ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

dokumen-dokumen yang mirip
III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan Pada bulan Februari - Maret 2015 di Balai

III. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya

Produksi benih udang vaname (Litopenaeus vannamei) kelas benih sebar

III. BAHAN DAN METODE

BUKU PANDUAN PRAKTIKUM BUDIDAYA MAKANAN ALAMI

Modul Praktikum Plankton Budidaya Chlorella

III. METODE PENELITIAN. Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juli 2010 di Laboratorium PT. Suri

IV METODOLOGI PENELITIAN. Bahan penelitian yang akan digunakan adalah S. platensis, pupuk Azolla pinnata,

PRODUKSI BENIH UDANG VANAME (LITOPENAEUS VANNAMEI) KELAS BENIH SEBAR

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Aquatik, Fakultas

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2014 bertempat di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam. perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan.

Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2013

Modul Praktikum Plankton Budidaya Daphnia sp. Tim Asisten Laboratorium Planktonologi FPIK UNPAD

POLA PERTUMBUHAN Nannochloropsis oculata PADA KULTUR SKALA LABORATORIUM, INTERMEDIET, DAN MASSAL

LAMPIRAN. Formulasi :... (1) pengamatan yang dilakukan adalah sebanyak 3 kali pengulangan.

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Balai. Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura -Lampung

METODE PENELITIAN. Materi Penelitian

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. benih ikan (BBI) Kota Gorontalo. Balai Benih Ikan Kota Gorontalo terletak di Jl. Andalas

3. BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga bulan Juni 2012

BAB III METODE PENELITIAN. konsentrasi limbah cair tapioka (10%, 20%, 30%, 40%, 50% dan 0% atau kontrol)

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 sampai 30 juli 2014 bertempat di

BAB III METODE PENELITIAN. Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way

MODUL: BUDIDAYA Chlorella

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian. (BBPBAP) Jepara, gulma air Salvinia molesta, pupuk M-Bio, akuades,

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus)

I. PENDAHULUAN. Usaha pengembangan budidaya perairan tidak dapat lepas dari pembenihan jenisjenis

Biota kultur yang digunakan dalam penelitian adalah Nannochloropsis sp. yang dikultur pada skala laboratorium di BBPBL Lampung.

PENETASAN ARTEMIA Laporan Praktikum Pakan Alami Program Studi Budidaya Perairan, Program Sarjana, Universitas Haluoleo ARDANA KURNIAJI (I1A )

PERTUMBUHAN Skeletonema costatum PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS MEDIA. The Growth of Skeletonema costatum on Various Salinity Level s Media

MODUL: BUDIDAYA ROTIFERA

NAMA TEKNOLOGI/ALAT : Penanganan pasca panen biomassa Alga Spirulina sebagai bahan baku industri non pangan

Pengaruh Penggunaan Pupuk Organik Diamond Interest Grow dengan Dosis Berbeda terhadap Pertumbuhan Populasi Rotifera (Brachionus plicatilis)

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat.

PENGARUH SALINITAS DAN NITROGEN TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN TOTAL Nannochloropsis sp. ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. Benih ikan berkualitas baik dibutuhkan dalam tahapan utama pembesaran ikan.

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode deskriptif kualitatif. Perlakuan dalam penelitian ini diulang

Pengaruh Pemberian Air Cucian Beras dengan Dosis yang Berbeda Terhadap Kepadatan Chlorella

Studi Kultur Semi-Massal Mikroalga Chlorella sp Pada Area Tambak Dengan Media Air Payau (Di Desa Rayunggumuk, Kec. Glagah, Kab.

PEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp ABSTRAK

MODUL: PEMELIHARAAN LARVA SAMPAI BENIH

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.

