Menyelamatkan Daerah Aliran Sungai (DAS): Saatnya Bertindak Sekarang

dokumen-dokumen yang mirip
PERTEMUAN FORUM DAS DAN PAKAR TINGKAT NASIONAL STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN DAS TERPADU JAKARTA DESEMBER 2009

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Pedoman. DAS. Terpadu. Pengelolaan. Pencabutan.

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU. I. PENDAHULUAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 39/Menhut-II/2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kerangka landasan pendekatan DAS: Merupakan ekologi bentang lahan (Landscape ecology), suatu subdisiplin ekologi yang mengamati sebab dan akibat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN BERSAMA GUBERNUR JAWA TIMUR DAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2013 NOMOR TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDAHULUAN. Latar Belakang

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia semakin memprihatinkan

TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RENCANA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

ARAH PENELITIAN MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TAHUN

BAB I PENDAHULUAN SSK. I.1. Latar Belakang

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

Pemetaan Kelembagaan dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis DAS Bengawan Solo Hulu

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Modul 1: Pengantar Pengelolaan Sumber Daya Air

Kabar dari Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Verifikasi Klaim. Konservasi. Kredit Macet. Usaha Tani. Tata Cara.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Pola Umum. Standar. Pengelolaan DAS.

DAFTAR PERATURAN Versi 31 Agustus 2012

BAB 5 PENUTUP 5.1 Temuan Studi

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004

Mengoptimalkan Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang Dalam Unit Daerah Aliran Sungai 1

Perdebatan Padangan Antara Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) dengan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 116 TAHUN 2016 T E N T A N G

PERAN PEMERINTAH KOTA DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

TINJAUAN PUSTAKA. Lanskap Hutan. Istilah lanskap secara umum dipahami sebagai bentang alam yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

LAPORAN KEGIATAN RAPAT KORDINASI INTEGRATED CITARUM WATER RESOURCES MANAGEMENT INVESTMENT PROGRAM (ICWRMIP)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM


TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PEMERINTAH KABUPATEN MERANGIN BADAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH (RENJA-SKPA) BAPEDAL ACEH TAHUN 2015

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam,

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN

BUPATI KULONPROGO. Sambutan Pada Acara SOSIALISASI GERAKAN NASIONAL KEMITRAAN PENYELAMATAN AIR (GNKPA) Tanggal, 10 Maret 2011

TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Kondisi Umum

ALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2018 TENTANG PERCEPATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM

REVITALISASI KEHUTANAN

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. Pendahuluan. yang semakin kritis. Perilaku manusia dan pembangunan yang tidak

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU

BAB I PENDAHULUAN. manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG

Dr. EDWARD Saleh FORUM DAS SUMATERA SELATAN 2013

BAB 1 PENDAHULUAN LAPORAN AKHIR 1-1

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

DRAFT EMPAT GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 69 /KPTS/013/2013 TENTANG

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang tinggi. Apabila dimanfaatkan secara bijaksana akan

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

Bagi masyarakat yang belum menyadari peran dan fungsi Situ, maka ada kecenderungan untuk memperlakukan Situ sebagai daerah belakang

Profil Wilayah Heart Of Borneo

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN

PENGELOLAAN DAS TERPADU

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

Konferensi Pers dan Rumusan Hasil Workshop 21 Juli 2009 Menyelamatkan Daerah Aliran Sungai (DAS): Saatnya Bertindak Sekarang Jakarta. Pada tanggal 21 Juli 2009, Departemen Kehutanan didukung oleh USAID Environmental Services Program (ESP) mengadakan lokakarya selama dua hari bertema Membangun Kapasitas Para Pihak Untuk Penyelamatan Daerah Aliran Sungai (DAS) di Hotel Novotel, Bogor. Lokakarya ini dibuka oleh Menteri Kehutanan MS Kaban dengan pembicara antara lain Pakar Lingkungan Hidup Prof. Emil Salim, Japan Society for the Promotion of Science (JSPS) Tadashi Tanaka, serta Pakar Sumber Air dan Hidrologi dari Institut Pertanian Bogor Hidayat Parwitan. Lokarya ini bertujuan untuk mengindentifikasi bagaimana meningkatkan kapasitas para pihak dalam aspek-aspek sumber daya manusia, sarana prasarana, penganggaran, kebijakan, dan kelembagaan untuk teknis pegelolaan DAS yang lebih baik. Acara ini dihadiri oleh sekitar100 peserta yang terdiri dari perwakilan instansi pemerintah terkait dengan pengelolaan DAS, akademisi, kelompok masyarakat peduli lingkungan dari Jawa Tengah, dan staf Balai Pengelolaan Daerah Alirah Sungai (BPDAS) seluruh Indonesia ini. Menteri Kehutanan MS Kaban mengatakan bahwa 60 DAS di Indonesia diidentifikasi mengalami degradasi sejak tahun 2000 karena berbagai faktor seperti meluasnya lahan kritis, penebangan hutan dan perambahan kawasan lindung. Untuk menyelamatkan DAS di Indonesia Departemen Kehutanan telah menetapkan 108 DAS sebagai prioritas utama untuk ditangani dalam kurun waktu 5 tahun mendatang (2010-2014). MS Kaban menambahkan, tantangan yang dihadapi dalam mengelola DAS antara lain degradasi hutan dan lahan, pengadaan pangan energi, dan air, otonomi daerah yang cenderung mementingkan ekonomi jangka pendek, dan juga isu lingkungan global. Pakar Lingkungan Hidup Prof. Emil Salim pada kesempatan ini menyatakan pentingnya penerapan Pengelolaan DAS Terpadu pada DAS-DAS prioritas. Untuk

