Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

dokumen-dokumen yang mirip
HIV dan Anak. Prakata. Bagaimana bayi menjadi terinfeksi? Tes HIV untuk bayi. Tes antibodi

V. Kapan mulai terapi antiretroviral pada bayi dan anak

Meyakinkan Diagnosis Infeksi HIV

XII. Pertimbangan untuk bayi dan anak koinfeksi TB dan HIV

X. Perubahan rejimen ARV pada bayi dan anak: kegagalan terapi

Terapi antiretroviral untuk infeksi HIV pada bayi dan anak:

Pelatihan Pendidik Pengobatan

Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

BAB I PENDAHULUAN. masalah HIV/AIDS. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang

Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

HIV, Kehamilan dan Kesehatan Perempuan spiritia

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya

Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

HIV, Kehamilan dan Kesehatan Perempuan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia. (2) Meskipun ilmu. namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

Nama : Ella Khairatunnisa NIM : SR Kelas : SI Reguler IV B Asuhan Keperawatan Klien Dengan HIV/AIDS

BAB I PENDAHULUAN. hangat dibahas dalam masa sekarang ini adalah penyakit HIV/AIDS (Human

Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Integrasi Program PPIA (PMTCT ) di Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak

BAB I PENDAHULUAN. bahkan negara lain. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah

1 Universitas Kristen Maranatha

Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN (INFORM CONSENT)

BAB I PENDAHULUAN. menjadi masalah kesehatan global. Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan secara global

LEMBAR FAKTA HARI AIDS SEDUNIA 2014 KEMENTERIAN KESEHATAN 1 DESEMBER 2014

Pertemuan Koordinasi Kelompok Penggagas. Update pengobatan HIV. Penyembuhan. Perkembangan obat. Pertemuan Koordinasi Kelompok Penggagas

Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

BAB I PENDAHULUAN. Sumber: Kemenkes, 2014

Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

VI. Mulai dengan apa rejimen lini pertama yang diusulkan untuk bayi dan anak

Infeksi HIV pada Anak. Nia Kurniati

Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

Pengobatan untuk AIDS: Ingin Mulai?

Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

Pengobatan Untuk AIDS: Ingin Mulai?

BAB I. PENDAHULUAN. infeksi Human Immunodificiency Virus (HIV). HIV adalah suatu retrovirus yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

57 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

sebuah tinjauan strategi dr. Abednego Dani N Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul PROGRAM PENGENDALIAN HIV&AIDS KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAGAN PENILAIAN DAN TATALAKSANA AWAL HIV

ABSTRAK. Adherence Scale (MMAS).

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan penyakit Acquired UKDW

Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

Pemberian ARV pada PMTCT. Dr. Janto G. Lingga,SpP

BAB I PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome) merupakan salah satu penyakit infeksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 8 Anak menderita HIV/Aids. Catatan untuk fasilitator. Ringkasan Kasus:

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS.

Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), yaitu sekumpulan gejala. oleh adanya infeksi oleh virus yang disebut Human Immuno-deficiency Virus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. Identitas Informan No. Responden : Umur : tahun

Masalah infeksi HIV dan rantai penularannya. Evaluasi Program Prevention of Mother to Child HIV Transmission (PMTCT) di RSAB Harapan Kita Jakarta

BAB II PENDAHULUANN. Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di

Latar belakang, Skema & Implementasi SUFA (Strategic Use of Antiretroviral) di Indonesia

Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha. Daftar Isi

HEPATITIS FUNGSI HATI

PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS PADA BAYI DAN ANAK

Penanganan HBV dan HCV sebagai Koinfeksi HIV

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

I. PENDAHULUAN. masing-masing. Pelayanan publik dilakukan oleh pemerintah baik di tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan tahap akhir dari infeksi

Jurnal Farmasi Andalas Vol 1 (1) April 2013 ISSN :

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam

VIRUS HEPATITIS B. Untuk Memenuhi Tugas Browsing Artikel Webpage. Oleh AROBIYANA G0C PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) didefinisikan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan derajat kesehatan. Kegiatan ini hanya diselenggarakan oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

BAB I PENDAHULUAN. penyakit, diantaranya Acquired Immuno Defeciency Syndrome. (AIDS) adalah kumpulan penyakit yang disebabkan oleh Virus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

PENGARUH KOINSIDENSI DIABETES MELITUS TERHADAP LAMA PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN

BAB VI PEMBAHASAN. dikaitkan dengan tujuan penelitian maupun penelitian terdahulu.

Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Joint United National Program on

Transkripsi:

Yayasan Spiritia No. 28, Maret 2005 Sahabat Senandika Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha Laporan Kegiatan Pelatihan Pendidik Pengobatan Lampung, 14 20 Maret 2005 Oleh Odon Bayu Pradjanto Pertengahan Maret kemarin Spiritia kembali mengadakan pelatihan pendidik pengobatan untuk yang kedua kalinya di kota Lampung, pesertanya berjumlah 25 orang dengan 3 orang fasilitator dan 6 orang nara sumber. 25 orang peserta berasal dari Jayapura, Medan, Ambon, Pontianak, Singkawang, Makassar, Manado, Kupang, Lampung, Bali, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Batam dan Jakarta. Sedangkan fasilitator dari Yayasan Spiritia; Babe (Chris Green), Daniel Marguari dan Odon Bayu Pradjanto. Nara sumber yang kita undang adalah, Ibu Nafsiah Mboi mewakili KPA, Ibu Endah Lasmadiwati yang berbicara tentang Terapi Tradisional, Ibu Sri Pandam yang berbicara tentang Kewaspadaan Universal, Ibu Grace dari P2MPL, Bapak Mangku Karmaya yang berbicara tentang Hubungan Pasien dan Dokter serta Ibu Reri dari Badan POM. Acara pelatihan ini tidak jauh berbeda dengan pelatihan pendidik pengobatan yang di Jakarta bulan Desember tahun lalu. Sebagai panitia lokal adalah Saburai Support Group Lampung yang sangat membantu terselenggaranya pelatihan ini. Pelatihan ini membahas Dasar-dasar HIV, Dasardasar ART, Efek Samping, Resistansi, Kepatuhan, ARV dan Anak, HIV dan Perempuan, Infeksi Oportunistik, Perawatan Paliatif, HIV dan TB, HIV dan Hepatitis serta Pendekatan Algoritme yang mana dari sesi-sesi ini menurut peserta sangat bermanfaat bagi mereka walaupun pelatihan ini agak berat buat mereka yang berlangsung 5 hari. Kebanyakan peserta mendapatkan pengetahuan yang baru dari pelatihan ini seperti;.peserta baru menyadari tentang pentingnya kepatuhan terkait dengan resistansi, juga tentang kombinasi ARV. Setiap akhir sesi, peserta diberi kesempatan untuk diskusi dan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan sesi sehingga peserta dapat mengulang kembali apa yang telah diberikan. Pada sesi nara sumber banyak terjadi diskusi yang hangat seputar sesi yang dibawakan nara sumber, seperti Peranan KPA, Terapi Tradisional, Kewaspadaan Universal, serta Hubungan Pasien dengan Dokter. Sebahagian peserta yang tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk berdiskusi dengan nara sumber. Di hari ketiga, panitia memberikan kesempatan untuk berekreasi ke pantai serta di berikan waktu juga untuk berbelanja membeli oleh-oleh, malamnya dilanjutkan dengan sesi lagi, sehingga sebahagian peserta kelelahan sehabis jalan-jalan, akan tetapi semangat peserta menutupi kelelahan mereka. Pada malam terakhir diadakan acara Malam Keakraban yang acaranya diselenggarakan oleh Saburai Support Group dibantu oleh teman waria di Lampung, terlihat keakraban dari teman-teman baik peserta maupun panitia lokal dari Lampung sendiri, semoga keakraban ini dapat terjalin di masa Daftar Isi Laporan Kegiatan 1 Pernyataan Bersama WHO/UNAIDS/ UNICEF tentang Penggunaan Kotrimoksazol sebagai Profilaksis pada Anak yang Terinfeksi & Terpajan HIV 2 Pengetahuan adalah Kekuatan 2 Profilaksis Kotrimoksazol Mengurangi Risiko Kematian pada Pasien TB 4 Manfaat Klinis Tes Resistansi terhadap ARV Terbatas 5 Konsultasi 6 Tanya jawab 6 Tips... 6 Tips untuk orang dengan HIV 6 Positif Fund 6 Laporan Keuangan Positif Fund 6 Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.