KANDUNGAN LEMAK TOTAL Nannochloropsis sp. PADA FOTOPERIODE YANG BERBEDA ABSTRAK

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Februari 2015 di Balai Besar

BAHAN DAN METODE. = data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah data τ i ε ij

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2012, di Balai

III. METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

BAB III BAHAN DAN METODE

PARAMETER KUALITAS AIR

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

III. METODOLOGI. Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas

II. BAHAN DAN METODE

Lampiran 1. Road-map Penelitian

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 hingga bulan April

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP Artemia sp. DENGAN PEMBERIAN PAKAN ALAMI YANG BERBEDA

III. METODOLOGI. Penelitian dilakukan selama 40 hari dari bulan Februari sampai dengan Maret. Bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain:

BAB III METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu

Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan.

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus)

3 METODE PENELITIAN A2B2 (37;11) A2B1 (37;9) A1B2 (33;11) Tepung ikan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan laboratorium Ilmu Tanah Fakultas

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

PERTUMBUHAN Diaphanasoma sp. YANG DIBERI PAKAN Nannochloropsis sp. Sri Susilowati 12 ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

METODE PENELITIAN. bio.unsoed.ac.id

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi

METODE PENELITIAN. Penelitian evaluasi ketahanan beberapa aksesi bunga matahari (Halianthus

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Rata rata Pertambahan Jumlah Moina sp. (Ind/200ml) Rata rata pertambahan jumlah populasi Moina sp.

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi benih ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas benih sebar

Penanganan induk udang windu, Penaeus monodon (Fabricius, 1798) di penampungan

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

kelangsungan hidup dan dapat memenuhi target produksi

BAB III METODE PERCOBAAN. Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan, yaitu perlakuan jenis

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2011, di

BAB 3 BAHAN DAN METODE

Kultur Nannochloropsis

MATERI DAN METODE. Kasim Riau yang beralamat di Jl. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru.

PERTUMBUHAN FITOPLANKTON Tetraselmis sp DI WADAH TERKONTROL DENGAN PERLAKUAN CAHAYA LAMPU TL

Lampiran 1. Road-map Penelitian

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE

The Growth of Chlorella spp Culturing with Some Density of Inoculum. Lady Diana Tetelepta

4 KULTIVASI Chaetoceros gracilis DALAM MEDIUM NPSi 4.1 Pendahuluan

o / oo. Metode yang dilakukan yaitu sterilisasi, pengenceran air laut, pembuatan stok

I. PENDAHULUAN. Dalam kegiatan pembenihan pakan alami telah terbukti baik untuk larva.

BAB III BAHAN DAN METODE

Transkripsi:

Tujuan Tujuan dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah mengetahui teknik kultur Chaetoceros sp. dan Skeletonema sp. skala laboratorium dan skala massal serta mengetahui permasalahan yang mempengaruhi keberhasilan dalam proses kultur plankton di Balai Produksi Induk Udang Unggul dan Kekerangan Karangasem Bali. Manfaat Manfaat praktek kerja lapang ini adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa di lapangan dalam kegiatan kultur plankton yang baik dan benar sesuai prosedur dan memahami faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan dan permasalahan dalam kegiatan kultur plankton terutama Chaetoceros sp. dan Skeletonema sp. skala laboratorium dan skala massal serta mampu mengatasi permasalahan yang ada di lapang. PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA LAPANG Kegiatan teknik kultur Chaetoceros sp. dan Skeletonema sp. skala laboratorium dan skala massal ini dilakukan di Balai Produksi Induk Udang Unggul dan Kekerangan Karangasem Bali pada tanggal 20 Januari 15 Februari 2014. Metode kerja yang digunakan dalam kegiatan ini adalah metode deskriptif dengan teknik pengambilan data meliputi data primer dan data sekunder. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan Kultur Chaetoceros sp. dan Skeletonema sp. Persiapan Peralatan Kultur Persiapan Benih Kegiatan kultur plankton di Balai Produksi Induk Udang Unggul dan Kekerangan Karangasem Bali dimulai dengan persiapan peralatan, sterilisasi alat dan persiapan benih. Peralatan untuk kultur seperti toples, tutup toples, selang aerasi, beaker glass, gayung, saringan dan peralatan lain dicuci dengan detergen lalu dibilas dengan air tawar hingga bersih dan kemudian dikeringkan. Hal ini

