 adalah cara yang mudah dan efektif dalam pelapisan film di permukaan substrat datar. Spin coating merupakan teknik pelapisan bahan dengan cara menyebarkan larutan ke permukaan substrat kemudian diputar dengan kecepatan tertentu yang konstan untuk memperoleh lapisan baru yang homogen. Spin coating melibatkan akselerasi dari genangan cairan di substrat yang berputar. Material pelapis di deposisi di tengah substrat. Proses spin coating dapat dipahami dengan reologi atau perilaku aliran larutan pada piringan substrat yang berputar. Mula-mula aliran volumetrik cairan dengan arah radial substrat yang bervariasi terhadap waktu. Pada saat t=0, penggenangan awal dan pembasahan menyeluruh pada permukaan substrat (tegangan permukaan diminimalisasi yakni tidak adanya getaran, noda kering dan sebagainya). Piringan lalu dipercepat dengan kecepatan rotasi yang spesifik sehingga menyebabkan bulk dari cairan terdistribusi secara merata [14]. Ilmu fisika yang melatarbelakangin melibatkan kesetimbangan antara gaya sentrifugal yang diatur oleh kecepatan putar dan viskositas. Beberapa parameter dalam spin coating adalah 1. viskositas larutan 2. kandungan padatan 3. kecepatan sudut 4. waktu putar Proses pembentukan film dipengaruhi oleh dua parameter bebas yaitu kecepatan putar dan viskositas. Rentang ketebalan film yang dihasilkan oleh spin coating adalah 1-200µm. Salah satu keuntungan metode CSD adalah sangat fleksibel untuk komposisi material apapun, sejak persiapan larutan precursor prosesnya cepat dan tiap komposisi material yang diinginkanuntuk dicampur pada komponen awal dengan nisbah yang diinginkan. Selanjutnya tidak diperlukan teknik khusus dan biayanya juga murah [15].

6 Gambar 9. Spin coater 2.11 Metode Volumetric Metode ini dapat dipakai dengan tepat jika film BST murni yang ditumbuhkandipermukaan substrat terdeposisi secara merata. Metode ini dilakukan dengan cara menimbang massa substrat sebelum dilapisi film BST murni dan menimbang substrat setelah perlakuan annealing dan terdapat film BST murni di permukaan substrat, sehingga didapatkan massa film BST murni yang terdeposisi pada permukaan substrat. Ketebalan film BST murni dari metode ini menggunakan rumus (2.1) : Muatan positif tidak dapat mengalir menuju ujung kutup negatif dan sebaliknya muatan negatif tidak bisa menuju ke ujung kutup positif, karena terpisah oleh bahan dielektrik yang non-konduktif. Muatan elektrik ini "tersimpan" selama tidak ada konduksi pada ujung-ujung kakinya. Di alam bebas, fenomena kapasitor ini terjadi pada saat terkumpulnya muatan-muatan positif dan negatif di awan [13]. Kemampuan material untuk polarisasi dinyatakan sebagai permisivitas dan permitivitas relatif (κ) adalah nisbah antara permitivitas material (ε) dengan permitivitas vakum (ε 0 ). Nilai konstanta dielektrik merupakan material yang dapat menyimpan muatan listrik seiring dengan salah satu fungsi kapasitor sebagai penyimpan muatan [16]. Contoh perhitungan konstanta dielektrik dapat dilakukan dengan persamaan (2.2) sebagai berikut : I = I 0 e τ/rc (2.2) Keterangan :arus listrik (I) pada rangkaian, I o yaitu arus listrik di rangkaian kapasitor pada kondisi awal (A), τ yaitu time constant (s), R yaitu hambatan arus (ohm) dan C yaitu kapasistansi substrat BST (F). Nilai maksimum terlihat pada persamaan (2.3) dan (2.4) yaitu terjadi pada saat I = I 0 e, (2.3) Keterangan :e yaitu muatan elektron yang besarnya 1,602 x 10-19 C, sehingga I 0 e = I 0e τ/rc (2.4) 2.12 Kapasitor dan Konstanta Dielektrik Kapasitor adalah piranti yang berfungsi untuk menyimpan muatan dan energi listrik. Kapasitor terdiri dari konduktor yang berdekatan tetapi terisolasi satu dengan lainnya dan membawa muatan yang sama besar namun berlawanan. Struktur sebuah kapasitor terbuat dari dua buah plat metal yang dipisahkan oleh suatu bahan dielektrik seperti terlihat pada Gambar 10. Bahan-bahan dielektrik yang umum dikenal misalnya udara, vakum, keramik, gelas dan lain-lain. Jika kedua ujung plat metal diberi tegangan listrik, maka muatan-muatan positif akan mengumpul pada salah satu kaki (elektroda) metalnya dan pada saat yang sama muatan-muatan negatif terkumpul pada ujung metal yang satu lagi. dengan menggunakan persamaan yaitu pada saat kapasitor terisi penuh secara eksponensial [17], maka nilai kapasitansi didapatkan : sehingga didapat hubungan melalui persamaan (2.5) dan (2.6) yaitu: τ = 5 RC (2.5) Gambar 10. Kapasitor keping sejajar

