BAB IV DESAIN STRUKTUR GUIDEWAY

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V ANALISIS HASIL DESAIN GUIDEWAY

BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

TEGANGAN TEGANGAN IZIN MAKSIMUM DI BETON DAN TENDON MENURUT ACI Perhitungan tegangan pada beton prategang harus memperhitungkan hal-hal sbb.

BAB I. penting. efek yang. tekan beton. lebih besar. Diilustrasikan I-1.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU 2014

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

3.3. BATASAN MASALAH 3.4. TAHAPAN PELAKSANAAN Tahap Permodelan Komputer

DAFTAR TABEL. Tabel 3.1 Koefisien-koefisien gesekan untuk tendon pascatarik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

LAMPIRAN 1. DESAIN JEMBATAN PRATEGANG 40 m DARI BINA MARGA

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek penelitian tugas akhir ini adalah balok girder pada Proyek Jembatan Srandakan

Gambar III.1 Pemodelan pier dan pierhead jembatan

DESAIN ALTERNATIF STRUKTUR ATAS JEMBATAN BOX GIRDER DENGAN METODE SPAN BY SPAN

Panjang Penyaluran, Sambungan Lewatan dan Penjangkaran Tulangan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

MODIFIKASI STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG GEDUNG TECHNO PARK UPN VETERAN JAWA TIMUR MENGGUNAKAN BALOK PRESTRESS TUGAS AKHIR

Perhitungan Struktur Bab IV

KATA PENGANTAR. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diselesaikan pada semester VIII,

MODIFIKASI PERENCANAAN MENGGUNAKAN STRUKTUR BAJA DENGAN BALOK KOMPOSIT PADA GEDUNG PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO

tegangan pada saat beban transfer dan layan. Saat transfer, ketika beton belum

Modifikasi Jembatan Lemah Ireng-1 Ruas Tol Semarang-Bawen dengan Girder Pratekan Menerus Parsial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perencanaan desain struktur konstruksi bangunan, ditemukan dua

I. PENDAHULUAN. Pekerjaan struktur seringkali ditekankan pada aspek estetika dan kenyamanan

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Batasan Masalah Manfaat... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG STRUKTUR JEMBATAN MERR II-C DENGAN MENGGUNAKAN BALOK PRATEKAN MENERUS (STATIS TAK TENTU)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN Umum. Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral

BAB III ANALISA PERMODELAN

Pedoman Pengerjaan PERANCANGAN STRUKTUR BETON

PERENCANAAN STRUKTUR PORTAL DENGAN BALOK PRATEGANG

DAFTAR LAMPIRAN. L.1 Pengumpulan Data Struktur Bangunan 63 L.2 Perhitungan Gaya Dalam Momen Balok 65 L.3 Stressing Anchorage VSL Type EC 71

BAB I PENDAHULUAN Konsep Perencanaan Struktur Beton Suatu struktur atau elemen struktur harus memenuhi dua kriteria yaitu : Kuat ( Strength )

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN

Meliputi pertimbangan secara detail terhadap alternatif struktur yang

Soal 2. b) Beban hidup : beban merata, w L = 45 kn/m beban terpusat, P L3 = 135 kn P1 P2 P3. B C D 3,8 m 3,8 m 3,8 m 3,8 m

STUDI BENTUK PENAMPANG YANG EFISIEN PADA BALOK PRATEGANG TERKAIT DENGAN BENTANG PADA FLYOVER

Bab I. Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. memikul tekan pada semua beban bekerja distruktur tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bangunan tinggi tahan gempa umumnya gaya-gaya pada kolom cukup besar untuk

PERENCANAAN BEAM-COLOUM JOINT DENGAN MENGGUNAKAN METODE BETON PRATEGANG PARTIAL GEDUNG PERKANTORAN BPR JATIM TUGAS AKHIR

KAJIAN STRUKTUR BETON PRATEKAN BENTANG PANJANG DENGAN BEBAN GEMPA LATERAL PADA PROYEK GEDUNG RUMAH SAKIT JASA MEDIKA TUGAS AKHIR

BAB II DASAR DASAR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS. Secara umum struktur atas adalah elemen-elemen struktur bangunan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyilang sungai atau saluran air, lembah atau menyilang jalan lain atau

Andini Paramita 2, Bagus Soebandono 3, Restu Faizah 4 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. mulailah orang membuat jembatan dengan teknologi beton prategang.

