IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

dokumen-dokumen yang mirip
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Tabel 2 No Analisis Metode Hasil Status Hara

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia

HASIL DAN PEMBAHASAN

Universitas Sumatera Utara

REHABILITASI LAHAN KERING ALANG ALANG DENGAN OLAH TANAH DAN AMANDEMEN KAPUR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL PENELITIAN

EFEKTIFITAS PUPUK HAYATI ECOFERT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG. Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena

PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN

PENGARUH PUPUK MAJEMUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN SERAPAN HARA JAGUNG (Zea mays. L) PADA LATOSOL DARMAGA. Oleh: Dodo Aprilianda A

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

DAFTAR PUSTAKA Lampiran 1. Bagan penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

JURNAL SAINS AGRO

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil percobaan menujukkan bahwa pemberian sludge limbah tapioka dan pupuk

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 3. Analisis AwalLimbah Padat Kertas Rokok PT. Pusaka Prima Mandiri Parameter Satuan Hasil Uji Metode Uji. 14,84 IK.01.P.

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG

Latar Belakang. Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan

LAMPIRAN DATA. Lampiran 1. Contoh Lengkap Data Pengamatan Jumlah Daun (helai) Umur 1 MST Ulangan Perlakuan

Aplikasi Pupuk Kandang dan Pupuk SP-36 Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH BAHAN ORGANIK DAN PUPUK NPK TERHADAP SERAPAN HARA DAN PRODUKSI JAGUNG DI INCEPTISOL TERNATE

Tabel Lampiran 1. Hasil Analisis Kimia Tanah Inceptisol Berdasarkan Kriteria Pusat Penelitian Tanah 1983

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Nitrogen dan Kalium bagi Tanaman Jagung

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha

RINGKASAN Maspeke, S. P dan Nurdin

Respon Beberapa Sifat Kimia dan Hasil Tanaman Kakao terhadap Pemberian Pupuk Organik dan Pupuk Hayati

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo provinsi DIY. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Jagung Manis Varietas Bonanza. : Dikembangkan oleh Departemen Pendidikan dan Pengembangan PT. East West Seed Indonesia.

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 4. Perubahan Jumlah Daun Rumput Raja (A) dan Rumput Taiwan (B) pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

Pengaruh ph tanah terhadap pertumbuhan tanaman

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007)

Transkripsi:

15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia Latosol Darmaga Latosol (Inceptisol) merupakan salah satu macam tanah pada lahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian. Latosol menyebar paling luas dibandingkan jenis tanah lainnya, yaitu sekitar 70,5 juta ha atau sekitar 37,5% dari luas daratan Indonesia. Tanah ini dapat dijumpai terutama di pulaupulau besar seperti: Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua (Puslittanak, 2000). Umumnya Latosol terbentuk di daerah tropika basah, mempunyai curah hujan dan suhu yang tinggi. Hasil analisis pendahuluan sifat kimia Latosol Darmaga yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia Latosol Darmaga Jenis Analisis Satuan Nilai Kriteria (PPT, 1983) ph H 2 O 1:1-4.50 Masam ph KCl 1:1-3.70 - C-organik % 2.07 Sedang N-total % 0.18 Rendah Nisbah C/N - 9.66 - P-tersedia ppm 11.6 Tinggi P-HCl 25 % ppm 124.6 Sangat Tinggi Ca-dapat ditukar me/100 g 1.82 Sangat Rendah Mg-dapat ditukar me/100 g 0.79 Rendah K-dapat ditukar me/100 g 0.20 Rendah Na-dapat ditukar me/ 100 g 0.50 Sedang KTK me/100 g 10.93 Rendah KB % 30.28 Sedang Al dapat ditukar me/100 g 1.68 - H-dapat ditukar me/100 g 0.30 - Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah (PPT, 1983 dalam Hardjowigeno, 2003) (Lampiran 2) Latosol Darmaga (Tabel 2) tergolong bereaksi 15