7 Dari hubungan C = ε r ε o A Keterangan : ε r = permitivitas nisbi d (2.6) ε o = permitivitas vakum dalam ruang hampa = 8.85 x 10-12 C 2 /N m 2 A = luas kontak aluminium (m 2 ) d = ketebalan film (m) C = kapasistansi pada substrat (F) sehingga diperoleh konstanta dielektrik film BST murni seperti pada persamaan : Keterangan : ĸ = ĸ = konstanta dielektrik 2.13 Time Constant C d A ε 0 (2.7) Time konstan atau yang biasa disebut sebagai konstanta waktu merupakan waktu yang dibutuhkan muatan untuk berkurang menjadi 1/e dari nilai awalnya yang biasanya disimbolkan dengan τ dan dirumuskan sebagai τ = RC [4]. Pada kapasitor, muatan disimpan dalam material dielektrik yang mudah terpolarisasi dan mempunyai tahanan listrik yang tinggi sekitar 1011 ohm untuk mencegah aliran muatan di antara pelat kapasitor. Kapasitor dapat digunakan untuk pengisian dan pengosongan muatan. Proses pengisian muatan pada kapasitor dapat dianalisis seperti pada Gambar 11. Asumsikan mula-mula kapasitor tidak bermuatan. Saklar, terbuka pada awalnya, ditutup pada saat t = 0. Muatan mulai mengalir melalui resistor dan menuju plat positif kapasitor. Jika muatan pada kapasitor pada beberapa saat adalah Q dan arus rangkaian adalah I, aturan simpal kirchoffmemberikan hubungan : ε V R V C = 0 (2.8) Keterangan :V R yaitu tegangan jatuh pada resistor (V), V C yaitu tegangan jatuh pada kapasitor (V) dan ε yaitu beda potensial (V), atau ε IR Q C = 0 (2.9) Keterangan : I yaitu arus pada rangkaian (A), R yaitu hambatan pada rangkaian (ohm), Q yaitu muatan pada kapasitor (C) sedangkan C yaitu kapasistansi (F). Dalam rangkaian ini, arus sama dengan laju ketika muatan pada kapasitor meningkat seperti pada persamaan (2.10) : I = + dq dt Keterangan : t yaitu waktu (s) (2.10) Substitusikan persaman (2.10) ke (2.9) sehingga didapatkan persamaan (2.11) : ε = R dq dt + Q C (2.11) pada saat t=0, muatan (Q) pada kapasitor nol dan arusnya I 0 = ε/r. Muatan lalu bertambah dan arus berkurang, seperti tampak pada persamaan (2.9). Muatan mencapai maksimum Q f = Cεketika arus I sama dengan nol. Persamaan (2.11) diubah menjadi bentuk persamaan (2.12) : RC dq dt = Cε Q (2.12) Lalu pisahkan variabel-variabel Q dan t dengan mengalikan tiap sisi dengan dt/rc dan membaginya dengan Cε Q seperti persamaan (2.13) : dq Cε Q = dt RC (2.13) dengan mengintegralkan tiap sisi diperoleh persamaan (2.14) : -ln (Cε-Q)= t/rc+ A (2.14) Keterangan : A adalah konstanta sembarang dengan mengeksponensialkan persamaan (2.14) didapat persamaan (2.15) dan (2.16) : Cε Q = e A e It RC = Be t RC (2.15) atau Q = Cε Be t/rc (2.16) Keterangan : B = e A adalah konstanta. Nilai B ditentukan oleh kondisi awal Q = 0 pada t = 0, dengan membuat t = 0 dan Q = 0 dalam persamaan (2.15) sehingga menghasilkan persamaan (2.17) dan (2.18) yaitu : atau 0 = Cε B (2.17) B = Cε (2.18) dengan mensubstitusikan persamaan (2.16) ke persamaan (2.15) maka didapat persamaan (2.19) yaitu : Q = Cε 1 e t RC = Q f 1 e t τ (2.19) Keterangan : Q f = Cε adalah muatan akhir. Arus diperoleh dengan mendifferensialkan persamaan (2.19) sehingga didapatkan persamaan (2.20) dan (2.21) :

8 atau I = dq t = CεeRC ( 1/RC) (2.20) dt I = ε R (e t/rc ) =I 0 e t/τ (2.21) Keterangan : τ = time constant C Gambar 11. Rangkaian pengisian muatan pada kapasitor Keterangan : S = saklar C = kapasitor (F) ε = beda potensial (V) R = hambatan (ohm) 2.14 Spektroskopi Optik S ε R Sifat optik suatu material semikonduktor diketahui dapat digunakan untuk menentukan lebar celah pita energi (energy gap). Proses absorpsi terjadi ketika foton dengan energi lebih besar dari celah pita energi semikonduktor terserap oleh material. Proses ini biasanya menghasilkan pasangan elektronhole[12]. Sifat optik dapat diketahui juga dari spektrum reflektansi, nilai reflektansi film BST diperoleh dalam bentuk spektrum reflektansi (%) terhadap panjang gelombang (λ) [18]. Pada semikonduktor, koefisien absorpsi (α) merupakan fungsi dari panjang gelombang atau energi foton, ditunjukkan berdasarkan Persamaan (2.4) dan (2.5) : α = 4πĸ e (2.22) λ Keterangan : π yaitu konstanta, κ e adalah koefisien pemadaman (extinction), λ yaitu panjang gelombang (m). α = (hv-e g ) γ (2.23) Keterangan : hv adalah energi foton (ev) pada substart BST, γ adalah konstanta dan E g yaitu energy gap (ev) pada substrat BST. Terdapat dua jenis transisi dari pita ke pita yaitu diizinkan (allowed) dan terlarang (forbidden). Untuk material dengan energy gap yang langsung, transisi kebanyakan terjadi antara dua pita yang memiliki nilai κ yang sama, Transisi langsung yang diizinkan dapat terjadi pada seluruh nilai κ, sedangkan transisi langsung yang terlarang hanya dapat terjadi pada saat κ 0. Untuk transisi langsung perkiraan nilai γ sebesar 1/2 dan 3/2 secara berurutan untuk yang diizinkan dan terlarang [19]. Untuk κ = 0, energy gap didefinisikan hanya transisi yang diizinkan (γ = 1/2) yang terjadi dan ini digunakan untuk menentukan energy gap secara eksperimen. Pada transisi tidak langsung berperan dalam mempertahankan momentum. Pada transisi ini, tiap fonon (dengan energi Ep) ada yang diserap dan ada yang diemisikan, dan koefisien absorpsi(α)dapat dimodifikasi. Energy gap film BST dapat dihitung menggunakan metode Tauc, seperti yang telah dilakukan [20,4]. Metode Tauc ini menggunakan hubungan koefisien absorbansi dengan energi foton yang datang pada film BST. Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menyebutkan bahwa koefisien absorbansi sebanding dengan nilai dari ln[(rmax Rmin)/(R Rmin)] seperti ditunjukkan pada persamaan (2.6) : 2αt = ln[(rmax Rmin)/(R Rmin)] (2.24) Keterangan : t yaitu ketebalan film (m), Rmax dan Rmin nilai maksimum dan minimum dari reflektansi film BST dan R nilai reflektansi yang bersesuaian dengan energi foton. Dengan memplotkan nilai (αhυ) 2 pada sumbu-y dan (hυ) pada sumbu-x akan didapatkan garis lurus pada rentang energygap tertentu, dengan mengekstrapolasi garis lurus ini pada saat nilai dari [ln {(Rmax Rmin)/(R Rmin)}] 2 = 0, didapatkan kisaran energy gapdari film BST [20, 4]. Tabel 1. Panjang gelombang berdasarkan spektra cahaya tampak Spektra Panjang gelombang (nm) Ungu 380-450 Biru 450-495 Hijau 495-570 Kuning 570-590 Jingga 590-620 Merah 620-750