mendatang. Banyak kejadian lucu dan menjadi pengalaman yang tidak terlupakan bagi temanteman, semoga apa yang didapat dalam pelatihan ini dapat berguna bagi dirinya sendiri maupun bagi teman-teman kelompok dukungan sebaya di daerahnya masing-masing. Pengetahuan adalah Kekuatan Pernyataan Bersama WHO/ UNAIDS/UNICEF tentang Penggunaan Kotrimoksazol sebagai Profilaksis pada Anak yang Terinfeksi & Terpajan HIV WHO, UNAIDS dan UNICEF, dituntun oleh bukti baru, bersepakat untuk mengubah untuk sementara saran saat ini(1) untuk profilaksis kotrimoksazol pada anak. Kesepakatan ini berdasarkan data dari uji coba baru-baru ini di Zambia(2). Data ini dan bukti lain yang baru akan ditinjau kembali pada awal 2005 oleh panitia ahli yang akan disidang untuk mengubah dan memperbarui saran untuk kotrimoksazol pada orang dewasa dan anak. Kotrimoksazol tetap penting walaupun akses pada terapi antiretroviral (ART) meningkat, karena penggunaannya dapat meningkatkan ketahanan hidup secara independen dari pengobatan khusus untuk HIV. Saran saat ini mengusulkan profilaksis tersebut dipakai sebelum anak membutuhkan ART karena penggunaan ini dapat menunda waktu anak tersebut harus mulai ART. Pemberian profilaksis kotrimoksazol pada anak terinfeksi HIV dengan tanda atau gejala apa pun yang dapat menandai HIV adalah intervensi penting yang harus ditawarkan sebagai bagian dari paket perawatan untuk mengurangi angka kematian dan kesakitan. Profilaksis kotrimoksazol juga adalah intervensi penting yang berpotensi menyelamatkan jiwa yang seharusnya diberi pada semua anak yang dilahirkan oleh ibu HIV-positif, bila status infeksi HIV tidak dapat ditentukan secara tepat pada 18 bulan pertama hidupnya. Kotrimoksazol adalah antibiotik yang tersedia secara luas dalam bentuk sirop dan tablet di kebanyakan tempat, termasuk rangkaian terbatas sumber daya. Obat ini sangat efektif untuk pengobatan dan pencegahan pneumonia Pneumocystis. Pada anak terinfeksi HIV, obat ini juga memberi perlindungan terhadap infeksi lain, dan hal ini tetap penting walaupun dengan akses yang lebih luas pada ART. Siapa harus mendapatkan kotrimoksazol: Semua anak terpajan HIV (yaitu anak yang terlahir oleh ibu HIV-positif) dari 4-6 minggu usianya (tidak menghiraukan apakah mereka terlibat dalam program pencegahan penularan HIV dari ibu-ke-bayi) Setiap anak yang diidentifikasi sebagai terinfeksi HIV dengan tanda atau gejala klinis apa pun yang menandai HIV, tidak tergantung pada usia atau jumlah CD4 Berapa lama kotrimoksazol harus diberikan: Kotrimoksazol harus dipakai seperti berikut: Anak terpajan HIV - hingga dibuktikan tidak terinfeksi HIV dan tidak disusui Anak terinfeksi HIV - seterusnya bila ART belum tersedia Bila ART disediakan - kotrimoksazol dapat dihentikan hanya setelah penunjuk klinis atau imunologis meyakinkan pemulihan sistem kekebalan tubuh selama enam bulan atau lebih (juga lihat di bawah). Dengan bukti yang ada saat ini, tidak jelas apakah kotrimoksazol tetap memberi perlindungan setelah pemulihan kekebalan dicapai. Pada keadaan apa penggunaan kotrimoksazol harus dihentikan: Kejadian reaksi pada kulit yang parah misalnya sindrom Stevens Johnson, ketidaktahanan ginjal dan/atau hati, atau hepatotoksisitas (keracunan hati) parah. Pada anak terpajan HIV HANYA setelah dibuktikan tidak terinfeksi HIV: o Untuk anak yang tidak disusui berusia di bawah 18 bulan, dengan tes PCR DNA atau RNA HIV o Untuk anak yang disusui berusia di bawah 18 bulan - tes PCR hanya dapat dipercayai bila dilakukan enam minggu setelah penyusuan dihentikan o Untuk anak yang disusui berusia di atas 18 bulan - tes antibodi HIV yang negatif tiga bulan setelah penyusuan dihentikan 2 Sahabat Senandika No. 28