sesua i dengan pernyataan Cahyaningsih (2009) bahwa seluruh peralatan harus dicuci dan dikeringkan sebelum digunakan. Seluruh peralatan yang akan digunakan harus disemprot terlebih dahulu dengan menggunakan alkohol. Sedangkan khusus untuk peralatan seperti gelas ukur, beaker glass, pipet kaca, laboratorium erlenmeyer dan petri dish harus dimasukkan kedalam autoclave selama 20 menit dengan tekanan 1 atmosfer dan suhu 121 C. Alat-alat yang digunakan juga harus dipanaskan dengan menggunakan autoclave. Pada kultur plankton skala laboratorium, air yang digunakan harus bersih dan steril. Air yang digunakan untuk media kultur adalah air laut. Air laut yang dialirkan pada balai BPIU2K memiliki salinitas 32 ppt, sementara salinitas optimal untuk kultur Skeletonema adalah 28 ppt, sehingga perlu dilakukan penurunan sesuai kebutuhan. Kegiatan Kultur Skala Laboratorium Pada kultur skala laboratorium, benih awal Chaetoceros dan Skeletonema untuk toples dua liter diperoleh dari BPPBL Gondol. Setelah seluruh benih disaring, benih Skeletonema dan Chaetoceros bisa mulai dikultur. Proses kultur plankton dimulai dari toples dua liter dengan benih yang digunakan adalah satu liter dan air yang digunakan adalah satu liter. Selanjutnya plankton diberi pupuk cair dan silikat dengan dosis 1ml/L. Masa pemeliharaan Chaetoceros dan Skeletonema berbeda. Chaetoceros dipelihara maksimal selama enam hari sementara Skeletonema maksimal dipelihara selama tiga hari. Setelah memasuki hari ke-enam, Chaetoceros dipindahkan pada toples volume 12 liter, begitu juga dengan Skeletonema. Setelah masa pemeliharaan tiga hari, Skeletonema dipindahkan pada toples 12 liter. Untuk toples volume 12 liter, benih yang dituang adalah tiga liter. Selanjutnya plankton diberi pupuk cair dan silikat dengan dosis 1ml/L. Plankton yang telah dikultur pada toples ukuran 12 liter kemudian dipelihara hingga kepadatan maksimal dan kemudian dipanen untuk selanjutnya dikultur pada skala masal.

Kualitas Air Kultur Skala Laboratorium Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan cara pengukuran kualitas air yang dilakukan setiap seminggu sekali. Kualitas air pada kegiatan kultur plankton skala laboratorium pada BPIU2K yakni, suhu 24 C, ph 7,5-8,5, Salinitas 28 ppt dan Oksigen terlarut (DO) 6. Pemanenan Kultur Skala Laboratorium Pemanenan kultur plankton skala laboratorium diperoleh dari kultur pada toples volume 12 liter. Hasil kultur yang memiliki kualitas kepadatan terbaik dapat dilihat berdasarkan warna air. Plankton jenis Chaetoceros yang berwarna coklat terang pada usia 4-5 hari berarti memiliki kualitas baik dan dapat dikultur pada skala masal. Sementara Skeletonema yang memiliki kualitas baik adalah Skeletonema yang berwarna coklat pada usia dua hari (Faisal dan Suyuti, 2011). Selain telah memenuhi kriteria tersebut, kepadatan plankton hasil kultur skala laboratorium yang layak untuk dikultur pada skala masal untuk Chaetoceros adalah 6 juta sel/ml dan untuk Skeletonema adalah 4 juta sel/ml. Pada kultur yang telah dilakukan, kepadatan plankton telah memenuhi kriteria untuk selanjutnya dapat dikultur pada kultur skala masal. Kegiatan Kultur Skala Masal Kultur skala masal antara Chaetoceros dan Skeletonema pada dasarnya sama, namun ada beberapa hal yang membedakan. Kegiatan persiapan untuk kultur skala masal dilakukan di tempat terbuka. Hal ini dikarenakan sinar matahari yang masuk sangat diperlukan untuk proses fotosintesis. Chaetoceros yang digunakan adalah sebanyak minimal empat ton pada bak berukuran enam ton, sebab Chaetoceros sangat rawan mati sehingga dibutuhkan benih lebih banyak. Sedangkan untuk Skeletonema, benih yang dibutuhkan minimal satu ton untuk bak berukuran enam ton. Baik Chaetoceros maupun Skeletonema yang digunakan adalah yang berasal dari hasil panen dari kultur skala laboratorium pada toples 12 liter. Pupuk yang digunakan untuk kultur Chaetoceros yaitu pupuk cair yang terdiri dari 40-50 ppm KNO 3, 20-25 ppm Na 2 HPO 4, 10-15 ppm Na 2 SiO 3, 1-5

