BAB I PENDAHULUAN. dengan kekurangan, salah satunya adalah keterbelakangan mental.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

Sindroma Down Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si, psikolog*

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak bagi sebuah keluarga adalah sebuah karunia, rahmat dan berkat.

BAB 1 PENDAHULUAN. Di jaman yang mengangkat emansipasi wanita kini, banyak wanita atau ibuibu

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan (Tim Penyusun Kamus, 1988: 758 ). Geriatri berasal dari

2015 RUMAH SAKIT KHUSUS JANTUNG KOTA BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi

BAB 1 PENDAHULUAN. pada retardasi mental. Anak dengan down sindrom memiliki kelainan pada

BAB I PENDAHULUAN. Penanganan mempunyai makna upaya-upaya dan pemberian layanan agar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di zaman yang sudah berkembang ini seseorang yang mengamati

BAB I PENDAHULUAN I 1

2016 PROSES PEMBENTUKAN RESILIENSI PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK PENYANDANG DOWN SYNDROME

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. PENGERTIAN JUDUL

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak diharapkan tumbuh dan berkembang secara sehat, baik fisik,

UKDW KERANGKA BERPIKIR TRANSFORMASI DESAIN. Program Ruang. Site. Konsep LATAR BELAKANG RUMUSAN MASALAH

BAB II LANDASAN TEORI. pertumbuhan atau perkembangan mengalami kelainan atau penyimpangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berarti. Anak datang menawarkan hari-hari baru yang lebih indah, karena

Bab I PENDAHULUAN AUTISM CARE CENTER

BAB I PENDAHULUAN. harapan tersebut bisa menjadi kenyataan. Sebagian keluarga memiliki anak yang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas, cakupan dari disabilitas terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang. Namun tidak semua orang beruntung memiliki jiwa yang. sehat, adapula sebagian orang yang jiwanya terganggu atau dapat

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak-anak penyandang tuna daksa (memiliki kecacatan fisik), seringkali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena itu mereka termasuk kedalam anak berkebutuhan khusus (Miller, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan, termasuk polio, dan lumpuh ( Anak_

BAB I PENDAHULUAN. semangat untuk menjadi lebih baik dari kegiatan belajar tersebut.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Latar Belakang Pengadaan Proyek. Proyek yang diadakan adalah Rumah Sakit Anak yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. khusus (ABK) adalah anak yang dalam proses pertumbuhan atau. sosial dan emosional dibanding dengan anak-anak lain seusianya.

2. Bagi keluarga pasien dan pegunjung Tenang dan percaya akan kemampuan rumah sakit dalam menangani pasien yang menyatakan tersirat dalam interiornya.

[SEKOLAH KHUSUS AUTIS DI YOGYAKARTA]

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan khusus termasuk anak yang mengalami hambatan dalam. dari wicara dan okupasi, tidak berkembang seperti anak normal

BAB I PENDAHULUAN. masa pernikahan. Berbagai harapan mengenai keinginan memiliki anak pun

BAB I PENDAHULUAN. belumlah lengkap tanpa seorang anak. Kehadiran anak yang sehat dan normal

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Hal ini didukung oleh berkembangnya ilmu pengetahuan, serta semakin

BAB I PENDAHULUAN. (verbal communication) dan komunikasi nonverbal (non verbal communication).

BAB I PENDAHULUAN. menyandang tunagrahita adalah 2,3%. Atau 1,95% anak usia sekolah. menyadang kelainan adalah orang, jadi estimasi jumlah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap masa depan seseorang. Seperti yang dituturkan oleh Menteri Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Menjadi tua adalah bagian dari siklus sebuah kehidupan manusia dan hal tersebut tidak dapat dihindari.

BAB I PENDAHULUAN. stimulus (Anurogo & Usman, 2014, h. 66). Epilepsi adalah kelainan

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan seseorang, sakit dapat menyebabkan perubahan fisik, mental, dan

HUBUNGAN STRES KERJA DENGAN ADAPTASI PADA PERAWAT DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI


BAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat yang berfungsi untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Eksistensi Proyek. Pusat Penitipan dan Pendidikan Anak Usia Dini di Yogyakarta

Anak adalah dambaan setiap pasangan, dimana setiap pasangan selalu. menginginkan anak mereka tumbuh dengan sehat dan normal baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I REDESAIN RUMAH SAKIT SLAMET RIYADI DI SURAKARTA