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN

STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7. Oleh : RACHMAWATY ASRI ( )

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS FLY OVER SIMPANG BANDARA TANJUNG API-API, DENGAN STRUKTUR PRECAST CONCRETE U (PCU) GIRDER. Laporan Tugas Akhir

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y

PERENCANAAN ALTERNATIF JEMBATAN BALOK BETON PRATEGANG DENGAN METODE PELAKSANAAN BERTAHAP

Gambar 4.9 Tributary area C 12 pada lantai Gambar 5.1 Grafik nilai C-T zona gempa Gambar 5.2 Pembebanan kolom tepi (beban mati)... 7

BAB IV ANALISA STRUKTUR

BAB V PERENCANAAN STRUKTUR UTAMA Pre-Elemenary Desain Uraian Kondisi Setempat Alternatif Desain

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN GAYAM KABUPATEN BLITAR DENGAN BOX GIRDER PRESTRESSED SEGMENTAL SISTEM KANTILEVER

BAHAN KULIAH Struktur Beton I (TC214) BAB IV BALOK BETON

PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN SLAB ON PILE SUNGAI BRANTAS DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRACETAK PADA PROYEK TOL SOLO KERTOSONO STA STA.

DESAIN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL SINGLE TWIN CELLULAR BOX GIRDER PRESTRESS TUGAS AKHIR RAMOT DAVID SIALLAGAN

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI II.1 TEORI UMUM JEMBATAN

BAB II LANDASAN TEORI

ABSTRAK. Kata Kunci: gempa, kolom dan balok, lentur, geser, rekomendasi perbaikan.

struktur. Pertimbangan utama adalah fungsi dari struktur itu nantinya.

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KULIAH 4 LANTAI DENGAN SISTEM DAKTAIL TERBATAS

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

2.5.3 Dasar Teori Perhitungan Tulangan Torsi Balok... II Perhitungan Panjang Penyaluran... II Analisis dan Desain Kolom...

LEMBAR PENILAIAN DOKUMEN TEKNIS ke 03 TOWER THAMRIN NINE DEVELOPMENT

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR BETON BERTULANG UNTUK GEDUNG TINGKAT TINGGI

Jembatan Komposit dan Penghubung Geser (Composite Bridge and Shear Connector)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PRESENTASI TUGAS AKHIR PROGRAM STUDI D III TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG APARTEMEN TRILIUM DENGAN METODE PRACETAK (PRECAST) PADA BALOK DAN PELAT MENGGUNAKAN SISTEM RANGKA GEDUNG (BUILDING

LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan. Bab 6.

LEMBAR PENILAIAN DOKUMEN TEKNIS ke 05

BAB V PENULANGAN ELEMEN VERTIKAL DAN HORIZONTAL

BAB III LANDASAN TEORI. dan pasal SNI 1726:2012 sebagai berikut: 1. U = 1,4 D (3-1) 2. U = 1,2 D + 1,6 L (3-2)

Kata Kunci : beton, baja tulangan, panjang lewatan, Sikadur -31 CF Normal

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN 11 ABSTRAK DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KONTROL ULANG PENULANGAN JEMBATAN PRESTRESSED KOMPLANG II NUSUKAN KOTA SURAKARTA

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

PERBANDINGAN PERANCANGAN JUMLAH DAN LUASAN TULANGAN BALOK DENGAN CARA ACI DAN MENGGUNAKAN PROGRAM STAAD2004

ANALISIS KEKUATAN GIRDER AKIBAT KEMIRINGAN MEMANJANG JEMBATAN. Suyadi 1)

