ABSTRAK. Kata Kunci: Optimalisasi, Tugas dan Fungsi, Rupbasan MARIO RIZKY SUMARAUW, , OPTIMALISASI TUGAS DAN FUNGSI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi setiap orang, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota

BAB I PENDAHULUAN. pelaku dan barang bukti, karena keduanya dibutuhkan dalam penyidikkan kasus

I. PENDAHULUAN. Penanganan dan pemeriksaan suatu kasus atau perkara pidana baik itu pidana

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. adalah adanya kekuasaan berupa hak dan tugas yang dimiliki oleh seseorang

BAB I PENDAHULUAN. menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum.

PERAN RUMAH PENYIMPANAN BENDA SITAAN NEGARA WONOGIRI DALAM MENGELOLA, MERAWAT DAN MENYIMPAN BENDA SITAAN NEGARA DAN BARANG RAMPASAN NEGARA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Oleh : Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia KEMENTRIAN HUKUM DAN HAM RI

I. PENDAHULUAN. didirikan pada setiap ibukota kabupaten atau kota, dan apabila perlu dapat dibentuk

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari

PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

2011, No b. bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah suatu tindak pidana yang pemberantasannya perlu dilakukan secara luar biasa, namun dalam pelaksan

ABSTRAK MELIYANTI YUSUF

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

Bag.I. HUBUNGAN SISTEM PEMASYARAKATAN DENGAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM LAINNYA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA TERPADU

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu

2015, No. -2- untuk melaksanakan ketentuan Pasal 50 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor

Pelaksanaan Penyidik Diluar Wilayah Hukum Penyidik

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Lampung

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain

2017, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran N

BAB I PENDAHULUAN. Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

1. Hubungan Sistem Pemasyarakatan dengan Lembaga-Lembaga Penegak Hukum Lainnya dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba

PELAKSANAAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tanggal 1 Agustus Presiden Republik Indonesia,

I. PENDAHULUAN. kondisi sosial budaya dan politik suatu negara berkembang untuk menuju sistem

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

SOP Sentra Gakkumdu dan Tantangannya. Purnomo S. Pringgodigdo

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun Peratifikasian ini sebagai

Pengelolaan Barang Sitaan, Temuan dan Rampasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai negara yang memiliki posisi strategis dalam kehidupan

Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 Tentang : Pelaksanaan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara Hukum. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN PELAKSANAAN TUGAS PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

EFEKTIVITAS PELAYANAN PEMBUATAN SURAT IZIN MENGEMUDI DITINJAU DARI STANDAR OPRASIONAL PROSEDUR (STUDI KASUS SATLANTAS GORONTALO KOTA) ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tertuang pada

BAB I PENDAHULUAN. dapat diungkap karena bantuan dari disiplin ilmu lain. bantu dalam penyelesaian proses beracara pidana sangat diperlukan.

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. negara harus berlandaskan hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

Lex Crimen Vol. VI/No. 7/Sep/2017. PENGELOLAAN BENDA SITAAN MENURUT PASAL 44 KUHAP 1 Oleh : Maria Prisilia Djapai 2

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1991 Tentang : Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia

BAB IV PENUTUP. dalam tesis ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

RANCANGAN PENJELASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 55 TAHUN 1991 (55/1991) TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

PRAPENUNTUTAN DALAM KUHAP DAN PENGARUH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA 1 Oleh: Angela A.

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. membahayakan stabilitas politik suatu negara. 1 Korupsi juga dapat diindikasikan

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan permasalahan yang muncul sejak berdirinya

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG BUKTI DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DIREKTORAT TAHANAN DAN BARANG BUKTI

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

1

2 ABSTRAK MARIO RIZKY SUMARAUW, 271410095, OPTIMALISASI TUGAS DAN FUNGSI RUMAH PENYIMPANAN BENDA SITAAN NEGARA SESUAI PASAL 44 KUHAP (Studi Kasus di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara Kelas I Gorontalo), Program studi S1 Ilmu Hukum, fakultas Hukum universitas Negeri Gorontalo, Pembimbing I Moh. Rusdiyanto Puluhulawa, SH,MHum dan Pembimbing II Zamroni Abdussamad, SH.,MH Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kendala-kendala internal yang menghambat kinerja di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara kelas I Gorontalo, beserta upaya untuk mengoptimalisasikannya Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang bersifat deskriptif dan apabila dilihat dari tujuannya termasuk penelitian hukum empiris. Lokasi penelitian di RUPBASAN Kelas I Gorontalo. Jenis data yang digunakan adalah data primer yang bersumber dari kepala Rupbasan yang secara langsung menangani serta mengelola Rupbasan dan data sekunder diperoleh dari bahan kepustakaan serta peraturan-peraturan yang berhubungan dengan judul skripsi. Tehnik pengumpulan data yang digunakan yaitu dilakukan dengan wawancara dan studi kepustakaan. Analisis data yang digunakan adalah analisis model kualitatif model interaktif, dimana data yang terkumpul akan dianalisa melalui tiga tahap yaitu mereproduksi data, menyajikan data dan penarikan kesimpulan. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kinerja Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara kelas I Gorontalo belum bisa dikatakan optimal karena mengalami beberapa kendala yang destruktif, diantaranya adalah tentang minimnya anggaran untuk Rupbasan yang berakibat langsung pada terhambatnya pembangunan sarana dan prasarana penunjang pekerjaan di Rupbasan sehari hari, dan masalah utama lainnya adalah paham ego sektoral antara instansi penegak hukum yang enggan menitipkan benda sitaan ke Rupbasan dengan berbagai alasan yang tidak sesuai dengan pasal 44 ayat 1 KUHAP. Oleh karena itu diperlukan berbagai upaya untuk mengatasi kendalakendala yang timbul dalam pelaksanaan pengelolaan benda sitaan negara dan barang rampsan negara di Rupbasan Gorontalo. Kata Kunci: Optimalisasi, Tugas dan Fungsi, Rupbasan