9 2.15 Hasil Karakterisasi Konstanta Dielektrik Film Ba 0.5 Sr 0.5 Ti0 3 Pada penelitian yang dilakukan sebelumnya didapat konstanta dielektrik Film Ba 0.5 Sr 0.5 Ti0 3 yaitu Tabel 2. Nilai konstanta dielektrik film BST murni (c) (d) Waktu annealing film Ba 0,5 Sr 0,5 Ti0 3 (jam) Gambar 12. Hubungan konstanta dielektrik dan waktu annealing film Ba 0,5 Sr 0,5 Ti0 3 (a) (e) Gambar13. Sinyal keluaran pada osiloskop ketika diberikan tegangan 1 volt a) Sinyal keluaran sebelum film BST murni dipasang. b) Sinyal keluaran setelah film BST murni 8 jam annealing dipasang c) Sinyal keluaran setelah film BST murni 15 jam annealing dipasang d) Sinyal keluaran setelah film BST murni 22 jam annealing dipasang e) Sinyal keluaran setelah film BST murni 29 jam annealing dipasang (b)

10 (a) a) Sinyal keluaran sebelum film BST dipasang. b) Sinyal keluaran setelah film BST 8 jam annealing dipasang c) Sinyal keluaran setelah film BST 15 jam annealing dipasang d) Sinyal keluaran setelah film BST 22 jam annealing dipasang e) Sinyal keluaran setelah film BST 29 jam annealing dipasang (b) (a) (c) (b) (d) (c) (e) Gambar 14. Sinyal keluaran pada osiloskop ketika diberikan tegangan 3 volt (d)

11 (e) Gambar 15. Sinyal keluaran pada osiloskop ketika diberikan tegangan 5 volt a) Sinyal keluaran sebelum film BST dipasang. b) Sinya keluaran setelah film BST 8 jam annealing dipasang c) Sinyal keluaran setelah film BST 15 jam annealing dipasang d) Sinyal keluaran setelah film BST 22 jam annealing dipasang e) Sinyal keluaran setelah film BST 29 jam annealing dipasang 2.16 Hasil Karakterisasi I-V meter Film Ba 0.5 Sr 0.5 Ti0 3 Pada penelusuran literatur, didapat karakterisasi I-V meter pada Film Ba 0.5 Sr 0.5 Ti0 3 yaitu Gambar 18. Hubungan arus (I) dan tegangan (V) pada substrat C Gambar 19. Hubungan arus (I) dan tegangan (V) pada substrat D 2.17 Hasil Karakterisasi Reflektansi dan Absorbansi Film Ba 0.5 Sr 0.5 Ti0 3 Pada penelusuran literatur, didapat karakterisasi reflektansi dan absorbansi pada film Ba 0.5 Sr 0.5 Ti0 3 yaitu Gambar 16. Hubungan arus (I) dan tegangan (V) pada substrat A Gambar 20. Hubungan absorbansi dan panjang gelombang Gambar 17. Hubungan arus (I) dan tegangan (V) pada substrat B Gambar 21. Hubungan reflektansi dan panjang gelombang.

