BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan menjelaskan latar belakang masalah yang menjadi fokus penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
- 1 - PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 62 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

PENJELASAN PIAGAM PENGAWASAN INTERNAL

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, kontribusi penelitian, ruang lingkup, dan batasan

BAB I PENDAHULUAN. dibentuk dengan tugas melaksanakan pengawasan intern (internal audit) di lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi seluas-luasnya dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan tentang pentingnya penelitian dilakukan. Bab ini meliputi

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA

PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT

Tugas. melaksanakan pengawasan intern di lingkungan Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian. Irtama

BAB I PENDAHULUAN. Peran aparat pengawasan di daerah yang tidak efektif merupakan

BAB I P E N D A H U L U A N

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

2017, No Pedoman Pengawasan Intern di Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan Republik Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 19

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. transparan dan akuntabel, menteri/pimpinan lembaga, gubernur dan

Arahan Presiden RI Rakornas Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2015 Jakarta, 13 Mei 2015

BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI LEBAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PIAGAM PENGAWASAN INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LEBAK

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2008 diatur bahwa pengawasan intern pemerintah dilaksanakan oleh

PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG I N S P E K T O R A T Jalan Mayor Widagdo No. 2 Telepon (0253) PANDEGLANG PIAGAM AUDIT INTERN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kementerian Keuangan adalah mewujudkan

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP).

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 92 TAHUN 2014 TENTANG PIAGAM PENGAWASAN INTERN GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya tuntutan masyarakat atas terwujudnya good governance di Indonesia

BUPATI BENER MERIAH PERATURAN BUPATI BENER MERIAH NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI LINGKUNGAN INSPEKTORAT KABUPATEN BENER MERIAH

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

SATUAN PEMERIKSAAN INTERN PADA BADAN LAYANAN UMUM. Muhadi Prabowo Widyaiswara Madya Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

Standar Audit Internal Pemerintah Indonesia. Asosiasi Audit Internal Pemerintah Indonesia

LAKIP INSPEKTORAT 2012 BAB I PENDAHULUAN. manajemen, antara lain fungsi-fungsi planning, organizing,

BAB 1 INTRODUKSI. Bab 1 menguraikan tentang latar belakang riset dan rumusan masalah

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pemb

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi birokrasi di Indonesia didesain agar bisa menciptakan birokrasi

BUPATI BLORA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan pada Bab IV dapat ditarik kesimpulan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai wujud pertanggungjawaban daerah atas otonomi pengelolaan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pertama ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Birokrasi yang berbelit dan kurang akomodatif terhadap gerak ekonomi mulai

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Pemerintah Kota Pagar Alam Jalan Laskar Wanita Mentarjo Komplek Perkantoran Gunung Gare


BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan

Peran Strategis AAIPI dalam Meningkatkan Kapabilitas APIP

MEMBEDAH STANDAR AUDIT INTERN PEMERINTAH INDONESIA. Muhadi Prabowo Widyaiswara Madya Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

BAB I PENDAHULUAN. dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik,

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, serta sesuai dengan rencana,

BAB I PENDAHULUAN. Sistematika penulisan menjelaskan mengenai tahapan-tahapan penulisan laporan

INSPEKTORAT MENJADI APIP YANG EFEKTIF

WALIKOTA PROBOLINGG0 PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. strategis APIP tersebut antara lain: (i) mengawal program dan kebijakan

PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PROGRAM KERJA PENGAWASAN INTERNAL

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini merupakan pendahuluan dari pembahasan peneliti yang berisi latar

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. membawa kepada suatu perubahan adalah reformasi akan perwujudan dan

BAB I PENDAHULUAN. karena karena terjadinya krisis ekonomi di Indonesia serta maraknya tingkat

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian mengenai kualitas audit penting agar auditor dapat mengetahui

KONFERENSI NASIONAL APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH TAHUN 2010 SIMPULAN

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah; 3. Memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola. penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah.

Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI. Irtama

Pendahuluan. Penguatan Pengawasan. Lemahnya Sistem Pengawasan. Perilaku koruptif ASN dan Pejabat Negara. Penyimpangan Birokrasi

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 30

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. yang langsung bertanggungjawab kepada Presiden dalam melaksanakan fungsi

REPUBLIK INDONESIA TENTANG REPUBLIK INDONESIA.

