Disusun Oleh: Alva. Kurniawann

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

POTENSI ENDAPAN EMAS SEKUNDER DAERAH MALINAU, KALIMANTAN TIMUR

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB IV HIDROGEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. curam, hanya beberapa tempat yang berupa dataran. Secara umum daerah Pacitan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ibukota Jawa Barat berada disekitar gunung Tangkuban Perahu (Gambar 1).

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TAMBAKASRI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG, PROVINSI JAWA TIMUR

STUDI HUBUNGAN TINGKAT ALTERASI TERHADAP POTENSI LONGSORAN BERDASARKAN ANALISIS PETROGRAFI DAN X-RAY DIFRACTION

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem bijih porfiri berasal dari fluida magmatik hidrotermal bertemperatur tinggi,

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

BAB II KERANGKA GEOLOGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sebagai negara kepulauan tergabung kedalam rangkaian sirkum

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah

BAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL

GEOLOGI DAN ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI DAERAH SITUMEKAR DAN SEKITARNYA, SUKABUMI, JAWA BARAT TUGAS AKHIR A

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi

BAB I PENDAHULUAN. Bab 1 Pendahuluan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Transkripsi:

LAPORAN PENYELIDIKAN SEMENTARA POTENSI EMAS DI HEGARMANAH, KECAMATAN GEGERBITUNG, KABUPATEN SUKABUMI Disusun Oleh: Alva Kurniawann RESEARCH AND DEVELOPMENT OF GEOSCIENCE AND ENVIRONMENTAL MATTER (RED-GEM) YOGYAKARTAA 2010

1. Pendahuluan Hegarmanah adalah suatu desa di Kecamatan Gegerbitung, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat yang memiliki potensi emas. Kegiatan penambangan emas di daerah Hegarmanah dan sekitarnya tidak dapat langsung dilakukan karena cadangan emas yang tersedia belum terukur sehingga keuntungan total yang mungkin diperoleh belum dapat diperkirakan. Penyelidikan kandungan emas yang ada di Hegarmanah dapat dilakukan sebagai langkah awal untuk memperoleh gambaran umum terhadap prospek penambangan emas yang akan dilakukan. Ruang lingkup wilayah kajian dalam laporan ini meliputi Hegarmanah, Kecamatan Gegerbitung, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat dan daerah-daerah disekitarnya. Ruang lingkup materi kajian meliputi kondisi topografi Hegarmanah dan sekitarnya, kondisi geologi dan hidrogeologi Hegarmanah dan sekitarnya, serta kemungkinan karakteristik emas yang terendapkan. Laporan ini dibuat untuk mencapai dua tujuan pokok penulisan. Tujuan yang pertama adalah memperkirakan karakteristik emas yang terendapkan di wilayah Hegarmanah dan sekitarnya. Tujuan yang kedua adalah memperkirakan potensi emas yang ada di wilayah Gegerbitung dan sekitarnya berdasarkan data yang tersedia. 2. Metodologi Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan pengambilan data dari internet. Data-data diperoleh dari Pannekoek (1946, pada Bemmelen (1970, hal. 617-618)), Verslagen en Mededeelingen (No. 16, 1924, pada Bemmelen (1949, hal. 133)), dan Clarke (1989). Salah satu sumber data merupakan citra SRTM (Shuttle Radar Topographic Mission) tahun 2009, diperoleh dari internet dengan alamat situs http://www.wikimapia.org. Korelasi kondisi topografi, kondisi geologi, dan hidrogeologi berdasarkan data yang ada dilakukan untuk memperoleh gambaran umum dari karakteristik emas yang terendapkan. Gambaran umum dari karakteristik emas yang diperoleh dari hasil analisis kemudian diasosiasikan dengan karakteristik emas pada zona tambang emas terdekat Research and Development of Geoscience and Environmental Matter 2

yang memiliki karakteristik fisik yang sama untuk mendapatkan perkiraan karakteristik emas yang spesifik. Setelah karakteristik emas yang terendapkan diketahui maka lokasilokasi dimana deposit emas yang potensial sebagai cadangan emas akan dapat diperkirakan. Potensi emas Hegarmanah diketahui berdasarkan analisis distribusi lokasi yang memiliki potensi keterdapatan emas yang tinggi. 3. Kondisi Fisik Hegermanah 3.1.Kondisi Topografi Hegarmanah Zona Hegarmanah terletak pada elevasi kurang-lebih 1000 m dpal di Dataran Tinggi Jampang. Kondisi relief di Hegarmanah relatif kasar, zona sebelah timur terdapat lereng yang memiliki sudut lereng yang tidak terlalu curam sementara zona sebelah timur terdapat lereng yang memili sudut lereng cukup curam. Pada zona sebelah selatan terdapat lereng yang berbatasan dengan lereng kaki G.Beser. Zona sebelah barat di dominasi oleh perbukitan-perbukitan yang memiliki sudut lereng yang cukup curam. 3.2.Kondisi Geologi Hegarmanah 3.2.1. Stratigrafi Zona Hegarmanah terdiri atas Formasi Jampang Atas, Formasi Beser, leleran lava (andesit, basalt, dan diabas), Kompleks Cimandiri (Formasi Lengkong, Formasi Njalindung, dan Karang-Batugamping), dan batuan intrusif (amfibol diorit dan dasit). Formasi Jampang Atas berumur Miosen tengah-miosen bawah. Formasi Jampang Atas terdiri dari tuf dasit, batupasir tufan, tuf pumis, tuf andesit, dan breksi andesitis (sebagian besar batuan Formasi Jampang Atas mengandung mineral kuarsa-hornblend). Formasi Beser berumur Miosen atas dan tersusun dari batuan breksi, tuf, dan pumis tuf (sebagian besar batuan Formasi Beser mengandung mineral hornblen). Kompleks Cimandiri berumur Miosen tengah dan terdiri atas Marls, Batupasir Tufan, dan Shale (sebagian besar lapisan batuan Kompleks Cimandiri mengandung moluska dan foraminifera). Leleran lava dan intrusi amfibol dio- Research and Development of Geoscience and Environmental Matter 3

