BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

dokumen-dokumen yang mirip

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008

DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015

Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H.

I. UMUM

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003

-2- memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dipe

Info Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

SIARAN PERS. Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

PERTANYAAN Bagaimanakan kasus Marbury vs Madison Apa alasan John Marshall membatalkan Judiciary Act. Bagaimana pemikiran Yamin tentang Yudisial Review

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan

KARAKTERISTIK PENGAWASAN YANG DIMILIKI OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS UNDANG-UNDANG DI NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

PUTUSAN PUTUSAN Nomor 91/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

INTERVENSI POLITIK DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 01 Juni 2016; disetujui: 23 Juni 2016

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

LEMBAGA LEMBAGA NEGARA. Republik Indonesia

KEKUA U SAAN N KEHAKIMAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

ara urut ut UUD 1945 Hasil Amandemen

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint

Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara

Lembaga Kepresidenan dalam Sistem Presidensial

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.4 Metode penelitian

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi bagian dari proses peralihan Indonesia menuju cita demokrasi

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENGUJI PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA. Oleh : DJOKO PURWANTO

BAB II KEDUDUKAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

UU & Lembaga Pengurus Tipikor L/O/G/O

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 22 ayat (2) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang...

BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau

Kewenangan MPR Dalam Pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SILABUS PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENINGKATAN PEMAHAMAN HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA PUSAT PENDIDIKAN PANCASILA DAN KONSTITUSI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 48/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah melahirkan sebuah

R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

1. Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final.

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5493

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2013, No Mengingat dan tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon hakim konstitusi serta pembentukan majelis kehormatan hakim konstitusi;

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XV/2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV ANALISIS KEDUDUKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG SEBAGAI DASAR HUKUM DALAM MEMUTUS PERKARA PERDATA DI LINGKUNGAN PENGADILAN AGAMA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCABUTAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

TAFSIR KONSTITUSI TERHADAP SISTEM PERADILAN DIINDONESIA* Oleh: Winarno Yudho

FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD Sunarto 1

Transkripsi:

34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 138-139) berpendapat: Judicial review terbagi dua, yaitu pertama objek yang berupa isi (bunyi pasal-pasal) dari sebuah peraturan perundang-undangan (material law) dan kedua, objek yang berupa prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan (formal law). Jika sebuah permohonan pengujian memohonkan uji terhadap dua objek tersebut, objek material dan objek formil, maka yang harus dibuktikan di depan hakim adalah objek formilnya terlebih dahulu. Hal itu dikarenakan secara logika hukumnya, jika objek formilnya atau prosedur pembentukan sebuah peraturan perundang-undangan telah bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, maka otomatis seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan (termasuk objek materil) tersebut dianggap telah bertentangan dengan peraturan hukum yang lebih tinggi. Logika hukum tersebut merupakan salah satu dasar kerangka berpikir konstitusi. Beberapa tahun terakhir ini penggujian materi UU semakin banyak yang masuk ke MK karena pembuatan hukum tidak didasari dengan kemampuan hukum yang baik. Kadang-kadang persoalan objek formil dan objek materil kurang diperhatikan sehingga hakim MK dengan mudah saja membatalkan setiap UU yang dimohonkan untuk uji materil. Sehubungan dengan judicial review, Mahfud MD (2007:96) berpendapat:

35 Perdebatan tentang dasar konstitusional judicial review memerlukan waktu yang juga panjang. Ketika muncul gagasan tentang pemberian hak kepada MA untuk melakukan uji materi UU atas UUD, seperti yang berlaku di Amerika Serikat, ada yang menolaknya karena sistem ketatanegaraan di Indonesia berbeda dari Amerika Serikat. Ketika pada suatu waktu dengan TAP MPR Nomor III/MPR/2000 ditetapkan bahwa hak uji materi UU terhadap UUD diberikan kepada MPR. MPR merupakan lembaga politik yang lebih banyak mencerminkan kepentingan politik daripada keahlian hukum dan kehendak untuk menjamin konsistensi UU terhadap UUD Negara RI 1945. Pembentukan MK sebagai lembaga yudikatif yang sejajar dengan MA dengan hak pengujian UU terhadap UUD Negara RI 1945 mendapat apresiasi dari berbagai pihak dan menjadi sebuah lembaga negara penjaga konstitusi yang lahir di era demokrasi. Telah dikemukakan bahwa pembentukan MK yang dianut UUD Negara RI 1945 berkaitan erat dengan ide untuk mengembangkan fungsi pengujian UU yang dikaitkan dengan kewenangan MA dalam sejarah awal pembentukan Negara Indonesia (Abdul Latif, 2009:54). Di dalam penelusuran sejarah ketatanegaraan Indonesia pada awal penyusunan Naskah Pembukaan dan UUD Negara RI 1945 oleh BPUPKI, tepatnya pada tanggal 15 Juli 1959, terdapat dua hal yang perlu mendapat perhatian awal dalam bahasan ini, yaitu: Pertama, Kewenangan Lembaga Kekuasaan kehakiman untuk melakukan Pengujian Konstitusional terhadap UU yang berlaku, walaupun belum menyebut institusi mana yang berwenang untuk melakukan. Kedua, melakukan interpretasi terhadap UU.