Bab 6 DESAIN PENULANGAN

PELAT SATU ARAH DAN BALOK MENERUS

Transkripsi:

BAB IV DESAIN STRUKTUR GUIDEWAY 4.1 UMUM Seperti yang telah disampaikan pada bab sebelumnya, tujuan tugas akhir ini adalah membandingkan dua buah sistem dari beberapa sistem struktur guideway yang dapat digunakan pada monorel Jakarta. Sistem tersebut adalah sistem bentang sederhana dan sistem bentang menerus terintegral. Dari perbandingan kedua sistem struktur tersebut diharapkan dapat memperoleh gambaran yang lebih rinci dan alternatif sistem struktur guideway untuk monorel di Jakarta. Ada beberapa perbedaan yang cukup signifikan dari kedua sistem tersebut. Kedua sistem mengalami perlakuan yang berbeda untuk beberapa jenis beban tertentu. Seperti beban prestress pada bentang menerus terintegral. Bentang menerus terintegral selain memiliki span tendon, seperti pada bentang sederhana, juga memiliki continuity tendon yang menyebabkan seluruh bentang-bentang partial pada bentang menerus memendek kearah centerline struktur. Akibatnya, pier yang terluar akan mengalami deformasi yang terbesar. Semakin posisi pier mendekati centerline struktur, deformasi yang dialami pier akan semakin kecil. Maka gaya dalam tambahan yang timbul akibat deformasi akan semakin mengecil. Selain itu ada dan tidaknya kekangan pada suatu sistem struktur memberikan keuntungan dan kerugian yang berbeda-beda. Selanjutnya akan dijelaskan bagaimana proses desain kedua sistem bentang tersebut dan hasil akhir desain. Pada studi ini diambil salah satu section Green Line yang berlokasi di daerah Kuningan Sentral yaitu section 20, Sta.6+080 s/d Sta.6+200 sebagai lokasi kajian. Guideway nantinya direncanakan dengan karakteristik lurus tanpa adanya tikungan dan mendatar dengan kebutuhan elevasi guideway setinggi 8 m. Pada lokasi ini memiliki panjang bentang 120 m yang akan dibagi menjadi 4 bentang partial dengan panjang 1 bentang partial 30 m. Pada tahap desain elemen-elemen struktur yang akan dikaji berupa girder, pier, pierhead, bearing, diafragma, dan ekspansion joint. Diasumsikan pondasi guideway merupakan pondasi yang cukup kaku dan memiliki ketahanan yang cukup untuk seluruh beban yang dipikul guideway. Guideway dimodelkan menggunakan 2 buah girder untuk setiap satu bentang partial yang akan dilalui kereta dengan arah yang berlawanan. Kedua girder akan menumpu pierhead dengan jarak antar girder sepanjang 4.2 m. Pierhead didesain dengan panjang 5 m. Sedangkan pier didesain menggunakan single pier pada bagian interior baik untuk sistem bentang sederhana maupun sistem bentang menerus terintegral. Pada bagian eksterior Kajian Comparatif Sistem Struktur Guideway IV-1

sistem bentang menerus terintegral menggunakan double pier yang setiap piernya akan memikul beban eksterior untuk satu sistem bentang. Gambar IV-1 Penampang Maelintang Guideway 4.2 BENTANG SEDERHANA Bentang sederhana merupakan sistem yang terdiri atas balok-balok girder yang ditumpu kedua ujungnya, girder menopang pada pierhead yang kemudian disalurkan pada pier. Desain bentang sederhana ini mengikuti desain kriteria yang telah dijelaskan pada bab 3, serta berdasarkan code-code yang bersesuaian, diantaranya adalah ACI, SNI, dan AASHTO. Berdasarkan code-code tersebut maka diciptakan desain preliminary struktur guideway. Untuk bentang sederhana ini terdapat 3 bagian penting yang akan dilakukan proses desain. Diantaranya adalah girder, pierhead, pier dan bebrapa perangkat tambahan diluar struktur utama seperti bearing dan difragma. 4.2.1 Girder Pada bentang sederhana, girder didesain secara terpisah untuk setiap satu bentang partial, girder menggunakan beton prategang dengan sistem post tension. Girder juga didesain untuk memikul beban-beban yang bersesuaian dengan fungsi dan peranannya pada struktur. IV-2

