Faktor-Faktor Pembentuk Kepribadian Matang. Pada Dewasa Awal. Yang Mengalami Perceraian Orangtua. Wisnu Sri Hertinjung; Arizka Diah Prawitasari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. faktor yang secara sengaja atau tidak sengaja penghambat keharmonisan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan terpenting bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan seluruh keluarga. Karena tujuan perkawinan adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan menjadi tempat yang penting dalam perkembangan hidup seorang manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. penuh kedamaian, kesejukan, dan ketenangan lahir batin dalam lingkungan

KEPRIBADIAN TANGGUH PADA SISWA KORBAN KEKERASAN TEMAN SEBAYA

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki

Perkembangan Sepanjang Hayat

PERAN KELUARGA INTI DALAM MENUMBUHKAN MOTIVASI BELAJAR REMAJA

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merawat dan memelihara anak-anak yatim atau yatim piatu. Pengertian yatim

BAB II LANDASAN TEORI. arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

perkawinan yang buruk dimana apabila antara suami istri tidak mampu lagi mencari jalan penyelesaian masalah yang dapat memuaskan kedua belah pihak (Hu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak apabila dapat memilih, maka setiap anak di dunia ini akan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. kedudukan yang primer dan fundamental. Pengertian keluarga disini berarti nuclear family

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap orang lain, khususnya terhadap lawan jenis. Perasaan saling mencintai,

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga itu adalah yang terdiri dari orang tua (suami-istri) dan anak. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahkan sampai merinding serta menggetarkan bahu ketika mendengarkan kata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan sebagai jalan bagi wanita dan laki-laki untuk mewujudkan

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel

SUSI RACHMAWATI F

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. Makna hidup (the meaning of life) adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal ini adalah rumah tangga, yang dibentuk melalui suatu perkawinan

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak merupakan generasi penerus dan aset pembangunan. Anak menjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak

STRATEGI COPING DALAM MENGHADAPI PERMASALAHAN AKADEMIK PADA REMAJA YANG ORANG TUANYA MENGALAMI PERCERAIAN NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB I PENDAHULUAN. mengenal awal kehidupannya. Tidak hanya diawal saja atau sejak lahir, tetapi keluarga

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

POLA ASUH KELUARGA BROKEN HOME DALAM PROSES PERKEMBANGAN ANAK DI DESA SUMBEREJO, KECAMATAN MADIUN, KABUPATEN MADIUN ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

B A B PENDAHULUAN. Setiap manusia yang lahir ke dunia menginginkan sebuah kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tipe Kepribadian Tangguh (Hardiness) Istilah kepribadian ( personality) berasal dari bahasa Yunani kuno, persone

PENDAHULUAN Latar Belakang

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam perjalanan hidupnya manusia melewati fase-fase kehidupan sejak ia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang

PERBEDAAN KONSEP DIRI NEGATIF ANTARA REMAJA YANG SEKOLAH DAN REMAJA YANG PUTUS SEKOLAH. Nurul Uliyah Fakultas Psikologi Universitas Yudharta Pasuruan

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa di Indonesia sebagian besar masih berusia remaja yaitu sekitar

BAB I PENDAHULUAN. dengan keterikatan aturan, emosional dan setiap individu mempunyai peran

PERKEMBANGAN PSIKOLOGIS ANAK USIA DINI KORBAN BROKEN HOME

Transkripsi:

Faktor-Faktor Pembentuk Kepribadian Matang Pada Dewasa Awal Yang Mengalami Perceraian Orangtua Wisnu Sri Hertinjung; Arizka Diah Prawitasari Fakultas Psikologi UMS Abstrak Perceraian orangtua merupakan situasi hidup yang traumatik karena anak kehilangan figur orangtua secara utuh. Dampak perceraian begitu besar, dapat berupa ketidakstabilan emosi, mengalami rasa cemas, tertekan, dan kemarahan, selain itu tidak adanya figur orangtua dapat menyebabkan anak terjerumus pada hal-hal negatif dari lingkungan teman sebaya. Perceraian yang terjadi pada pasangan suami istri, apapun alasannya, akan selalu berakibat buruk pada anak, meskipun dalam kasus tertentu perceraian dianggap merupakan alternatif terbaik daripada membiarkan anak tinggal dalam keluarga dengan kehidupan pernikahan yang buruk. Tujuan yang ingin dicapai adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadian matang pada dewasa awal yang mengalami perceraian orangtua. Data diperoleh dari 3 orang dewasa awal berkepribadian matang yang mengalami perceraian orangtua, dengan menggunakan metode observasi dan wawancara. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif yaitu berupa paparan, uraian dan gambaran. Dari hasil analisis data diketahui bahwa faktor-faktor yang membentuk kepribadian matang pada dewasa awal yang mengalami perceraian orang tua dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berupa: motivasi dan semangat untuk bangkit dari keterpurukan paska perceraian orangtua, pengalamanpengalaman bermakna yang dialami dalam kehidupan. Faktor eksternal yang berperan dalam pembentukan kepribadian matang remaja, berupa dukungan dari keluarga, teman, dan lingkungan yang kondusif serta pergaulan yang positif. Kata kunci: perceraian, keluarga, kepribadian. 24

Latar Belakang Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku, perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah belajar menghormati orang yang lebih tua serta membantu menyelesaikan berbagai masalah yang timbul. Orangtua diharapkan dapat membantu anak dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan untuk mengatasi masalah secara realistik dan simpati. Oleh karena itu, keluarga sebagai tempat untuk mengkondisikan pemberian nilai positif pada anak. Di sisi lain, keluarga sering kali menjadi sumber konflik bagi sejumlah orang. Suasana keluarga yang tidak harmonis sering mendorong terjadinya konflik antara kedua orang tua. Salah satu hal yang menjadi ketakutan besar bagi seorang anak adalah perceraian orangtua. Ketika perceraian terjadi, anak akan menjadi korban utama. Orangtua yang bercerai harus tetap memikirkan bagaimana membantu anak untuk mengatasi penderitaan akibat perpisahan orangtuanya. Kasus perceraian semakin marak terjadi di lingkungan sekitar maupun melalui pemberitaan mass media. Tahun 2009 lalu, perkara perceraian yang diputus Pengadilan Agama/Mahkamah Syar iyah mencapai 223.371 perkara. Namun demikian, selama sembilan tahun terakhir, tiap tahun rata-rata terdapat 161.656 perceraian. Artinya, jika diasumsikan setahun terdapat dua juta peristiwa perkawinan, maka 8 % di antaranya berakhir dengan perceraian (dalam Hermansyah, 2010). Perceraian orangtua dianggap sebagai salah satu penyebab utama kegagalan masa depan anak. Anak dapat kehilangan orientasi masa depan karena kehilangan kasih sayang orangtua. Pada umumnya setiap anak menginginkan keutuhan keluarga. Menurut Wardoyo (dalam Amelia, 2008) perceraian merupakan kegagalan dalam mengembangkan dan menyempurnakan cinta antara suami-istri. Perceraian merupakan pengalaman yang menyedihkan dan menyakitkan pada suami, istri maupun anak-anak. Remaja yang sedang berkembang sangat rentan terhadap konsekuensi yang berhubungan dengan perceraian. Teori perkembangan Psikososial dari Erikson ( dalam Sager, 2009) menjelaskan tahap-tahap tertentu di mana orang berkembang berinteraksi dengan dunia sosial. Dalam teori perkembangan Erikson masa remaja sebagai masa mengidentifikasi peran versus kebingungan. Sementara pembentukan mengidentifikasi ada di seluruh tahap-tahap sebelumnya, hal ini sangat penting selama masa remaja. Selain perubahan pubertas, remaja menjadi sibuk dengan masa depan mereka dan bersosialisasi di dunia sosial yang lebih luas (Crain dalam Sager, 2009). Tingkat stres tinggi dikombinasikan dengan hambatan-hambatan yang disebabkan oleh perceraian dapat mengganggu perkembangan ini menjadi tonggak kebingungan (Devaris dalam Sager, 2009). Menurut tahap perkembangan kepribadian Jung (dalam Feist, 2009) periode dewasa muda ditandai dari pubertas sampai masa pertengahan (paruh baya). Dewasa muda 25

