BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Batasan dan karakteristik Ketunanetraan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Perawatan dan penelitian mengenai kesehatan gigi dan mulut pada penderita

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan mulut yang buruk memiliki dampak negatif terhadap tampilan wajah,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Rasa Takut terhadap Perawatan Gigi dan Mulut. Rasa takut terhadap perawatan gigi dapat dijumpai pada anak-anak di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. cepat di masa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang, seperti

PERAWATAN INISIAL. Perawatan Fase I Perawatan fase higienik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pada umumnya berkaitan dengan kebersihan gigi dan mulut. Faktor penyebab dari

BAB I PENDAHULUAN. percaya diri. Salah satu cara untuk mendapatkan kesehatan rongga mulut adalah dengan

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan mahkota dan

DEPARTEMEN KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/ PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA PENDERITA TUNANETRA USIA TAHUN ( KUESIONER )

Nama : Fatimah Setiyo Ningrum NIM : 05/187381/KG/7916

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Jumlah perokok di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya.

BAB I PENDAHULUAN. menjaga kesehatan gigi dan mulut dengan cara selalu menjaga kebersihan gigi dan

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN FREKWENSI MENYIKAT GIGI TERHADAP KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PADA SISWA KELAS IV SDN 28 MATARAM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Analisis Situasi

TUNA NETRA NUR INDAH PANGASTUTI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. nyaman, bersih, lembab sehingga terhindar dari infeksi (Eastham et al. 2013).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkembangan anak sekolah dasar. Perkembangan anak usia sekolah disebut juga perkembangan masa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yaitu ,

STATUS KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT PASIEN POLIKLINIK GIGI PUSKESMAS PANIKI BAWAH MANADO

BAB 4 METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan kepada Odapus yang bergabung dan berkunjung di YLI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pentingnya Menjaga Oral Hygiene Pada Perawatan Ortodonti.

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan rongga mulut merupakan salah satu bagian yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. dalam perkembangan kesehatan anak, salah satunya disebabkan oleh rentannya

BAB I PENDAHULUAN. dalam terjadinya berbagai penyakit gigi. Kebersihan gigi dan mulut di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. terencana melalui pendidikan. Pengetahuan dapat dipengaruhi oleh berbagai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

KESEHATAN MATA DAN TELINGA

BAB 1 PENDAHULUAN. Hasil studi morbiditas Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2003

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut.

BAB 1 : PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Keberadaan penyakit-penyakit ini seringkali diabaikan oleh masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Status kebersihan gigi dan mulut pada remaja usia tahun di SMPN 4 Watampone Kecamatan Tanete Riattang Kabupaten Bone

FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT PERIODONTAL

BAB I PENDAHULUAN. Terapi ortodontik belakangan ini menjadi populer. 1 Kebutuhan akan perawatan

Sri Junita Nainggolan Jurusan Keperawatan Gigi Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan. Abstrak

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Gigi Tiruan Sebagian Lepasan. satu atau lebih gigi asli, tetapi tidak seluruh gigi asli dan atau struktur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perkembangan anak (Permeneg PP&PA Nomor 10 Tahun 2011).

Kenali Penyakit Periodontal Pada Anjing

BAB I PENDAHULUAN. pada anak usia sekolah dasar (Soebroto, 2009). mulut adalah penyakit jaringan keras gigi (karies gigi) dan penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bagi tubuh. Fungsi gigi berupa fungsi fonetik, mastikasi dan. ataupun yang hilang bisa berdampak pada kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. mikroba pada gigi dan permukaan gingiva yang berdekatan. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. efek yang buruk pada kesehatan pada umumnya, sehingga kesehatan mulut yang. baik dapat dicapai dengan kebersihan mulut yang baik.