PENYESUAIAN DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL

BAB 1 PENDAHULUAN. psikologis, sosial, dan spiritual (Hidayat, 2009). Sedangkan menurut Undang-

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kembangkan sesuai kebutuhan masing-masing, dimana retardasi mental itu adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu penggunaan komputer telah menjadi suatu hal yang diperlukan baik di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi merupakan suatu proses atau kegiatan yang sukar dihindari

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

Tabel 1.1. Sarana Kesehatan di Kota dan Kabupaten Jayapura

sebelum mereka memulai pendidikan primer ke jenjang berikutnya 1. Tujuan dari adanya taman kanak-kanak ini adalah sebagai tempat di mana anak-anak dap

Universitas Mercu Buana BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. satu pun dari semua ini ada karena hak manusia memutuskan untuk. kebesaran dan kekuasaan Allah di alam semesta ciptaan-nya.

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang eksis hampir di semua masyarakat. Terdapat berbagai masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kelayakan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hadirnya seorang anak merupakan harapan dari setiap orangtua.

BAB III TINJAUAN WILAYAH KULON PROGO

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

PERANCANGAN INTERIOR RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK HERMINA DI JAKARTA BARAT PAPER TUGAS AKHIR. Oleh: Siswanti Asri Trisnanih ( ) 08 PAC

BAB I PENDAHULUAN. dengan satu hal. Maka dari itu pada perancangan ini menerapkan konsep pelangi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kelayakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PUSAT PENITIPAN DAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Service), serta media alam sebagai media pembelajaran dan tempat. school melalui penyediaan fasilitas yang mengacu pada aktivitas

Seminar Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN

GAMBARAN KONSEP DIRI ORANG TUA DENGAN ANAK RETARDASI MENTAL DI SLB NEGERI WIRADESA KABUPATEN PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Kualitas layanan puskesmas di Yogyakarta. 2. Kualitas bangunan puskesmas di Yogyakarta

Tugas Akhir Universitas Mercu Buana April 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tabel Kegiatan Lansia dan Persentase Kegiatan Hari Ke-1. Kegiatan Nonton TV 2/ % - Baca koran/buku 4/ % - Melakukan hobi/

GALERI SENI UKIR BATU PUTIH. BAB I.

BAB I PENDAHULUAN. sehat jasmani dan rohani. Namun pada kenyataannya tidak semua anak lahir

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap orang tua menginginkan anak yang dilahirkannya sempurna dan sehat baik secara fisik maupun mental. Tapi tidak sedikit pula yang dilahirkan dengan kekurangan, salah satunya adalah keterbelakangan mental. Sindroma Down ditemukan oleh Dr. John Langdon Down, seorang dokter Inggris yang bekerja di Surrey. Sindroma Down diartikan sebagai kondisi abnormal semenjak lahir dengan dahi lebar dan rata, garis mata yang khas, mempunyai kelainan mental dan kelainan organ yang disebabkan oleh kelainan kromosom (Webster s Unabridged Dictionary of the English Language). Diartikan juga sebagai suatu kerusakan atau cacat fisik bawaan yang disertai keterbelakangan mental, lidahnya tebal dan retak-retak atau terbelah wajahnya datar ceper dan matanya miring (Kamus Lengkap Psikologi, 1989) Sindroma Down merupakan cacat mental yang disebabkan karena kelainan kromosom yang mengakibatkan kelainan metabolik yang selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan otak secara negatif dan mengakibatkan retardasi mental (Supratiknya, 1995: 79). Sindroma Down sering disebut sebagai mongolisme dan sering terjadi pada anak-anak (Lefrancois, 1973: 80-81) Menurut angka kelahiran di dunia penderita sindrom Down dapat terjadi pada setiap 1 dari 700 kelahiran (Encarta, 2001). Penderita sindroma Down sendiri memiliki retardasi mental sangat berat. Penderita sindroma Down biasanya memiliki IQ 20-50 (Berk, 1994: 83) mereka 1