ppm FeCl 3, 1-5 ppm EDTA dan Silikat. Sementara pupuk untuk kultur Skeletonema adalah pupuk yang digunakan yaitu 80-100 ppm KNO 3, 5-10 ppm Na 2 HPO 4, 5-10 ppm Na 2 SiO 3, 1-2 ppm FeCl 3,1-5 ppm EDTA dan Silikat. Kualitas Air Kultur Skala Masal Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan cara pengukuran kualitas air yang dilakukan setiap seminggu sekali. Kualitas air pada kegiatan kultur plankton skala masal pada BPIU2K yakni, suhu 30 C, ph 8, Salinitas 30 ppt dan Oksigen terlarut (DO) 6. Pemanenan Kultur Skala Masal Pada umumnya pemanenan hasil kultur masal Chaetoceros adalah dengan cara langsung bersamaan air media kulturnya dan digunakan secara langsung sebagai pakan larva. Chaetoceros hasil kultur skala masal dapat dipanen setelah mencapai kepadatan 4 juta sel/ml dan berumur 4-5 hari. Teknik panen yang digunakan adalah panen total yaitu dengan menggunakan pompa celup dan didistribusikan ke bak larva udang. Menurut Faisal dan Suyuti (2011), teknik panen untuk Chaetoceros sp. harus menggunakan pompa celup karena ukuran Chaetoceros sp. yang sangat kecil, sehingga tidak perlu disaring seperti Skeletonema sp. Pemanenan Skeletonema dilakukan pada pagi dan sore hari. Skeletonema yang dipanen untuk pakan larva udang vanname adalah Skeletonema yang dikultur pada skala masal dengan kepadatan 3 juta sel/ml setelah berumur 2-3 hari. Pemanenan dilakukan dengan menyaring Skeletonema dan sebelum ditebar pada bak pemeliharaan larva udang vanname. Pemanenan Skeletonema sp. harus dengan penyaringan sebab ukuran Skeletonema sp. yang beragam. Penyaringan dilakukan supaya Skeletonema sp. yang berukuran kecil yang lolos untuk digunakan sebagai pakan larva udang vannamei (Faisal dan Suyuti, 2011). Perhitungan Kepadatan Chaetoceros sp. Perhitungan kepadatan Chaetoceros pada BPIU2K menggunakan alat Haemocytometer yang diamati dengan menggunakan mikroskop. Perhitungan ini