16 masam dengan nilai ph 4.50, C organik tergolong sedang dengan nilai 2.07 %, N- total tergolong rendah dengan nilai 0.18 %, Ca dapat ditukar tergolong sangat rendah dengan nilai 1.82 me/100 g dan Mg-dd, K-dd masing-masing tergolong rendah dengan nilai 0.79 me/100 g dan 0.20 me/100 g, KTK yang menunjukan potensi tanah dalam menyimpan hara tergolong rendah. Rendahnya KTK tanah karena Latosol Darmaga didominsai oleh tipe liat 1:1 (94 %) pada horison A (Hartono et al., 2005) dan mempunyai kadar bahan organik tergolong rendah, sedangkan rendahnya kadar kalsium, kalium dan magnesium selain disebabkan oleh kadar bahan organik yang rendah juga oleh sifat liat hidro-oksida (Soepraptohardjo dan Suharjo, 1978). Selanjutnya untuk nilai kejenuhan basa tergolong sedang yaitu sebesar 30.28 %. Dari parameter-parameter yang telah di analisis maka dapat disimpulkan bahwa tingkat kesuburan tanah ini tergolong rendah. Oleh karena itu perlu dilakukan pengapuran dan pemupukan agar pertumbuhan dan produksi tanaman lebih baik. 4.1.2. Tinggi Tanaman, Bobot Tongkol Kering per Petak, Bobot Tongkol Kering contoh, dan Bobot Pipilan Kering per Petak Hasil pengamatan tinggi tanaman, bobot tongkol per petak, bobot tongkol contoh dan bobot pipilan per petak disajikan dalam Lampiran 3-5, sedangkan hasil analisis ragamnya disajikan dalam Lampiran 7-10. Hasil analisis ragam, menunjukan bahwa perlakuan pemupukan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, bobot tongkol per petak, bobot tongkol contoh dan bobot pipilan per petak. Hal ini menunjukan bahwa jagung pada petak perlakuan BG, standar, dan kontrol memberikan respon yang berbeda terhadap semua perlakuan yang diberikan. Tabel 3 menunjukan hasil uji Duncan tinggi tanaman minggu ke 6. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa perlakuan BG dan standar nyata lebih tinggi daripada Kontrol. Perlakuan BG 2.0 nyata lebih tinggi dari perlakuan BG 0.5 dan kontrol tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan standar, sedangkan pada perlakuan BG 0.5, BG 1.0 dan BG 1.5 nyata lebih lebih rendah dari 16

17 perlakuan standar dan nyata lebih tinggi dari perlakuan kontrol. Pada perlakuan BG, tinggi tanaman yang paling tinggi dihasilkan pada BG 2.0 sedangkan tinggi tanaman yang paling rendah dihasilkan oleh perlakuan BG 0.5. Akan tetapi antara perlakuan BG 1.0, BG 1.5, dan BG 2.0 tidak berbeda nyata satu sama lain. Perlakuan Tabel 3. Pengaruh Perlakuan Terhadap Tinggi Tanaman, Bobot Tongkol per Petak, Bobot Tongkol Contoh dan Bobot Pipilan per Petak Tinggi Tanaman (cm) Bobot Tongkol/Petak (kg) Bobot Tongkol Contoh (kg) Bobot Pipilan/petak (kg) Kontrol 40.53 a 0.95 a 0.13 a 0.49 a BG 0.5 65.20 b 7.00 b 0.90 b 4.23 b BG 1.0 70.10 bc 5.46 b 0.87 b 3.14 b BG 1.5 74.40 bc 6.95 b 1.23 bc 3.94 b BG 2.0 77.63 cd 5.83 b 0.95 b 3.26 b Standar 83.86 d 7.62 b 1.53 c 4.16 b Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata 0.05 (α = 5 %) dengan uji DMRT Data bobot tongkol per petak, menunjukan bahwa perlakuan standar menghasilkan bobot tongkol per petak lebih tinggi daripada perlakuan BG tetapi secara statistik tidak berbeda nyata. Perlakuan standar dan BG nyata lebih tinggi daripada perlakuan kontrol. Pada perlakuan BG, bobot tongkol terbesar dihasilkan oleh petak BG 0.5 yaitu sebesar 7.00 kg/petak dan tidak berbeda dengan standar, sedangkan bobot tongkol kering terkecil dihasilkan oleh petak BG 1.0 yaitu sebesar 5.46 kg/petak. Perlakuan standar menghasilkan bobot tongkol contoh terbesar dibandingkan perlakuan BG dan kontrol, yaitu sebesar 1.53 kg namun secara statistik tidak berbeda nyata dengan perlakuan BG 1.5, sedangkan pada perlakuan BG bobot tongkol terendah terdapat pada petak BG 1.0 yaitu sebesar 0.87 kg dan tidak berbeda nyata. Berdasarkan hasil uji Duncan (Tabel 3), menunjukan bahwa bobot pipilan per petak pada seluruh perlakuan BG tidak berbeda nyata dengan perlakuan standar meskipun petak BG 0.5 menghasilkan bobot pipilan lebih tinggi dari 17