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (Rencana Kegiatan Belajar Mengajar)

PERIODONTITIS Definisi Periodontitis merupakan penyakit inflamasi pada jaringan pendukung gigi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyangga gigi dan karies gigi (Anonim, 2004). Salah satu penyebab terjadinya penyakit

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Fixed orthodontic atau disebut juga dengan pesawat cekat ortodonti

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang

HASIL ANALISIS DATA. Kelompok Usia Responden. Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent tahun 33 64,7 64,7 64,7

BAB I PENDAHULUAN. trisomi kromosom 21. Anak dengan Down Syndrome memiliki gangguan

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan fisik berperan dalam menimbulkan kepercayaan diri

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi juga merupakan hasil interaksi antara kondisi fisik, mental dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pengobatan (The World Oral Health Report 2003). Profil Kesehatan Gigi Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan masa depan bangsa dan aset negara yang perlu mendapat

BAB I PENDAHULUAN. 25,9%, tetapi hanya 8,1% yang mendapatkan perawatan. 2

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dari tanggal 13 November sampai. 4 Desember 2008 di Yayasan Lupus Indonesia (YLI).

BAB I PENDAHULUAN. periodontal seperti gingiva, ligament periodontal dan tulang alveolar. 1 Penyakit

TINJAUAN PUSTAKA. jiwa melipuyti biologis, psikologis, sosial dan lingkungan. Tidak seperti pada

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan sosialnya (Monica, 2007). Perawatan ortodontik merupakan salah

BAB 1 PENDAHULUAN 3,4

KURETASE GINGIVAL & KURETASE SUBGINGIVAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit gigi dan mulut masih menjadi masalah kesehatan utama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

GASTER, Vol. 7, No. 2 Agustus 2010 ( )

KONDISI KEBERSIHAN MULUT DAN KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL PADA PENDERITA GANGGUAN JIWA DI RUMAH SAKIT JIWA TUNTUNGAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adalah anak yang mengalami gangguan fisik atau biasa disebut tuna daksa.

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai

2016 PENGARUH MED IA PUZZLE KERETA API D ALAM MENYAMBUNGKAN SUKU KATA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN ANAK D OWN SYND ROM

2. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan 3. Status Pendidikan : 1. Tidak Sekolah 2. SD 3. SMP 4. SMA 5. Perguruan Tinggi

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. kelangsungan hidup manusia, demikian juga halnya dengan kesehatan gigi dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. serta pembinaan kesehatan gigi terutama pada kelompok anak sekolah perlu

BAB I PENDAHULUAN. sudah dimulai sejak 1000 tahun sebelum masehi yaitu dengan perawatan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar 5

BAB I PENDAHULUAN. ortodontik berdasarkan kebutuhan fungsional dan estetik. Penggunaan alat

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi bagian terpadu dan tak terpisahkan dari peningkatan. yang digunakan dalam proses pembelajaran, kemajuan teknologi dapat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia mencapai jiwa (0,7%) dari jumlah penduduk sebesar

Sikat Gigi Bersama pada Anak SD

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan adalah masa yang unik dalam hidup seorang wanita, yaitu keadaan

KONTROL PLAK. Kontrol plak adalah prosedur yang dilakukan oleh pasien di rumah dengan tujuan untuk:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batasan dan karakteristik Ketunanetraan Tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang normal. 4 Mereka memiliki keterbatasan untuk melakukan berbagai aktivitas yang membutuhkan bantuan penglihatan seperti menonton televisi, membaca huruf atau tanda visual, serta hal lainnya yang berkenaan dengan penglihatan. Untuk mengetahui ketunanetraan dapat digunakan suatu tes yang dikenal sebagai tes Snellen Card. 13 Akibat dari ketunanetraan, secara kognitif pengenalan atau pengertian terhadap dunia luar anak tidak dapat diperoleh secara lengkap dan utuh. Sehingga perkembangan kognitif anak tunanetra cenderung terhambat dibandingkan anak-anak normal pada umumnya. Hal ini disebabkan perkembangan kognitif tidak saja erat kaitannya dengan kecerdasan atau kemampuan inteligensinya, tetapi juga dengan kemampuan indera penglihatannya. 13 Dari segi motorik, pada anak tunanetra mungkin fungsi sistem neuromuskularnya tidak bermasalah tetapi fungsi psikisnya kurang mendukung sehingga menjadi hambatan tersendiri dalam perkembangan motoriknya. 13 Secara fisik, anak-anak tunanetra mempunyai ciri tersendiri, diantaranya yaitu: berjalan dengan posisi tegak, kaku, lamban, dan penuh kehati-hatian dimana tangan mereka selalu berada di depan dan sedikit tersendat pada saat berjalan. 4