sering disebut dengan life support retarded, golongan lemah mental yang perlu disokong secara penuh agar dapat bertahan hidup (Supratiknya, 1995: 78) tetapi pada kenyataannya dengan penangannan yang tepat IQ mereka dapat bertambah. Penderita sindroma Down rata-rata memiliki angka kehidupan yang pendek. Hal ini disebabkan karena seringkali penderita sindroma Down mengalami kelainan jantung bawaan, ketulian, kejang-kejang, mutisme, selain itu mereka memiliki kekebalan tubuh yang rentan terhadap penyakit (Supratiknya,1995: 78). Penderita sindroma Down yang hidup hingga umur 1 tahun berjumlah 14%, 21% hingga umur 10 tahun sedangkan sisanya dapat hidup hingga dewasa (Berk,1994: 83). Tetapi hanya 33% penderita sindroma Down yang dapat bertahan hidup hingga 50 tahun ( Hall,1985). Angka kelahiran penderita sindroma Down juga dipengaruhi oleh usia kehamilan ibu, semakin tua usia ibu saat mengandung semakin besar kemungkinan kelahiran penderita sindroma Down. Di dunia ada 8 juta penduduk dunia yang menderita sindroma Down dan 300.000 jiwa diantaranya berada di Indonesia. Jumlah penderita sindroma Down di Yogyakarta yang didapat adalah: RS. Dr. Sarjito (±20% dari Pusat pelayanan Sindroma Panti asuhan Cacat mental seluruh penderita yang ada) Down Bunga Melati Panti Asih di Yogyakarta Tahun Rawat inap Rawat jalan Kelas reguler Terapi 1999 - - - - - 6407 2000 - - - - - 6392 2001 14 5 - - - 11184 2002 20 9 - - 3-2003 31 4 4-3 - 2004 15 27 7 2 5-2005 - - 10 5 8 - Tabel 1.1.a. Data Jumlah Penderita Sindroma Down di Yogyakarta Sumber: Instalasi Catatan Medik RS. Dr. Sarjito, Dinas Pendidikan D.I Yogyakarta 2

Data menunjukan bahwa jumlah penderita sindroma Down yang ada di Yogyakarta, semakin meningkat. Orang tua yang memiliki anak sindroma Down ataupun salah satu keluarganya merupakan penderita sindroma Down terkadang malu untuk membawa penderita untuk bersosialisasi. Selain dianggap memalukan juga biasanya orang tua ataupun keluarga tidak mau repot, terutama yang memiliki anak atau keluarga yang hiperaktif. Sehingga penderita dikurung di rumah saja. Yogyakarta sendiri merupakan kota pendidikan yang menjadi tujuan utama untuk pendidikan. Data yang ada menunjukan SLB terbanyak berada di Yogyakarta tetapi penerapan khusus bagi penanganan penderita sindroma Down sendiri hanya satu dan itupun belum tercatat pada Dinas pendidikan Yogyakarta. Adapun data sekolah di Yogyakarta: Jenjang Pendidikan Jumlah Fasilitas Pendidikan Jenjang Pendidikan Jumlah Fasilitas Pendidikan TK 1971 SMK 147 SD 2063 SLB 51 SLTP 417 MADRASAH 266 SMTP 30 PERGURUAN TINGGI 127 SMU 187 Tabel 1.1.b. Jumlah Sekolah di Yogyakarta Sumber : Dinas Pendidikan D.I Yogyakarta Jumlah sekolah luar biasa yang ada diyogyakarta: SLB Kulon Progo Gunung Kidul Sleman Yogyakarta DIY Swasta - 2-3 5 Negri 7 12 22 5 46 Tabel 1.1.c. Jumlah SLB di Yogyakarta Sumber: Biro Pusat Statistik 3

Saat ini hanya terdapat satu buah Pusat Pelayanan dan Informasi Down Syndrome Bunga Melati yang terletak di Jl. Jendral Sudirman 69. Selain itu, pada Yayasan panti asuhan Panti Asih Penderita sindroma Down diperlakukan sama dengan penderita lainnya hal ini menyebabakan keterlambatan perkembangan dan kretivitas penderita sindroma Down. Penderita menjadi pasif, anti sosial dan menyukai ruang sudut. Lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan penderita sindroma Down, semakin lingkungan yang ada disekitarnya mampu menerima penderita sindrom Down semakin mudah mereka berkembang. Fasilitas yang lengkap dan aktivitas tersebut dapat memacu penderita sindroma Down berkreasi, maka mereka semakin mudah ditangani dan lebih mudah berinteraksi terhadap lingkungan masyarakat sekitarnya. Pola asuh di rumah juga sangat memepengaruhi perkembangan penderita. Mereka sebaiknya tidak ditempatkan pada kondisi tertekan. Hal ini dikarenakan penderita akan cenderung meredam emosi dan akhirnya ketika emosi tidak dapat ditahan mereka akan marah dan memukul. Oleh sebab itu diperlukan parents class untuk melatih orang tua dan memeberi pengetahuan bagi orang tua. kelas ini dikhususkan bagi orang tua ataupun keluarga yang ingin melatih anaknya di rumah. Hal ini diperlukan karena selain di pusat pelayanan penderita sindroma Down mereka belajar, tetapi apa yang sudah dipelajari harus terus diterapkan di rumah, selain itu mencegah cara penanganan yang salah. Parents class dapat memberikan informasi dan pelatihan bagi orang tua dan keluarga ataupun masyarakat umum agar dapat membantu menstimulus penderita sindroma Down dilingkungan keluarga maupun dalam masyarakat. Ada pula asrama bagi penderita sindroma Down yang mengikuti kelas 4