mencoba bertahan untuk mencapai kebebasan fisik dan psikis dari orangtuanya, mendapatkan pasangan, membangun keluarga, dan mencari tempat di dunia ini. Menurut Jung (dalam Feist, 2009), masa muda seharusnya menjadi periode ketika aktivitas meningkat, mencapai kematangan seksual, menumbuhkan kesadaran, dan pengenalan bahwa dunia dimana ia berada tidak ada masalah. Kesulitan utama yang dialami anak-anak muda adalah bagaimana mereka bisa mengatasi kecenderungan alami untuk menyadari perbedaan yang teramat tipis antara masa muda dengan kanak-kanak yaitu dengan menghindari masalah yang relevan sesuai periodenya. Terlepas dari usia anak selama orangtua bercerai, dampak perceraian orangtua terutama menonjol selama masa dewasa muda ketika memulai membangun hubungan romantis mereka sendiri (Franklin, dkk dalam Sager, 2009). Cherlin, Chase-Lansdale, & McRae (dalam Sager, 2009) memperkuat temuan ini dalam penelitian longitudinal yang dilakukan, yang menunjukkan peningkatan masalah-masalah emosional yang berhubungan dengan perceraian ketika anak mencapai usia dewasa muda. Dampak perceraian orang tua semakin muncul pada saat anak memasuki usia dewasa awal, dalam menjalin keintiman. Sebuah penelitian dari studi kasus di Desa Pengauban Kecamatan Lelea Kabupaten Indramayu (Ulpatusalicha, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009) diperoleh hasil bahwa perceraian orangtua berdampak negatif pada kehidupan anak, namun ada pula anak yang mampu mengatasi dampak tersebut, itu dikarenakan faktor dari individu dan latar belakang orangtua yang mampu memberi penjelasan, dan harapan yang timbul dari anak-anak korban perceraian yaitu dengan berfikir bahwa kegagalan orangtuanya dapat dijadikan pelajaran agar ia tidak seperti orangtuanya yang memilih jalan perceraian, dan ini juga menjadi bekal mereka untuk menuju masa depan yang lebih baik. Dari hasil penelitian tersebut, reaksi yang dimunculkan dari peristiwa perceraian sangat beragam. Perceraian tidak selalu berdampak negatif bagi anak, tidak semua anak korban perceraian menjadi terguncang karena peristiwa perpisahan orangtuanya, anak berfikir bahwa kegagalan orangtua adalah suatu pelajaran yang berharga untuk masa depan mereka. Anak menjadi kuat dan tabah dalam menerima, hal ini berkaitan dengan kepribadian tangguh atau hardiness personality. Anak-anak dengan orangtua yang bercerai menunjukkan reaksi yang beragam, begitupun dengan kepribadian yang terbentuk. Perceraian sebagai suatu pengalaman traumatik dapat menjadikan anak menjadi tangguh, berkepribadian matang ataupun sebaliknya. Berdasarkan hasil penelitian dari Prawitasari (2011), diketahui bahwa perceraian orangtua menjadi pengalaman yang traumatik sekaligus bermakna serta mempunyai andil dalam pembentukan kepribadian matang. Ciri-ciri kepribadian matang pada dewasa awal yang mengalami perceraian orangtua adalah sebagai berikut: Bersemangat dalam menjalani aktivitas, berinteraksi penuh terhadap kegiatan-kegiatan masyarakat, mengekspresikan 26