Dari segi intelegensi, anak-anak tunanetra hampir sama dengan anak normal pada umumnya,dimana ada anak yang cerdas, ada yang rata-rata dan ada yang rendah. Menurut Kirley (1975), berdasarkan tes intelegensi dengan menggunakan Hayes-Binet Scale ditemukan bahwa rentang IQ anak tunanetra berkisar antara 45-160, dengan distribusi12,5% memiliki IQ kurang dari 80, kemudian 37,5% dengan IQ diatas 120 dan 50% dengan IQ antara 80-120. 13 Dari segi perkembangan emosi, anak tunanetra akan sedikit mengalami hambatan dibandingkan dengan anak yang normal. Keterlambatan ini terutama disebabkan oleh keterbatasan kemampuan anak tunanetra dalam proses belajar. Pada awal masa kanak-kanak, anak tunanetra mungkin akan melakukan proses belajar untuk mencoba menyatakan emosinya, namun hal ini tetap dirasakan tidak efisien karena dia tidak dapat melakukan pengamatan terhadap reaksi lingkungannya secara tepat. Akibatnya pola emosi yang ditampilkan mungkin berbeda atau tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh diri sendiri maupun lingkungannya. 13 Dari segi perkembangan sosial, anak tunanetra memiliki lebih banyak hambatan. Hal tersebut terutama muncul sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari ketunanetraannya. Kurangnya motivasi, ketakutan menghadapi lingkungan sosial yang lebih luas atau baru, perasaan-perasaan rendah diri, malu, sikap-sikap masyarakat yang seringkali tidak menguntungkan seperti penolakan, penghinaan, sikap tak acuh, ketidakjelasan tuntutan sosial, serta terbatasnya kesempatan bagi anak untuk belajar tentang pola-pola tingkah laku yang diterima merupakan kecenderungan tunanetra yang dapat mengakibatkan perkembangan sosialnya amenjadi terhambat. Jadi, perkembangan sosial dari anak tunanetra sangat

tergantung pada bagaimana perlakuan dan penerimaan lingkungan terutama lingkungan keluarga terhadap anak tunanetra itu sendiri. 13 2.2 Etiologi Ketunanetraan Tunanetra dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu : faktor internal dan faktor eksternal. Hal yang termasuk faktor internal yaitu faktor keturunan atau genetik dan faktor yang erat hubungannya selama bayi masih dalam kandungan seperti: kurang gizi, terkena infeksi, keracunan, aborsi yang gagal, ataupun adanya penyakit kronis. Sedangkan hal yang termasuk kedalam faktor eksternal diantaranya adalah faktor ketika lahir atau maupun faktor setelah lahir Misalnya: kecelakaan, terkena penyakit syphilis yang mengenai matanya saat dilahirkan, kelahiran yang lama sehingga kehabisan cairan, kelahiran yang dibantu alat yang mengenai syaraf, kurang gizi atau vitamin, terkena racun, virus trachoma, panas badan yang terlalu tinggi, serta peradangan mata karena penyakit, bakteri ataupun virus. 4,13 Namun gangguan penglihatan umumnya disebabkan oleh penyakit dan malnutrisi. Menurut perkiraan WHO pada tahun 2002, penyebab kebutaan yang paling sering diantaranya adalah katarak (47,9%), glaukoma (12,3%), degenerasi makular akibat usia (8,7%), opasitas kornea (5,1%), dan diabetes retinopati (4,8%). 3 2.3 Klasifikasi tunanetra Berdasarkan tingkat penglihatan, ketunanetraan dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu: a. Tunanetra golongan buta, dimana terbagi lagi menjadi tiga kelompok yakni; mereka yang sama sekali tidak memiliki persepsi visual, mereka yang hanya