dilakukan setiap pagi hari. Chaetoceros mencapai pertumbuhan maksimal pada hari ke-4 dan ke-5. Puncak kepadatan Chaetoceros adalah pada hari ke-4 (BBAP Situbondo, 2012). Pada hari ke-6 Chaetoceros mulai mengalami penurunan kepadatan. Pada hari-hari selanjutnya Chaetoceros terus mengalami penurunan kepadatan hingga akhirnya mati. Chaetoceros yang mati ditunjukkan dengan warna air yang berubah menjadi hijau keruh. Penurunan kepadatan Chaetoceros disebabkan oleh faktor ketersediaan nutrien dan faktor lingkungan. Keadaan ini sesuai dengan pendapat Fogg (1965) dalam Rudiyanti (2011),yakni penurunan perkembangan populasi alga kultur disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kompetisi dan kandungan nutrien media yang semakin manurun. Sementara menurut Sasmita dkk (2012), Pertumbuhan Chaetoceros sp. akan berlangsung dengan baik apabila kebutuhan nutrientnya dapat terpenuhi, selain itu kualitas air juga memiliki peranan penting karena merupakan lingkungan hidupnya. Perhitungan Kepadatan Skeletonema sp. Perhitungan kepadatan Skeletonema pada kultur yang dilakukan di BPIU2K menggunakan perhitungan manual yakni dengan pengamatan mikroskop. Perhitungan ini dilakukan setiap pagi hari. Pertumbuhan Skeletonema mencapai jumlah maksimal pada hari ke-3. Puncak kepadatan Skeletonema adalah pada hari ke-2 dan ke-3 sesuai dengan pernyataan Erlina dan Hastuti (1986). Pada hari ke-4 Skeletonema menunjukkan penurunan kepadatan. Pada hari-hari selanjutnya, Skeletonema semakin menurun kepadatannya hingga akhirnya mati. Kematian Skeletonema ini dapat dilihat dari adanya banyak endapan di dasar toples sebagai media kultur. Hal ini sesuai dengan pendapat Rudiyanti (2011) yang menyatakan bahwa pada saat populasi sel mencapai titik optimal maka ketersediaan nutrien berkurang dan kualitas media air media menjadi turun, maka kebutuhan akan nutrien tidak terpenuhi dan kualitas media menjadi kurang layak untuk pertumbuhan sel. Plankton yang mati kemudian harus segera dibuang karena tidak bisa digunakan sebagai pakan larva udang. Penurunan kualitas media terjadi karena adanya sel-sel mati dan sisa

metabolisme yang kemungkinan mengendap pada dasar. Adanya sel mati dan sisa metabolisme juga menyebabkan terganggunya proses pencahayaan, karena intensitas cahaya akan berkurang dengan adanya kekeruhan. Karena adanya persaingan antar sel untuk memperebutkan nutrien dan ruang yang terbatas, sel mengalami kematian sedangkan jumlah sel yang tumbuh menjadi berkurang sehingga kepadatan sel menjadi turun. Pakan Larva Udang Vannamei Pemberian Chaetoceros dan Skeletonema sebagai pakan larva udang vanamei dilakukan secara bergantian sesuai dengan usia larva. Untuk larva pada stadia Naupli hingga Zoea 1, pakan yang diberikan adalah Chaetoceros. Chaetoceros sp. diberikan pada stadia Naupli hingga Zoea sebab ukuran bukaan mulut larva pada stadia tersebut sesuai dengan ukuran plankton jenis Chaetoceros sp. Sementara pakan yang cocok untuk larva pada stadia Zoea 2 hingga stadia Mysis adalah plankton jenis Skeletonema. Larva stadia Mysis selanjutnya akan berkembang menjadi stadia Post Larva. Pada stadia tersebut pakan alami berupa plankton tidak lagi diberikan dan digantikan dengan pakan alami berupa zooplankton (Faisal dan Suyuti, 2011). Chaetoceros dan Skeletonema yang diberikan pada larva udang vannamei adalah hasil dari kultur skala masal. Meski demikian, nilai nutritif yang terdapat dalam Chaetoceros dan Skeletonema tidak berbeda jauh dengan kultur skala laboratorium. Menurut Wirosaputro (1998) dalam Antik dkk (2004) yakni potensi produk phytoplankton secara massal telah dibuktikan dengan kandungan nutritif yang tidak berbeda dibandingkan dengan hasil kultur secara laboratoris. Hal ini menjadikan energi yang diperoleh dari phytoplankton pakan alami tersebut akan dikonversikan menjadi energi untuk metabolisme pada feses, urin dan proses metabolisme, serta sisa energi yang dapat digunakan untuk pertumbuhan biota yang mengkonsumsinya. Chaetoceros dan Skeletonema diberikan pada larva udang vannamei setiap pagi dan sore hari setelah panen skala masal dilakukan. Sebelum plankton diberikan, kelimpahan pakan pada bak pemeliharaan larva harus diperhatikan. Adanya sisa pakan yang tidak termakan mengindikasikan