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran

BAB I PENDAHULUAN. salah satu langkah yang diambil oleh Pemerintah Indonesia untuk menciptakan

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

BMKG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH INSPEKTORAT TAHUN 2015

Rencana Kinerja Tahunan (RKT) INSPEKTORAT KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan ini merupakan kelanjutan dari Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2006

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINS! KALIMANTAN BARAT TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

erbitnya Peraturan Pemerintah RI nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem melakukan pengawasan intern akuntabilitas keuangan negara dan pembina

PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah (APIP) yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di

BAB I PENDAHULUAN. Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat atas penyelenggaraan

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 53 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM PENGAWASAN INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI

PIAGAM AUDIT INTERN. Ditetapkan di : Jakarta Pada Tanggal : Januari 2016 Inspektur Jenderal RILDO ANANDA ANWAR

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka pemenuhan hak publik. Untuk pengertian good governance,

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG KEBIJAKAN PENGAWASAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN. Bab pendahuluan ini akan menguraikan mengenai hal-hal yang melatar

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BAB I PENDAHULUAN. Guna menunjang profesionalisme sebagai akuntan publik, maka auditor dalam

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 109 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. menolak hasil dengan memberikan rekomendasi tentang tindakan-tindakan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien

PENDAHULUAN. pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, serta untuk meningkatkan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEBIJAKAN PENERAPAN SPIP DALAM PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA. Disampaikan oleh: Kepala BPKP DALAM RAKER BNPB TAHUN FEBRUARI 2018

GRAND DESIGN PENINGKATAN KAPABILITAS APIP BINSAR H SIMANJUNTAK DEPUTI POLHUKAM PMK, BPKP

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan menjelaskan latar belakang masalah yang menjadi fokus penelitian dan kemudian dirumuskan dalam rumusan masalah. Berdasarkan rumusan masalah akan ditentukan pertanyaan penelitian yang akan dijawab dalam penelitian, yang diikuti dengan tujuan penelitian, motivasi penelitian, kontribusi penelitian dan rencana penelitian. 1.1. Latar Belakang Pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan sangat penting untuk menjamin efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pemerintah. Pengawasan internal di Indonesia dilakukan oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) yang berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) terdiri dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), inspektorat jenderal departemen, unit pengawasan lembaga pemerintah non departemen, inspektorat provinsi, dan inspektorat kabupaten/kota. APIP pada tiap tingkatan memiliki fungsi koordinasi untuk menghindari terjadinya tumpang tindih pengawasan. Pelaksanaan pengawasan untuk mewujudkan pengawasan internal yang efektif harus dilakukan dengan pemenuhan peran APIP secara utuh. Peran APIP telah mengalami perubahan sejak tahun 2008 dengan diterbitkannya PP Nomor 60 tahun 2008, yang memperluas cakupan peran APIP dari yang sebelumnya hanya pemberi keyakinan menjadi pemberi keyakinan dan konsultansi. 1

2 Peran APIP yang lama merupakan peran watch dog, dimana APIP memiliki peran deteksi atas penyimpangan terhadap aturan/standar yang berlaku (Warta Pengawasan, 2012). Fokus dari kegiatan ini adalah pemberian keyakinan terhadap aktivitas organisasi dengan penekanan pada kegiatan audit kepatuhan. Perubahan peran APIP sejak tahun 2008 membuat fungsi APIP tidak hanya memberi keyakinan melainkan juga melakukan kegiatan konsultansi untuk membantu area kerja manajemen dengan memberi masukan dan pertimbangan profesional terkait risiko yang dihadapi organisasi. Penegasan perubahan peran APIP juga kembali dinyatakan pada definisi audit internal dalam Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia (SAIPI) yang dikeluarkan Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI) tahun 2013. Audit intern adalah kegiatan yang independen dan obyektif dalam bentuk pemberian keyakinan (assurance activities) dan konsultansi (consulting activities), yang dirancang untuk memberi nilai tambah dan meningkatkan operasional sebuah organisasi (auditi). Definisi audit internal oleh SAIPI menyatakan dengan jelas bahwa jenis kegiatan yang dilakukan APIP adalah pemberian keyakinan dan konsultansi, serta harus dirancang sedemikian rupa agar memiliki nilai tambah bagi organisasi. Kondisi APIP saat ini menunjukkan belum optimalnya pelaksanaan peran APIP. Sebagian besar APIP dinilai belum bisa memberikan jaminan yang memadai dan menjalani peran dalam kegiatan konsultansi. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil penilaian kapabilitas APIP yang dilakukan BPKP menggunakan instrumen Audit Internal Capability Model (IACM) pada tabel 1.1.

