II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Baku Kerang. Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Kerang Darah (Anadara granosa) Kerang darah termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai ciriciri:

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

III. METODOLOGI Bahan dan Alat. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerang bulu

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan sayuran yang

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. laut maupun ikan air tawar. Menurut Arias dalam Fernandes (2009) ikan

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

UJI ORGANOLEPTIK FRUITGHURT HASIL FERMENTASI LIMBAH BUAH ANGGUR (Vitis vinifera) OLEH Lactobacillus bulgaricus SKRIPSI

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai :(1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral,

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. tropis terutama di Indonesia, tanaman nangka menghasilkan buah yang

BAB I PENDAHULUAN. macam belimbing yaitu belimbing manis (Averrhoa carambola) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

TEKNOLOGI FERMENTASI PANGAN. Agroindustrial Departement, Faculty of Agricultural Technology, Brawijaya University

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G KELOMPOK : IV (EMPAT)

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar.

LAPORAN ILMU TEKNOLOGI PANGAN Pembotolan Manisan Pepaya. Oleh :

Pengawetan dengan garam, asam dan gula

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

BAB I PENDAHULUAN. komposisi senyawanya terdiri dari 40% protein, 18% lemak, dan 17%

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

Sosis ikan SNI 7755:2013

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

PENGOLAHAN PASTA LAOR (Eunice viridis) DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI GARAM

BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN. 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan

PENGARUH EKSTRAK KUNYIT (Curcuma domestica) DENGAN KONSENTRASI YANG BERBEDA TERHADAP MIKROBA PADA ISOLAT IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

BAB I PENDAHULUAN. tampilan dan teksturnya mirip dengan tahu yang berwarna putih bersih

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP

BAB I PENDAHULUAN. Beras adalah salah satu bagian paling penting di dunia untuk konsumsi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

DINI SURILAYANI, S. Pi., M. Sc.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat dan Kegunaan

Pengaruh Konsentrasi Garam dan Gula dalam Pengolahan Pikel Bunga Pisang Ambon ( Musa Paradisiaca L.) Oleh : Nataliningsih

PEMBUATAN SUSU DARI KULIT PISANG DAN KACANG HIJAU

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. dengan nama latin Musa paradisiaca. Pisang merupakan tanaman hortikultura

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar adalah salah satu komoditas pertanian yang bergizi tinggi, berumur

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Konsumsi tempe rata-rata per orang per

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. makanan yang halal dan baik, seperti makan daging, ikan, tumbuh-tumbuhan, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

PENDAHULUAN. sumber protein hewani. Kandungan protein kerang yaitu 8 gr/100 gr. Selain itu,

III. METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu. 3.2 Bahan dan Alat. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan dan

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh berbagai kalangan. Menurut (Rusdi dkk, 2011) tahu memiliki

BAB I PENDAHULUAN. berupa pengawet yang berbahaya (Ismail & Harahap, 2014). Melihat dari

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

Prinsip pengawetan. Mencegah/memperlambat kerusakan mikrobial. Mencegah/memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Air Perasan Jeruk

I. PENDAHULUAN. negara dengan ciri khas masing-masing. Makanan fermentasi tersebut diolah

BAB I PENDAHULUAN. Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam. rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan sumber makanan yang bergizi tinggi. Jamur juga termasuk bahan pangan alternatif yang disukai oleh

ANALISIS ORGANOLEPTIK PADA HASIL OLAHAN SOSIS IKAN AIR LAUT DAN AIR TAWAR

I. PENDAHULUAN. sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat. dikatakan rusak atau busuk ketika terjadi perubahan-perubahan yang

I. PENDAHULUAN. ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran gizi, dan perbaikan

TEKNOLOGI HASIL TERNAK. Kuliah ke 2

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani. 1. Pengertian Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani

<-- ' ' '\' l~i~ ;~~ B riicl~"':ii

BAB 1 PENDAHULUAN. secara optimal (Direktorat Pengelolaan Hasil Perikanan, 2007 dalam Marada, 2012).