privat. Hal ini dilihat dari pengunjung Pusat Pelayanan dan Informasi Down Syndrome Bunga Melati yang tidak hanya berasal dari derah Yogyakarta. Selain itu juga disediakan perpustakaan ataupun keperluan informasi lainnya bagi masyarakat umum yang ingin mengetahui ataupun berkonsultasi tentang sindroma Down. Hal ini diperlukan karena sulitnya informasi dan pemahaman masyarakat tentang sindroma Down. Ruang terapi yang ada juga dapat memenuhi semua kebutuhan penderita, selain itu ruangan terapi dapat pula digunakan oleh umum yang ingin menggunakan kelas terapi salain penderita. Setiap ruangan dibuat sesuai dengan perkembangan pola perilaku penderita sindroma Down. Ini diperuntukan agar dapat membantu menstimulus penderita sindroma Down baik dari segi penghawaan, sirkulasi antar ruangan, baik yang menuju bangunan maupun dalam ruangan itu sendiri, pencahayaan, bentuk ruang, suasana yang diciptakan, warna, perabotan yang digunakan dan material bangunan baik interior maupun eksetrior, hal ini diharapkan memepermudah gerak dan aktivitas penderita sindrom Down itu sendiri.. Ruangan tidak memiliki banyak bukaan, memperhatikan arah bukaan. Ada bukaan atau jalan khusus apabila dalam keadaan darurat, dapat berupa lorong diatas plafond, ataupun boven menggunakan ukuran manusia.. Ruang yang dibutuhkan penderita sindroma Down adalah ruang yang memenuhi kebutuhan terapi, menstimulus penderita agar dapat hidup lebih baik dan sesuai dengan kebutuhan perilaku penderita itu sendiri (Ibu Muhadi, Kepala sekolah Pusat terapi gangguan perkembangan Cinta Ananda) Ruangan yang dibutuhkan adalah (Ibu Emilia, pengasuh Yayasan Bunga Melati dan hasil survei): 5

a. Penanganan penderita Τerapi dasar Terapi lanjutan, terapi kognitif Terapi edukasi Terapi tambahan b. Ruang pendukung pelayanan c. Ruang pelayanan umum d. Parents class Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dalam gerakan sikap, tidak saja badan ataupun ucapan (Tim Penyususn Kamus PPPB, 1988:635) Pada dasarnya ada dua perilaku penderita sindroma Down. Yang pertama adalah bahwa mereka merupakan individu-individu yang tenang dan mudah diatur. Yang lain adalah bahwa mereka merupakan orang-orang yang keras kepala dan sulit dikontrol. (Selikowitz, 1990). Kendala utama dari penderita sindroma Down adalah keterbatasan dalam gerak dan otot, penderita tidak dapat berjalan terlalu lama terutama pada penderita yang baru belajar berjalan. Batas maksimal yang dapat ditempuh penderita rata-rata adalah 500m. Karena itu diperlukan pararel bar untuk membatu pergerakan, adapula dengan menggunakan triport sebagai alat bantu. Ruang kelas ataupun ruang terapi dapat digunakan sepanjang hari, dengan membagi waktu penggunaan. Pada pagi hari digunakan untuk penderita anakanak, siang hari digunakan untuk penderita remaja dan dewasa untuk terapi ADL dan pada malam hari digunakan untuk parents class. Penderita privat dapat mengatur jadwalnya sendiri. 6