3 Tabel 1.1 Hasil Penilaian Kapabilitas APIP Menggunakan IACM Tahun 2015 Jumlah APIP Level 1 Level 2 Level 3 Level 4 Level 5 APIP Pusat 37 19 1 0 0 APIP Daerah 367 50 0 0 0 Total 404 69 1 0 0 Sumber: Simanjuntak (Rakornas Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2015) Tabel 1.1 menunjukkan bahwa 404 (85,23%) APIP di pusat dan di daerah masih berada pada level 1, dan didominasi oleh APIP di daerah sebanyak 367 (88,01%). Level yang ada merupakan hasil penilaian enam unsur yang mempengaruhi penilaian kapabilitas. Jenis jasa yang diberikan menjadi salah satu unsur yang dinilai. Apabila APIP belum bisa memberikan jasa konsultansi maka akan mempengaruhi rendahnya nilai dan level APIP. APIP yang berada pada level 1 memiliki ciri pelayanan yang diberikan masih sebatas audit kepatuhan. Lemahnya kondisi APIP tersebut juga mendapat perhatian serius dari Pemerintah Pusat. Strategisnya peran yang dimiliki APIP sekarang telah mendorong Pemerintah memasukkannya dalam salah satu agenda reformasi birokrasi tahun 2010-2014. Road map reformasi birokrasi yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PermenPAN-RB) Nomor 20 tahun 2010 mengagendakan penguatan pengawasan tingkat mikro melalui kegiatan peningkatan peran APIP sebagai pemberi keyakinan dan konsultansi. Reformasi birokrasi terkait penguatan pengawasan mewajibkan APIP merubah paradigma pengawasan dari watch dog menuju peran konsultan (Simanjuntak, 2015).

4 Perubahan paradigma pengawasan APIP yang telah berlangsung selama 8 tahun terakhir ini ternyata tidak mudah untuk diterapkan secara merata oleh APIP di semua lapisan. Banyak APIP yang masih tetap menjalankan peran lama dengan hanya memberikan pelayanan berupa pemberian keyakinan dengan fokus utama pada audit kepatuhan. Hal tersebut berdampak pada upaya menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik, karena pengawasan belum dilakukan secara efektif. Inspektorat kabupaten/kota adalah APIP yang bertanggungjawab atas pengawasan penyelenggaraan urusan pemerintah daerah kabupaten/kota. Inspektorat Kabupaten Sumba Barat Daya, yang selanjutnya akan disebut Inspektorat SBD, disinyalir juga belum menerapkan perubahan peran pengawasan. Indikasi tersebut dilihat dari kegiatan pengawasan selama tahun 2010-2014 yang masih berfokus pada pemberian keyakinan, seperti yang ditampilkan dalam tabel 1.2 Tabel 1.2 Program Pengawasan Tahun 2010-2014 TA Jenis Kegiatan 2010 Pemeriksaan reguler, pemeriksaan khusus/kasus, opname kas, dan tindak lanjut temuan. 2011 Pemeriksaan reguler, pemeriksaan khusus/kasus, opname kas, tindak lanjut temuan, reviu Laporan Keuangan (LK), dan evaluasi Laporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah (LAKIP). 2012 Pemeriksaan reguler, pemeriksaan khusus/kasus, opname kas, tindak lanjut temuan, reviu LK, dan evaluasi LAKIP. 2013 Pemeriksaan reguler, pemeriksaan khusus/kasus, opname kas, tindak lanjut temuan, reviu LK, dan evaluasi LAKIP. 2014 Pemeriksaan reguler, pemeriksaan khusus/kasus, opname kas, tindak lanjut temuan, reviu LK, dan evaluasi LAKIP. Sumber: PKPT Inspektorat SBD tahun 2010-2014.