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA Bahan Baku Kerang Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai ciri-ciri: cangkang terdiri dari dua belahan atau katup yang dapat membuka dan menutup dengan sebuah atau dua buah alat penutup. Katup diikat oleh jaringan pengikat elastis di bagian belakang cangkangnya. Umumnya, kerang hidup merendam dalam pasir dan lumpur (Soesanto, 1965). Sedangkan menurut Pathansali (dalam Broom, 1985), kerang Anadara spp. ditemukan pada substrat pasir bercampur lumpur, namun lebih banyak ditemukan di pantai berlumpur yang berdekatan dengan hutan bakau. Moeljanto dan Heruwati (1975) mengatakan bahwa kerang merupakan salah satu hasil perairan yang mempunyai nilai ekonomis penting dan disukai masyarakat. Di samping itu, Ismail (1971) mengatakan bahwa kerang mempunyai rasa yang gurih karena mengandung lemak dan kadar protein yang tinggi. Akan tetapi, menurut Early dan Strout (1982), bagian daging yang dapat dimakan (edible portion) kerang ini hanya sebesar 10-20%, tergantung musim dan daerah penangkapannya. Komposisi kimia proksimat dari daging kerang adalah sebagai berikut: air 80,3%; karbohidrat 3,4%; protein 12,8%; lemak 1,4%; abu 1,7%. Sebagian besar karbohidrat terdiri atas glikogen. Besarnya kandungan karbohidrat ini sangat menentukan pola kemunduran mutunya dibandingkan dengan beberapa produk perikanan laut lainnya (Jay, 1978). Sedangkan menurut Hardiansyah dan Dodik Briawan (dalam Sudarisman dan Elvina, 1996), kandungan gizi kerang per 100 gram berat, terdiri dari: protein 8,0 gr; lemak 1,1 gr; karbohidrat 3,6 gr; air 85 gr; calcium 133 mgr; phosphor 170 mgr; besi 3,1 mgr; vitamin A 93 ID, dan menghasilkan energi sebesar 59 kalori. Kerang merupakan makhluk "filter feeder" yang mengakumulasi bahan-bahan yang tersaring di dalam insangnya. Selama aktivitas tersebut, bakteri dan

mikroorganisme lain yang ada di sekelilingnya dapat terakumulasi dan mencapai jumlah yang membahayakan untuk dikonsumsi (Leslie dan Lee, 1984). Pemanasan atau perebusan dapat menghilangkan resiko bahaya yang serius akibat makan kerang. Namun demikian, potensi bahaya rekontaminasi masih perlu diperhatikan untuk dilakukan pencegahan. Kerang biasanya dimasak pada hari penangkapan itu juga. Pengupasan kulit kerang dapat dengan mudah dilakukan dengan cara merendamnya dalam air mendidih selama 10-15 detik, yang menyebabkan cangkangnya terbuka. Sterilisasi dapat dilakukan dengan cara merendamnya dalam air mendidih selama 2 menit setelah air mendidih kembali. Waktu perendaman harus dikontrol agar dagingnya tidak liat dan berubah warna. Cara lain untuk menghindari kerusakan selama penanganan kerang tersebut adalah dengan cara menyiramnya dengan air panas selama 40-50 detik (Early dan Strout, 1982). Pikel Kerang Pikel pertama dikenal di Skandinavia dan banyak dikunsumsi di negara Amerika Serikat. Ikan berkadar lemak tinggi sering dimanfaatkan untuk membuat pikel. Kerang yang biasanya dimakan segar dan mentah, juga banyak yang diawetkan dalam bentuk pikel (Proudlove, 1989). Pembuatan pikel (pickling) adalah pencelupan hasil perikanan ke dalam larutan garam cuka (pickling brine). Cara pembuatan pikel adalah pertama-tama ikan atau hasil perikanan lainnya dicelupkan ke dalam 4-7% asam cuka selama 3 minggu (di Eropa sampai 8 minggu), sehingga tulang dan durinya menjadi lunak. Selanjutnya, dikemas kembali untuk disimpan kedalam sebuah botol berisi larutan 1-2% asam cuka dan 2-4% garam. Biasanya pikel disimpan dalam botol dan dapat dimakan mentah, karena pickling dapat melunakkan tulang dan duri, sehingga langsung dapat dimakan (Regenstein and Regenstein, 1991).