Yogyakarta merupakan daerah yang sejuk. Lokasi dipilih berdasarkan kebutuhan penderita sindroma Down. Menghindari kebisingan sehingga memeberikan ketenangan bagi penderita sindroma Down itu sendiri, dan masyarakat umum yang memerlukan informasi maupun pelatihan. 1.2. Rumusan Masalah Bagaimana merancang pusat penanganan khusus penderita sindroma Down di Yogyakarta yang dapat mewadahi semua aktivitas: melatih, memberi pendampingan, informasi bagi orang tua dan terapi bagi penderita sindrom Down, dengan memperhatikan pola perilaku penderita sindrom Down agar penderita dapat hidup mandiri. 1.3. Tujuan Merancang pusat penanganan khusus penderita sindroma Down di Yogyakarta dengan pendekatan pola perilaku sebagai acuan desain perencanaan agar dapat mewadahi semua aktivitas bagi penderita sindrom Down. 1.4. Sasaran 1. Melakukan studi tentang pendidikan, pelatihan, penanganan, terapi bagi penderita sindroma Down, tentang peralatan-peralatan yang digunkan. 2. Melakukan studi tentang perilaku penderita sindroma Down terutama tentang psikologis dan fisik penderita untuk mendesain bangunan. 3. Melakukan studi tentang Yogyakarta yang berkaitan dengan pemilihan site. 7

4. Melakukan studi tentang fasilitas yang diperlukan dalam pusat penanganan penderita sindroma Down. 1.5. Lingkup Pembahasan 1. Pelayanan bagi semua penderita sindroma Down dengan kategori umur: anak (3-12 tahun), remaja (13-18 tahun), dewasa (>18 tahun). 2. Perilaku yang diamati adalah perilaku penderita sindroma Down baik secara fisik maupun mental. 3. Fasilitas pelayanan diberikan berupa pelatihan terapi bagi informasi dan pelatihan bagi masyarakat umum dan keluarga penderita itu sendiri. 4. Berdasarkan pengamatan, studi literature dan wawancara penderita sindroma Down mengalami kesulitan baik secara fisik dan mental, sehingga fasilitas dengan memeperhatikan warna, bentuk ruang, masa, sirkulasi, material, orientasi ruang, furniture, penghawaan, pencahayaan. 5. Yogyakarta dibatasi dengan pemilihan site, dan pengaruh lingkungan bagi penderita sindroma Down. 6. Fasilitas-fasilitas pelayanan yang meliputi pusat pelayanan sindroma Down. 1.6. Metode 1. Wawancara Ditujukan pada orang tua, keluarga, dokter, terapis yang menangani penderita sindroam Down. 8

2. Studi pustaka dan literature Memepelakari buku-buku tentang penderita sindroma Down, penanganan penderita sindroma Down dan tempat terapi 3. Studi banding Melihat langsung bangunan yang sejenis yang ada di Yogyakarta dan tempat lainnya antara lain Panti Asuhan Panti Asih, Yayasan Bunga Melati, Sugih Asih, Cinta Ananda di Malang. 1.7. Menganalisa Data 1. Kuantitatif. a. Mengitung jumlah penderita sindroma Down yang ada di Yogyakarta. b. Menghitung kemungkinan kelahiran penderita sindroma Down. 2. Kualitatif. c. Jumlah penderita sindroma Down yang ada di Yogyakarta yang meningkat d. Kemungkinan kelahiran penderita sindroma Down 1 dari 700 kelahiran. 1.8. Metode Perancangan Menggunakan perinsip-perinsip bangunan pusat pelayanan bagi penderita sindromdown dengan pola perilaku penderita sebagi acuan desain. 9

1.9. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Mengunkapakan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, sasaran, lingkup, metode, dan sistematika panulisan. BAB II TINJAUAN BANGUNAN PENANGANAN PENDERITA SINDROMA DOWN Mengungkapkan tinjaun penderita sindroma Down di Yogyakarta beserta fasilitas dan penanganan yang ada BAB III TINJAUAN PERILAKU PENDERITA SINDROMA DOWN Mengungkapkan tentang perilaku penderita sindroma Down sebagi acuan desain. BAB IV ANALISA KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Menuju konsep perencanaan dan perancangan bangunan penanganan penderita sindrom Down. Mengungkapkan proses untuk menemukan ide-ide konsep perencanaan dan perancangan melalui metode-metode tertentu yang diaplikasikan pada lokasi atau site tertentu. BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PUSAT PENANGANAN PENDERITA SINDROMA DOWN Mengungkapkan konsep-konsep yang akan ditransformasikan dalam rancangan fisik arsitektural. 10