Pada anak yang terinfeksi HIV: o Bila anak memakai ART, kotrimoksazol HANYA boleh dihentikan waktu ada bukti bahwa pemulihan kekebalan sudah terjadi. Hal ini hanya dapat dianggap benar bila anak berusia di atas 18 bulan dan CD4% di atas 15 persen dengan DUA tes, dengan jangka waktu sedikitnya 3-6 bulan di antaranya. Bila tes CD4 tidak tersedia, penggunaan kotrimoksazol tidak boleh dihentikan sebelum enam bulan penuh penggunaan ART dengan kepatuhan total, dan hanya bila ada bukti klinis bahwa pemulihan kekebalan sudah terjadi. Penggunaan kotrimoksazol dapat terus-menerus memberi manfaat walaupun anak sudah lebih baik secara klinis. o Bila ART tidak tersedia, penggunaan kotrimoksazol sebaiknya tidak dihentikan Berapa takaran kotrimoksazol yang harus dipakai? Penggunaan sirop disarankan untuk anak yang sangat muda dengan berat badan di bawah 10-12kg Takaran yang disarankan adalah 6-8mg/kg sekali sehari Setelah tablet dapat diminum oleh anak, separo dari tablet baku untuk orang dewasa dapat dihancurkan menjadi bubuk dan dipakai untuk anak sampai 10kg berat badan, satu tablet utuh untuk 10-25kg, dua tablet biasa (480mg) atau satu tablet forte (960kg) untuk anak di atas 25kg (tablet kotrimoksazol biasa mengandung 400mg sulfametoksazol dan 80mg trimetoprim) Pemantauan apa yang dibutuhkan? Penilaian atas toleransi dan kepatuhan: profilaksis kotrimoksazol harus menjadi bagian yang baku dari perawatan dan pengobatan untuk anak yang terinfeksi dan terpajan HIV, dan dinilai pada setiap kunjungan berkala pada klinik atau kunjungan pemantauan oleh petugas layanan kesehatan dan/ atau anggota lain tim perawatan multidisipliner Pemantauan anak di klinik pada awal diusulkan setiap bulan, kemudian setiap tiga bulan setelah jelas anak dapat tidak bermasalah dengan kotrimoksazol. MASALAH OPERASIONAL LAIN Pembekalan obat Kotrimoksazol harus diresepkan oleh dokter yang bertanggung jawab atas perawatan HIV pada anak Dokter harus menyakinkan bahwa kotrimoksazol dapat diberi secara berkesinambungan dengan mutu yang tinggi, dan meyakinkan bahwa anak diberi cukup untuk dipakai sampai kunjungan berikut untuk pemantauan berkala atau perawatan terkait ART. Hal ini harus meyakinkan bahwa dosis tidak dilewatkan Para pemerintah harus memastikan pembekalan obat secara berkesinambungan, baik untuk pengobatan maupun untuk profilaksis. Harus ada sistem untuk meramalkan kebutuhan program Sistem distribusi yang ada sebaiknya dipakai untuk pembekalan Sektor swasta termasuk industri dan asuransi kesehatan harus didorong untuk memberi profilaksis pada keluarga termasuk untuk anak Informasi pasien Pasien harus paham bahwa, walaupun kotrimoksazol tidak dapat menyembuhkan HIV, penggunaan dengan kepatuhan tinggi adalah penting untuk melindungi anak dari infeksi yang umum atau lebih mungkin terjadi terkait infeksi HIV. Kotrimoksazol bukan pengganti ART. Informasi kebijakan dan program Disarankan bahwa: Kebijakan dan strategi perawatan, dukungan dan pengobatan AIDS nasional termasuk penyediaan profilaksis kotrimoksazol Pedoman nasional untuk ART, pencegahan penularan HIV dari ibu-ke-bayi dan perawatan klinis memasuki profilaksis kotrimoksazol untuk anak yang terinfeksi atau terpajan HIV Dokter pada setiap tingkat dipekakan dan dilatih untuk memberi profilaksis kotrimoksazol pada anak yang terinfeksi atau terpajan HIV Negara sebaiknya memberi kotrimoksazol pada anak secara gratis atau dengan subsidi bila mungkin Pemantauan dan evaluasi Agar memantau kemajuan terhadap pemberian perawatan, dukungan dan pengobatan AIDS yang komprehensif, program nasional seharusnya menilai luasnya penjangkauan penerapan layanan perawatan terkait HIV, dan menentukan tujuan jelas untuk anak. Profilaksis kotrimoksazol adalah intervensi kesehatan esensial yang harus dimasukkan pada layanan kesehatan anak, layanan pencegahan penularan HIV dari ibu-ke-bayi, layanan TB dan layanan ART (berdasarkan rumah sakit/pusat kesehatan dan komunitas). Pemantauan kemajuan mencapai tujuan tersebut harus termasuk: Pemantauan ketersediaan profilaksis kotrimoksazol untuk anak dan remaja dalam Maret 2005 3