Fungsi asam cuka dalam pembuatan pikel, menurut Keay et a/. (1982), adalah memberikan efek pengawetan dengan menurunkan ph hingga 4,5 sehingga semua bakteri pembusuk terhambat bahkan terhenti pertumbuhannya. Terhadap tekstur daging, asam cuka cenderung melunakkan daging. Menurut Connell (1990), daya hambat larutan asam asetat (asam cuka) terhadap bakteri dan enzim semakin meningkat dengan semakin tingginya konsentrasi larutan tersebut, namun rasanya semakin tidak disukai konsumen. Selanjutnya, Connell (1990) menjelaskan bahwa pembuatan pikel hasil perikanan biasanya terdiri dari 2 tahap. Tahap pertama bertujuan untuk melunakkan daging ikan, mensterilkan ikan, dan membentuk tekstur dan flavour dasar. Pada proses tersebut, protein ikan terkoagulasi dan tulang dan durinya menjadi lunak. Sedangkan, tahap kedua bertujuan untuk mempertahankan rasa asam cuka di dalam larutan pengawet selama penyimpanan. Produk akhir di dalam larutan asam cuka 1-2% dan garam 2-4% dapat mempertahankan kondisi dan daya simpan pikel ikan selama 3 bulan pada suhu sekitar 0 C. Menurut Keay et a/. (1982), setelah dilakukan perendaman dalam larutan garam asam, maka dilakukan pengangkatan dan penirisan. Pikel ikan yang baik dagingnya berwarna cerah, cemerlang, teksturnya kompak dan padat, namun tidak keras atau liat. Pikel tersebut lalu disimpan dalam botol yang berisi larutan asam asetat 1-2% dan garam 2-4% dengan perbandingan ikan dan larutan 1:1 atau 2:1. Jenis asam bisa digantikan asam tartarat atau asam sitrat asalkan phnya tidak lebih dari 4,5. Produk ini akan mempunyai ketahanan hingga 1 bulan pada suhu 3 C. Larutan Pencelup (Pickling Brine) Hasil produk akhir pikel biasanya ditentukan oleh larutan pencelupnya, seperti: gula, garam, dan bumbu tambahan lainnya (Regenstein and Regenstein, 1991). Larutan pencelup pikel (pickling brine) dalam botol tersebut biasanya berupa larutan asam asetat 1-2% dan garam 2-4% dengan perbandingan ikan dan larutan

1:1 atau 2:1. Akan tetapi, jenis asam tersebut bisa digantikan dengan asam tartarat, asam sitrat, atau asam lainnya, asalkan phnya tidak lebih dari 4,5 (Keay et a/., 1982). Garam berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu. Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik dan juga yang membentuk spora adalah yang paling mudah terpengaruh oleh adanya garam dengan konsentrasi rendah sekalipun. Garam mempengaruhi aktivitas air (Aw) bahan pangan, sehingga dapat mengendalikan pertumbuhan bakteri. Penggunaan garam juga akan menurunkan kebutuhan asam yang digunakan sebagai larutan pencelup (Buckle et a/., 1985). Selanjutnya, Buckle et al. (1985) mengatakan bahwa asam asetat dan laktat dapat digunakan sebagai pengawet makanan non fermentatif. Setidaknya, ada dua pengaruh asam terhadap mikroorganisme: yang pertama, berpengaruh terhadap perubahan ph, dan yang kedua memiliki sifat racun yang khas dari asam-asam yang tak terurai. Pada ph yang sama, asam asetat lebih bersifat menghambat terhadap mikroorganisme tertentu daripada asam laktat, sedangkan asam laktat lebih menghambat daripada asam sitrat. Larutan asam laktat dapat diperoleh sebagai hasil fermentasi sayuran kubis dalam larutan garam 2,5 % selama 4 sampai 6 hari secara anaerob. (Suriawiria, 1983). Fermentasi laktat dalam industri pangan adalah fermentasi yang dilakukan oleh sekelompok bakteri penghasil asam laktat, yaitu Diplococcus, Pediococcus, Sterptococcus, Leuconostoc, dan Lactobacillus (Fardiaz, 1992). Menurut Supardi dan Sukamto (1999), Lactobacillus yang banyak membutuhkan zat-zat gizi masih dapat tumbuh pada kubis yang sering dikenal sebagai bahan pangan yang kurang bergizi dibandingkan dengan daging. Selain itu, kubis merupakan sayuran yang mempunyai kapasitas bufer rendah, sehingga mudah difermentasikan dengan menghasilkan larutan asam. Lactobacillus ini, oleh