18 standar, sedangkan perlakuan BG 1.0, BG 1.5, dan BG 2.0 menghasilkan bobot pipilan lebih rendah dari standar. Secara keseluruhan perlakuan BG dan standar nyata lebih tinggi dari kontrol padak keempat variabel yang diamati. Rendahnya produksi pipilan kering pada perlakuan kontrol ini disebabkan tanaman kekurangan hara N, P, dan K yang dibutuhkan tanaman dalam perkembangannya sehingga menghambat pertumbuhan vegetatif yaitu tinggi tanaman dan pertumbuhan generatif yaitu pengisian janggel. 4.1.3. Serapan Hara N, P, dan K Data hasil pengukuran serapan hara N, P, dan K berangkasan jagung disajikan dalam Lampiran 6 dan hasil analisis ragamnya disajikan dalam Lampiran 10-11, sedangkan hasil uji Duncan serapan N, P dan K dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil analisis ragam, menunjukan bahwa perlakuan BG dan Standar berpengaruh nyata terhadap serapan N, P dan K berangkasan jagung. Tabel 4. Pengaruh Perlakuan Terhadap Serapan Hara N, P, dan K Serapan Hara Perlakuan N P K (g/petak) (g/petak) (g/petak) Kontrol 0.95 a 0.03 a 0.67 a BG 0.5 1.71 ab 0.11 ab 4.29 b BG 1.0 2.29 bc 0.11 ab 3.48 b BG 1.5 2.62 bc 0.13 bc 4.80 b BG 2.0 3.07 c 0.15 bc 5.17 b Standar 2.96 c 0.21 c 4.64 b Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf nyata 0.05 (α = 5 %) dengan uji DMRT Dari hasil uji Duncan (Tabel 4) perlakuan BG 2.0 mempunyai serapan N dan K tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Akan tetapi serapan N pada BG 2.0 tidak berbeda nyata dibandingkan BG 1.5, BG 1.0 dan standar namun nyata lebih tinggi daripada perlakuan BG 0.5 dan kontrol. Serapan K pada perlakuan BG 2.0 tidak berbeda nyata dibandingkan BG 0.5. BG 1.0, BG 1.5 dan standar namun nyata lebih tinggi daripada perlakuan kontrol. Tingginya serapan N dan K pada perlakuan BG 2.0 ini kemungkinan disebabkan sumbangan N dan K yang 18