5 Tabel 1.2 menunjukkan bahwa belum ada kegiatan yang merupakan peran APIP sebagai pemberi konsultansi. Peran APIP sebagai pemberi keyakinan dan konsultansi sangat penting didorong penerapannya, karena akan membantu manajemen dalam menjamin kepatuhan dan memberi pertimbangan yang tepat untuk mendorong akuntabilitas. Peran APIP dalam sektor swasta dapat disamakan dengan peran audit internal yang memiliki nilai tambah bagi manajemen. Beberapa penelitian membuktikan bahwa peran audit internal merupakan peran yang memiliki nilai tambah. Adewale (2014), menyatakan bahwa pengendalian internal, termasuk didalamnya adalah audit internal, memiliki hubungan positif dengan akuntabilitas. Hasil penelitian Odoyo, et al. (2014) terkait peran audit internal dalam implementasi manajemen resiko pada perusahaan negara di Kenya menunjukkan bahwa peran audit internal secara signifikan mempengaruhi manajemen resiko perusahaan. Penelitian terkait perubahan peran APIP di Indonesia masih sangat terbatas. Rahmat (2010) dan Rahmawati (2015) meneliti terkait peran APIP dan perencanaan program pengawasan, namun dilakukan pada APIP yang telah melaksanakan kegiatan konsultansi. Belum semua APIP di Indonesia melaksanakan kegiatan konsultansi, sehingga untuk APIP yang belum melaksanakan perlu diteliti apa yang menyebabkan kegiatan konsultansi belum dilaksanakan. Penelitian yang dilakukan akan berfokus untuk mengevaluasi peran APIP sebagai pemberi konsultansi. Obyek penelitian yang dipilih adalah Inspektorat SBD karena memiliki indikasi belum menerapkan peran konsultan dalam

6 kegiatan pengawasannya. Hasil penilaian kapabilitas menggunakan IACM juga menempatkan Inspektorat SBD pada level 1. Penelitian ini akan menggali penyebab belum diterapkannya peran sebagai pemberi konsultansi di Inspektorat SBD dan dievaluasi menggunakan SAIPI. 1.2. Rumusan Masalah Latar belakang masalah menunjukkan bahwa APIP akan dikatakan efektif jika sudah bisa melaksanakan perannya secara utuh yaitu sebagai pemberi keyakinan dan konsultansi. Inspektorat SBD belum melakukan peran sebagai pemberi konsultansi sebagai bagian dari tugas dan fungsinya selama 5 tahun terakhir. Oleh karena itu penelitian ini akan meneliti penyebab peran APIP tersebut belum diterapkan di Inspektorat SBD dan bagaimana penyebab tersebut dilihat dari standar yang berlaku. 1.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka pertanyaan penelitian yang diajukan adalah: 1. Mengapa peran APIP sebagai pemberi konsultansi belum diterapkan di Inspektorat SBD? 2. Apakah kendala yang ditemukan diatur dalam SAIPI sebagai item minimal yang harus dipenuhi untuk melaksanakan kegiatan konsultansi?

7 1.4. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui kendala apa yang menyebabkan peran APIP sebagai pemberi konsultansi belum diterapkan di Inspektorat SBD. 2. Untuk mengetahui apakah kendala yang ditemukan diatur sebagai item minimal yang harus dipenuhi dalam SAIPI. 1.5. Motivasi Penelitian Peran APIP sebagai pemberi konsultansi merupakan pendekatan yang dapat mendorong terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik. APIP dapat dimanfaatkan untuk membantu manajemen dengan memberikan pertimbangan profesionalnya terkait risiko yang dihadapi organisasi. APIP harus segera mewujudnyatakan peran ini sebagai bentuk peran sertanya dalam mendukung kegiatan pemerintah dan sebagai pertanggungjawaban atas tugas yang diembannya. APIP yang belum bisa menerapkan peran baru sebagai pemberi konsultansi perlu diteliti untuk mengetahui apa yang menyebabkan hal tersebut terjadi. SAIPI digunakan untuk mengevaluasi apakah penyebab yang ditemukan memiliki hubungan terkait dengan peran konsultansi yang dimiliki APIP.

8 1.6. Kontribusi Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi, baik secara teoritis maupun praktis. 1. Kontribusi Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah penelitian terkait perubahan peran pengawasan yang dimiliki APIP. 2. Kontribusi Praktis Penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan bagi Inspektorat SBD dalam perumusan kebijakan selanjutnya. 1.7. Proses Penelitian Proses penelitian diawali dengan adanya pertanyaan penelitian yang akan dijawab melalui penelitian ini. Langkah selanjutnya adalah mengkaji teori dan literatur yang memiliki hubungan dengan topik penelitian, sehingga dapat digunakan sebagai dasar dan konsep berpikir dalam menganalisis data. Metoda penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Pengumpulan data akan menghasilkan data temuan yang akan dianalisis dan dievaluasi, sehingga bisa ditarik kesimpulan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Proses penelitian dapat dilihat dalam gambar 1.1. 2. Tujuan Penelitian 4. Metoda Penelitian 1. Pertanyaan Penelitian Gambar 1.1 Proses Penelitian 3. Kajian Teori dan Literatur 5. Temuan dan Analisis