keseluruhan beban-beban tersebut untuk kemudian diaplikasikan pada girder untuk dilakukan perhitungan desain secara manual dengan bantuan software MATHCAD 13. Sehingga didapatkan hasil yang sesuai dengan standar code SNI dan ACI. Hasil desain secara manual tersebut menghasilkan properties penampang girder sebagai berikut : Penampang girder persegi 800 x 2000 mm Digunakan tendon parabolik dengan jenis low relaxation berdiameter 15,2 mm sebanyak 52 buah, dengan eksentritas pada perletakan 0 dan 534 mm di tengah bentang dari cgc. CGC e =533.33 Gambar IV-2 Eksentrisitas Tendon Tulangan tarik D25 sebanyak 7 buah. Tulangan sengkang D13-350 untuk geser dan 4D16 untuk torsi Pada daerah pengangkuran, digunakan 2 buah pelat 300 x 300 mm dengan diameter lubang 100 mm, sengkang 9D13-250, 6D13-160 tulangan untuk menahan spalling, dan tulangan spiral D13-56 26D15 D13-56 6D13 9D13 7D25 D13-350 Gambar IV-3 Desain Daerah Angkur Setelah desain tersebut selesai, dilakukan desain ulang pada program SAP V.10 untuk mengetahui berbagai pengaruh dan hasil reaksi untuk setiap jenis gaya pada perletakan. Selanjutnya hasil-hasil setiap reaksi tersebut kemudian ditransfer satu persatu untuk selanjutnya dibebankan kembali untuk pendesainan pierhead dan pier bentang sederhana. Untuk beban temperatur sebenarnya memiliki beberapa pengaruh pada struktur jembatan, yaitu perubahan temperatur efektif pada jembatan dan perbedaan temperatur pada jembatan karena ketebalan jembatan. Pada desain sistem struktur guideway ini hal yang paling berpengaruh pada desain girder adalah memanjang dan memendeknya girder yang diakibatkan oleh perubahan temperatur. Akan tetapi pada sistem bentang sederhana IV-3

tumpuan rol girder mengijinkan pergerakan searah dengan sumbu struktur (tidak terjadi kekangan) sehingga efek temperatur tidak memberikan gaya dalam pada bentang sederhana. Namun kebutuhan akan ekspansion joint menjadi sangat penting sehubungan dengan pergerakan pada tumpuan rol. Mulai Input data material a. Beton b. Kabel prategang (span tendon, cont. tendon) Input data penampang Ac, Ic, r Penentuan batas daerah kern kt, kb Perhitungan gaya dalam girder Mu, Vu (tengah bentang) Perhitungan gaya dalam girder, SAP Mu, Vu (perletakan) Perkiraan Kebutuhan Tulangan Prategang Approximasi, e + kt (ref. Collins and mitchell, 1990) Check berdasarkan kekuatan dan kondisi tegangan akhir, Peff Mu Aps = φ*0.95* fpu*0.9* B Jumlah strand, n Eksentrisitas yang diperlukan = e a k t m a x i n = + e a k b m Pemeriksaan tegangan Cek! Kapasitas Momen f = f γ p f pu 1 ρ p β1 f ' c ps pu Tidak Kapasitas Retak φ Mn > 1.2 M cr Cek terhadap lendutan Ya Cek Terhadap Geser & Torsi Tidak Ya Desain tul. sengkang untuk geser dan torsi Selesai Gambar IV-4 Bagan Proses Desain Girder 4.2.2 Pierhead Proses desain pierhead dilakukan secara manual dengan melakukan penyederhanaan struktur menjadi balok kantilever yang kemudian menerima gaya-gaya luar yang IV-4

