PENENTUAN POSISI LUBANG KORONA PENYEBAB BADAI MAGNET KUAT

dokumen-dokumen yang mirip
YANG TERKAIT DENGAN LUBANG KORONA TANGGAL 22 AGUSTUS 2010

SEMBURAN RADIO MATAHARI DAN KETERKAITANNYA DENGAN FLARE MATAHARI DAN AKTIVITAS GEOMAGNET

ANALISA KEJADIAN LUBANG KORONA (CORONAL HOLE) TERHADAP NILAI KOMPONEN MEDAN MAGNET DI STASIUN PENGAMATAN MEDAN MAGNET BUMI BAUMATA KUPANG

ANALISIS PENURUNAN INTENSITAS SINAR KOSMIK

GANGGUAN GEOMAGNET PADA FASE MINIMUM AKTIVITAS MATAHARI DAN MEDAN MAGNET ANTARPLANET YANG TERKAIT

DAMPAK AKTIVITAS MATAHARI TERHADAP CUACA ANTARIKSA

KETERKAITAN AKTIVITAS MATAHARI DENGAN AKTIVITAS GEOMAGNET DI BIAK TAHUN

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini dilakukan indentifikasi terhadap lubang korona, angin

KARAKTERISTIK LONTARAN MASSA KORONA (CME) YANG MENYEBABKAN BADAI GEOMAGNET

STUDI TENTANG BADAI MAGNET MENGGUNAKAN DATA MAGNETOMETER DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Matahari adalah sebuah objek yang dinamik, banyak aktivitas yang terjadi

KETERKAITAN DAERAH AKTIF DI MATAHARI DENGAN KEJADIAN BADAI GEOMAGNET KUAT

DISTRIBUSI KARAKTERISTIK SUDDEN STORM COMMENCEMENT STASIUN BIAK BERKAITAN DENGAN BADAI GEOMAGNET ( )

IDENTIFIKASI LUAS DAERAH AKTIF DI MATAHARI PENYEBAB KEJADIAN BADAI GEOMAGNET

AWAN MAGNET PADA FASE MINIMUM AKTIVITAS MATAHARI DAN KAITANNYA DENGAN GANGGUAN GEOMAGNET

KARAKTERISTIK SUDDEN COMMENCEMENT DAN SUDDEN IMPULSE DI SPD BIAK PERIODE

Anwar Santoso, Mamat Ruhimat, Rasdewita Kesumaningrum, Siska Fillawati Pusat Sains Antariksa

KARAKTERISTIK BADAI GEOMAGNET BESAR DALAM SIKLUS MATAHARI KE-22 DAN 23

DISTRIBUSI POSISI FLARE YANG MENYEBABKAN BADAI GEOMAGNET SELAMA SIKLUS MATAHARI KE 22 DAN 23

ANALISIS PERBANDINGAN DEVIASI ANTARA KOMPONEN H STASIUN BIAK SAAT BADAI GEOMAGNET

BADAI MATAHARI DAN PENGARUHNYA PADA IONOSFER DAN GEOMAGNET DI INDONESIA

CUACA ANTARIKSA. Clara Y. Yatini Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN RINGKASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi Matahari mengalami perubahan secara periodik dalam skala waktu

Variasi Pola Komponen H Medan Geomagnet Stasiun Biak Saat Kejadian Solar Energetic Particle (SEP) Kuat Pada Siklus Matahari Ke-23

BAB 1 PENDAHULUAN. Aktivitas Matahari merupakan faktor utama yang memicu perubahan cuaca

ANALI5IS BADAI MAGNET BUMI PERIODIK

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tari Fitriani, 2013

Anwar Santoso Peneliti Bidang Geomagnet dan Magnet Antariksa Pusat Sains Antariksa, Lapan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yoana Nurul Asri, 2013

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage:http//

BAB III METODE PENELITIAN

Analisis Kejadian Corona Mass Ejection (CME) dan Solar Wind di Stasiun Geofisika Kampung Baru Kupang (KPG)