36 B. Perppu Perppu adalah suatu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang yang dibuat oleh Presiden, tanpa melibatkan DPR dalam pembentukannya. Pasal 22 ayat (1) UUD Negara RI 1945 menyatakan: Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang. Wewenang Presiden menetapkan Perppu adalah kewenangan yang luar biasa di bidang perundang-undangan, sedangkan wewenang ikut membentuk UU, Peraturan Pemerintah, dan Keputusan Presiden adalah wewenang biasa. Dalam praktik sistem perundang-undangan yang berlaku, Perppu merupakan jenis peraturan perundang-undangan tersendiri. Secara praktis, penggunaan sebagai nama tersendiri dimaksudkan untuk membedakan dengan PP yang bukan sebagai pengganti undang-undang atau PP. Menurut UUD 1945, Perppu adalah PP yang ditetapkan dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Pasal 22 ayat (1) UUD Negara RI 1945 menentukan: Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti Undang-undang. Dalam Pasal 22 ayat (2) dinyatakan Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut dan ayat (3) menentukan, jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut. Jika dicermati secara normatif Pasal 22 UUD Negara RI 1945 tidak

37 menyebutkan secara tegas apakah Perppu yang telah disetujui DPR maka otomatis berlaku atau wajib dilakukan pengundangan menjadi UU. Sehubungan dengan ketentuan Pasal 22 ayat (1), (2), dan (3), Asshiddiqie (2011:11) berpendapat: Dari ayat-ayat di atas dapat diketahui bahwa: pertama, peraturan tersebut disebut peraturan pemerintah (PP) sebagai pengganti Undangundang, yang berarti bentuknya adalah PP, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) UUD 1945. Pasal 5 ayat (2) ini menyatakan presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan Undang-undang sebagaimana mestinya. Jika biasanya bentuk peraturan pemerintah itu adalah peraturan yang ditetapkan untuk menjalankan Undang-undang sebagaimana mestinya, maka dalam keadaan kegentingan yang memaksa bentuk PP itu dapat dipakai untuk menuangkan ketentuan-ketentuan yang semestinya dituangkan dalam bentuk Undang-undang dan untuk menggantikan Undang-undang. Pernyataan Jimly di atas hendak menegaskan bahwa Presiden diberi peluang secara yuridis normatif untuk menerbitkan Perppu guna menyelesaikan persoalan yang mendesak dan genting. Perppu merupakan hak subjektif Presiden, sebagai tanggapan terhadap persoalan yang membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat. C. Mahkamah Konstitusi Sejak tahun 2001, secara resmi amandemen ketiga UUD Negara RI 1945 (melalui sidang tahunan MPR tahun 2001) menerima masuknya MK di dalam UUD Negara RI 1945 tersebut. DPR dan pemerintah kemudian membuat RUU mengenai MK. Sebagai pelaku kekuasaan kehakiman, MK mempunyai kedudukan, tugas dan kewenangan sebagaimana yang diatur dalam UUD Negara RI 1945 dan UU tentang MK.

38 berpendapat: Sehubungan dengan kelahiran MK, Mahfud MD (2007:71-73) Lahirnya MK merupakan jawaban atas keinginan agar lembaga yudisial dapat melakukan pengujian UU terhadap UUD yang sebelumnya sama sekali tidak dapat dilakukan. Kehadiran MK merupakan respons yang baik dari upaya amandemen UUD 1945 terhadap tuntutan check and balances antara legislatif dan yudikatif. Dengan adanya MK, lembaga legislatif tidak bisa lagi membuat UU secara serampangan baik karena kepentingan politik para anggotanya maupun karena kelemahan pemahaman atas substansi dan Prosedur-prosedurnya. Kelahiran MK disepakati MPR pada perubahan ketiga UUD Negara RI 1945, tanggal 9 November 2001 (Saldi Isra, 2010:298). Dalam hal ini, Pasal 24 Ayat (2) UUD Negara RI 1945 menyatakan, kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peardilan agama, lingkungan peradilan miiter, lingkungan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Ide pembentukan MK merupakan salah satu perkembangan pemikiran hukum ketatanegaraan modern yang muncul di abad ke-20. Setelah disahkannya perubahan ketiga UUD Negara RI 1945 yang mengatur tentang MK, DPR dan pemerintah kemudian membuat RUU mengenai Mahkamah Konstitusi. Setelah melalui pembahasan mendalam, DPR dan pemerintah menyetujui secara bersama UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK yang kemudian diubah dengan UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK.