3 Pendahuluan A. Latar Belakang Bagi setiap orang, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat yang menjadi tersangka dalam melakukan pelanggaran hukum, dijamin secara terbatas hak-haknya termasuk hak kepemilikan, hak kepemilikan yang dimaksud adalah hak milik atas benda yang dipergunakan untuk berbuat atau yang berhubungan dengan kejahatan. Benda yang bersangkutan disita oleh penyidik untuk pembuktian lebih lanjut dalam suatu proses peradilan, dimana pelaksanaannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam pemeriksaan suatu kasus atau perkara pidana baik itu pidana umum maupun pidana khusus, seperti kasus korupsi seringkali penyidik harus melakukan upaya paksa dalam bentuk penyitaan barang atau benda yang dimiliki tersangka karena akan dijadikan sebagai alat bukti. Rumah Penyimpanan Barang Sitaan Negara atau disingkat RUPBASAN 1 satusatunya tempat penyimpanan segala macam benda sitaan yang diperlukan sebagai barang bukti dalam proses pengadilan berdasarkan pasal 44 ayat 1 KUHAP yang berbunyi : Benda Sitaan Negara disimpan didalam Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara yang didalamnya temasuk barang yang dinyatakan dirampas berdasarkan putusan hakim, dan benda tersebut dilarang dipergunakan oleh siapapun juga sampai pada jangka waktu tertentu hingga akhirnya dimusnahkan, ataupun dilelang sesuai dengan putusan hakim 2. Sesuai dengan keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan nomor :E1.35.PK.03.10 tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Tahanan dan Rumah Penyimpanan Sitaan Negara, tugas pokok Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara adalah menyimpan dan mengelola barang sitaan dan rampasan negara, yang dalam hal ini meletakkan barang sitaan ke suatu tempat yang aman dengan penjagaan ketat selama proses sampai akhir persidangan, dengan maksud agar barang sitaan tidak 1. www.kemenkumham.go.id 2 Basmanizar, Penyelamatan dan pengamanan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara di Rupbasan. Rajawali Pers. Jakarta. 1997. Hlm 43-44

4 rusak atau hilang selama proses peradilan sedang berlangsung. Oleh karena itu, Rumah Penyimpanan Barang sitaan negara sebagai instansi penegak hukum yang paling bertanggung jawab dalam menjamin dan melindungi keselamatan dan keamanan barang bukti milik tersangka, maka sudah pasti instansi ini harus menjadi satu satunya tempat penyimpanan barang sitaan negara. Berkaitan dengan hal di atas peneliti akan mengaitkannya dengan Rumah Penyimpanan Barang Sitaan Negara kelas I di kota Gorontalo. Berdasarkan pasal 44 ayat 1 dan 2 UU RI nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP 3 yang menyatakan dengan tegas bahwa: Benda sitaan negara disimpan dalam Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara yang kemudian dilanjutkan pasal 2 menyebutkan Penyimpanan benda sitaan negara dilaksanakan dengan sebaik baiknya dan tanggung jawab atasnya ada pada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut dilarang dipergunakan oleh siapapun juga Selanjutnya kita telaah pasal 27 ayat 1 Peraturan Pemerintah RI nomor 27 tahun 1983 tentang pelaksanaan kitab undang undang hukum pidana disebutkan dalam RUPBASAN ditempatkan benda yang harus disimpan untuk keperluan barang bukti dalam pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaaan di sidang pengadilan termasuk barang yang dinyatakan dirampas berdasarkan putusan hakim, maka terkandung pengertian bahwa: 1. Setiap barang sitaan dan rampasan oleh negara untuk keperluan proses peradilan., 2. Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara adalah satu-satunya tempat penyimpanan benda sitaan negara,termasuk barang rampasan yang disita oleh hakim., 3. Dari fungsi kelembagaan Rupbasan merupakan pusat penyimpanan barang sitaan dan barang rampasan negara dari seluruh instansi di Indonesia. Namun pada kenyataannya tidak demikian, pada kenyataan dilapangan di RUPBASAN (Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara) Kelas I Gorontalo 3 Peraturan Menteri Kehakiman nomor : M.05.UM.01.06 tentang pengelolaan benda dan sitaan negara di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan negara