dihasilkan reaksi perletakan girder. Beban yang sebelumnya dipikul pada girder ditransfer satu persatu hasil reaksinya pada pierhead dan digunakan sebagai acuan pada proses desain. Desain tersebut menghasilkan pierhead dengan ketentuan sebagai berikut : Penampang pierhead 1600 x 1500 mm sepanjang 5 m Digunakan tulangan tarik (bagian atas balok) sebanyak 27 buah dan tulangan tekan (bagian bawah balok) 14 buah yang seluruhnya menggunakan tulangan berdiameter 25 mm. Sengkang 4D13-100 Gambar IV-5 Pemodelan girder, bearing, diafragma, pierhead, dan pier pada bentang sederhana 4.2.3 Pier Proses desain pier dilakukan dengan permodelan struktur pada program SAP V.10, untuk mengetahui gaya-gaya dalam aktual yang terjadi yang diakibatkan oleh reaksi perletakan pada girder untuk setiap beban dan beban-beban yang akan mempengaruhi kinerja pier seperti collition load dan beban gempa. Hasil gaya dalam tersebut nantinya akan digunakan sebagai acuan desain pier menggunakan program PCACOL 3.0 untuk menentukan jumlah tulangan vertikal yang diperlukan dan kapasitas kolom. Sedangkan perhitungan untuk tulangan sengkang dan confinement kolom dilakukan secara manual. IV-5

Gambar IV-6 Bagan Proses Desain Pier Gambar IV-7 Pemodelan pier dengan beban LL+I pada kedua sisi, yang tiap sisinya dilalui 4 kereta IV-6

Resume hasil desain pier : Penampang kolom 1600 (sb-x) x 1200 (sb-y) mm Tulangan vertikal berjumlah 14 buah (sb-x) dan 10 buah (sb-y) Gambar IV-8 Desain tulangan vertikal dan penampang kolom Tulangan sengkang dan confinement pada daerah perletakan digunakan 10D13-100 untuk arah x, dan 7D13-100 untuk arah y. Sedangkan pada tengah bentang digunkan 6D13-100 pada arah x, dan 5D13-100 untuk arah y. Gambar IV-9 Desain confinement kolom IV-7

4.2.4 Perangkat Tambahan di Luar Struktur Utama 4.2.4.1 Bearing Pada pemilihan layout bearing guideway, hal-hal yang menjadi pertimbangan adalah sejauh mana kinerjanya dalam menunjang struktur, ekonomis dalam perawatan, dan penggantian bearing. Harus dapat dipastikan bahwa tidak ada sepasang bearing pun yang saling melawan satu sama lain pada masa layan agar tidak terjadi kerusakan struktur dan kerusakan bearing itu sendiri. Bearing dan instalasinya harus didesain sesuai umur rencana dari guideway itu sendiri. Tipe dari bearing yang digunakan dan pemasangannya yang disesuiakan dengan umur rencana dapat dilihat di AASHTO LRFD section 14. Tabel S14.6.2-1, AASHTO LRFD dapat digunakan sebagai pedoman dalam membandingkan perbedaan sistem bearing. Bearing yang digunakan adalah jenis Elastomeric, dengan hasil desain adalah : 5 layer interior dengan ketebalan 20 mm per layer 2 layer eksterior dengan ketebalan 10 mm per layer 6 steel reinforcement dengan masing-masing 1.3 mm Total ketebalan bearing 127.8 mm, dengan dimensi 350 mm x 500 mm 4.2.4.2 Ekspansion Joint Ekspansion joint merupakan alat tambahan di luar struktur utama yang berfungsi mengakomodasi perpindahan yang dihasilkan oleh susut dan rangkak beton, pemendekan post tension, perubahan temperatur, beban hidup dan beban mati, angin dan beban gempa, dan penurunan struktur. Pada bentang sederhana ini ekspansion joint ini menjadi sangat penting karena dibutuhkan hampir di setiap bentang sebagai penghubung. Ekspansion joint didesain untuk mudah dipindahkan dan diperbaiki. 4.2.4.3 Diafragma Pada bentang sederhana, kebutuhan akan difragma menjadi sangat penting karena adanya gaya-gaya yang menimbulkan momen guling pada girder seperti hunting force, angin pada kereta dan angin pada struktur. Momen guling tersebut nantinya akan dilawan dengan berat sendiri girder dan live load pada kereta. Setelah ditinjau pada desain girder diketahui bahwa pada bentang sederhana tahanan guling yang dihasilkan masih belum mampu melawan momen guling yang terjadi. Dengan adanya tambahan diafragma, dua buah girder yang bersebelahan akan mengalami mekanisme secara bersama-sama dan secara tidak langsung akan memberikan tambahan tahanan guling yang cukup besar. IV-8