BAB I PENDAHULUAN. Matahari merupakan sumber energi terbesar di Bumi. Tanpa Matahari

BAB I PENDAHULUAN. Tidak hanya di Bumi, cuaca juga terjadi di Antariksa. Namun, cuaca di

PENGARUH BADAI MATAHARI OKTOBER 2003 PADA IONOSFER DARI TEC GIM

PENERAPAN METODE POLARISASI SINYAL ULF DALAM PEMISAHAN PENGARUH AKTIVITAS MATAHARI DARI ANOMALI GEOMAGNET TERKAIT GEMPA BUMI

KARAKTERISTIK VARIASI HARIAN KOMPONEN H GEOMAGNET REGIONAL INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang landas bumi maupun ruang angkasa dan membahayakan kehidupan dan

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus

ANALISIS SEMBURAN RADIO MATAHARI TIPE II SEBAGAI PREKURSOR KEMUNGKINAN TERJADINYA BADAI MAGNET BUMI

Diterima 11 Agustus 2017; Direvisi 10 Januari 2018; Disetujui 10 Januari 2018 ABSTRACT

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//

MODEL VARIASI HARIAN KOMPONEN H JANGKA PENDEK BERDASARKAN DAMPAK GANGGUAN REGULER

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//

SOAL UJIAN PRAKTEK ASTRONOMI OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2014 CALON PESERTA INTERNATIONAL EARTH SCIENCE OLYMPIAD (IESO) 2015

MATAHARI SEBAGAI SUMBER CUACA ANTARIKSA

PENGEMBANGAN SOFTWARE DETEKSI OTOMATIS SUDDEN COMMENCEMENT BADAI GEOMAGNET NEAR REAL TIME

HELISITAS MAGNETIK DAERAH AKTIF DI MATAHARI

ANALISIS DAMPAK FLARE TIPE X SEPTEMBER 2014 TERHADAP SISTEM NAVIGASI DAN POSISI BERBASIS SATELIT DARI PENGAMATAN GISTM KUPANG

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Studi literatur ini dilakukan dengan menganalisis keterkaitan

LIPUTAN AWAN TOTAL DI KAWASAN SEKITAR KHATULISTIWA SELAMA FASE AKTIF DAN TENANG MATAHARI SIKLUS 21 & 22 DAN KORELASINYA DENGAN INTENSITAS SINAR KOSMIK

ANALISIS PERUBAHAN VARIASI HARIAN KOMPONEN H PADA SAAT TERJADI BADAI MAGNET

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//

ABSTRACT ABSTRAK 1 PENDAHULUAN

Medan Magnet Benda Angkasa. Oleh: Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB

Diterima: 28 April 2016; direvisi: 3 Juni 2016; disetujui: 14 Juni 2016 ABSTRACT

PENGUKURAN TEMPERATUR FLARE DI LAPISAN KROMOSFER BERDASARKAN INTENSITAS FLARE BERBASIS SOFTWARE IDL (INTERACTIVE DATA LANGUAGE) Abstrak

IDENTIFIKASI KONDISI ANGIN SURYA (SOLAR WIND) UNTUK PREDIKSI BADAI GEOMAGNET

Horizon Lokal Dan Jam Matahari

ANALISIS PERGERAKAN BINTIK MATAHARI Dl DAERAH AKTIF NOAA 0375

Analisis Terjadinya Flare Berdasarkan Pergeseran Sudut Rotasi Group Sunspot pada Bulan Januari Maret 2015 Melalui LAPAN Watukosek

ANCAMAN BADAI MATAHARI

DAMPAK PERUBAHAN INDEKS IONOSFER TERHADAP PERUBAHAN MAXIMUM USABLE FREQUENCY (IMPACT OF IONOSPHERIC INDEX CHANGES ON MAXIMUM USABLE FREQUENCY)