5 mempunyai beberapa masalah tertentu yang menjadi penyebab mengapa instansi ini tidak bisa melaksanakan fungsinya sesuai amanat undang-undang, dimulai dari minimnya rekruitmen pegawai, kurangnya fasilitas pengamanan ruangan brankas penyimpanan barang bukti dan sitaan, kemudian masalah jumlah Rumah Penyimpanan Barang Sitaan Negara di kota Gorontalo yang terbilang sangat kurang yang tidak sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah No.27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP pasal 26 ayat 1 dan 2 yang mengharuskan setiap kabupaten kota memiliki 1 (satu) cabang Rupbasan, dan menurut peneliti faktor utama lainnya adalah minimnya anggaran dari Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mengembangkan dan memaksimalkan fungsi Rupbasan sebagai instansi penting dalam mengolah dan menjaga kualitas barang sitaan dan rampasan, faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah karena adanya ketidaksamaaan paham mengenai barang sitaan antara pihak Kepolisian dan Kejaksaan, atau dapat diistilahkan sebagai ego sektoral. 4 Secara umum ego sektoral mempuyai pengertian yaitu suatu kepentingan terhadap sesuatu yang melibatkan kelompok tertentu, dimana kelompok tersebut menganggap kepentingan kelompoknya lebih penting dan menganggap kelompok lain lebih rendah kepentinganya. Ego sektoral berpotensi mengakibatkan terjadinya penyalahgunaan wewenang/kekuasaan 5. Masalah fundamental Rupbasan yang paling serius adalah ego sektoral dari masing masing instansi penegak hukum yang dalam pandangannya tentang alat bukti rampasan atau sitaan seperti yang peneliti paparkan sebelumnya, padahal konsep yang lebih interatif antar institusi penegakkan hukum, sifat keteraturan itu harus menjadi salah satu katalisator dalam mengeratkan hubungan antar lembaga. 6 Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka objek penelitian ini adalah menelaah inti permasalahan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara dan keterkaitannya dengan instansi penegak hukum lainnya, instansi hukum mana yang harus dievaluasi agar fungsi RUPBASAN dapat berjalan optimal sesuai pasal 44 ayat 1 KUHAP B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian singkat latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 4 Muhammadismet.blogspot.com, Artikel Mengikis Ego Sektoral Dalam Penegakkan Hukum oleh Abdul Malik Gismar 5 M.kompasiana.com/post/read/442388/2/ego-sektoral-pemecah-bangsa.html. oleh Supapri Situmorang, diakses senin tanggal 17 Mei 2013 6 Guyub Sudarmanto Bc.IP. SH (Kepala Rupbasan Kelas I Kota Gorontalo), wawancara dengan Narasumber. Di Kantor Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara kelas I Gorontalo,kota Gorontalo, 5 April 2014

6 1) Faktor apakah yang mempengaruhi kurang optimalnya fungsi Rupbasan kelas I kota gorontalo? 2) Upaya-upaya apa yang dilakukan untuk mengoptimalisasikan tugas dan fungsi Rupbasan sebagai satu-satunya tempat penyimpanan benda sitaan dan rampasan? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan penelitian 1.1 Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana inti permasalahan serta masalah administrasi pengelolaan basan dan baran di Rupbasan sebagai instansi vital dibawah Kemeterian hukum dan HAM 1.2 Bertujuan untuk mengetahui kendala-kendala yang timbul dalam pelaksanaan Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan barang rampasan negara di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara gorontalo serta Upaya-upaya penyelesaiannya. 2. Kegunaan penelitian 1.2.2 Sebagai bahan masukan bagi Instansi terkait dalam hal pengelolaan Barang sitaan dan barang rampasan sesuai Undang undang 1.2.3 Memberikan gambaran secara garis besar tentang upaya-upaya Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Kepala Rupbasan kelas I Gorontalo dalam rangka mensosialisasikan Rumah penyimpanan barang sitaan negara kepada pihak Kepolisian, Kejaksaaan dan instansi terkait lainnya agar dapat menempatkan barang bukti dan rampasan sitaan ke tempat yang seharusnya dibawah kewenangan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara, sebagai satu satunya tempat untuk penyimpanan basan dan baran dan untuk mewujudkan penegakkan hukum yang sesuai aturan dan sesuai tugasnya masing masing agar tidak terjadi tabrakan dan ketidakberaturan sistem hukum. 1.2.4 Sebagai bahan perbandingan dan masukan bagi mereka yang mempunyai keinginan untuk melakukan penelitian lanjutan pada masalah yang sejenis dan diharapkan hasil penelitian ini dapat bermamfaat bagi kalangan akademisi dalam pengembangan hukum pidana