layanan perawatan kesehatan yang ada (termasuk perawatan HIV pediatrik, perawatan di rumah, dan perawatan untuk ibu dan anak) Catatan proporsi bayi terpajan HIV dalam program pencegahan penularan HIV dari ibu-kebayi yang menerima intervensi kotrimoksazol sampai konfirmasi status infeksi HIV-nya Pemantauan nasional resistansi pneumonia, disentri dan malaria terhadap antimikroba di sarankan karena kotrimoksazol sudah dipakai secara luas untuk indikasi klinis lain. Referensi: 1. Provisional WHO/UNAIDS Secretariat Recommendations UNAIDS On The Use Of Cotrimoxazole Prophylaxis In Adults And Children Living With HIV/AIDS In Africa, accessible at: http:// www.unaids.org/en/other/functionalities/search.asp 2. Co-trimoxazole as prophylaxis against opportunistic infections as HIV-infected Zambian children (CHAP): a chap a double-blind randomized placebo-controlled trial. Chintu C, GJ Bhat, AS Walker, V Mulenga, F Sinyinza, L Farrelly, Kagangson, A Zumla, Gillespie, A Nunn, D M Gibb Lancet 2004;364: 1865-71 Profilaksis Kotrimoksazol Mengurangi Risiko Kematian pada Pasien TB Oleh Theo Smart, 3 Februari 2005 Profilaksis kotrimoksazol mengurangi risiko kematian pada pasien TB pada rangkaian dengan prevalensi HIV yang tinggi. Hal ini ditemukan sebagai hasil dari penelitian Afrika Selatan yang dilaporkan pada jurnal AIDS edisi 28 Januari 2005. Menawarkan kotrimoksazol pada semua orang dewasa dengan TB pada awal pengobatan anti-tb dapat menjadi cara yang efektif, mudah, dan aman untuk mengurangi angka kematian, terutama pada rangkaian dengan infeksi HIV bersama yang umum. Latar Belakang Pasien yang terinfeksi bersama dengan TB dan HIV mempunyai risiko kematian yang tinggi bukan hanya karena TB tetapi juga mereka lebih rentan terhadap pneumonia dan infeksi lain. Kotrimoksazol adalah obat yang dipakai secara sangat luas karena efektifitasnya terhadap beraneka macam mikroorganisme. Pada awal epidemi AIDS, kotrimoksazol ditunjukkan mengurangi kematian disebabkan oleh pneumonia pneumocystis (PCP), toksoplasmosis dan infeksi lain. Belakangan ini, dua uji coba klinis besar di Afrika Barat menemukan bahwa kotrimoksazol mengurangi angka kematian pada orang dewasa yang terinfeksi bersama dengan HIV dan TB. Karena PCP dan toksoplasmosis tidak umum pada populasi ini, manfaat dianggap disebabkan oleh dampak perlindungan kotrimoksazol terhadap infeksi bakteri dan malaria. Namun, ada keprihatinan bahwa penemuan ini mungkin tidak berlaku pada bagian dunia yang lain dengan risiko malaria lebih rendah dan dengan resistansi bakteri terhadap kotrimoksazol lebih tinggi. Salah satu rangkaian tersebut adalah Afrika Selatan, yang mempunyai beban malaria yang rendah tetapi resistansi bakteri terhadap kotrimoksazol adalah umum. Walaupun begitu, pemerintah Afrika Selatan memberi profilaksis kotrimoksazol pada semua warga negara yang diketahui HIV-positif. Namun penggunaan profilaksis ini agak rendah karena program hanya menjangkau orang yang melakukan proses konseling dan tes HIV sukarela (VCT); sepertinya di Afrika Selatan ini hanya sebagian kecil pasien yang mungkin mengambil manfaat dari obat tersebut. Satu cara untuk menjangkau orang tersebut mungkin adalah untuk menawarkan obat tersebut pada semua pasien dengan TB, karena banyak pasien dengan TB di Afrika Selatan juga terinfeksi HIV. Penelitian Peneliti Inggris dan Afrika Selatan merancang penelitian ini untuk menilai apakah kotrimoksazol memberi manfaat pada pasien TB tidak menghiraukan status HIV-nya, pada rangkaian dengan risiko malaria rendah dan resistansi bakteri terhadap kotrimoksazol adalah umum. Penelitian ini dilakukan di antara pasien TB dari daerah pedesaan KwaZulu Natal, Afrika Selatan. Data dari 1.321 orang dewasa yang diobati TB antara Juni 2001 dan Juni 2002, dalam kombinasi dengan profilaksis kotrimoksazol (960mg sekali sehari untuk enam bulan selama pengobatan TB) dibandingkan dengan kelompok kontrol terdiri dari 2.004 pasien yang diobati TB antara 1998 dan 2000. Tidak ada perbedaan bermakna dalam sifat masingmasing kelompok pada awal selain prevalensi HIV kemungkinan lebih tinggi pada kelompok yang memakai kotrimoksazol. Hasil Setelah enam bulan, angka kematian pada kelompok yang diberi kotrimoksazol adalah 29 persen lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol (p < 0,001). Jadi untuk mencegah satu kematian hanya harus diobati 24 pasien dengan kotrimoksazol. 4 Sahabat Senandika No. 28