kasih sayang serta berempati kepada orang lain, mampu mengendalikan emosi dan mempunyai kontrol diri, bertanggungjawab dalam tugas-tugas dan pekerjaan, menerima kenyataan hidup dan menjadikan pengalaman hidup sebagai pelajaran berharga, mempunyai prinsip dan tujuan hidup, mensyukuri kehendak Tuhan dan meningkatkan religiusitas. Kepribadian merupakan hasil pengaruh hereditas dan lingkungan. Menurut Thomas dan kawan-kawan, kepribadian dibentuk oleh temperamen dan lingkungan yang terus menerus saling mempengaruhi. Thomas selanjutnya menerangkan bahwa jika kedua pengaruh itu harmonis, orang dapat mengharap perkembangan kepribadian yang sehat, jika tidak harmonis, masalah perilaku hampir pasti akan muncul (dalam Nuraeni, 2006). Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa kepribadian matang yang dimiliki oleh dewasa awal yang mengalami perceraian merupakan hasil proses panjang yang telah dilalui oleh dewasa awal sepanjang masa kehidupannya. Dapat dipahami jika kepribadian matang yang terbentuk merupakan interaksi dari berbagai faktor yang mempengaruhi kehidupan dewasa awal, dimana faktor-faktor tersebut bukan sesuatu yang ideal, mengingat adanya peristiwa traumatik yang pernah dialami berupa perceraian orangtua. Dengan demikian, pembentukan kepribadian matang dewasa awal yang pernah mengalami perceraian orangtua tentu saja tidak sama dengan individu-individu yang kehidupannya lebih harmonis dan tidak pernah memiliki pengalaman traumatis. Dari hal tersebut, maka muncul keingintahuan penulis mengenai apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadian matang pada dewasa awal yang mengalami perceraian orangtua. Dengan demikian, penulis mengambil judul tulisan: Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadian matang pada dewasa awal yang mengalami perceraian orangtua. Landasan Teori Kepribadian Gordon Allport (dalam Suryabrata, 2005) merumuskan kepribadian sebagai sesuatu yang terdapat dalam diri individu yang membimbing dan memberi arah kepada seluruh tingkah laku individu yang bersangkutan. Kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik individu yang menentukan tingkah laku dan pikiran individu secara khas. Hartman (dalam Susilo, 2009) mengungkapkan bahwa setiap orang memiliki kepribadian dasar. Kepribadian seseorang telah terbentuk sejak napas pertama ditiupkan di dalam kandungan. Kepribadian seseorang memang dapat berkembang, tetapi tidak akan keluar dari sifat-sifat inti atau dasarnya. Kepribadian adalah inti pikiran dan perasaan di dalam diri seseorang yang memberitahu bagaimana ia membawa diri. Kepribadian 27

merupakan daftar respon berdasarkan nilai-nilai dan kepercayaan yang dipegang kuat. Kepribadian akan mengarahkan reaksi emosional seseorang di samping rasional terhadap setiap pengalaman hidup. Faktor-faktor yang membentuk kepribadian (Susilo, 2009) : 1. Faktor Internal : ialah segala sesuatu yang telah dibina oleh individu sejak lahir, baik yang bersifat kejiwaan maupun yang bersifat kebutuhan 2. Faktor eksternal : ialah segala sesuatu yang ada di luar manusia. Kepribadian merupakan hasil pengaruh hereditas dan lingkungan. Menurut Thomas dan kawan-kawan, kepribadian dibentuk oleh temperamen dan lingkungan yang terus menerus saling mempengaruhi. Thomas selanjutnya menerangkan bahwa jika kedua pengaruh itu harmonis, orang dapat mengharap perkembangan kepribadian yang sehat, jika tidak harmonis, masalah perilaku hampir pasti akan muncul (dalam Nuraeni, 2006). Ciri-ciri kepribadian matang Allport (dalam Schultz, 1991) : 1. Perluasan perasaan diri 2. Hubungan diri yang hangat dengan orang lain 3. Keamanan emosional 4. Persepsi realistis 5. Keterampilan-keterampilan dan tugas-tugas 6. Pemahaman diri 7. Filsafat hidup Perceraian Perceraian diartikan sebagai pecahnya suatu unit keluarga. Terputusnya atau retaknya struktur keluarga disebabkan karena fungsi keluarga yang tidak berjalan semestinya. Perceraian sedikit banyak akan mempengaruhi lingkungan keluarga, khususnya anak, karena perceraian bagi anak akan berdampak pada penentuan status anak maupun interaksi anak dengan orang tuanya setelah perceraian. Ketika anak-anak tinggal bersama kedua orangtua, anak-anak mungkin mengetahui adanya pertengkaran atau bahkan kekerasan. Anak-anak menyadari bahwa orangtua mereka tidak bahagia dan anakpun tidak menyukai kondisi tersebut. Selama kedua orangtua tinggal bersama dengan anak, anak mempunyai harapan bahwa setiap masalah yang timbul akan berakhir (dalam Mitchell, 1992). Ketika perceraian terjadi anak-anak akan mendapati salah satu orangtuanya tidak tinggal bersama mereka lagi. Bahkan beberapa anak tidak menyadari akan perpisahan orangtuanya (dalam Mitchell, 1992). Perpisahan bukan hanya satu-satunya peristiwa bagi anak, tetapi merupakan sekumpulan perubahan. Anak biasanya dapat menyesuaikan diri dalam perubahan praktis 28