7 Metode Penelitian 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian empiris atau biasa disebut juga penelitian lapangan. 7 Penelitian ini menitikberatkan pada perundang-undangan dalam hubungannya yang satu dengan yang lainnya serta keterkaitannya dalam praktek. Dan yang menjadi topik pada penelitian ini adalah masalah optimalisasi suatu badan hukum, perananan lembaga hukum atau institusi hukum, dan implementasi aturan hukum sesuai dengan perundang-undangan. 8 3.2 Objek Penelitian Yang menjadi objek penelitian ini adalah tentang Optimalisasi fungsi dan tugas Rumah Penyimpanan benda sitaan negara Kelas I kota Gorantalo sesuai pasal 44 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana 3.3 Lokasi dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan Di Rumah Penyimpanan Barang Sitaan Negara Kelas I Gorontalo, dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Sedangkan waktu penelitian berlangsung selama 2 bulan 3.4 Jenis Sumber dan Data Data yang dibutuhkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden atau informan sebagai sumber data. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari kepustakaan yang dapat berupabahan hukum primer, yakni peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder seperti buku-buku hukum, laporan penelitian hukum, dokumen-dokumen dan bahan hukum tertier berupa kamus 9 3.5 Populasi dan Sampel Populasi 7 Suratman dan H philips dillah, metode penelitian hukum, alfabet, bandung, 2013, hlm 53 8 Ibid. Hal 88 9 Sunggono. Metode penelitian 2006, hal.116

8 Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah pihak-pihak dan instansi yang secara langsung terlibat dalam penegakkan hukum dan pengelolaan barang bukti oleh Rupbasan yakni Kepala Tahti (Tahanan dan Barang titipan) di Polres Gorontalo dandan Kepala Rupbasan dan Kepala Sub Seksi Pemeliharaan dan Pengamanan di Rupbasan Kelas I Gorontalo Sampel Mengingat subjek berkarakteristik heterogen maka tehnik Purposive sampling (sampel purposif). Sampel ditetapkan secara sengaja oleh calon peneliti sebagaimana lazimnya didasarkan atas kriteria atau pertimbangan tertentu, jadi tidak melalui proses pemilihan sebagaimana dilakukan dalam tehnik random 10. Kongkritnya peneliti akan menetapkan sebagai sampel dengan mengambil sampel 1-3 oknum instansi hukum yang terkait dalam hal ini, yaitu Kepala Rupbasan Guyub Sudarmanto BC.IP. SH 11 dan sub seksi administrasi dan Pemeliharaan Jonliharman,SH.MH 12, dan Subseksi Pengamanan dan pengelolaan Soeharto Hilipito dari RUPBASAN, Kemudian Jefri Pakaya. SH.MH dari kantor Wilayah Pemasyarakatan Kemeterian Hukum dan Ham Gorontalo dan Kasat TAHTI Iptu Lamon Pakaya. 13 Menurut peneliti, alasan mengapa peneliti mengambil sampel penelitian Kepala Rupbasan adalah karena Kepala Rupbasan adalah orang yang bertanggung jawab langsung atas keluar masuknya barang sitaan dan merupakan orang yang mengetahui secara mendalam permasalahan internal dan eksternal di Rupbasan karena Beliau terlibat langsung dalam sosialisasi dan kunjungan Ke Kepolisian, kejaksaaan dan instansi-instansi terkait lainnya untuk mensosialisasikan keberadaaan Rupbasan sebagai Instansi yang baru dibentuk dan berfungsi untuk menyimpan barang sitaan dan rampasan negara. Oleh karena itu peneliti menyimpulkan bahwa Kepala Rupbasan adalah narasumber utama dalam penelitian ini, dan berikutnya mengapa Peneliti mengambil sampel kedua sub seksi administrasi dan pemeliharaan dan sub seksi pengamanan dan pengelolaan karena oknum yang menempati jabatan inilah yang bertanggung jawab atas pengelolaan benda sitaan yang disimpan berikut dengan pengadministrasiannya. 3.6 Tehnik Pengumpulan Data 1. Observasi lapangan,menurut Masidjo, observasi adalah suatu teknik pengamatan yang dilaksanakan secara langsung atau tidak langsungdan 10 Faisal S. Metode penelitian hal. 67 11 Kepala Rumah Penyimpanan Benda sitaan Negara Kelas I Gorontalo 12 Kepala seksi Pemeliharaan benda Sitaan dan Rampasan Negara 13 KASAT TAHTI Polres Gorontalo