Masalah kepatuhan Manfaat kepada bertahan hidup mungkin akan lebih tinggi lagi bila pasien lebih patuh pada pengobatan kotrimoksazol. 58 persen (743 pasien) adalah patuh pada kotrimoksazol pada tiga bulan, dan 43 persen (523) pada enam bulan. Kepatuhan terhadap kotrimoksazol pada tiga bulan meramalkan secara baik bertahan hidup setelah enam bulan. Hanya 12 (1,8 persen) pasien yang patuh sudah meninggal pada enam bulan dibandingkan 27 (6 persen) pasien yang tidak patuh (p < 0,001). Masalah kepatuhan tidak disebabkan oleh efek samping - secara umum kotrimoksazol ditahan dengan baik dengan hanya sedikit reaksi buruk ditemukan. Alasan ketidakpatuhan yang paling umum diketahui berhubungan dengan masalah pengambilan obat dari klinis: hambatan finansial, transportasi dan fisik; atau tempat klinik terlalu jauh untuk dikunjungi setiap bulan untuk mengambil tablet. Setelah enam bulan pengobatan TB, hanya sedikit pasien meneruskan pengobatan kotrimoksazol, walaupun kenyataan bahwa sudah banyak terdiagnosis HIV. Yang tidak mengherankan, tidak ada perbedaan pada angka kematian di antara kedua kelompok antara 6 dan 12 bulan. Implikasi Para penulis penelitian menganggap bahwa kepatuhan dapat ditingkatkan dengan mengkaitkan distribusi tablet [kotrimoksazol] dengan pengobatan TB, dengan memberikan tablet melalui pengawas DOTS atau memberikan semua obat secara bersama selama jangka pengobatan TB. Mereka juga menganggap bahwa komunitas mungkin dapat mengambil manfaat dari kampanye pendidikan yang menjelaskan konsep pengobatan pencegahan (profilaksis). Salah satu tujuan awal tim peneliti adalah mendorong pasien TB untuk mencari VCT. Namun mereka menemukan bahwa penggunaan layanan tersebut sering adalah rendah, mungkin karena ada ketakutan menerima dua diagnosis yang buruk bersama. Namun mereka menganggap bahwa menawarkan kotrimoksazol pada semua pasien TB selain segara menberikan manfaat dari kotrimoksazol juga dapat menjadi insentif untuk tes HIV dengan mengkaitkan profilaksis pada paket perawatan yang keseluruhan untuk orang yang baru diketahui terinfeksi, yang dapat meliputi terapi antiretroviral. Referensi: Grimwade K et al. Effectiveness of cotrimoxazole prophylaxis on mortality in