12 Gambar 22. Indeks bias film BST murni 2.18 Hasil Karakterisasi Konduktivitas Listrik Film Ba 0.5 Sr 0.5 Ti0 3 Pada penelusuran literatur, didapat karakterisasi reflektansi dan absorbansi pada Film Ba 0.5 Sr 0.5 Ti0 3 yaitu Tabel 3. Nilai konduktivitas film BST murni berdasarkan perbedaan waktu annealing Film BST murni Konduktivitas listrik σ (S/cm) Annealing 8 jam 1,49 x 10-5 Annealing 15 jam 2.05 x 10-5 Annealing 22 jam 2,27 x 10-5 Annealing 29 jam 6,66 x 10-5 Waktu annealing film Ba 0.5 Sr 0.5 Ti0 3 (jam) Gambar 23. Hubungan konduktivitas listrik dan waktu annealing film Ba 0,5 Sr 0,5 Ti0 3 3.2 Alat dan Bahan Alat yang akan digunakan pada penelitian ini adalah neraca analitik model BL 6100, reaktor spin coater, mortal, pipet,pinset, gelas ukur 10 ml, hot plate, gunting, spatula, stopwatch, tabung reaksi, sarung tangan karet, cawan petris, tissue, isolasi, LCR meter, I-V meter, osiloskop, potensiometer, hambatan 10 kω dan 100 kω. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubuk barium asetat [Ba(CH 3 COO) 2, 99%], stronsium asetat [Sr(CH 3 COO) 2, 99%], titanium isopropoksida [Ti(C 12 O 4 H 28 ), 97.999%], 2-metoksietanol, substrat Si (100) type-p, aquades, HF (asam florida), kaca preparat dan alumunium foil 3.3 Metode Penelitian Gambar 12 memperlihatkan skema diagram alir penelitian pembuatan film BST murni, adapun penjelasan tahap-tahap lengkapnya sebagai berikut : 3.3.1 Pembuatan film Ba 0,4 Sr 0,6 TiO 3 murni Substrat yang digunakan adalah substrat Si (100) type-p. Substrat dipotong membentuk segiempat berukuran 0.5 cm x 0.5 cm dengan menggunakan mata intan. Kebersihan substrat sebagai tempat penumbuhan film BST murni perlu dijaga agar film BST murni dapat tumbuh baik dan merata. Substrat Si(100) yang telah dipotong kemudian dicuci dengan menggunakan asam flurida (HF) 5% dicampur dengan aquades sebanyak 2%. Pencucian dilakukan dengan mencelupkan substrat ke dalam larutan,indikator bersih jika air yang ada pada permukaan substrat langsung hilang (gaya kohesi antara air dan substrat kecil). Setelah terlihat indikator tersebut substrat langsung ditempatkan di permukaan spin coating untuk membuang air yang tersisa. BAB III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material dan Laboratorium Biofisika, Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium MOCVD, Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung dari bulan April 2011 sampai dengan bulan Januari 2012. 3.3.2 Pembuatan larutan Ba 0,4 Sr 0,6 TiO 3 murni Film BST murni Ba 0,4 Sr 0,6 TiO 3 yang ditumbuhkan dipermukaan substrat dengan metode CSD dibuat dengan cara mencampurkan barium asetat [Ba(CH 3 COO) 2, 99%] + stronsium asetat [Sr(CH 3 COO) 2, 99%]+ titanium isopropoksida [Ti(C 12 O 4 H 28 ), 97.99%] + 2-metoksi etanol sebagai bahan pelarut. Dalam penelitian ini, digunakan fraksi molar Ba sebesar 0.4 sedangkan fraksi molar Sr sebesar 0,6 agar mendapatkan komposisi yang sesuai dengan yang diharapkan, bahanbahan tersebut sebelumnya diperhalus dengan spatula dan ditimbang dengan menggunakan

13 neraca analitik sebelum dilakukan pencampuran. Setelah bahan-bahan dicampur, larutan dikocok selama satu jam dengan menggunakan ultrasonik yaitu bransonic 2510. Setelah itu larutan disaring dengan kertas saring untuk mendapatkan larutan yang bersifat homogen dan BST siap di deposisi dengan teknik CSD. Persamaan reaksinya ialah : 0,4Ba(CH 3 COO) 2 +0,6Sr(CH 3 COO) 2 +Ti(C 12 H 28 O 4 )+22O 2 Ba 0,4 Sr 0,6 TiO 3 +17H 2 O + 16CO 2 3.3.3 Proses penumbuhan film BST murni Substrat silikon (100) type-p yang telah dicuci dengan larutan asam flurida (HF) 5% dicampur dengan aquades sebanyak 2% siap dilakukan penumbuhan film BST murni dengan menggunakan reaktor spin coating. Piringan reaktor spin coating di tempel dengan doubletip di tengahnya, kemudian substrat diletakkan di permukaan film. Penempelan doubletip ini, agar substrat tidak terlepas saat piringan reaktor spin coating berputar. Substrat yang telah ditempatkan di permukaan piringan spin coating ditetesi larutan BST sebanyak 1 sampai 3 tetes. Kemudian reaktor spin coating diputar dengan kecepatan 3000 rpm selama 30 detik. 3.3.4 Proses annealing Proses annealing pada suhu yang berbeda akan menghasilkan karakterisasi film BST murni yang berbeda dalam hal struktur kristal, ketebalan dan ukuran butir. Substrat (100) type-p yang telah ditumbuhi lapisan BST murni dilakukan proses annealing pada suhu 800 o C, 850 o C, 900 o C pada substrat Si (100) type-p dengan lapisan BST murni. Pada perlakuan pertama yaitu suhu 800 o C dengan kenaikan suhu pemanasan 1,67 0 C/menit yang ditahan selama 15 jam, selanjutnya dilakukan furnace cooling secara manual sampai didapatkan kembali suhu ruang. Pada perlakuan kedua yaitu suhu850 o C dengan kenaikan suhu pemanasan 1,67 0 C/menit, yang ditahan selama 15 jam, selanjutnya dilakukan furnace cooling secara manual sampai didapatkan kembali suhu ruang. Pada perlakuan ketiga yaitu suhu 900 o C dengan kenaikan suhu pemanasan 1,67 0 C/menit yang ditahan selama 15 jam,selanjutnya dilakukan furnace cooling secara manual sampai didapatkan kembali suhu ruang proses annealing dapat ditunjukkan pada Gambar 24. 3.3.5 Pembuatan kontak pada film BST Setelah dilakukan proses annealing, proses selanjutnya adalah persiapan pembuatan kontak yang meliputi proses penganyaman film BST murni dengan ukuran 0.5 cm x 0.5 cm menggunakan aluminium foil. Bahan kontak yang dipilih adalah aluminium 99,999%. Setelah kontak terbentuk maka proses selanjutnya adalah pemasangan hider dan penyolderan kawat tembaga pada kontak, agar proses karakterisasi film BST murni dapat dilakukan dengan mudah. Gambar dari film BST murni yang telah diberi kontak dan hider ditunjukkan oleh Gambar 25. Gambar 24. Proses annealing Gambar 25. Prototype sel fotovoltaik tampak atas Gambar 26. Rangkaian penentu konstanta dielektrik film BST murni 3.3.6 Metode karakterisasi Film BST Ada beberapa metode karakterisasi yang dilakukan pada penelitian ini antara lain : a. Karakterisasi konstanta dielektrik film Ba 0.4 Sr 0.6 Ti0 3 Pada karakterisasi ini, rangkaian yang digunakan adalah rangkaian pada Gambar 26. Dari rangkaian pengukuran ini ditentukan nilai kapasitansi film sedangkan untuk penentuan besar konstanta dielektriknyamenggunakan persamaan (2.1).