Selanjutnya difragma didesain sebagai balok yang menerima beban tekan dari kedua ujungnya. Dari hasil desain tersebut dihasilkan diafragma dengan ketentuan sebagai berikut : Penampang diafragma 600 x 400 mm Digunakan tulangan tarik 7D13 Tulangan sengkang tidak diperlukan, namun tetap diberikan untuk kemudahan konstruksi 4.3 BENTANG MENERUS TERINTEGRAL Sistem bentang menerus terintegral merupakan sistem gabungan dari beberapa bentang sederhana yang kemudian dilakukan penyatuan antara girder dan pier (monolit) dan berperilaku seperti portal. Pada sistem ini efek kekangan yang ditimbulkan memunculkan perlakuan yang berbeda dari bentang sederhana. Efek kekangan yang timbul menyebabkan adanya deformasi pada pier yang berbeda-beda tergantung jauh tidaknya posisi pier dengan centreline struktur. Sistem ini memiliki beberapa keuntungan terutama pada kebutuhan perangkat tambahan di luar struktur utama. Besar kebutuhan seperti bearing, dan expansion joint dapat direduksi karena bearing dan expansion joint tersebut hanya akan digunakan pada bagian eksterior sistem bentang menerus terintegral. Sedangkan untuk diafragma sistem ini tidak memerlukan sama sekali karena seluruh sistem telah menyatu menjadi satu kesatuan sistem portal. Pada proses desain seluruh bagian struktur baik girder, pierhead, maupun pier didesain secara bersamaan pada program SAP V.10 untuk penentuan seluruh gaya dalam yang terjadi akibat beban-beban yang ada dan juga berbagai kombinasi pembebanan aktual yang terjadi. Kombinasi pembebanan terhadap beban hidup kereta yang bergerak dilakukan dengan mencari kombinasi posisi kereta yang menghasilkan gaya-gaya dalam yang terbesar. IV-9

Gambar IV-10 Pemodelan bentang menerus terintegral 4.3.1 Girder Pada sistem bentang menerus terintegral, girder memiliki 2 jenis tendon seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Span tendon berfungsi untuk memikul berat sendiri girder ditambah dengan beban hidup selama masa konstruksi, sedangkan pada masa layan guideway beban live load dari kereta nantinya akan dipikul oleh continuity tendon yang memanjang hingga 4 bentang partial. Sehingga dari ketentuan tersebut didapat hasil desain sebagai berikut : Penampang girder persegi 800 x 2000 mm Digunakan tendon parabolik dengan jenis low relaxation berdiameter 15,2 mm. Untuk span tendon digunakan sebanyak 28 buah, sedangkan continuity tendon sebanyak 18 buah. Tabel IV-1 Tabel Eksentrisitas span tendon dan continuity tendon Coordinate of eccentricity from top at support at midspan Aps1 Cable No of strand e sup (mm) e mid (mm) (mm 2 ) esp*aps emid*aps C1 18 250 1620 140 630000 4082400 C2 28 1020 1800 140 3998400 7056000 C3 0 0 0 0 0 0 Total 46 4628400 11138400 Tulangan tarik D25 sebanyak 6 buah. Tulangan sengkang D13-350 untuk geser dan 4D16 untuk torsi IV-10