9 secara teliti terhadap suatu gejala dalam suatu situasi pada suatu tempat. Pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan secara langsung di tempat yang menjadi objek penelitian. Dengan demikian peneliti dapat memahami data-data yang diperoleh secara mendalam. Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil observasi adalah ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, dan perasaan 2. Wawancara, yakni pengumpulan data dalam bentuk tanya jawab dengan responden, yang menggunakan pedoman wawancara sebagai instrumennya agar wawancara benar-benar terarah pada pokok permasalahan. Dalam hal ini wawancara dilakukan kepada responden/informan atau personil yang membidangi pengawasan terhadap barang sitaan dan barang bukti dibawah RUPBASAN serta instansi-instansi penegak hukum terkait 3. Pengamatan, yaitu tehnik pengumpulan data dengan cara mengamati secara langsung suatu situasi tertentu berupa benda dan proses. Dalam hal ini dilakukan pengamatan terhadap proses pengelolaan dan administrasi barang sitaan sesuai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis 3.7 Teknik Analisa Data Data yang diperoleh dalam peneltian ini akan dianalisis secara kualitatif, dengan mendeskripsikan data yang diperoleh dari lapangan, kemudian membuat kesimpulan-kesimpulan disertai analisis dengan mensinkronkan setiap data yang didapat dari narasumber Tehnik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tehnik analisis model interaktif (interactive model of analysis). Menurut HB. Soetopo tehnik analisis kualitatif dengan model interaktif terdiri dari tiga komponen analisis yaitu (HB. Soetomo,2002:96): a) Reduksi data Reduksi data merupakan proses penyelesaian, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data yang diperoleh dari data yang kasar yang dimuat dalam catatan tertulis (fieldnote) b) Penyajian data Sajian data berupa rangkaian informasi yang tersusun dalam kesatuan bentuk narasi yang memungkinkan untuk dapat ditarik suatu kesimpulan dari penelitian yang dilakukan. c) Penarikan kesimpulan dan verifikasinya

10 Penarikan kesimpulan adalah kegiatan yang dilakukan peneliti yang perlu di verifikasi, berupa suatu pengulangan dari tahap pengumpulan data yang terdahulu dan dilakukan secara lebih teliti setelah data tersaji. Penarikan kesimpulan dan verifikasinya merupakan tahap akhir dari suatu penelitian yang dilakukan dengan didasarkan pada semua hal yang ada dalam reduksi data maupun penyajian data. 4.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi kurang optimalnya fungsi Rupbasan kelas I kota Gorontalo Rumah Penyimpanan benda Sitaan Negara atau disingkat Rupbasan kelas I Gorontalo sebagai satu-satunya tempat penyimpanan dan pengelolaan benda-benda sitaan, mempunyai beberapa masalah fundamental yang membuat instansi ini kurang optimal, dari beberapa hasil sosialisasi awal yang dilakukan Kepala Rupbasan Guyub Sudarmanto.Bc.IP. SH 14 di kantor Kepolisian dan Kejaksaan Tinggi Gorontalo tentang pentingnya peranan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara dalam pengelolaan barang sitaan, beliau menyimpulkan bahwa kendala utamanya adalah: A. Lemahnya Pengamanan, penjagaan dan ruangan fasilitas penyimpanan benda sitaan Salah satu masalah klasik yang ada di Rupbasan adalah masalah pengamanan dan ruangan fasilitas penyimpanan. Secara umum dalam hal Pengamanan, kualitas penjagaan adalah hal yang sangat penting yang berfungsi untuk menjamin keselamatan benda-benda yang disimpan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Namun dari pengamatan peneliti saat berada di Rupbasan Kelas I Gorontalo, instansi ini sangat minim pada pengamanan internal mengenai fasilitas tempat penyimpanan, padahal jika dilihat dari apa yang disimpan di instansi ini, maka sudah barang tentu pengamanan ekstra ketat harus dilaksanakan. 15 Dimulai dari Tembok bagian luar yang difungsikan sebagai pembatas dari bagian luar yang didalamnya terdapat sebuah lapangan berukuran 250m 2 yang merupakan tempat untuk menempatkan benda-benda sitaan yang berukuran besar, nyatanya belum sama sekali mempunyai pengamanan seperti kawat berduri atau penghalang semacamnya. Pada umumnya pagar kawat berduri difungsikan untuk mencegah orang asing untuk masuk dalam daerah atau teritori tertentu, seperti halnya penjara dan fasilitas 14 Kepala Rumah PEnyimpanan Benda Sitaan Negara Kelas I Gorontalo 15 Guyub Sudarmanto Bc.IP. SH (Kepala Rupbasan Kelas I Kota Gorontalo), wawancara dengan Narasumber. Di Kantor Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara kelas I Gorontalo,kota Gorontalo, 5 April 2014