Analisis Variasi Komponen H Geomagnet Pada Saat Badai Magnet

KEMUNCULAN SINTILASI IONOSFER DI ATAS PONTIANAK TERKAIT FLARE SINAR-X MATAHARI DAN BADAI GEOMAGNET

TELAAH INDEKS K GEOMAGNET DI BIAK DAN TANGERANG

IDENTIFIKASI MODEL FLUKTUASI INDEKS K HARIAN MENGGUNAKAN MODEL ARIMA (2.0.1) Habirun Peneliti Pusat Pemanlaatan Sains Antariksa, LAPAN

Diterima 18 April 2016, Direvisi 23 Juni 2016, Disetujui 28 Juni 2016 ABSTRACT

MODEL SPEKTRUM ENERGI FLUENS PROTON PADA SIKLUS MATAHARI KE-23

PENENTUAN PREKURSOR GEMPA BUMI MENGGUNAKAN DATA GEOMAGNET NEAR REAL TIME DENGAN METODE PERBANDINGAN POLARISASI 2 STASIUN

Prosiding Workshop Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya

PENGARUH SINAR KOSMIK TERHADAP PEMBENTUKAN AWAN TOTAL DAN AWAN ATAS WILAYAH INDONESIA DALAM PERIODE

PENENTUAN WAKTU ONSET SUDDEN COMMENCEMENT KOMPONEN H GEOMAGNET DI BIAK

STUDI KORELASI STATISTIK INDEKS K GEOMAGNET REGIONAL MENGGUNAKAN DISTRIBUSI GAUSS BERSYARAT

IDENTIFIKASI PENGARUH AKTIVITAS MATAHARI PADA

Analisis Distribusi Temperatur Atmosfer Matahari saat Gerhana Matahari Total 9 Maret 2016 di Palu, Sulawesi Tengah

Diterima 11 Januari 2016, Direvisi 9 Juni 2016, Disetujui 24 Juni 2016 ABSTRACT

PENENTUAN INDEKS IONOSFER T REGIONAL (DETERMINATION OF REGIONAL IONOSPHERE INDEX T )

LEDAKAN MATAHARI PEMICU ANOMALI DINAMIKA ATMOSFER BUMI

Model Empiris Variasi Harian Komponen H Pola Hari Tenang. Habirun. Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN Jl. Dr. Junjunan No.

1.2 Tujuan Makalah Makalah ini dibuat untuk membantu para taruna-taruni dalam hal memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan medan magnet Bumi.

PERAN DIMENSI FRAKTAL DALAM RISET GEOMAGSA

Pola Variasi Reguler Medan Magnet Bumi Di Tondano

GERAK PUSAT PEMANDU PADA PARTIKEL PLASMA DALAM MEDAN MAGNETIK DI SEKITAR MATAHARI

ANALISIS PENGARUH FLARE DAN CME TERHADAP INDEKS DST PASCA GERHANA BULAN TOTAL 8 OKTOBER 2014

PENENTUAN POLA HARI TENANG UNTUK MENDAPATKAN TINGKAT GANGGUAN GEOMAGNET DI TANGERANG

LAPISAN E SPORADIS DI ATAS TANJUNGSARI

KESETARAAN KECEPATAN GELOMBANG KEJUT SEMBURAN RADIO MATAHARI TIPE II DAN LONTARAN MASSA KORONA

IDENT1FIKASI FLUKS MAGNETIK DARI GERAK PASANGAN BINTIK BIPOLAR,

KETERKAITAN AKTIVITAS MATAHARI DENGAN VARIABILITAS IONOSFER DAN DAMPAKNYA PADA KOMUNIKASI RADIO DAN NAVIGASI BERBASIS SATELIT DI INDONESIA.