14 b. Karakterisasi I-V meter film Ba 0.4 Sr 0.6 Ti0 3 Pengukuran hubungan arus dan tegangan menggunakan alat I-V meter. Data keluaran dari alat I-V meter merupakan nilai arus dan tegangan, kemudian dapat dibuat grafik hubungan tegangan dan arus menggunakan microsoft excel. Dari grafik hubungan tersebut dapat diketahui karakteristik film BST murni yang dibuat, apakah bersifat dioda, resistansi atau kapasitansi. c. Karakterisasi reflektansi dan absorbansi film Ba 0.4 Sr 0.6 Ti0 3 Karakterisasi ini dilakukan untuk mendapatkan spektrum absorbansi dan reflektansi film BST murni sehingga dapat ditentukan daerah serapan panjang gelombang paling besar dari film BST murni. Karakterisasi sifat optik dari film BST murni menggunakan kabel fiber optic sebagai media transmisi gelombang. Tungsten halogen lampdigunakan sebagai sumber gelombang. Perangkat alat kemudian dihubungkan dengan spectrophotometer Vis-NIR ocean optics USB 1000 oceanoptic sebagai detektor. Spectrophotometer Vis-NIR ocean optics USB 1000 oceanoptic mendeteksi panjang gelombang dari 339 nm sampai 1022 nm dengan menggunakan metode refleksi. Spectrophotometer kemudian dihubungkan dengan komputer. Hubungan absorbansi dan reflektansi terhadap panjang gelombang ditampilkan melalui softwarespectra-suite sehingga diperoleh kurva absorbansi terhadap panjang gelombang dan reflektansi terhadap panjang gelombang pada komputer. d. Karakterisasi konduktivitas listrik film Ba 0.4 Sr 0.6 Ti0 3 Konduktivitas film listrik diukur dengan menggunakan LCR meter. Dari alat dan rangkaian listrik tersebut didapatkan nilai konduktansi (G). Nilai resistansi didapatkan dari persamaan R=1/G sedangkan nilai konduktivitas dapat dicari dari persamaan Keterangan : σ = GL A σ = konduktivitas listrik (S/m) L = jarak antara 2 kontak (m) (2.26) G = konduktansi yang terukur pada LCR meter (S) A = luas penampang kontak (m 2 ) BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Semikonduktor yaitu bahan penghantar listrik yang karakteristiknya berada diantara bahan insulator dan konduktor. Film BST yang dibuat merupakan persambungan antara dua buah semikonduktor. Silikon yang digunakan merupakan semikonduktor type-p, sedangkan lapisan BST merupakan semikonduktor typen.persambungan antara type-p dan type-n disebut p-n junction, hal ini memiliki karakteristik seperti dioda. Persambungan p-n berfungsi terutama sebagai penyearah. Bahan type-p menjadi sisi anoda sedangkan bahan type-n menjadi katoda bergantung pada polaritas tegangan yang diberikan pada dioda. Penelitian ini lebih memfokuskan pada pembuatan film Ba 0.4 Sr 0.6 TiO 3 murni dipermukaan substrat silikon type-p yang dilakukan annealing dengan variasi waktu tetap yaitu 15 jam pada suhu yang berbeda yaitu substrat A pada suhu 800 o C, substrat B pada 850 o C dan substrat C pada suhu 900 o C. 4.1 Karakterisasi Absorbansi dan Reflektansi Uji absorbansi dilakukan untuk melihat spektrum serapan film BST, yang selanjutnya dijadikan dasar untuk memilih sumber cahaya yang akan digunakan ketika film BST dijadikan sebagai sensor. Sumber cahaya yang digunakan yaitu panjang gelombang cahaya tampak, sedangkan alat yang digunakan dalam karakterisasi ini yaitu spektrofotometer. Pada hasil karakterisasi absorbansi dapat dilihat pada Gambar 27. Dari Gambar 27 tersebut dapat disimpulkan bahwa substrat A maksimum menyerap panjang gelombang 340 nm yaitu spektrum ultraviolet dan minimum menyerap lebih dari 430 nm pada spektrum ungu, sedangkan substrat B memiliki dua puncak serapan yaitu menyerap panjang gelombang 345 nm pada spektrum ungu dan panjang gelombang 520 nm pada spektrum hijau dan substrat C memiliki dua puncak daerah absorbansi yaitu panjang gelombang 340 nm pada spektrum ungu dan panjang gelombang 1020 nm pada daerah spektrum inframerah. Proses annealing dapat mempengaruhi kemampuan absorbansi BST ketika bekerja terhadap cahaya serta efektivitas rentang panjang gelombang tertentu[22]. Kemungkinan perubahan daerah serapan tersebut disebabkan oleh pertumbuhan butir kristal yang menimbulkan proses pemadatan (densification) dan penyusutan ketebalan film [22]. Disamping itu, annealing juga mempengaruhi ukuran butiran film, butiran menjadi lebih rapat atau kompak, teratur dan homogen [22].