Gambar 1. Lokasi obyek kajian (Lingkaran Merah) yaitu Desa Hegarmanah, Kecamatan Gegerbitung, Kabupaten Sukabumi pada citra SRTM (sumber: wikimapia.org). Research and Development of Geoscience and Environmental Matter 4

rit terdapat pada Formasi Beser sedangkan intrusi dasit terdapat pada Formasi Jampang Atas. Gambar 2. Korelasi stratigrafi di Hegarmanah dan daerah sekitarnya. 3.2.2. Geologi Struktur Aktifitas vulkanis yang intesif mendorong Kompleks Cimandiri sehingga terjadi patahan peregangan (tensional fault). Tekanan akibat aktivitas gunungapi akan menyebabkan timbulnya retakan-retakan pada zona-zona yang letaknya jauh dari pusat aktivitas vulkanis. Lipatan-lipatan mikro terbentuk pada zona-zona dekat pusat aktivitas vulkanis sementara pada zona yang jauh dari pusat aktivitas vulkanis, patahan-patahan terbentuk. Rekahanrekahan juga terbentuk aktivitas intrusi magma yang mengalami kontak dengan airtanah. Pada zona sebelah utara Hagermanah terdapat patahan yang berada pada lembah antara lereng Dataran Tinggi Jampang dan igir di sebelah Research and Development of Geoscience and Environmental Matter 5

selatan Kota Sukabumi. Ketidakselarasan (unconformity) struktur geologi terdapat pada Formasi Beser-Kompleks Cimandiri. 3.2.3. Geogenesis Formasi Jampang Atas terbentuk dari kegiatan-kegiatan vulkanis dengan magma yang bersifat asam (kebanyakan produk vulkanis mengandung fragmen dasitik) pada masa Miosen bawah hingga Miosen tengah. Selanjutnya Kompleks Cimandiri terbentuk dari material endapan marin. Setelah pembentukan Kompleks Cimandiri, aktivitas vulkanis terjadi dan menghasilkan endapan material vulkanis terestrial yang membentuk Formasi Beser. Aktivitas vulkanis yang terjadi cenderung berasal dari magma yang bersifat intermedier-basa berdasarkan hasil aktivitas vulkanis berupa mineral amfibol. Formasi Beser terbentuk menutupi sebelah utara-timur dari Formasi Cimandiri yang lebih dahulu terbentuk. Erosi yang intensif terjadi pada G.Beser sehingga batuan intrusif yang merupakan saluran magma dari G.Beser tersingkap. 3.3.Kondisi Hidrogeologi Gambar 3. Kemungkinan kondisi struktur geologi di Hegarmanah dan daerah sekitarnya. Research and Development of Geoscience and Environmental Matter 6

Secara umum Zona Hegarmanah merupakan zona aquitard. Zona aquifuge terdapat pada perbukitan-perbukitan di sebelah barat. Material permukaan cenderung bertekstur lempungan karena pelapukan tingkat lanjut dari material batuan yang telah berumur tua. Airtanah sulit ditemukan karena material penyusun Hegarmanah merupakan material yang tidak mampu menyimpan air. Retakan-retakan banyak ditemukan pada lapisan batuan namun retakan-retakan yang ada pada batuan tidak lagi mampu menyimpan air karena telah tertutup endapan mineral dari proses hidrotermal dan pelarutan. Lapisan batuan yang lebih dalam cenderung bersifat masif akibat tekanan dari material diatasnya dan tekanan dari magma dibawahnya, sehingga merupakan lapisan yang tak mampu meloloskan dan menyimpan air tanah (aquifuge). 4. Karaketeristik Endapan Emas 4.1.Karakteristik Umum Endapan Emas Kondisi fisik Hegarmanah yang merupakan daerah yang dekat dengan pusat kegiatan vulkanis dan banyak terdapat retakan menyebabkan kecenderungan bahwa emas yang terendapkan di Hegarmanah secara umum akan terendapkan dalam retakan-retakan yang membentuk urat-urat. Intrusi merupakan salah satu proses vulkanis yang berperan penting dalam pembentukan sistem hidrotermal yang merupakan sistem yang mengendapkan emas. Batuan intrusif yang ada adalah diorit dengan mineral amfibol menunjukkan ciri magma intermedier yang cenderung bersifat basa, selain itu terdapat juga batuan intrusif dasit yang menunjukkan komposisi magma yang lebih asam. Zona-zona dengan intrusi magma yang cenderung bersifat basa menunjukkan kadar air magmatik yang rendah (magma kental) sehingga tekanan yang ada akan lebih rendah dibandingkan magma yang bersifat asam. Pada zona-zona dengan magma yang bersifat asam, retakan-retakan dalam jumlah yang banyak akan terdapat pada lapisan-lapisan batuan akibat tekanan yang besar sehingga potensi emas akan lebih besar dibandingkan dengan zona-zona dengan intrusi magma yang bersifat cenderung basa. Pada zona-zona dengan intrusi magma yang bersifat cenderung ke basa, emas akan terendapkan retakan-retakan bersama dengan mineral-mineral mafik Research and Development of Geoscience and Environmental Matter 7