Pada daerah pengangkuran, digunakan 2 buah pelat 300 x 300 mm dengan diameter lubang 100 mm, sengkang 6D13-400, 4D13-267 tulangan untuk menahan spalling, dan tulangan spiral D13-93. D13-93 4D13 6D25 6D13 4.3.2 Pierhead Gambar IV-11 Desain daerah pengangkuran Sistem bentang menerus terintegral merupakan sistem yang memberikan sifat yang monolit untuk setiap pier dan girder pada bentang interior. Hal ini menyebabkan adanya kekangan pada bagian tersebut. Kekangan itu secara tidak langsung ikut mempengaruhi dimensi desain pierhead. Sedangkan pada ujung bentang/eksterior tumpuan girder yang merupakan rol menyebabkan dimensi desain pierhead dapat diperkecil. Dimensi pierhead ini sangat dipengaruhi ada tidaknya kekekangan antara tumpuan girder dengan pierhead. Hal ini disebabkan terdapatnya beban-beban seperti beban rem, deformasi yang diakibatkan oleh perubahan temperatur, creep dan shrinkage yang hanya dipikul pada tumpuan yang terkekang. Desain pierhead eksterior adalah sebagai berikut : Penampang pierhead 1000 x 1500 mm sepanjang 5 m Digunakan tulangan tarik (bagian atas balok) sebanyak 9 buah dan tulangan tekan (bagian bawah balok) 3 buah yang seluruhnya menggunakan tulangan berdiameter 25 mm. Tulangan geser D16-250 Sedangkan desain pierhead interior adalah : Penampang pierhead 1600 x 1500 mm sepanjang 5 m Digunakan tulangan tarik (bagian atas balok) sebanyak 29 buah dan tulangan tekan (bagian bawah balok) 9 buah yang seluruhnya menggunakan tulangan berdiameter 25 mm. Tulangan geser D20-100 IV-11

4.3.3 Pier Sebelumnya disampaikan bahwa deformasi terbesar akan terjadi pada daerah yang semakin jauh dari centreline struktur. Kekakuan pier juga ikut memberikan kontribusi besar kecilnya gaya dalam tambahan yang timbul akibat aksi restrain. Kekakuan pier menunjukkan kemampuan pier mengikuti deformasi yang terjadi. Pier dengan kekakuan yang besar akan sulit untuk mengikuti deformasi yang terjadi, akibatnya gaya dalam tambahan yang timbul karena deformasi tersebut semakin besar. Sedangkan, pier dengan kekakuan yang lebih kecil (lebih elastis) akan mengikuti deformasi yang terjadi walaupun tidak sepenuhnya, sehingga gaya dalam tambahan yang timbul akibat deformasi akan semakin mengecil. Sehubungan dengan kekakuan struktur tersebut, maka pada sistem bentang menerus terintegral ini pier didesain menjadi 2 jenis yaitu pier eksterior dan pier interior. Pada pier eksterior terjadi deformasi yang cukup besar akibat letaknya yang jauh dari centreline struktur. Untuk mengurangi gaya dalam yang muncul akibat deformasi tersebut maka penampang pier eksterior didesain lebih kecil dibandingkan dengan pier interior untuk mengurangi kekakuan pier. Sedangkan untuk pier interior deformasi yang terjadi tidak sebesar yang terjadi pada pier eksterior. Selain itu adanya kekangan antara girder dan pier juga ikut menyebabkan beban yang dipikul oleh pier menjadi semakin besar sehingga pier interior harus didesain dengan kekakuan yang besar. Kekakuan yang cukup besar pada pier interior menyebabkan beban gempa yang terjadi akan dibebankan pada pier interor ini, karena beban gempa akan diterima struktur yang memiliki kekakuan yang besar yang tidak dapat mengikuti deformasi yang terjadi. Pada studi ini pier eksterior akan didesain menggunakan double pier. Masing-masing pier akan memikul beban eksterior untuk satu kesatuan sistem bnetang menerus terintegral. Sehingga akan didapatkan perbandingan yang sama dengan sistem bentang sederhana, karena setiap bagian pier memikul beban girder untuk bentang yang ada di bagian kiri dan kanan. Resume hasil desain pier eksterior : Pier yang digunakan merupakan jenis double pier dengan penampang kolom 1200 (sb-x) x 1000 (sb-y) mm untuk setiap pier. Tulangan vertikal berjumlah 12 buah (sb-x) dan 8 buah (sb-y) IV-12