adults with tuberculosis in rural South Africa. AIDS 19:163 168, 2005. URL: http://www.aidsmap.com/en/news/b5cc482f-8416-4a1e-a627-620bc4a46a8d.asp Maret 2005 Manfaat Klinis Tes Resistansi terhadap ARV Terbatas Oleh Will Boggs, MD, Reuters Health, 7 Desember 2005 Walaupuan ada usulan secara luas yang mendukung pengunaannya, tes resistansi terhadap obat antiretroviral (ARV) menimbulkan manfaat yang terbatas dalam penanganan klinis pasien terinfeksi HIV yang sudah memakai ARV. Hal ini menurut laporan pada jurnal AIDS, 5 November 2004. Pedoman sebaiknya mengurangi antusiasme tentang tes resistansi terhadap ARV, Dr. John P. A. Ioannidis, dari University of Ioannina School of Medicine di Yunani, mengatakan pada Reuters Health. Dr. Ioannidis dan rekan melakukan meta-analisis terhadap sepuluh percobaan yang relevan, dilakukan secara acak dan dikontrol, untuk menentukan besarnya dampak tes resistansi terhadap ARV pada berbagai ukuran hasil HIV. Para penulis melaporkan bahwa terapi yang bertuntun tes genotipe berhubungan dengan proporsi pasien yang lebih besar secara bermakna yang mendapatkan viral load yang tidak terdeteksi pada tiga dan enam bulan. Namun tidak ada hubungan dengan peningkatan pada jumlah CD4. Terapi yang bertuntun tes fenotipe tidak berhubungan dengan perbedaan apa pun yang bermakna secara statistik pada tanggapan virologis atau imunologis pada tiga atau enam bulan, menurut laporan. Terapi yang bertuntun tes fenotipe virtual menunjukkan kecenderungan perbaikan pada tanggapan imunologis, tetapi terkait hasil virologis tidak lebih baik secara bermakna dibandingkan dengan terapi empiris. Meta-analisis meliputi pasien yang pernah memakai ARV, dan manfaat tampaknya terbatas dalam semua analisis subkelompok tanpa ada perbedaan pada subkelompok utama apa pun, katakan Dr. Ioannidis. Walaupun timbulnya manfaat kecil, kemungkinan manfaat itu tidak begitu besar dalam praktek klinis biasa. Dokter sebaiknya mempertimbangkan tes resistansi terhadap ARV untuk pasien yang pernah memakai ARV berdasarkan keadaan masing-masing pasien, dengan memperhatikan gambaran pasien keseluruhan, kesimpulan Dr. Ioannidis. AIDS 2004;18:2153-2161. URL: http://www.medscape.com/viewarticle/495443 5