memiliki persepsi cahaya dan mereka yang memiliki persepsi sumber cahaya. Pada golongan ini, mereka memerlukan sistem Braille sebagai alat bantu. b. Tunanetra golongan kurang lihat yang terbagi lagi menjadi tiga kelompok yakni: mereka yang memiliki persepsi benda-benda yang berukuran besar sehingga mereka masih membutuhkan sistem Braille; mereka yang memiliki persepsi bendabenda berukuran sedang dimana ada diantara mereka yang membutuhkan sistem Braille dan ada juga yang dapat menggunakan huruf dan tanda visual yang diperbesar; mereka yang memiliki persepsi benda-benda berukuran kecil dimana mereka pada umunya mampu menggunakan huruf dan tanda visual sebagai media baca dan pengajaran. 4 2.4 Alat Bantu Baca Dan Tulis Masyarakat tunanetra mungkin mengalami hambatan dalam menerima informasi, namun disisi lain mereka juga memiliki kelebihan, berupa sensasi taktil dan pendengaran yang tajam. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat tunanetra umumnya menggunakan sistem Braille untuk memperoleh informasi baru. Sistem Braille adalah salah satu metode yang diperkenalkan secara luas bagi masyarakat tunanetra yang digunakan untuk membaca dan menulis. Sistem ini diperkenalkan pada tahun 1821 oleh Louis Braille, seorang tunanetra yang berasal dari Prancis. Setiap karakter atau sel didirikan dari 6 posisi titik, yang disusun segitiga dan mencakup 2 kolom setiap tiga titik. Huruf Braille dibaca dari kiri ke kanan dan dapat melambangkan abjad, tanda baca, angka, tanda musik, simbol matematika dan lainnya. Ukuran huruf Braille yang umum digunakan adalah dengan

tinggi sepanjang 0.5 mm, serta spasi horizontal dan vertikal antar titik dalam sel sebesar 2.5 mm. 14 2.5 Oral Higiene Oral higiene adalah suatu tindakan atau praktek untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut untuk menghindari kerusakan gigi dan jaringannya serta menghindari bau nafas. Status oral higiene pasien dinilai berdasarkan banyak atau sedikitnya penumpukan plak, debris makanan, materi alba dan stein pada permukaan gigi. Penumpukan plak diperiksa dengan bantuan bahan pewarna plak atau dikenal dengan disclosing solution. Lokasi dari penumpukan plak dan iritan lokal lain kadang-kadang bisa menjadi petunjuk adanya faktor pendorong. Misalnya penumpukan plak pada satu sisi berkaitan dengan kebiasan mengunyah pada sebelah sisi. 15 Tetapi, pada umumnya plak atau debris di permukaan gigi dapat dipakai sebagai indikator untuk menilai kebersihan mulut. 16 Indeks yang sering dipakai adalah indeks Green dan Vermillion yaitu oral higiene indeks (OHI) dan oral higiene indeks simplified (OHIS). Dalam penilaiannya, Indeks Oral terdiri dari dua indeks, yaitu: 1. Indeks Oral Debris Oral debris adalah lapisan lunak diatas permukaan gigi yang terdiri dari mucin, bakteri dan sisa makanan yang berwarna putih kehijauan atau jingga. 2. Indeks Kalkulus Kalkulus adalah pengendapan dari garam-garam anorganis yang terutama terdiri dari Ca Carbonat dan Ca Phospat yang tercampur dengan sisa-sisa makanan, bakteri-bakteri dan sel-sel epitel yang telah mati. 16

Berdasarkan lokasi perlekatannya dikaitkan dengan tepi gingival, kalkulus dental dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu: a. Kalkulus supragingiva; adalah kalkulus yang terdapat koronal dari tepi gingiva, dan oleh karena itu maka dapat dilihat di rongga mulut. Kalkulus ini biasanya berwarna putih kuning keputih-putihan; konsistensinya keras seperti batu apung; dan mudah dilepas dari perlekatannya ke permukaan gigi. 17 b. Kalkulus subgingiva; adalah kalkulus yang berada apikal dari krista tepi gingiva, sehingga tidak dapat dilihat secara langsung di dalam rongga mulut. Penentuan lokasi serta perluasannya membutuhkan pemeriksaan yang teliti dengan menggunakan eksplorer. Kalkulus ini biasanya berwarna coklat tua atau hitam kehijauan, konsistensi keras seperti batu api, dan melekat erat ke permukaan gigi. 17 Indeks oral higiene (OHI) adalah indeks oral debris ( ODI ) ditambah dengan indeks kalkulus ( CI ). 18 OHIS = ODIS + CIS Tingkat kebersihan oral debris dapat digolongkan sebagai berikut: Baik : 0,0 0,6 Sedang : 0,7 1,8 Jelek : 1,9 3,0 Tingkat kebersihan oral higiene dapat digolongkan sebagai berikut: Baik : 0,0-1,2 Sedang : 1,3 3,0 Jelek : 3,1 6,0