METODE NON-LINIER FITTING UNTUK PRAKIRAAN SIKLUS MATAHARI KE-24

ANALISIS GERAK BINTIK MATAHARI BIPOLAR SEBELUM TERJADI FLARE PADA NOAA 0484 TANGGAL 21 DAN 22 OKTOBER 2003

PENGARUH PERUBAHAN fmin TERHADAP BESARNYA FREKUENSI KERJA TERENDAH SIRKIT KOMUNIKASI RADIO HF

Pengolahan awal metode magnetik

PERBANDINGAN ANTARA MODEL TEC REGIONAL INDONESIA NEAR-REAL TIME DAN MODEL TEC GIM (GLOBAL IONOSPHERIC MAP) BERDASARKAN VARIASI HARIAN (DIURNAL)

Nizam Ahmad 1 dan Neflia Peneliti Pusat Sains Antariksa, Lapan. Diterima 6 Maret 2014; Disetujui 14 Mei 2014 ABSTRACT

Buldan Muslim Peneliti Pusat Sains Antariksa, Lapan ABSTRACT

MODEL POLA HARI TENANG MEDAN GEOMAGNET DI SEKITAR STASIUN TANGERANG MENGGUNAKAN PERSAMAAN POLINOM ORDE-4

Transkripsi:

Penentuan Posisi Lubang Korona Penyebab Badai Magnet Kuat (Clara Y. Yatini) PENENTUAN POSISI LUBANG KORONA PENYEBAB BADAI MAGNET KUAT Clara Y. Yatini Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN email: clara@bdg.lapan.go.id ABSTRACT Coronal holes are regions of low density plasma on the Sun that have magnetic fields opening freely into the heliosphere. Coronal holes and their associated high speed wind stream are also responsible for major geomagnetic storms on Earth. Ninety one major geomagnetic storms (minimum Dst < -100 nt) were observed between 1996 2006. In twelve cases, the storm driver appeared to be a purely corotating interaction region (CIR) without any contribution of Coronal Mass Ejection (CME). These CIRs were actually related to coronal hole on the Sun. In this paper we determine the position of those coronal holes. We found that the coronal holes related to major geomagnetic storm were located around the center of the solar disk, between 30º North and 40º South in solar latitude, and between 30º East and 40º West in longitude. Keywords: Coronal holes, Corotating interaction region, Wind stream ABSTRAK Lubang korona adalah daerah di matahari yang mempunyai kerapatan yang rendah dan medan magnet terbuka menuju heliosfer. Lubang korona dapat menyebabkan naiknya kecepatan angin surya, dan dapat mengakibatkan munculnya badai geomagnet kuat di bumi. Dalam rentang waktu tahun 1996 2006 terdapat 91 badai geomagnet kuat dengan indeks Dst < -100 nt, dan 12 di antaranya disebabkan oleh peristiwa corotating interaction region (CIR) tanpa adanya lontaran masa korona (Coronal Mass Ejection/CME). CIR ini sesungguhnya sangat erat kaitannya dengan adanya lubang korona di matahari. Dalam penelitian ini ditentukan posisi kedua belas lubang korona tersebut. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa letak lubang korona umumnya ada di sekitar pusat piringan matahari, yaitu antara 30º lintang utara dan 40º lintang selatan, serta 30º bujur timur dan 40º bujur barat. Kata kunci: Lubang korona, Corotating interaction region, Angin surya 1 PENDAHULUAN Lubang korona (coronal hole) adalah daerah di matahari yang mempunyai kerapatan plasma yang rendah, umumnya 100 kali lebih rendah dari bagian korona yang lain. Karena kerapatannya yang rendah, maka plasma yang ada di dalamnya tidak saling bertumbukan. Lubang korona ini mempunyai medan magnet terbuka ke heliosfer, artinya garis-garis medan magnet yang berasal dari lubang korona mengarah keluar atau menjauh dari matahari, dan tidak kembali lagi ke fotosfer. Atom dan elektron terionisasi akan mengalir sepanjang medan magnet terbuka ini dan merupakan komponen angin surya yang kecepatannya tinggi. Pada saat matahari aktif, medan magnet matahari akan didominasi oleh komponen dipole yang mengikuti gerak rotasi matahari, sehingga lubang korona akan banyak terdapat di kutub-kutub matahari. Untuk periode matahari yang lebih aktif, lubang korona dapat tersebar di semua lintang matahari, dan dapat 139

Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 4 No. 4 Desember 2009 : 139-144 bertahan sampai beberapa kali rotasi (Cranmer, 2009). Lubang korona ini ternyata juga dapat mengakibatkan munculnya badai geomagnet (Tsurutani dan Gonzales, 1997). Intensitas badai geomagnet ditunjukkan dengan indeks badai geomagnet Dst. Badai geomagnet dapat dikelompokkan berdasarkan indeks badai Dst (Disturbance Storm Time index) menjadi: i) badai kuat dengan Dst minimum - 100 nt, ii) badai sedang dengan Dst antara -50 sampai 100 nt, dan iii) badai lemah dengan Dst antara - 30 sampai -50 nt (Gonzalez et al., 1994). Dalam rentang waktu tahun 1996 2006 (siklus matahari ke 23), Yatini et al. (2008) mendapati adanya badai geomagnet kuat dengan Dst < -100 nt sebanyak 91 peristiwa. Berdasarkan proses identifikasinya diketahui bahwa ada 55 badai yang diakibatkan oleh CME. Di samping CME, ternyata ada 12 peristiwa badai kuat yang diakibatkan oleh fenomena Corotating Interation Region (CIR) yang terkait dengan lubang korona, sedangkan sisanya belum diketahui penyebabnya. Dalam penelitian ini akan ditentukan posisi lubang korona yang terkait dengan badai kuat dalam rentang 1996 2006. 2 LANDASAN TEORI CIR adalah suatu daerah yang merupakan bagian dari angin surya. CIR di ruang antar planet terbentuk karena angin surya yang berkecepatan tinggi berinteraksi (bertumbukan) dengan aliran partikel yang berkecepatan rendah (Hundhausen,1973; Hundhausen dan Gosling, 1976). Kecepatannya bervariasi antara 300 sampai 800 km/detik, bergantung pada kondisi korona yang merupakan sumber angin surya ini. Karena matahari berotasi maka aliran materi ikut berotasi dan akan menghasilkan pola angin surya yang menyerupai spiral. Bila aliran materi dengan kecepatan rendah diikuti oleh materi dengan kecepatan tinggi, maka aliran materi yang lebih cepat akan menumbuk materi yang lebih lambat. Interaksi ini akan menghasilkan gelombang kejut yang akan membuat gerakan partikel menjadi sangat cepat, yang kemudian dapat menimbulkan badai geomagnet. Pada Gambar 2-1 diperlihatkan skema dari CIR. Medan magnet dari aliran materi yang lebih lambat akan lebih melengkung dari pada yang lebih cepat. Medan magnet yang kuat akan dihasilkan pada interface (IF) antara angin surya yang lambat dan cepat. CIR terletak di antara forward shock (FS) dan reverse shock (RS). Gosling et al. (1995) memodelkan konfigurasi CIR ini dengan pola angin surya yang cepat, dengan temperatur tinggi dan kerapatan plasma yang rendah yang mengikuti pola angin surya yang lambat, temperatur rendah, dan kerapatan yang tinggi. Karakteristik angin surya yang ditunjukkan dengan adanya fenomena CIR ini adalah adanya plasma dengan kerapatan tinggi dan kecepatan rendah yang kemudian diikuti oleh plasma dengan kerapatan rendah dan kecepatan tinggi. Ciri lain dari CIR ini adalah temperatur plasma yang naik dengan tiba-tiba. Karakteristik ini diperlihatkan pada Gambar 2-2. Pada gambar tersebut pola CIR ditunjukkan dengan garis vertikal utuh. Pola pada tanggal tersebut mengakibatkan badai geomagnet kuat pada tanggal 21 November 2002 dengan Dst sebesar -128 nt. 140

Penentuan Posisi Lubang Korona Penyebab Badai Magnet Kuat (Clara Y. Yatini) Gambar 2-1: Skema Corotating Interation Region (sumber: NASA s Cosmos). Medan magnet plasma yang berkecepatan rendah tampak lebih melengkung dari pada medan magnet plasma yang lebih cepat Gambar 2-2: Profil angin surya pada tanggal 19 22 November 2002 (DOY 323 326). Dari atas ke bawah: kecepatan, temperatur ion, kerapatan, dan indeks selatan medan magnet antar planet (Bz). Garis vertikal utuh menunjukkan pola CIR 141

Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 4 No. 4 Desember 2009 : 139-144 3 DATA DAN METODE Dalam analisis ini dipergunakan beberapa jenis data, yaitu Data indeks gangguan geomagnet (Dst) diperoleh dari World Data Center for Geomagnetism, Kyoto University (http://wdc.kugi.kyoto-u.ac.jp/). Data angin surya dan medan magnet antar planet dari Solar Wind Experiment (SWE) (http://we.mit.edu/). Data peta lubang korona dari National Solar Observatory (NSO) (http://nso. noao.edu/) Data citra matahari dari Solar and Heliospheric Observatory (SOHO) (http://sohowww.nascom.nasa.gov) Data Dst digunakan untuk mengetahui intensitas badai geomagnet. Bila Dst minimum - 100 nt, maka badai ini dikategorikan badai kuat. Badai dengan intensitas sedang mempunyai Dst antara -50 sampai 100 nt, dan badai lemah dengan Dst antara -30 sampai -50 nt. Data angin surya diperlukan untuk melihat adanya karakteristik CIR seperti yang telah dijelaskan pada Bab 2, sedangkan untuk melihat adanya lubang korona di matahari dan mengetahui posisinya diperlukan data citra SOHO dan NSO. Tabel 3-1 menunjukkan badai geomagnet kuat dengan Dst < -100 nt yang disebabkan oleh fenomena CIR yang terkait lubang korona. Dengan memperhitungkan kecepatan angin surya diperoleh waktu mulainya gangguan, yang kemudian dikonfirmasikan dengan citra matahari dan peta lubang korona pada tanggal tersebut. Gambar 3-1 sebelah kiri memperlihatkan citra matahari dalam Ekstrim Ultra Violet pada tanggal 19 November 2002. Pada citra ini terlihat adanya lubang korona, yang terlihat sebagai bagian yang lebih gelap. Sedangkan pada gambar sebelah kanan diperlihatkan peta lubang korona pada hari yang sama. Dengan peta ini perkiraan posisi lubang korona dapat diketahui posisinya di matahari dan juga medan magnetnya. Posisi lubang korona diperkirakan dengan menentukan titik tengah pada bujur dan lintangnya. Sebagai contoh, pada Gambar 3-1 terdapat 2 lubang korona yang besar, dengan posisinya adalah 05S 15W dan 35S 0W. Dengan menganalisa semua lubang korona yang terkait dengan badai geomagnet kuat, bisa diperkirakan karakteristik lubang korona yang menyebabkannya. Tabel 3-1: BADAI GEOMAGNET KUAT YANG TERKAIT DENGAN LUBANG KORONA No. Tanggal Dst (nt) Kecepatan angin surya (km/s) 1 23-Oct-96-105 500 2 10-Mar-98-116 460 3 7-Aug-98-108 500 4 13-Jan-99-112 600 5 4-Sep-02-109 500 6 7-Oct-02-115 400 7 14-Oct-02-100 400 8 21-Nov-02-128 780 9 12-Jul-03-105 750 10 11-Feb-04-109 737 11 8-May-05-127 817 12 31-Aug-05-128 490 142