15 Hal ini menunjukkan bahwa homogenitas dan kerapatan butiran kristal dalam film semakin ditingkatkan dengan adanya annealing. Perbandingan karakterisasi absorbansi dan reflektansi pada film Ba 0,4 Sr 0,6 Ti0 3 dan Ba 0,5 Sr 0,5 Ti0 3 dapat terlihat pada suhu 850 o C dan waktu annealing 15 jam, hal ini dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Perbandingan karakterisasi absorbansi dan reflektansi film Ba 0,4 Sr 0,6 Ti0 3 dan Ba 0,5 Sr 0,5 Ti0 3 berdasarkan Tabel 4 dapat disimpulkan bahwa aplikasi maupun penggunaan film Ba 0,4 Sr 0,6 Ti0 3 lebih baik pada spektrum ungu dan hijau sedangkan pada film Ba 0,5 Sr 0,5 Ti0 3 lebih baik menggunakan spektrum biru dan kuning Gambar 27. Hubungan absorbansi dan panjang gelombang pada energy gap [23]. Besarnya energy gap ini berpengaruh pada proses absorpsi dan transmisi foton. Ketika material semikonduktor disinari maka foton diserap dan menimbulkan pasangan elektron-hole.[23] Energy gap adalah suatu celah energi minimal yang harus dimiliki oleh elektron agar dapat berpindah dari pita valensi ke pita konduksi [23]. Elektron pada pita valensi ini dapat berpindah ke pita konduksi dengan penambahan energi eksternal yang berasal dari medan listrik eksternal, energi termal, dan energi energi foton[24], sehingga elektron lebih banyak berada pada pita konduksi, sebaliknya pada pita valensi terjadi hole. Elektron yang tereksitasi saat dikenai energi foton yang dibawa oleh cahaya, membuat kondisi pita konduksi lebih bermuatan negatif, sebaliknya pita valensi lebih bermuatan positif karena kekurangan elektron. Perbedaan pembawa muatan dari dua kondisi potensial yang akan menghasilkan terjadinya arus pada rangkaian luar yang dihubungkan dengan film BST [24]. Nilai reflektansi minimum yang setara dengan nilai absorbansi maksimum, dapat digunakan untuk menghitung energy gap dari sebuah semikonduktor, karena pada rentang panjang gelombang ini merupakan nilai yang maksimal dalam penyerapan energi foton oleh elektron untuk melewati energy gap [25]. Berdasarkan dengan data spektrum reflektansi pada Gambar 28, reflektansi minimum (absorbansi maksimum) terjadi pada panjang gelombang pendek. Berdasarkan spektrum reflektansi, didapat nilai energy gap dari masing-masing substrat BST dengan variasi suhu 800 o C, 850 o C dan 900 o C menggunakan metode Tauc [25] berturut-turut yaitu 3,48 ev, 2,42 ev dan 3,4 ev. Hasil ini sesuai dengan literatur yang memperlihatkan nilai energy gap semikonduktor yaitu berkisar 2,4-4 ev [26]. Gambar 28 Hubungan reflektansi dan panjang gelombang 4.1.1 Perhitungan nilai energy gap Pengukuran sifat optik merupakan hal yang sangat penting dalam penentuan energy gap material semikonduktor. Transisi elektronik yang terjadi akibat foton bergantung Gambar 29 Hubungan [ln( )] 2 dan energy gap pada suhu 800 o C