19 diberikan oleh perlakuan BG 2.0 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Perlakuan standar menghasilkan serapan P tertinggi tetapi tidak berbeda nyata dengan BG 1.5 dan BG 2.0 namun lebih tinggi daripada perlakuan BG 1.0, BG 0.5 dan kontrol. 4.1.4. Sifat Kimia Tanah Setelah Panen Tanah sebelum perlakuan memiliki ph masam (4.50) dengan kandungan N-total, P-tersedia, dan K-dapat ditukar masing-masing sebesar 0.18 %, 11.6 ppm, dan 0.20 me/100 g, sedangkan setelah panen ph tanah tidak mengalami perubahan yang signifikan. Perubahan ph tanah yang tertinggi setelah panen terdapat pada perlakuan BG 0.5 dengan nilai 5.10, dengan tingkat perubahan kurang dari 1 nilai ph. Tabel 5. Pengaruh Perlakuan Pemupukan Terhadap Sifat Kimia Tanah Perlakuan H 2 O (ph 1:1) N-total P Ca Mg K Al H (%)...(ppm)......(me/100g)... Kontrol 4.50 0.24 8.50 4.39 0.58 0.15 0.57 0.32 BG 0.5 5.10 0.25 16.10 8.07 1.06 0.31 tr 0.24 BG 1.0 4.90 0.24 18.60 8.98 1.20 0.29 0.16 0.26 BG 1.5 4.20 0.25 19.50 4.22 0.53 0.30 0.65 0.31 BG 2.0 4.30 0.26 22.00 4.58 0.66 0.34 0.73 0.34 Standar 4.60 0.25 14.40 6.80 0.92 0.25 0.26 0.28 Kadar P-tersedia dan K-dapat ditukar setelah panen cenderung meningkat pada setiap perlakuan pemupukan baik perlakuan BG maupun perlakuan Standar. Kenaikan kadar P-tersedia dan K-dapat ditukar ini di duga berasal dari pupuk NPK yang diberikan sehingga berpengaruh terhadap kadar P-tersedia dan K-dapat ditukar di dalam tanah. 4.2. Pembahasan Umum Latosol di Indonesia memiliki tingkat kesuburan yang bervariasi dari rendah sampai tinggi, kandungan bahan organik sedang hingga rendah dan bereaksi agak masam hingga netral (Subagyo dalam Syafrudin et al, 2006). Latosol Darmaga termasuk tanah yang memiliki ph masam, yaitu 4.5 dengan KTK, N-total dan basa-basa yang rendah (Tabel 2) sehingga kurang baik bagi 19

20 pertumbuhan tanaman semusim seperti jagung. Dengan kondisi tanah yang demikian maka proses pertumbuhan dan produksi tanaman akan terhambat, sehingga untuk memperoleh pertumbuhan tanaman yang optimum, faktor pembatas tersebut harus dapat diatasi salah satunya dengan pemupukan. Tinggi tanaman merupakan salah satu ukuran peubah tanaman yang sering diamati dalam suatu percobaan, karena tinggi tanaman merupakan indikator pertumbuhan tanaman. Hal tersebut berdasarkan atas kenyataan bahwa tinggi tanaman adalah ukuran peubah pertumbuhan tanaman yang paling mudah dilihat, sebagai pengukur peubah pertumbuhan. Hasil percobaan menunjukan bahwa, pemberian pupuk BG dan pupuk standar berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada usia 6 MST. Tinggi tanaman terendah dihasilkan oleh perlakuan kontrol (40.53 cm) dan tertinggi dihasilkan oleh perlakuan standar (83.86 cm), sedangkan pada perlakuan BG, tinggi tanaman terendah dihasilkan oleh perlakuan BG 0.5 (65.20 cm) dan tertinggi dihasilkan oleh perlakuan BG 2.0 (77.63 cm) meskipun secara statistik tinggi tanaman pada perlakuan BG 2.0 tidak berbeda nyata dibandingkan perlakuan standar. Perbedaan tinggi tanaman pada perlakuan BG maupun standar terhadap perlakuan kontrol disebabkan oleh meningkatnya serapan N, P dan K tanaman yang dipengaruhi oleh kelarutan pupuk yang diberikan ke dalam tanah. Salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi tanaman adalah peningkatan serapan N tanaman yang dapat memacu pertumbuhan vegetatif tanaman (Ismunadji, 1976 dalam Dirjendikti, 1991). Tabel 4 menunjukan bahwa serapan N terendah terdapat pada perlakuan kontrol, sehingga menyebabkan perlakuan kontrol memilik tinggi tanaman yang paling rendah dibandingkankan perlakuan BG maupun Standar. Dengan demikian, maka serapan hara N berbanding lurus terhadap peningkatan tinggi tanaman. Selain meningkatkan tinggi tanaman, pemupukan juga meningkatkan bobot tongkol per petak, bobot tongkol contoh dan bobot pipilan per petak. Perlakuan standar menghasilkan bobot tongkol per petak dan bobot tongkol contoh terbesar yaitu 7.62 kg/petak dan 1.53 kg. Namun pada bobot pipilan per 20