Penentuan Posisi Lubang Korona Penyebab Badai Magnet Kuat (Clara Y. Yatini) Gambar 3-1: Sebelah kiri adalah citra SOHO dalam ekstrim ultra violet, daerah yang gelap adalah lubang korona. Gambar kanan adalah peta lubang korona pada hari yang sama. Dalam gambar Utara (N) ke arah atas, Selatan (S) ke bawah, Barat (W) kearah kanan, dan Timur (E) ke kiri 4 HASIL DAN ANALISIS Dengan mengetahui posisi lubang korona pada hari yang diperkirakan terjadinya fenomena di matahari, maka dapat diketahui posisi lubang korona penyebab badai geomagnet kuat. Sayangnya, peta lubang korona yang diperoleh hanya sampai dengan bulan Juli 2003, sehingga untuk posisi lubang korona setelah itu tidak dapat ditentukan. Tabel 4-1 menunjukkan hasil penentuan posisi lubang korona yang menyebabkan badai geomagnet kuat. Pada beberapa tanggal tertentu diperoleh beberapa lubang korona, dan posisi seluruh lubang korona yang terdapat di matahari pada saat itu ditentukan. Dari Tabel 4-1 diketahui bahwa untuk posisi utara-selatan, lubang korona yang terkait dengan badai geomagnet kuat terletak di posisi 30 derajat lintang utara dan 40 derajat lintang selatan matahari, atau tidak jauh dari ekuator matahari. Sedangkan untuk posisi timur-barat terletak dalam rentang 30 derajat timur sampai 40 derajat barat, atau sekitar bujur meridian matahari. Sehingga dapat dikatakan bahwa lubang korona yang terkait dengan badai magnet kuat terletak di bagian tengah piringan matahari. Lubang korona ini akan menyebabkan kecepatan angin surya yang lebih tinggi daripada kecepatan normalnya (300 km/jam), seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 3-1. Tabel 4-1: POSISI LUBANG KORONA YANG DIPERKIRAKAN TERKAIT DENGAN BADAI GEOMAGNET KUAT No Tanggal Utara ( ) Selatan ( ) Barat ( ) Timur( ) 1 23-Oct-96 15 15 5 30 2 4 10-Mar-98 13-Jan-99 30 25 5 0 35 30 5 4-Sep-02 20 20 6 7-Oct-02 20 25 0 20 15 10 5 40 7 8 14-Oct-02 21-Nov-02 40 5 40 15 9 12-Jul-03 0 35 0 20 143

Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 4 No. 4 Desember 2009 : 139-144 Yang agak sulit dilakukan adalah menentukan lubang korona mana yang menyebabkan badai tersebut apabila ada beberapa lubang korona tampak di matahari. Oleh sebab itu hasil yang diperoleh disini masih perkiraan secara global. Perlu dilakukan analisis yang lebih teliti untuk menentukan dengan pasti lubang korona tersebut. Di samping itu perlu juga diingat bahwa posisi yang diambil adalah titik tengah dari lubang korona tersebut, karena lubang korona yang ada di matahari melingkupi daerah yang cukup luas, sehingga posisi yang diambil adalah posisi rata-ratanya. 5 KESIMPULAN Badai geomagnet kuat yang disebabkan oleh fenomena CIR terkait dengan posisi lubang korona yang terletak di sekitar pusat matahari, yaitu antara lintang 20 derajat utara dan 40 derajat selatan serta bujur 30 derajat timur dan 40 derajat barat. Fenomena CIR ini ditandai dengan tingginya kerapatan angin surya yang kecepatannya tinggi, yang kemudian diikuti oleh plasma dengan kerapatan rendah dan kecepatan tinggi, serta naiknya temperatur dengan tiba-tiba. Dengan mengetahui posisi lubang korona yang terkait badai geomagnet kuat, maka dapat diprakirakan apakah lubang korona yang muncul di matahari akan mengakibatkan badai geomagnet kuat atau tidak. DAFTAR RUJUKAN Cranmer, S.R., 2009. Living Rev. Solar Phys. 6, 3. Gonzalez, W.D., Joselyn, J.A., Kamide, Y., Kroehl, H.W., Rostoker, G., Tsurutani, B.T., Vasyliunas, V.M., 1994. J. Geophys. Res. 99, 5571. Gosling, J.T., Bame,S.J., McComas,D.J., Phillips, J.J., Pizzo, V.J., Goldstein, B.E., Neugebauer, M., 1995. Space Sci. Rev. 72, 99. Hundhausen, A.J., 1973. J. Geophys. Res. 78, 1528. Hundhausen, A.J., Gosling, J.T., 1976. J. Geophys. Res. 81, 1436. Tsurutani, B.T. Gonzalez, W.D., 1997. Geophysical Monograph 98, 77. Yatini, C.Y., Suratno, Admiranto, A.G., Suryana, N., 2008, Jurnal Sains Dirgantara Vol 6 No 1, 47. 144