16 Gambar 30 Hubungan [ln( )] 2 dan energy gap pada suhu 850 o C Gambar 31 Hubungan [ln( energy gap pada suhu 900 o C )] 2 dan Gambar 32 Hubungan energy gap dan suhu pada film BST 4.2 Karakterisasi Arus Tegangan Film BST Karakterisasi tegangan dilakukan untuk melihat sifat dominan dari film BST, apakah bersifat dioda, fotodioda, resistor atau fotoresistor [26].Pengukuran kurva arustegangan (I-V) menggunakan alat I-V meter. Pengukuran tersebut dilakukan dengan dua perlakuan yaitu pada kondisi gelap dan kondisi terang dengan intensitas cahaya 405 lux. Tegangan yang pada sumbu horizontal merupakan variabel bebas. Pada perlakuan yang dilakukan, tegangan yang diberikan dari - 10 V sampai 10 V. Prinsip kerja I-V meter yaitu menghasilkan arus yang terjadi karena saat film BSTmemiliki dua muatan yaitu positif dan negatif yang diberikan tegangan sehinggaelektron dan hole akan berekombinasi dan pergerakan elektron akan menghasilkan arus [26], dengan banyaknya elektron bebas pada film BST maka menyebabkan film BST menjadi lebih konduktif akibat pemberian cahaya [27]. Terjadinya sifat konduktif pada film BST karena adanya energi foton yang diserap oleh elektron sehingga mudah menyebabkan elektron menjadi lebih banyak muncul [27] dari karakteristiki-v yang dilakukan maka dapat diketahui bahwa film BST yang dibuat mempunyai sifat sebagai dioda [27], selain itu dengan adanya perbedaan kurva ketika diberikan cahaya dan tanpa cahaya, maka film BST yang dibuat juga mempunyai sifat sebagai fotodioda[27]. Hal ini terlihat pada Gambar 33, bahwa terdapat pergeseran kurva terang dan gelap, hal ini berarti BST sensitif terhadap cahaya yang datang. Pada penelitian lebih lanjut, dilakukan karakterisasi I-V dengan memvariasikan spektrum sumber cahaya dengan menggunakan filter warna hijau, kuning, dan merah hal ini bertujuan untuk mengetahui kepekaan film BST pada cahaya tampak yang datang. Pada Gambar 34 dapat disimpulkan bahwa pada substrat A spektrum merah lebih sensitif dari spektrum lainnya karena lebih mendekati pada kondisi terang dan spektrum hijau lebih lemah, sedangkan substrat B pada Gambar 35 spektrum yang lebih sentisitif yaitu spektrum hijau dan spektrum kuning karena spektrum tersebut lebih peka terhadap intensitas cahaya yang datang. Pada Gambar 36 yaitu substrat C, spektrum hijau lebih sensitif dari spektrum lainnya karena lebih mendekati pada kondisi terang dan spektrum kuning lebih lemah, kepekaan spektrum cahaya kemungkinan disebabkan oleh rekombinasi elektron dan hole yang terbentuk lebih banyak ketika film diberikan intensitas cahaya[28]. Gambar 33 Hubungan arus (I) dan tegangan (V) BST pada kondisi terang dan gelap

17 Gambar 34 Hubungan arus (I) dan tegangan (V) pada substrat A Gambar 35 Hubungan arus (I) dan tegangan (V) pada substrat B Gambar 36 Hubungan arus (I) dan tegangan (V) pada substrat C 4.3 Karakterisasi Konduktivitas Listrik Pengukuran konduktivitas listrik film BST dilakukan dengan mengukur nilai konduktansinya menggunakan alat LCRmetermodel HIOKI 3522-50. Uji konduktivitas pada penelitian ini bertujuan untuk menentukan apakah bahan film BST yang dibuat termasuk konduktor, semikonduktor atau isolator. Berdasarkan literatur suatu bahan material dikatakan bersifat semikonduktor jika nilai konduktivitas listriknya berkisar antara 10-8 S/cm sampai 10 3 S/cm [28]. Pengaruh suhu annealing terhadap konduktivitas film BST dapat dilihat pada Tabel 5. Pada Tabel 5, diketahui bahwa konduktivitas maksimum film Ba 0,4 Sr 0,6 Ti0 3 terjadi pada suhu 800 o C dan minimum pada suhu 900 o C. Secara umum suhu annealing menurunkan konduktivitas listrik film BST, penurunan ini disebabkan terjadinya peningkatan evaporasi lapisan film BST [28] akibatnya dapat menurunkan jumlah konsentrasi pembawa. Berdasarkan Tabel 5, data nilai σ film Ba 0,4 Sr 0,6 Ti0 3 diperoleh nilai konduktivitas berkisar antara 10-8 S/cm sampai 10 3 S/cm, hal ini sesuai dengan literatur [29] sehingga film Ba 0,4 Sr 0,6 Ti0 3 merupakan bahan material semikonduktor karena nilai σ yang didapat berkisar dalam konduktivitas listrik semikonduktor. Tiga mekanisme transport yang dapat terjadi pada batas butir ialah: emisi termionik, emisi medan termionik, dan emisi medan. Emisi termionik merupakan mekanisme hamburan pada batas butir untuk film semikonduktor polikristalin[30]. Berdasarkan statistic Maxwell Boltzmann, konduksi yang dibatasi oleh emisi termionik atas penghalang potensial Schottky dinyatakan oleh (Seung et al.,2007) σ = L.e 2.N.(2πm*kT) -1/2 exp(-e/kt) (2.27) Keterangan: σ = konduktivitas listrik (S/m), E adalah energi (J), L adalah ukuran butir (m) dan N adalah konsentrasi pembawa muatan (m -3 ). dengan demikian ukuran butir L sangat berpengaruh terhadap konduktivitas material atau resistivitasnya. Pada Tabel 6, dapat dibandingkan berdasarkan pada saat suhu annealing 850 o C dan waktu annealing 15 jam bahwa film Ba 0,5 Sr 0,5 Ti0 3 memiliki konduktivitas yang lebih besar dibandingkan film Ba 0,4 Sr 0,6 Ti0 3 Tabel 5. Nilai konduktivitas film Ba 0,4 Sr 0,6 Ti0 3 berdasarkan perbedaan suhu annealing Suhu annealing film BST Konduktivitas listrik σ (S/m) Suhu 800 o C 3,6 x 10-5 Suhu 850 o C 3,77 x 10-4 Suhu 900 o C 5,025 x 10-4 m Film BST Gambar 37 Hubungan konduktivitas listrik dan suhu film Ba 0,4 Sr 0,6 Ti0 3