Berdasarkan teori Blum, status kesehatan gigi dan mulut sangat dipengaruhi oleh empat faktor penting yaitu: keturunan, lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan. Dari keempat faktor tersebut, perilaku memegang peranan yang penting dalam mempengaruhi status kesehatan gigi dan mulut. Sehubungan dengan pendapat di atas, maka frekuensi membersihkan gigi dan mulut sebagai bentuk perilaku akan mempengaruhi baik atau buruknya kebersihan gigi dan mulut, dimana akan mempengaruhi juga angka karies dan penyakit periodontal. 16,17 Dari hasil penelitian yang dilakukan di kecamatan Palaran kotamadya Samarinda provinsi Kalimantan Timur, diperoleh tingkat kebersihan mulut dengan menggunakan indeks OHIS diperoleh 6,73% siswa memiliki kebersihan gigi dan mulut yang baik; 59,03% sedang dan 32,24% buruk. OHIS rata-rata adalah 3 termasuk kebersihan gigi dan mulut sedang. Frekuensi penyikatan gigi yang dilakukan yaitu 18% menyikat gigi sekali sehari, 34,24% menyikat gigi dua kali sehari, 61,88% menyikat gigi tiga kali sehari, 1,70% menyikat gigi empat kali sehari. Hasil analisa statistik menunjukkan adanya relasi atau hubungan penyikatan gigi dengan tingkat oral higiene pada anak-anak sekolah. Pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa penyuluhan tentang kesehatan mulut dan cara menjaga kebersihan rongga mulut telah sukses dilakukan pada muridmurid di sekolah dasar. 19 2.6 Masa perkembangan anak Periode perkembangan anak dapat dibagi menjadi 10,11 : a. Periode prakelahiran adalah waktu mulai pembuahan hingga kelahiran yang berlangsung sekitar 9 bulan. Pada periode inilah sel tumbuh menjadi organisme yang lengkap dengan otak dan kemampuan berprilaku

b. Masa bayi adalah adalah periode perkembangan yang terus terjadi dari lahir sampai sekitar usia 18 hingga 24 bulan dan merupakan periode ketergantungan yang ekstrem terhadap orang dewasa. Pada periode ini anak mulai dapat berpikir dengan menggunakan simbol, meniru dan belajar dari orang lain. c. Masa kanak-kanak awal adalah periode perkembangan yang terjadi mulai akhir masa bayi hingga usia 6 tahun, pada periode ini anak belajar menjadi mandiri dan merawat diri sendiri dan gemar bermain dengan anak sebayanya. Pada periode ini perkembangan memori meningkat dengan pesat. d. Masa kanak-kanak tengah dan akhir adalah periode perkembangan yang dimulai sejak usia 6 hingga 11 tahun dan sering juga disebut masa sekolah dasar. Pada periode ini perkembangan memori tidak sebesar pada masa kanak-kanak awal. e. Masa remaja adalah periode perkembangan yang dimulai pada usia 11 hingga 19 tahun dan disertai perubahan fisik yang cepat. Pencarian identitas dan kebebasan merupakan ciri utama periode ini. Pikiran menjadi lebih abstrak, idealis dan logis. Perkembangan memori hanya mengalami sedikit peningkatan. Mereka sering belajar dari kesalahan, mulai menyukai gambaran mengenai masa depan dan membayangkan akan menjadi apa kelak. Disamping hal tersebut, hal yang sangat berperan dalam prilaku pada remaja adalah egosentrisme remaja dimana kesadaran diri bertambah tinggi dan adanya perubahan emosi yang kadang-kadang bisa menghasilkan prilaku ekstrem. 10.20