seperti pindah rumah, sekolah, dapat diterima dengan mudah. Kesulitan yang lebih dalam yang timbul dalam sisi dalam diri anak adalah perubahan emosi yang tidak terlihat (dalam Mitchell, 1992). Faktor-faktor Pembentuk Kepribadian Matang pada Dewasa Awal yang Mengalami Perceraian Orangtua Perceraian merupakan peristiwa traumatik dan pengalaman buruk bagi yang mengalami, peristiwa tersebut dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan baik pasangan yang bercerai maupun anak-anak. Terlepas dari usia anak saat orangtua bercerai, dampak perceraian orang tua terutama menonjol selama masa dewasa muda ketika memulai membangun hubungan romantis mereka sendiri (Franklin dkk dalam Sager, 2009). Cherlin, Chase-Lansdale, & McRae (dalam Sager, 2009) memperkuat temuan ini dalam penelitian longitudinal yang dilakukan, yang menunjukkan peningkatan masalah-masalah emosional yang berhubungan dengan perceraian ketika anak mencapai usia dewasa muda (D'Onofrio dkk dalam Sager, 2009). Jung (dalam Feist, 2009) percaya bahwa kepribadian berkembang melalui serangkaian tahap yang berujung pada sebuah keutuhan pribadi atau realisasi diri, artinya kepribadian akan berkembang seiring dengan bertambahnya usia dan pengalaman-pengalaman hidup yang individu alami hingga mencapai aktualisasi diri. Kepribadian seseorang memang dapat berkembang, tetapi tidak akan keluar dari sifat-sifat inti atau dasarnya. Kepribadian matang yang dimiliki oleh dewasa awal yang mengalami perceraian orangtua menjadi hal yang perlu diulas lebih lanjut, mengingat peristiwa traumatik yang pernah dialami dan pengalaman sulit di masa-masa sesudahnya. Suatu perceraian biasanya diawali dengan pertengkaran atau perselisihan antara suami istri, artinya proses yang dialami individu sebelum orangtuanya bercerai bisa jadi telah memberi pengalaman yang tidak menyenangkan. Setelah itu, pada saat terjadinya perceraian, orangtua sibuk dengan masalahnya sehingga sedikit banyak perhatian terhadap anak juga akan berkurang. Berikutnya, setelah orangtua bercerai dimana hak asuh menjadi salah satu hal yang biasa disengketakan. Anak harus membiasakan diri dengan hanya diasuh oleh salah satu orangtua atau bahkan harus diasuh oleh orang lain atau keluarga besar. Proses hidup yang penuh stress selama masa yang cukup panjang harus dilalui oleh individu yang mengalami perceraian orangtua. Diungkapkan oleh Thomas, dkk (dalam Nuraeni, 2006) bahwa kepribadian dibentuk oleh temperamen dan lingkungan yang terus menerus saling mempengaruhi. Thomas selanjutnya menerangkan bahwa jika kedua pengaruh itu harmonis, orang dapat mengharap perkembangan kepribadian yang sehat, jika tidak harmonis, masalah perilaku hampir pasti akan muncul (dalam Nuraeni, 2006). Jika dewasa awal yang mengalami perceraian 29