21 petak nilai terbesar dihasilkan oleh perlakuan BG 0.5 yaitu 4.23 kg/petak. Hal ini diduga karena unsur hara yang tersedia di dalam tanah yang diserap oleh tanaman lebih mempengaruhi pertumbuhan biji. Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa ketersediaan P dan K di dalam tanah pada perlakuan BG 0.5 lebih tinggi daripada perlakuan standar. Soepardi (1983) menyatakan bahwa K adalah unsur yang diperlukan oleh tanaman serelia sewaktu pengisisan bulir atau biji, sedangkan P berperan penting dalam pembentukan bunga, buah dan biji. Dengan tersedianya unsur P dan K yang cukup di dalam tanah maka akan berepangaruh juga terhadap proses pembentukan biji, dimana biji akan lebih bernas sehingga berpengaruh terhadap bobot pipilan jagung. Secara umum berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa perlakuan standar dan BG mampu meningkatkan nilai dari ke empat variabel yang diamati. Meskipun nilai perlakuan standar cenderung lebih tinggi dari BG namun pupuk standar relatif tidak berbeda dibandingkan pupuk BG. Berdasarkan hasil tersebut pupuk majemuk BG efektif dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi jagung, terutama BG 0.5 relatif lebih tinggi dari Standar pada produksi bobot pipilan. Unsur hara adalah zat yang diserap tanaman yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Hara yang diserap oleh tanaman dapat diserap dalam bentuk molekul dan ion. Unsur yang diserap dalam bentuk molekul diantara nya C, H, O dan unsur yang diserap dalam bentuk ion diantaranya N, P, K, Ca, Mg (Leiwakabessy, 2004). Unsur hara N, P dan K digunakan untuk membangun bagian tanaman, sehingga serapan hara dari ketiga unsur ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Serapan hara N, P dan K (Tabel 4) menunjukan bahwa perlakuan BG dan standar memiliki serapan hara yang lebih tinggi dibandingkan kontrol. Serapan hara N tertinggi terdapat pada perlakuan BG 2.0, sedangkan serapan hara (P dan K) tertingi terdapat pada perlakuan standar. Kenaikan dosis BG dan perlakuan standar mampu meningkatkan serapan N, P, dan K tanaman. Hal ini terjadi karena dengan adanya penambahan pupuk maka ketersediaan hara di dalam tanah juga ikut meningkat. Dengan adanya peningkatan kadar maka serapan hara juga ikut meningkat. 21

22 Pemberian pupuk majemuk NPK dan pupuk standar tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ph tanah. Perubahan ph tanah yang tertinggi setelah panen terdapat pada perlakuan BG 0.5 yaitu sebesar 5.10 tetapi dengan tingkat perubahan kurang dari 1 nilai ph, sedangkan Kadar P-tersedia dan K-dapat ditukar setelah panen cenderung meningkat pada setiap perlakuan pemupukan baik perlakuan BG maupun perlakuan standar. Kadar N-total, P-tersedia dan K- dapat ditukar tertinggi terdapat pada perlakuan BG 2.0 masing-masing sebesar 0.26 %, 22 ppm dan 0.34 me/100 g. Kenaikan kadar P-tersedia dan K-dapat ditukar ini diduga berasal dari pupuk NPK yang diberikan sehingga berpengaruh terhadap kadar P-tersedia dan K-dapat ditukar di dalam tanah.. 22