8 Suriawiria (1983) dikatakan, mampu menurunkan ph substrat hingga di bawah 4,5 dengan konsentrasi larutan asam laktat mencapai 2,5%. Kemunduran Mutu Pikel Pikel adalah produk mentah yang tidak perlu pemanasan dalam pembuatannya. Beberapa bakteri dan enzim masih dapat hidup walaupun sangat lemah, namun perlahan-lahan akan merusak bau dan warna, serta melembekkan pikel selaras dengan tingginya suhu penyimpanan. Namun demikian, produk tersebut tidak dapat disirnpan beku, karena dapat merusak tekstur daging ikan (Connell, 1990). Menurut Jay (1978), sebagian besar karbohidrat yang terkandung dalam daging kerang terdiri atas glikogen. Besarnya kandungan karbohidrat ini sangat menentukan pola kemunduran mutunya dibandingkan dengan beberapa produk perikanan laut lainnya. Karena tingginya kandungan glikogen pada kerang, maka kemunduran mutunya terutama disebabkan karena proses fermentasi oleh ragi. Oleh karena itu, pengukuran penurunan ph penting digunakan untuk mengukur kemunduran mutunya. Hubungan antara nilai ph dan tingkat mutunya adalah sebagai berikut: ph 6,2-5,9 baik; ph 5,8 lewat mutu, ph 5,7-5,5 mulai berbau; dan ph 5,2 ke bawah busuk dan rusak. Parameter lain untuk menentukan tingkat kemunduran hasil perikanan, termasuk udang dan kerang, yang cepat dan mudah adalah menentukan nilai TVB, dimana batas penolakan mutu ikan untuk kandungan TVB adalah 35-40 mg/100 gram daging ikan (Connel, 1990). Parameter jumlah basa menguap (TVB) cukup erat korelasinya dengan mutu organoleptik dan dapat dijadikan indeks mutu ikan (Arifuddin, Murtini dan Nasran, 1984). Basa-basa menguap ini terbentuk akibat denaturasi protein bersama-sama dengan trimetilamin yang berperan dalam proses pembusukan (Clucas dan Sutcliff, 1981).

Keberadaan mikroorganisme dalam bahan pangan merupakan salah satu indikator untuk menentukan apakah bahan pangan tersebut layak untuk dikonsumsi yaitu dengan menilai atas dasar jenis (kwalitatif) dan jumlah (kwantitatif) bakteri yang terdapat dalam makanan tersebut (Summer dalam Fatmawaty, 1992). Vibrio parahaemolyticus adalah jenis Vibrio penghuni laut asli dan penyebab penyakit yang hampir serupa dengan yang disebabkan oleh V. cholerae (Thayib dan Listiawati, 1978). Menurut Huss (1988), bakteri Vibrio parahaemolyticus adalah bakteri aerobik atau anaerobik fakultatif, halofilik, gram positif yang dapat bergerak, bersifat patogen terhadap manusia. Secara normal, bakteri ini hidup pada ikan atau kerang dari perairan yang hangat, khususnya perairan yang mengandung limbah organik. Waktu generasi Vibrio ini sekitar 5-10 menit, namun bakteri ini mudah dimusnahkan dengan perlakuan pemanasan. Oleh Supardi dan Sukamto (1999) ditambahkan bahwa bakteri Vibrio parahaemolyticus ini tumbuh dengan baik pada konsentrasi garam 2,9%, Aw 0,94-0,99, ph 5,0-8,5, serta sensitif terhadap perubahan suhu. Kontaminasi bakteri ini biasanya terjadi pada saat pengolahan. Jumlah total bakteri (TPC) yang dapat diterima untuk daging kerang segar adalah 5 x 10 5 sel/gram, E. coli maksimal 20 MPN/gram, dan Vibrio parahaemolyticus serta Vibrio cholerae negatif dalam setiap 25 gram contoh (Leslie dan Lee, 1984).