itu diperlukan adanya koordinasi antar stakeholder terkait termasuk peran serta masyarakat. Pada konferensi pers dalam kesempatan yang sama Direktur Kehutanan dan Sumber Daya Air Bappenas Basah Hernowo mengungkapkan bahwa pemanfaatan sumber daya air adalah bagian dari program nasional. Penataan ruang kawasan hulu dan hilir harus dilakukan secara integratif antara kebijakan, strategi, dan program dengan memperhatikan keseimbangan kemampuan hulu sebagai sumber daya dan kawasan hilir sebagai pengguna. Dalam lokakarya ini juga diperkenalkan informasi elektronik DAS dalam tampilan peta dan data yang lebih mudah di analisa oeh para pengambil keputusan. Prof. Tadashi Tanaka dari Japan Society for the Promotion of Science (JSPS) memaparkan pengalaman Jepang dalam menyelamatkan DASnya melalui konservasi tanah dengan restorasi hutan merupakan upaya jangka panjang multi generasi. Yang penting untuk diketahui sekarang adalah tahapan rehabilitasi yang harus dilalui oleh tiap generasi. Pembicara lain, Prof. Hidayat Pawitan dari Institut Pertanian Bogor membawa contoh pembangunan kapasitas untuk DAS Volta di Afrika yang meliputi enam Negara dan HELP (Hydrology, Environment, and Life Program) UNESCO di Davao City, Filipina yang memiliki pengelolaan DAS terintegrasi. Dalam diskusi panel dibahas penguatan kebijakan yang selama ini masih bersifat sektoral dan tidak terintegratif, dan disarankan menjadi satu usulan arahan kebijakan yang lebih bersifat akomodatif terhadap kepentingan dan keberlanjutan daerah aliran sungai itu sendiri bukan kepentingan institusi yang mengaturnya. Dephut saat ini sudah melakukan kerja sama dengan berbagai pihak terkait dengan pengelolaan daerah aliran sungai yang juga menghasilkan "Kerangka Kerja Pengelolaan Daerah Aliran Sungai di Indonesia". Kerangka kerja ini adalah atas amanah instruksi Presiden No. 5 tahun 2008 tentang Fokus Program ekonomi tahun 2008-2009, tentang strategi pengelolaan DAS serta upayaupaya pokok yang dapat dilakukan 20 tahun mendatang oleh departmendepartemen dan instansi pemerintah terkait. Rumusan workshop adalah sebagai berikut: 1. Daerah Aliran sungai (DAS) sebagai ekosistem yang utuh dari hulu sampai hilir terdiri dari komponen fisik, biologis dan sumberdaya manusia yang

saling berinteraksi memiliki fungsi penting dalam pembangunan berkelanjutan 2. Kondisi DAS semakin memprihatinkan, banyak DAS yang mengalami penurunan kualitas dengan indikasi luasnya lahan kritis, semakin seringnya banjir, kekeringan, tanah longsor dan pencemaran air yang merugikan kehidupan masyarakat dan lingkungan. 3. Penurunan kualitas DAS disebabkan antara lain oleh: (a) Tekanan penduduk yang meningkat: pembangunan industri, pemukimam, infrasturuktur, sampah dan limbah industri ; (b) rendahnya kapasitas institusi yang tugasnya mencegah dan merehabilitasi kerusakan sumberdaya, c) kegagalan pasar, d) Kebijakan yang belum berpihak kepada pelestarian sumberdaya alam (SDA), e) Koordinasi yang belum optimal antar stakeholder terkait, dan f) Kesadaran dan partisipasi berbagai pihak termasuk sebagian masyarakat yang masih kurang dalam konteks pemanfaatan dan pelestarian SDA. 4. Pengelolaan DAS yang melibatkan multi pihak dan sering lintas wilayah administrasi pemerintahan harus dilakukan secara terpadu dari hulu dan hilir, tidak parsial atas dasar kepentingan sektor atau daerah pemerintahan. Tantangan ke depan dalam pengelolaan DAS antar lain degradasi hutan dan lahan, ketahanan pangan, air dan energi, isu lingkungan global seperti keanekaragaman hayati (CBD), perubahan iklim global (FCCC) dan pengendalian degradasi lahan dan kekeringan (CCD). 5. Untuk mengimplementasikan pengelolaan DAS terpadu diperlukan kapasitas parapihak yang terlibat dalam pengelolaan DAS mulai tingkat komunitas/masyarakat, kabupaten, provinsi sampai tingkat pusat. Pembangunan kapasitas para pihak ini mungkin memerlukan investasi yang mahal tetapi diharapkan akan memberikan manfaat yang sangat besar pada jangka panjang sehingga biaya PDAS dalam jangka panjang menjadi murah. 6. Untuk penyelamatan DAS diperlukan intervensi pemerintah yang menyangkut aspek kebijakan, kelembagaan, pola dan teknis pengelolaan dan pengaanggaran. Secara nasional pengelolaan DAS telah diarusutamakan (mainstreaming) kedalam kebijakan dan program dalam RPJM (2010-2014), Karena itu para pihak terkait dengan program ini harus menjabarkan dalam bentuk kegiatan dengan locus DAS prioritas yang jelas dengan sistem pendukung data, informasi dan penganggaran yang harus memadai. Pendekatan teknis harus dikombinasikan dengan aspek ekonmi sosial budaya dan lingkungan. Sangat penting menentukan indikator keberhasilan dari setiap kegiatan/program di setiap DAS prioritas.