39 D. Kekuasaan Mahkamah Konstitusi Sebagai pelaku kekuasaan kehakiman, MK mempunyai kedudukan, tugas dan fungsi dan kewenangan sebagaimana telah ditentukan oleh pasal 24 ayat (2), pasal 24C, dan diatur lebih lanjut dalam UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang perubahan atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. John Pieris (2007:51) memberikan batasan pengertian tentang kekuasaan: Pengertian kekuasaan dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai kemampuan atau kesanggupan orang atau golongan atas golongan lain berdasarkan kewibawaan, wewenang, kharisma atau kekuatan fisik. Dengan pengertian ini, dapat dipahami, bahwa seseorang atau segolongan yang berkuasa, biasanya memiliki kewibawaan, kekuasaan, kewenangan dan pengaruh yang besar untuk menguasai orang atau pihak lain. Berdasarkan Ketentuan Pasal 24 UUD Negara RI 1945 setelah perubahan, MK merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman disamping MA dan badan-badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha Negara. Sebagai pelaku kekuasaan kehakiman, MK mmpunyai kedudukan, tugas, fungsi, dan kewenangan sebagaimana telah ditentukan oleh Pasal 24 ayat (2), Pasal 24 C, dan diatur lebih lanjut dalam UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK (UU MK). Berdasarkan ketentuan Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 juncto Pasal

40 2 UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK, kedudukan MK adalah (Abdul Fadjar, 2006:118-119): 1. Merupakan salah satu lembaga Negara yang melakukan kekuasaan kehakiman; 2. Merupakan kekuasaan kehakiman yang merdeka; dan 3. Sebagai penegak hukum dan keadilan. Kedudukan Mahkamah Konstitusi tetap berada pada Pasal 2 Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2003 jo Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi yang mengatur bahwa: Mahkamah konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Wewenang Mahkamah Konstitusi kemudian diatur lebih rinci dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, yang mengatur bahwa: 1. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. Menguji Undang Undang terhadap Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara; c. kewenangannya diberikan oleh Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; d. Memutus pembubaran partai politik; dan e. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. 2. Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) berupa:

41 a. pengkhianatan terhadap negara adalah tindak pidana terhadap keamanan negara sebagaimana diatur dalam undang undang. b. korupsi dan penyuapan adalah tindak pidana korupsi atau penyuapan sebagaimana diatur dalam undang undang. c. tindak pidana berat lainnya adalah tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. d. perbuatan tercela adalah perbuatan yang dapat merendahkan martabat Presiden dan/atau Wakil Presiden. e. tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah syarat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Baik ketentuan yang ada dalam Pasal 24 UUD Negara RI 1945 maupun yang diatur pada kedua undang-undang tentang Mahkamah Konstitusi dapat dilihat bahwa Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga yang mandiri di bidang yudisial. Kedudukan Mahkamah Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman dalam sistem kelembagaan negara di Indonesia dimaksudkan sebagai lembaga yang mandiri untuk menyelenggarakan peradilan terhadap perkara-perkara ketatanegaraan tertentu yang diatur menurut ketentuan Pasal 7B jo Pasal 24C perubahan ketiga UUD Negara RI 1945. Jadi, pasca perubahan ketiga UUD Negara RI 1945 kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh dua lembaga yaitu, Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK). Adapun wewenang Mahkamah Konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 24C UUD Negara RI 1945 adalah sebagai berikut: 1. Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang- Undang Dasar. Wewenang yang dimiliki Mahkamah konstitusi untuk menguji undang-undang terhadap UUD sering disebut dengan istilah judicial review.

42 2. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar. 3. Memutus pembubaran Partai Politik.Implikasi dari wewenang ini berkaitan erat dengan eksistensi dan keabsahan suatu partai politik. 4. Memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum. Esensi dari kewenangan ini adalah uji kesahihan atas penghitungan suara pemilihan umum secara nasional. 5. Mahkamah Konstitusi memilki kewajiban memutus pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden. Putusan Mahkamah Konstitusi dalam hal ini dapat menjadi dasar hukum bagi DPR dalam mengundang MPR untuk mengadakan rapat paripurna guna meminta pertanggungjawaban Presiden/Wakil Presiden. Sebagai salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan, MK mempunyai empat kewenangan dan satu kewajiban, sebagaimana diatur dalam UUD Negara RI 1945. MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final.