18 Tabel 6. Perbandingan karakterisasi konduktivitas film Ba 0,4 Sr 0,6 Ti0 3 dan Ba 0,5 Sr 0,5 Ti0 3 (c) 4.4 Karakterisasi Konstanta Dielektrik Kapasitansi adalah kemampuan penyimpanan muatan untuk suatu perbedaan potensial tertentu. Satuan dari kapasitansi adalah coulomb per volt, yang disebut farad (F). Ketika ruang di antara dua konduktor pada kapasitor diisi dielektrik, kapasitansi naik sebanding dengan faktor ĸ yang merupakan karakteristik dielektrik dan disebut konstanta dielektrik.karakterisasi konstanta dielektrik didapat menggunakan rangkaian listrik seperti pada Gambar 26 dengan frekuensi 20 khz dan hambatan 10 kω dengan variasi frekuensi input pada range10 khz, 20 khz, 30 khz, 100 khz, 250 khz, 500 khz, 1 MHz sehingga hasil outputnya dapat dilihat pada layar osiloskop, sehingga dari grafik osiloskop pada gambar 39, 40 dan 41 tersebut dapat dihitung time constant (τ) serta kapasitansi dan konstanta dielektriknya [17]. (d) (e) (a) (f) (b) (g)

19 (h) Gambar 38 Sinyal keluaran osiloskop pada suhu film BST 800 o C Keterangan : a. Sinyal keluaran sebelum film BST dipasang. b. Sinyal keluaran setelah film BST diberi frekuensi 10 khz c. Sinyal keluaran setelah film BST diberi frekuensi 20 khz d. Sinyal keluaran setelah film BST diberi frekuensi 30 khz e. Sinyal keluaran setelah film BST diberi frekuensi 100 khz f. Sinyal keluaran setelah film BST diberi frekuensi 250 khz g. Sinyal keluaran setelah film BST diberi frekuensi 500 khz h. Sinyal keluaran setelah film BST diberi frekuensi 1MHz (c) (d) (e) (f) (a) (g) (b)

20 (h) Gambar 39 Sinyal keluaran osiloskop pada suhu film BST 850 o C Keterangan : a. Sinyal keluaran sebelum film BST dipasang. b. Sinyal keluaran setelah film BST diberi frekuensi 10 khz c. Sinyal keluaran setelah film BST diberi frekuensi 20 khz d. Sinyal keluaran setelah film BST diberi frekuensi 30 khz e. Sinyal keluaran setelah film BST diberi frekuensi 100kHz f. Sinyal keluaran setelah film BST diberi frekuensi 250 khz g. Sinyal keluaran setelah film BST diberi frekuensi 500 khz h. Sinyal keluaran setelah film BST diberi frekuensi 1 MHz. (c) (d) (e) (f) (a) (b) (g)

21 Tabel 7. Hasil karakterisasi konstanta dielektrik film Ba 0,4 Sr 0,6 TiO 3 (h) Gambar 40 Sinyal keluaran osiloskop pada suhu film BST 900 o C Keterangan : a. Sinyal keluaran sebelum film BST dipasang. b. Sinyal keluaran setelah film BST diberi frekuensi 10 khz c. Sinyal keluaran setelah film BST diberi frekuensi 20 khz d. Sinyal keluaran setelah film BST diberi frekuensi 30 khz e. Sinyal keluaran setelah film BST diberi frekuensi 100 khz f. Sinyal keluaran setelah film BST diberi frekuensi 250 khz g. Sinyal keluaran setelah film BST diberi frekuensi 500 khz h. Sinyal keluaran setelah film BST diberi frekuensi 1MHz Berdasarkan Gambar 38, 39 dan 40, dapat dianalisa bahwa kelengkungan pada sinyal kotak menunjukkan adanya penyimpanan muatan pada material tersebut. Penyimpanan muatan ini dapat mengindikasikan bahwa film Ba 0,4 Sr 0,6 Ti0 3 bersifat kapasitor. Pada variasi suhu konstanta dielektrik terlihat semakin kecil akibat bertambahnya suhu annealing, hal ini dilihat berdasarkan Tabel 7, pada suhu 900 o C nilai kontanta dielektrik paling rendah dibandingkan dengan suhu lainnya, turunnya nilai konstanta dielektrik akibat ketebalan film BST semakin kecil karena terjadi penguapan pada film BST akibat kenaikan suhu annealing[30]. Gambar 41 Hubungan konstanta dielektrik dengan suhu Penelitian lebih lanjut yaitu variasi frekuensi pada range 10 khz, 20 khz, 30 khz, 100 khz, 250 khz pada masing-masing suhu 800 o C, 850 o C, 900 o C, dapat dilihat pada Tabel 7 dapat disimpulkan bahwa konstanta dielektrik semakin kecil akibat bertambahnya frekuensi dan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil ini yaitu ketebalan film serta ketelitian dalam membaca gambar pada osikoskop. Pada frekuensi 500 khz dan 1 MHz, frekuensi sumber lebih cepat dibandingkan frekuensi pengisian film BST mengakibatkan polarisasi listrik yang terbentuk lebih cepat pada saat pengisian dan pengosongan muatan pada film BST. Film Ba 0,4 Sr 0,6 Ti0 3 pada suhu annealing 850 0 C dan waktu annealing 15 jam memiliki nilai konstanta dielektrik yang lebih besar daripada film Ba 0,5 Sr 0,5 Ti0 3 yaitu sebesar 24 khz pada frekuensi 10 khz hal ini sesuai dengan persamaan 2.29 yaitu C = ĸ C o Keterangan : C yaitu diantara plat ada bahan (F), ĸ yaitu konstanta dielektrik, C 0 yaitu diantara plat vakum (F). Persambungan p-n yang terbentuk pada film BST dan substrat, film BST yang bertipe n memiliki muatan negatif bebas serta ion positif statik sedangkan substrat memiliki muatan positif bebas dan ion negatif statik, tepat pada daerah sambungan dan sekitarnya terjadi difusi muatan bebas yaitu elektron menuju type p dan hole menuju type n[32].