7. Pengalaman dan pembelajaran dalam pengelolaan DAS baik didalam dan luar negeri telah dipresentasikan dan didiskusikan dalam workshop sebagai pertimbangan dalam meningkatkan kapasitas para pihak dalam penyelamatan DAS dengan penyesuaian dengan kondisi setempat. 8. Informasi elektronik DAS berfungsi untuk mengumpulkan, menampilkan data dan sebagai salah satu alat untuk perencanaan dan monitoring program dan kegiatan sehingga sangat penting dan berguna dalam mendukung tupoksi BPDAS. Implementasi e DAS harus ditunjang oleh sumber daya manusia yang memadai mulai dari pimpinan, web master, web operator dan operator GIS, peralatan dan pendanaan. Disarankan e DAS disosialisasikan di tingkat Ditjen RLPS dan ditindaklanjuti dengan pelatihan dan pertemuan-pertemuan personil kunci yang menangani e DAS sehingga bisa dimonitor kemajuan dan kinerjanya. 9. Dalam diskusi kelompok telah diidentifikasi dan dikaji permasalahan dan usulan pembangunan kapasitas para pihak untuk tingkat BPDAS, daerah dan pusat untuk aspek-aspek kebijakan, kelembagaan, sumberdaya manusia, sarana dan prasarana, teknis dan penganggaran (terlampir sebagai bagian rumusan). Semua hasil diskusi tersebut dijadikan sebagai salah satu masukan dalam merencanakan kegiatan di BPDAS, daerah dan pusat dalam rangka peningkatan kinerja institusi BPDAS dan pihak lain dalam penyelamatan DAS. Demikian rumusan umum ini disusun untuk menjadi salah satu bahan pertimbangan bagi pembuat keputusan dalam rangka meningkatkan kapasitas para pihak berkepentingan dalam penyelamatan DAS secara terpadu. Tim Perumus, 1. Dr. Saeful Rachman 2. Dr. Syaiful Anwar 3. Dr. Kasdi Subagyono *** selesai *** Untuk informasi lebih lanjut hubungi Dr. Silver Hutabarat Direktur Pengelolaan DAS Ditjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Departemen Kehutanan

Lembar fakta Sumber: Hidayat Pawitan Ph.D Professor Hidrologi Sumber Daya Air Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Pembelajaran dari pembangunan kapasitas untuk DAS Volta, Afrika yang meliputi enam Negara dan HELP (Hydrology, Environment, and Life Program) UNESCO di Davao City, Filipina dengan pengelolaan DAS terintegrasi. 1. Manfaat bantuan teknis adalah menambah peningkatan dan distribusi informasi (seperti peringatan bahaya banjir) serta menimbulkan rasa kepercayaan. 2. Penguatan kerjasama dan keterlibatan antar instansi (Pertanian, Kehutanan, Lingkungan) yang dilakukan menciptakan rasa kepemilikan nasional akan intervensi untuk memulihkan ekosistem. 3. Kelompok-kelompok tani sebenarnya haus akan keterampilan dan teknologi baru yang aman untuk sumber air. 4. Komunitas-komunitas akan terdorong untuk berpartisipasi apabila mereka melihat bahwa tujuan akhir dari partisipasi tersebut terkait dengan perbaikan kualitas kehidupan para komunitas yang berpartisipasi. 5. Perencanaan dan implementasi antar sektor dan antar komunitas bisa berhasil walaupun diaplikasikan secara lintas wilayah. Bagaimanapun pendekatan ini berjalan lambat, memakan waktu lama, dan mahal, namun dapat menyatukan pihak-pihak dari kementrian, pemerintah daerah, LSM dan kelompok masyarakat.