2.7 Metode Penyuluhan Penyuluhan merupakan suatu tindakan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar dapat mengubah prilaku ke arah prilaku sehat. Penyuluhan kesehatan gigi merupakan suatu tindakan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar dapat mengubah prilaku sehingga memperoleh tingkat kesehatan gigi yang baik. 21 Metode penyuluhan sangatlah menentukan keberhasilan dari suatu penyuluhan, sehingga pemilihan metode haruslah dipilih dengan cermat dan mengacu pada tujuan yang ingin dicapai. Metode penyuluhan dapat dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan tujuan instruksional khusus ( TIK ), yaitu: 1. Metode yang digunakan untuk membentuk pengetahuan yaitu : a. Ceramah adalah salah satu cara pendidikan kesehatan yang di dalamnya kita menerangkan atau menjelaskan sesuatu secara lisan disertai tanya jawab, diskusi dengan sekelompok pendengar serta dibantu dengan beberapa alat peraga yang dianggap perlu. b. Tanya jawab adalah proses interaksi warga belajar yang berisi pertanyaanpertanyaan yang diajukan dan jawaban-jawaban dari topik belajar tertentu untuk mencapai tujuan belajar. 2. Metode yang digunakan untuk membentuk ketrampilan yaitu : Demonstrasi adalah suatu cara penyajian pengertian atau ide yang dipersiapkan dengan teliti untuk memperlihatkan bagaimana cara melaksanakan suatu tindakan, adegan, atau menggunakan suatu prosedur.

3. Metode yang digunakan untuk membentuk sikap yaitu : a. Permainan (role playing) adalah metode yang dalam pelaksanaannya sasaran harus memerankan satu atau beberapa peran tertentu. b. Simulasi adalah suatu metode yang dalam pelaksanaannya penyuluh dapat melakukan suatu kegiatan belajar mengajar yang berorientasi pada penghayatan ketrampilan aktualisasi dan praktik dalam situasi secara keseluruhan atau sebagian merupakan tiruan dari situasi sebenarnya. Retensi ingatan adalah kemampuan seseorang dalam mengingat suatu materi yang telah diberikan kepadanya setelah beberapa waktu. Retensi ingatan dikatakan baik apabila seseorang mampu mengingat seluruh materi yang diberikan. 2.8 Pendekatan dan Materi Penyuluhan Kesehatan Gigi dan Mulut Bagi Pasien Tunanetra. Sebelum pelaksanaan metode penyuluhan, terlebih dahulu dilakukan pendekatan diri untuk membangun kepercayaan antara peneliti dan penderita tunanetra. Pendekatan khusus dapat dicapai apabila peneliti mampu mengenali karakter dominan dari penderita tunanetra sehingga memungkinkan komunikasi lebih lanjut. Pendekatan yang dilakukan mencakup : a. Pengenalan diri Peneliti harus memperkenalkan diri sendiri terlebih dahulu dengan ramah dan nada suara yang enak didengar agar pasien merasa nyaman. b. Membangun pendekatan

Pada awal pembicaraan, hindari untuk membicarakan tentang hal yang terlalu rumit seperti masalah kesehatan. Mulailah pembicaraan dengan hal yang sederhana seperti aktivitas yang dilakukan mereka sehari-hari, contohnya : hobi, kebiasaan, makanan kesukaan dan sebagainya. Pada saat ini sangatlah penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak menyinggung mengenai kecacatan atau ketidakmampuan mereka karena disini kita berusaha untuk membangun kepercayaan diri mereka. Setelah tujuan tercapai, barulah dilakukan pemberian motivasi dan penyuluhan yang dilaksanakan dengan metode ceramah dan demonstrasi. Penderita tunanetra diberikan pengetahuan mengenai anatomi rongga mulut, penyakit gigi dan periodontal serta bagaimana cara yang baik dan benar untuk menjaga kesehatan rongga mulut pada pasien tunanetra. Materi penyuluhan yang diberikan berupa pengetahuan dasar mengenai anatomi rongga mulut seperti: jumlah gigi, jenis gigi, bagian-bagian dari gigi serta jaringan pendukungnya yang terdapat pada rongga mulut setiap manusia. Disamping itu, juga diberikan pendidikan mengenai penyakit gigi dan jaringan pendukungnya, seperti : karies, gingivitis, periodontitis dan sebagainya. Dan kemudian diakhiri dengan pengetahuan mengenai cara atau metode penyikatan gigi yang baik dan benar, sikat gigi yang baik, frekuensi penyikatan gigi dan frekuensi penggantian sikat gigi. 22