orangtua memiliki kepribadian yang matang, maka individu tersebut tentunya telah dapat mengelola berbagai faktor yang tidak harmonis menjadi sesuatu yang bermakna bagi kehidupannya. METODE PENELITIAN Gejala Penelitian Gejala yang menjadi fokus penelitian ini adalah faktor-faktor pembentuk kepribadian pada dewasa awal yang mengalami perceraian orangtua. Informan Pemilihan informan berdasarkan purpossive sampling dengan karaktersitik yang telah ditentukan sebelumnya, yaitu: mengalami perceraian orangtua, berada pada fase dewasa awal, memiliki kepribadian yang matang. Berikut adalah data informan yang terlibat dalam penelitian ini: No Identitas Informan 1 Informan 2 Informan 3 1 Nama KT NF GB 2 Jenis kelamin P L L 3 Usia saat 17 tahun 1 tahun 7 tahun perceraian 4 Usia saat 22 tahun 25 tahun 22 tahun penelitian 5 Pendidikan Kuliah semester VIII Kuliah semester X Kuliah semester VIII Metode Pengambilan Data a. Wawancara Metode wawancara digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang membentuk kepribadian pada dewasa awal yang mengalami perceraian orangtua. Faktor-faktor pembentuk kepribadian meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Adapun wawancara yang dilakukan menggunakan autoanamnese, yaitu wawancara yang dilakukan langsung dengan informan penelitian. b. Observasi Observasi digunakan untuk mengetahui ciri-ciri kepribadian matang pada dewasa awal yang mengalami perceraian orangtua yang disusun menggunakan ciri-ciri kepribadian matang Allport. 30

HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan analisis data pada penelitian ini dapat diketahui hal-hal berikut ini: 1. Ciri-ciri kepribadian matang Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya oleh Prawitasari (2011), diketahui bahwa kepribadian matang yang dimiliki oleh dewasa awal yang mengalami perceraian orang tua meliputi berbagai ciri. Adapun ciri-ciri kepribadian matang yang ditemukan dalam penelitian tersebut adalah: bersemangat dalam menjalani hidup, optimis, aktif dalam kegiatankegiatan, bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat, mengekspresikan kasih sayang, berempati dan bersimpati, menerima kenyataan hidup, selain itu mempunyai kontrol diri dalam hal pengendalian emosi dan filter terhadap pengaruh negatif lingkungan, tidak mudah putus asa dan menyerah ketika mengalami kegagalan. Dalam menghadapi permasalahan dihadapi dengan tenang, berfikir positif pada setiap kejadian, dengan begitu informan dapat menerima kenyataan yang terjadi dalam hidupnya. Informan mempunyai rasa tanggungjawab terhadap setiap keputusan yang diambil dan tanggungjawab pada pekerjaan-pekerjaan. Informan yang mempunyai kepribadian matang mengakui kelebihan dan menerima kekurangan yang ada pada dirinya, serta mengembangkan bakat dan kemampuan yang dimiliki agar dapat berkembang optimal. Pribadi matang mempunyai tujuan hidup serta berorientasi pada masa depan juga dimiliki oleh informan. Sisi religiusitas informan menjadikan informan selalu bersyukur atas kehidupan yang ia jalani sehingga terciptalah pribadi yang sehat. Seiring dengan kedewasaan dan makin bertambahnya pengalaman hidup dapat menciptakan prinsip dalam hidup seseorang, individu yang mempunyai prinsip hidup cenderung menjalani hidup dengan lebih optimis dan berorientasi pada masa depan, dengan begitu akan tercipta target perencanaan yang sistematis dalam mewujudkan masa depan. Allport (dalam Schultz, 1991) percaya bahwa dorongan dari semua orang yang sehat adalah sama. Orang yang sehat didorong ke depan oleh suatu visi masa depan dan visi itu mempersatukan kepribadian dan membawa orang itu kepada tingkat-tingkat tegangan yang bertambah. 2. Faktor-faktor pembentuk kepribadian Berdasarkan hasil penelitian tersebut, selanjutnya dianalisis faktor-faktor internal dan eksternal dari dewasa awal yang mengalami perceraian orangtua, yang memberikan kontribusi terhadap pembentukan kepribadian matang. Proses penyesuaian yang panjang terhadap kenyataan hidup pahit yang pernah dialami, membuat para dewasa awal yang mengalami perceraian orangtua harus mengelola berbagai faktor dalam kehidupannya baik yang positif maupun negatif, menjadi sesuatu yang menghasilkan makna bagi kehidupan selanjutnya. 31