Konsultasi Tanya jawab T: saya sudah memakai obat Antiretroviral selama 3 tahun. Yang ingin saya tanyakan berapa obat antiretroviral akan berhasil menekan virus di dalam tubuh saya? J: Terapi antiretroviral dengan kombinasi tiga obat telah dipakai selama lebih dari delapan tahun. Jika kita sangat patuh, kita dapat berharap memakai kombinasi yang sama untuk bertahun-tahun. Positif Fund Laporan Keuangan Positive Fund Yayasan Spiritia Periode Maret 2005 Saldo awal 1 Maret 2005 7,821,800 Penerimaan di bulan Maret 2005 800,000 + Total penerimaan 8,621,800 Pengeluaran selama bulan Maret : Tips... Tips untuk orang dengan HIV Silymarin adalah semacam jamu yang terbuat dari sari bibit tanaman Silybum marianum, yang juga disebut sebagai milk thistle. Jamu ini dapat diperoleh di toko obat di kota besar seperti Guardian atau Century. Jamu ini sudah dipakai selama lebih dari 2000 tahun untuk mengobati masalah hati. Untuk orang dengan HIV, terutama yang juga terinfeksi virus hepatitis B atau C (HBV dan HCV), silymarin dapat melindungi hati dari kerusakan yang disebabkan oleh terapi antiretroviral (ART). Silymarin juga mengurangi sakit perut sebagai efek samping ARV. Beberapa ahli menganjurkan agar silymarin tidak dipakai oleh perempuan hamil, karena dapat mempengaruhi perkembangan janin. Pastikan dokter mengetahui bila kita memakai Silymarin. Item Jumlah Pengobatan 353,900 Transportasi 0 Komunikasi 0 Peralatan / Pemeliharaan 326,026 Modal Usaha 0 + Total pengeluaran 679,926- Saldo akhir Positive Fund per 31 Maret 2005 7,941,875 Sahabat Senandika Diterbitkan sekali sebulan oleh Yayasan Spiritia dengan dukungan THE FORD FOUNDATION Kantor Redaksi: Jl Radio IV/10 Kebayoran Baru Jakarta 12130 Telp: (021) 7279 7007 Fax: (021) 726-9521 E-mail: yayasan_spiritia@yahoo.com Editor: Hertin Setyowati Copyright 2002 Yayasan Spiritia. Izin dikeluarkan bukan untuk diperdagangkan, sehingga bila mengutip isinya Anda harus mencantumkan sumber (termasuk alamat dan nomor telepon). Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter. 6 Sahabat Senandika No. 28