(misalnya pirit). Pada zona dengan intrusi magma yang bersifat cenderung ke asam, emas akan terendapkan di retakan-retakan bersama dengan mineral-mineral felsik (misalnya kuarsa). 4.2.Karakteristik Endapan Emas di Tambang Emas Jampang Emas terendapkan pada retakan-retakan yang membentuk urat-urat. Urat-urat tersebut memiliki arah (azimuth) N 17 W pada umumnya. Emas terendapkan bersama kuarsa, material karbonat, pirit, spalerit, galenit, dan kalkopirit. Urat-urat tersebut berada pada batuan andesit dan breksi andesit. 4.3.Kemungkinan Karakteristik Endapan Emas di Hegarmanah Tambang emas terdekat adalah Tambang Emas Jampang sehingga analisis kemungkinan karakteristik emas di Hegermanah didasarkan pada karakteristik emas di Tambang Emas Jampang. Hegermanah tersusun oleh Formasi Beser sebagai formasi batuan utama dimana magma dari Gunungapi Beser cenderung bersifat intermedier ke basa sehingga emas akan terendapkan dalam retakan-retakan bersama dengan mineral pirit atau kalkopirit. Endapan emas bersama material-material karbonat juga mungkin ditemukan karena terdapat Kompleks Cimandiri yang berada di bawah Formasi Beser. Material-material karbonat yang berada di Kompleks Cimandiri terlarutkan oleh perkolasi airtanah namun airtanah yang mengandung material karbonat masuk dalam sistem hidrotermal sehingga material karbonat terendapkan dalam retakan-retakan bersama emas dan mineral lainnya. Batuan dimana urat-urat tersebut berada kemungkinan adalah pada batuan andesit dan breksi andesit. 5. Potensi Emas di Hegarmanah Potensi emas di Hegarmanah pada umumnya cenderung rendah karena aktivitas dari magma intermedier-basa cenderung memberikan tekanan yang lebih rendah sehingga retakan-retakan yang terbentuk sedikit dan sistem hidrotermal yang muncul hanya mampu mengendapkan sedikit mineral emas. Zona-zona yang potensial mengandung urat emas adalah zona-zona yang berada dekat dengan pusat aktivitas vulkanis yang Research and Development of Geoscience and Environmental Matter 8

membentuk Formasi Beser. Emas cenderung akan terendapkan pada Formasi Beser yang masif sehingga letak urat berada pada lapisan bawah tanah dekat dengan Formasi Cimandiri. Batuan-batuan andesit dan breksi andesitis yang mengalami alterasi hidrotermal umumnya akan memiliki retakan-retakan yang terisi oleh mineral pirit dan material karbonat. Batuan-batuan dengan ciri tersebut dapat diasosiasikan dengan lokasilokasi dimana endapan emas mungkin ditemukan. 6. Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian diatas maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut: Karakteristik endapan emas di Hegarmanah adalah emas terendapkan pada retakan-retakan bersama dengan mineral-mineral pirit dan kalkopirit serta material karbonat. Potensi emas cenderung rendah dan emas terendapkan pada lapisan bawah Formasi Beser yang masif, keterdapatan emas dapat berasosiasi dengan batuanbatuan andesit dan breksi andesitis yang retak-retak (retakan terisi oleh mineral pirit dan material karbonat). 7. Referensi Clark, M.C.G. 1989. Geological Map of Indonesia. Jakarta: British Geological Survey and Ministry of Transmigration Directorate General of Settlement Preparation. Pirajno, Franco. 2009. Hydrothermal Process and Mineral System. Perth: Springer and Geological Survey of Western Australia. Van Bemmelen, R.W. 1949. The Geology of Indonesia Vol. II: Economic Geology. The Hague: Martinus Nijhoff Van Bemmelen, R.W. 1970. The Geology of Indonesia Vol. I: General Geology of Indonesia and Adjacent Archipelagoes, 2 nd Edition. The Hague: Martinus NijHoff. Research and Development of Geoscience and Environmental Matter 9