Gambar IV-12 Desain tulangan vertikal dan penampang kolom eksterior Tulangan sengkang dan confinement pada daerah perletakan digunakan 6D13-100 untuk arah x, dan 7D13-100 untuk arah y. Sedangkan pada tengah bentang digunkan 4D13-300 pada arah x, dan 5D13-300 untuk arah y. Gambar IV-13 Desain confinement kolom eksterior Resume hasil desain pier interior : Penampang kolom 1200 (sb-x) x 1600 (sb-y) mm Tulangan vertikal berjumlah 15 buah (sb-x) dan 17 buah (sb-y) IV-13

Gambar IV-14 Desain tulangan vertikal dan penampang kolom interior Tulangan sengkang dan confinement pada daerah perletakan digunakan 10D13-100 untuk arah x, dan 7D13-100 untuk arah y. Sedangkan pada tengah bentang digunkan 6D13-300 pada arah x, dan 5D13-300 untuk arah y. Gambar IV-15 Desain confinement kolom interior 4.3.4 Perangkat Tambahan di Luar Struktur Utama Pada bentang menerus terintegral perangkat tambahan yang akan digunakan didesain hampir sama seperti pada bentang sederhana. Kebutuhan perangkat tambahan untuk bearing dan ekspansion joint menjadi tereduksi dengan adanya sambungan menerus, dan hanya digunakan pada bagian eksterior bentang menerus. Sedangkan sambungan untuk daerah interior antar bentang dihubungkan dengan menggunakan wet joint untuk menghasilkan kontinuitas sambungan dan terintegrasi menjadi satu sistem kesatuan. IV-14

4.4 RESUME PERBANDINGAN DESAIN KEDUA BENTANG Tabel IV-2 Tabel perbandingan bentang sederhana dan menerus terintegral Uraian Sistem Bentang Bentang Sederhana Bentang Menerus Terintegral Girder Dimensi 800 x 2000 mm 800 x 2000 mm Tendon Prategang 53 low relaxation Φ15.2 mm 28 low relaxation Φ15.2 mm (span tendon ) 18 low relaxation Φ15.2 mm (continue tendon ) Tulangan Tarik 7D25 6D25 Sengkang D13-350 D13-350 Torsi 4D16 4D16 Daerah Pengangkuran Pelat Angkur 300 x 300 mm 300 x 300 mm Sengkang 8D13-300 6D13-400 Tulangan Spalling 5D13-200 4D13-250 Tulangan Spiral D13-60 D13-100 Pier Eksterior Interior Dimensi 1600 x 1200 mm 1000 x 1200 mm 1600 x 1200 mm Jenis Single Pier Double Pier Single Pier Jumlah Pier 5 2 3 Tulangan Vertikal 48D25 40D25 64D25 Sengkang & Confinement Arah-X 10D13-100 at support 6D13-100 at support 10D13-100 at support 6D13-300 at mid 4D13-300 at mid 6D13-300 at mid Arah-Y 7D13-100 at support 7D13-100 at support 7D13-100 at support 5D13-300 at mid 5D13-300 at mid 5D13-300 at mid Pierhead Eksterior Interior Dimensi 1600 x 1500 mm 1600 x 1500 mm Tulangan Tarik & Tekan Atas 27D25 9D25 29D25 Bawah 14D25 3D25 9D25 Sengkang 4D13-100 Bearing Dimensi Tebal Total Kebutuhan Diafragma Dimensi Tulangan Tarik Ekspansion Joint Total Kebutuhan 350 x 500 mm 128 mm 16 buah 600 X 400 mm 7D13 10 buah 350 x 500 mm 128 mm 4 buah - 4 buah. IV-15