Faktor-faktor internal yang berkontribusi dalam pembentukan kepribadian matang adalah: adanya motivasi yang kuat untuk bangkit dari keterpurukan paska perceraian orangtua; dapat menjadikan perceraian orangtua sebagai momen untuk meraih kehidupan yang lebih baik dari masa sebelumnya atau dari pengalaman orangtuanya; mampu memaknakan kembali pengalaman-pengalaman hidupnya baik yang positif maupun negatif. Faktor eksternal berupa kasih sayang dari orangtua (salah satu atau kedua orangtua), serta penjelasan atas peristiwa perceraian dari sudut pandang orangtua; dukungan dari keluarga besar dalam mengasuh atau memberikan kompensasi perhatian yang tidak diperoleh secara lengkap dari orangtua, teman tempat individu berbagi dan mendapatkan umpan balik, lingkungan yang kondusif bagi individu untuk mengembangkan potensi diri. Selain itu pergaulan yang positif dapat mempengaruhi informan untuk lebih positif dalam menyikapi hidup bahkan merubah pandangan hidup yang sebelumnya negatif menjadi positif. Peristiwa-peristiwa yang informan alami selama hidup dapat memberikan kontribusi terhadap terbentuknya kepribadian pada informan. Tidak hanya peristiwa yang positif yang dapat menciptakan pribadi yang positif, namun juga peristiwa penuh stress pun tidak menutup kemungkinan menjadi peristiwa yang posistif di kemudian hari, hal tersebut tergantung pada bagaimana seseorang menyikapi hidup. Seperti halnya peristiwa perceraian orangtua, informan yang dapat menyikapi secara lapang dada dan mampu memetik hikmah dari peristiwa, akan dapat menjadi salah satu faktor yang dapat menjadikan informan memiliki pribadi yang sehat. Sebagaimana dikemukakan oleh Schultz (1991), Individu yang sehat yang berfungsi pada tingkat rasional dan sadar, menyadari sepenuhnya kekuatan-kekuatan yang membimbing mereka dan dapat mengontrol kekuatan-kekuatan tersebut. 3. Bagan proses pembentukan kepribadian matang para informan Informan (13 tahun) Gambar 1. Bagan Pembentukan kepribadian informan 1 Proses perceraian Konflik Perceraian orangtua Dampak :Ingin bunuh diri, kabur dari rumah. Trauma pernikahan, kehilangan figure ayah, tidak konsen sekolah 32 Faktor eksternal: Penjelasan orangtua, Lingkungan positif Dukungan dari orangtua, lingkungan & teman-teman Faktor internal :Pemahaman mengenai perceraian, Pengalaman hidup, Mensyukuri hidup Internal: rasa bersyukur, Kepribadian matang

Gambar 2. Bagan Pembentukan kepribadian informan 2 Informan (1 tahun) Perceraian orangtua Dampak : -Tidak mendapatkan kasih sayang -Tinggal dengan orangtua angkat -Mendapatkan perlakuan buruk dari orangtua angkat -Pelarian pada alkohol dan narkoba Faktor eksternal: - Tidak ada dukungan dari keluarga besar - Pengaruh negatif dari lingkungan Faktor internal : - Motivasi untuk bangkit - Keinginan untuk berkumpul bersama keluarga - Cita-cita Kepribadian matang Gambar 3. Bagan Pembentukan kepribadian informan 3 Informan (7 tahun) Perceraian orangtua Dampak : - Tinggal bersama ibu - Tidak punya figure ayah - Konflik ayah dan ibu - Stress - Menggunakan Faktor eksternal: Penjelasan orangtua,dukungan keluarga, teman lingkungan Faktor internal : - Peristiwa religious (titik balik kehidupan informan) - Kesadaran dalam diri - Belajar agama Kepribadian matang 33