11 pengamanan di Lembaga Pemasyarakatan, pagar kawat berduri dapat difungsikan untuk penghalang dan mencegah Narapidana melarikan diri atau orang asing keluar masuk. Begitu pula dalam hal sistem pengamanan penyimpanan benda sitaan negara di RUPBASAN, fasilitas tembok kawat berduri dapat mencegah orang asing dengan niat tertentu untuk masuk, maka sudah tentu fasilitas jenis ini tidak dapat diremehkan keberadaannya. Ketiadaan fasilitas inilah yang dapat mengakibatkan kelemahan dalam pengawasan, penjagaan dan kurang kepercayaannya instansi hukum terkait lainnya mengenai fasilitas pengamanan di Rupbasan Gorontalo yang sama sekali tidak memenuhi standar sebagai tempat penyimpanan benda-benda vital yang sangat berpengaruh pada hukum acara pidana. 16 RUPBASAN kelas I Gorontalo juga belum terdapat Gudang berbahaya, gudang yang difungsikan untuk menyimpan benda-benda berbahaya seperti bahan aktif, senjata api ataupun bom. Hal inilah yang membuat Kepala Rupbasan mengadakan kerjasama dengan instasi terkait seperti Kepolisian dan Kejaksaan untuk menitipkan benda berbahaya yang disita ke pihak kepolisian yang dipercayai mempunyai gudang untuk penyimpanan senjata karena RUPBASAN belum mempunyai fasilitas untuk menyimpan benda sitaan jenis ini. B. Minimnya Anggaran Secara organisatoris dan struktural Rupbasan dikelola oleh Departemen Kehakiman melalui Direktur Jenderal Pemasyarakatan. Hal ini diatur dalam peraturan pemerintah nomor 27 tahun 1983 yang berarti bahwa anggaran untuk pengadaan infrastruktur Rupbasan berasal dari Dirjen Pemasyarakatan, tapi sejak bulan september 2013, Dirjen Pemasyarakatan telah merencanakan pembagian anggaran dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, sarana dan di prasarana di Rupbasan, tapi sampai dengan sekarang anggarannya masih ditahan oleh Menteri Kehakiman RI untuk biaya persiapan Pemilihan Umum Presiden dan DPR 2014, hal ini berdampak pada terhentinya berbagai agenda luar kantor Kemenkumham seperti Penyuluhan Hukum, tugas luar kota dan lain sebagainya. Anggaran yang terhambat ini juga berakibat langsung pada pembangunan di Rupbasan, bagaimana tidak, Rupbasan yang merupakan instansi baru dalam tubuh Kementerian Hukum dan HAM sangat masih membutuhkan biaya untuk pengadaan peralatan teknis untuk perawatan benda sitaan, penambahan ruang gedung dan brankas penyimpanan, beberapa unit komputer untuk menunjang untuk urusan pengadministrasian benda sitaan yang keluar dan masuk, dan juga untuk penunjang kegiatan sehari hari sehingga anggaran pun adalah masalah utama mengapa Rupbasan belum bisa 16 Iptu Lamon Pakaya (Kepala Satuan Tahti Polres Gorontalo), wawancara dengan narasumber di Polres Gorontalo, 12 Agustus 2014

12 berfungsi secara optimal. 17 Padahal jika dilihat dari fungsinya, RUPBASAN seharusnya mendapatkan perhatian lebih dari Kemenkumham apalagi mengingat instansi ini masih baru berdiri dan masih menyesuaikan dengan lembaga-lembaga terkait sudah sepatutnya pembangunannya harus terstruktur dan besar-besaran agar dapat menjalankan fungsinya sesuai perundang-undangan yang berlaku. B. Kurangnya kesepahaman dan tidak sinkronnya kinerja kepolisian dalam menyikapi fungsi RUPBASAN Pada sistem peradilan pidana terpadu (integrated Criminal Justice system) yang merupakan sebuah sistem dalam peradilan pidana yang menjadi acuan demi telaksananya suatu peradilan yang adil dan seperti yang diharapkan masyarakt luas, terdapat catur wangsa penegakkan hukum. Catur wangsa itu terdiri dari Kepolisian, Pengadilan, Kejaksaan, dan lembaga Pemasyarakatan. 18 Masing-masing penegak hukum tersebut memiliki tugas pokok, fungsi, dan wewenangnya masing-masing dan diharapkan bekerja dalam sistem peradilan pidana yang terpadu. Untuk sinkronisasi dalam sistem peradilan pidana, haruslah disinkronkan dengan 3 (tiga) Sinkronisasi, yaitu sinkronisasi subtansi, struktural dan kultural. Dalam sistem peradilan pidana ketiga pilar ini harus tetap seiring dan sinkron untuk dapat menjalankan sebuah sistem peradilan pidana yang benar-benar terpadu. Sinkronisasi dalam subtansi adalah sebuah sinkronisasi dalam bidang materiil atau undangundang. Sedangkan sinkronisasi dalam bidang struktural adalah sinkronisasi terhadap struktur penegakkan hukum, yaitu dalam hal ini Kepolisian,Kejaksaan dan Rupbasan. Dan yang terakhir adalah sinkronisasi dalam bidang kultural atau budaya. 19 Kepolisian secara garis besar merupakan subsistem terdepan dari sistem ini. Sesuai pasal 13 undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara republik Indonesia, tugas Pokok Kepolisian adalah: memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat 20 17 Guyub Sudarmanto Bc.IP. SH (Kepala Rupbasan Kelas I Kota Gorontalo), wawancara dengan Narasumber. Di Kantor Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara kelas I Gorontalo,kota Gorontalo, 5 April 2014 18 Sinkronisasi sistem peradilan pidana terpadu http://sautpandiangan.blogspot.com>penalstudyclub Diakses 12 november 2014 19 http:/sautpandiangan.blogspot. com> Loc. Cit 20 Pasal 13 UU nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

13 Kejaksaan pada pasal 30 Undang-undang nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, tugas dan wewenang Kejaksaan adalah dibidang pidana adalah : Melakukan penuntutan, melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat, melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang, melengkapi berkas perkara tertentu, dan untuk itu dapat melakukan pemerikasaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik. 21 Sesuai SK Menteri Kehakiman RI nomor: M.04.PR.07.03 tahun 1985 bab II pasal 27 ayat 1 menyatakan bahwa Rupbasan adalah unit pelaksana teknis mengenai penyimpanan benda sitaan negara dan rampasan negara. yang dilanjutkan pada pasal 44 ayat 1 KUHAP yang jelas menyatakan bahwa Benda sitaan negara disimpan dalam Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara Melihat tugas pokok dan fungsi serta wewenang yang mulia yang diberikan negara ke beberapa instansi yang terkait ini maka seharusnya institusi ini sangat terhormat dimata masyarakat dalam melaksanakan sistem peradilan pidana terpadu. Sistem peradilan pidana terpadu bukanlah suatu sistem yang bekerja dalam satu unit kerja atau bagian yang menyatu secara harfiah melainkan adanya kombinasi yang serasi antar sub sistem untuk mencapai satu tujuan. Hal keterpaduan tersebut sebagaimana dinyatakan Pillai 22 :...Konsep dari sistem peradilan pidana terpadu tidak menggambarkan seluruh sistem bekerja sebagai satu unit atau departemen atau bagian yang berbeda-benda pada satu layanan terpadu. Sebaliknya bisa bekerja pada prinsip kesatuan dalam keragaman agak seperti fungsi dari cabang angkatan bersenjata. Masing-masing dari 3 cabang angkatan bersenjata utama memiliki peran yang berbeda, skema pelatihan, personil sendiri, dan metode operasional sendiri tapi tetap pada satu tujuan. 21 Pasal 30 UU nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik indonesia 22 Pengawasan sistem peradilan pidana terpadu <http://mappi FHUI. com diakses 12 noember 2014

14 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka penulis dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut : 1. Faktor yang mempengaruhi kurang optimalnya fungsi Rupbasan kelas I kota gorontalo secara umum adalah mengenai keterbatasan sarana dan prasarana yang menyangkut bagian pengamanan dan gedung penyimpanan benda sitaan, kesiapan rekruitmen personil pegawai yang masih terbatas dilihat dari sudut kualitas dan kuantitasnya, minimnya anggaran untuk Rupbasan dan ego sektoral antar instansi penegak hukum yang enggan menitipkan benda sitaan dan barang rampasan di Rupbasan dengan berbagai alasan yang mencederai pasal 44 ayat 1 KUHAP. Dalam hal ini Kepala Rupbasan dituntut untuk dapat selalu menemukan solusi untuk memperbaiki dan mengoptimalkan Rupbasan sesuai dengan fungsinya. 2. Untuk mengatasi dan mengupayakan fungsi Rupbasan secara optimal, dalam hal anggaran, Kepala Rupbasan telah mengajukan permohonan dan konsultasi kepada Kepala Kantor Wilayah Hukum dan HAM untuk penambahan anggaran dan direncanakan akan direalisasikan pada pertengahan tahun 2015, yang kedua dalam permasalahan ego sekotal antar instansi penegak hukum, Kepala Rupbasan mengadakan sosialisasi rutin dengan Kepolisian dalam rangka memperkenalkan fungsi Rupbasan sesuai pasal 44 KUHAP, dan juga dalam menekankan betapa pentingnya fungsi Rupbasan dalam kelancaran proses hukum acara pidana maka permasalahan tentang rupbasan diangkat oleh Kepala Rupbasan untuk dimasukan di daftar pembahasan dalam rapat koordinasi antar penegak hukum yang disebut forum DILKUMJAKPOL (Pengadilan,Hukum dan HAM, Kejaksaan, dan Kepolisian) yang berfungsi sebagai MoU antar instansi penegak hukum dalam rangka mengharmoniskan, dan meningkatkan persamaan persepsi dan juga menghilangkan paham ego sektoral dalam menjalankan tugas. 2. Saran 1. Dalam rangka untuk mengikis ego sektoral dan mengoptimalisasi fungsi Rupbasan, Kepala Rupbasan hendaknya melakukan kerjasama dengan instansi terkait dalam rangka mengharmonisasi, sinkronisasi dan menselaraskan ketatalaksanaan system peradilan pidana. Karena itu langkah-langkah yang tepat harus dilakukan untuk mengembalikan fungsi Rupbasan dan membuat instansi terkait harus menitipkan benda sitaan di Rupbasan. Karena itu hubungan antar lembaga harus saling mewujudkan