KESIMPULAN Berdasarkan analisis data dan pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa 1. Ciri-ciri kepribadian matang yang dimiliki oleh dewasa awal yang mengalami perceraian orangtua adalah : a. Bersemangat dalam menjalani aktivitas. b. Berinteraksi penuh terhadap kegiatan-kegiatan masyarakat. c. Mengekspresikan kasih sayang serta berempati kepada orang lain. d. Mampu mengendalikan emosi dan mempunyai kontrol diri. e. Bertanggungjawab dalam tugas-tugas dan pekerjaan f. Menerima kenyataan hidup dan menjadikan pengalaman hidup sebagai pelajaran berharga. g. Mempunyai prinsip dan tujuan hidup h. Mensyukuri kehendak Tuhan dan meningkatkan religiusitas 2. Faktor-faktor yang membentuk kepribadian pada dewasa awal yang mengalami perceraian orangtua adalah : a. Faktor internal, berupa motivasi dan semangat untuk bangkit dari keterpurukan paska perceraian orangtua. Selain itu adalah pengalaman-pengalaman bermakna yang dialami oleh informan. b. Faktor eksternal, berupa dukungan dari keluarga, teman, dan lingkungan yang kondusif serta pergaulan yang positif. SARAN Berdasarkan hasil dan kesimpulan yang diperoleh, maka penulis memberikan sumbangan saran yang dapat diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Anak korban perceraian diharapkan dapat menjadi masukan untuk menjadi motivasi untuk dapat memaknai hidup secara lebih positif. 2. Orangtua yang bercerai agar memberi pengertian pada anak mengenai alasan perceraian dan tetap mencurahkan perhatian dan kasih sayang serta bekerjasama dalam memberikan pendidikan pada anak. 3. Keluarga informan diharapkan Diharapkan menjadi masukan bagi keluarga agar dapat memahami dan memberi perhatian lebih pada anak yang mengalami perceraian orangtua. 4. Masyarakat Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan pemahaman agar masyarakat dapat menciptakan kondisi yang kondusif bagi korban perceraian. 5. Disiplin ilmu psikologi diharapkan sebagai data pelengkap mengenai kajian psikologi sosial, terutama yang berkaitan dengan perceraian orangtua ditinjaiu dari kepribadian. 34

Daftar Pustaka Amelia, A.T. 2008. Strategi Koping Anak dalam Menghadapi Stress Pasca Trauma Akibat Perceraian Orang Tua. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta: Fakultas Psikologi UMS. Cole Kelly, 2004. Mendampingi Anak Menghadapi Perceraian Orang Tua. Jakarta: Prestasi Pustakaraya. Feist, Jess, Gregory J. Feist. 2009. Teori Kepribadian. Jakarta : Salemba Humanika. Hermansyah. 2010. Melonjaknya angka perceraian jadi sorotan lagi. Jakarta. http://cakimpa4.wordpress.com/2010/05/20/melonjaknya-angka-perceraian-jadisorotan-lagi/ Tanggal akses 8 desember 2010 10.25 Kartono, K. 2003. Hiegieni Mental. Bandung: Mandar Maju. Maryanti. 2007. Keluarga Bercerai dan Intensitas Interaksi Anak Terhadap Orang Tuanya. Jurnal Harmoni Sosial. Vol 1, No 2. Mitchell, Budinah Joesoef. 1992. Dilema Perceraian. Jakarta : Arcan. Moleong, L. J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Monk, F. J, dkk. 2002. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Nasution, S. 1998. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta : PT. Bumi Aksara. Novitasari, Yeni. 2006. Dampak Perceraian Pada Anak. Tugas Akhir (tidak diterbitkan), Semarang: Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES. Nuraeni, 2006. Pengaruh Pola Asuh Orangtua Terhadap Pembentukan Kepribadian Anak Taman Kanak-kanak. Tugas Akhir (tidak diterbitkan), Semarang: Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES. Poerwandari, E. K. 1998. Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi, Fakultas Psikologi UI. Rahmat, D. 2002. Teori Kepribadian. Bandung: Penerbit Tarsitu. Sager, K. 2009. Effect of Parental Divorce on Adult Children s Romantic Relationship. Journal of Psychology. Vol. 3. Schultz, Duane. 1991. Psikologi Pertumbuhan. Yogyakarta: Kanisius. Sobur, Alex, Drs, M.Si. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia. Strauss, A & Corbin, J. (2003). Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Spock, Benyamin, Dr.. 1985. ORANGTUA : Permasalahan dan Upaya Mengatasinya. Semarang : Dahara Prize. Suryabrata, Sumadi. 2005. Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Susilo, F. K. 2009. Kepribadian Tangguh pada Korban Kekerasan Teman Sebaya. Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta : Fakultas Psikologi UMS. Ulpatusalicha. 2009. Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Perkembangan Emosional Anak (Studi Kasus di Desa Pangauban Kec. Lekea Indramayu). Skripsi (tidak diterbitkan), Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga. Yatim, Irwanto. 1986. Kepribadian, Keluarga, dan Narkotika. Jakarta : Arcan. 35