15 keterpaduan dalam ketatalaksanaan system hukum. Melalui MoU dari Forum DILKUMJAKPOL ini merupakan awal untuk mengikis ego sektoral dan kurang kesepahamannya antara instansi penegak hukum, namun untuk mencapai maksud dan tujuan dari keputusan bersama Forum DILKUMJAKPOL ini, Ketua Pengadilan Tinggi Gorontalo, Kepala Kantor wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia gorontalo, Kepala Kejaksaan Tinggi Gorontalo, dan Kepala Kepolisian Daerah Gorontalo hendaknya bertanggung jawab secara institusional hingga pada tingkat jajaran dibawahnya untuk melaksanakan keputusan dari forum DILKUMJAKPOL ini., 2. Mengingat pada pasal 6a dan pasal 7a pada Keputusan Bersama Forum DILKUMJAKPOL, menyebutkan dengan jelas bahwa pihak Kejaksaan dan Kepolisian wajib menitipkan barang sitaan dan rampasan di RUPBASAN. Ini merupakan kesempatan bagi Kepala RUPBASAN untuk mensosialisasikan keberadaan RUPBASAN sebagai instansi penting dibawah KEMENKUMHAM yang bertugas sebagai tempat pengelolaan dan penyimpanan benda sitaan dan barang rampasan Negara. Namun untuk mengoptimalisasikan Rupbasan tidak cukup hanya dengan memperkenalkannya melalui Forum DILKUMJAKPOL saja, tapi perlu adanya pembangunan sarana dan prasarana pendukung di RUPBASAN untuk dapat menjalankan fungsinya sesuai undang-undang, maka dalam hal ini Kementerian Hukum dan Hak asasi Manusia harus lebih memperhatikan pembagian anggaraan untuk RUPBASAN agar instansi ini dpat berkembang dan dapat menjalankan fungsinya sesuai peraturan perundang-undangan dan sesuai dengan Keputusan bersama di Forum DILKUMJAKPOL. Dan seharusnya RUPBASAN harus profesional dalam menjalankan tugasnya sebagai satu-satunya instansi penyimpanan benda sitaan. DAFTAR PUSTAKA Basmanizar, Penyelamatan dan pengamanan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara di Rupbasan. Rajawali Pers. Jakarta. 1997. Hlm 43-44 Faisal S. Metode penelitian hal. 67 Guyub Sudarmanto Bc.IP. SH (Kepala Rupbasan Kelas I Kota Gorontalo), wawancara dengan Narasumber. Di Kantor Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara kelas I

16 Gorontalo,kota Gorontalo, 5 April 2014 Iptu Lamon Pakaya (Kepala Satuan Tahti Polres Gorontalo), wawancara dengan narasumber di Polres Gorontalo, 12 Agustus 2014 Muhammadismet.blogspot.com, Artikel Mengikis Ego Sektoral Dalam Penegakkan Hukum oleh Abdul Malik Gismar M.kompasiana.com/post/read/442388/2/ego-sektoral-pemecah-bangsa.html. oleh Supapri Situmorang, diakses senin tanggal 17 Mei 2013 Peraturan Menteri Kehakiman nomor : M.05.UM.01.06 tentang pengelolaan benda dan sitaan negara di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara Pasal 30 UU nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik indonesia Pengawasan sistem peradilan pidana terpadu <http://mappi FHUI. com diakses 12noember 2014 Pasal 13 UU nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Sinkronisasi sistem peradilan pidana terpadu http://sautpandiangan.blogspot.com>penalstudyclub Diakses 12 november 2014 Suratman dan H philips dillah, metode penelitian hukum, alfabet, bandung, 2013. Sunggono. Metode penelitian 2006, hal.116 http:/sautpandiangan.blogspot. com> Loc. Cit www.kemenkumham.go.id