BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 3 ayat (1), Bangsa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian Anak dalam Konsideran Undang-Undang Nomor 11 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PROSES PERADILAN ANAK DI KOTA JAYAPURA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOmor 11 TAHUN 2012

BAB III SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana Undang-

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Harkristuti Harkrisnowo Direktur Jenderal HAM Kementrian Hukum dan HAM RI

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak.

PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE. Oleh : Dheny Wahyudhi 1. Abstrak

PENGATURAN DIVERSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DALAM PERSPEKTIF KEPENTINGAN TERBAIK ANAK

BAB I PENDAHULUAN. kemudian hari. Apabila mampu mendidik, merawat dan menjaga dengan baik,

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I. PENDAHULUAN. anak juga memiliki hak dan kewajiban. Terdapat beberapa hak anak yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR NARKOTIKA. A. Sanksi Yang Dapat Dikenakan Kepada Anak Yang Menjadi Kurir

Bahan Masukan Laporan Alternatif Kovenan Hak Sipil dan Hak Politik (Pasal 10) PRAKTEK-PRAKTEK PENANGANAN ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM DALAM KERANGKA

BAB I PENDAHULUAN. amanah Tuhan yang harus senantiasa dijaga dan dilindungi karena dalam diri

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (United

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kenakalan anak atau (juvenile deliuencya) adalah setiap

BAB I PENDAHULUAN. maupun anak. Penangannanya melalui kepolisian kejaksaan Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berlandaskan hukum (Rechtstaats),

BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT B. KOMPETENSI UMUM C. KOMPETENSI KHUSUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Harkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM PUSANEV_BPHN

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

BAB I PENDAHULUAN. Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. proses evolusi kapasitas selaku insan manusia, tidak semestinya tumbuh sendiri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penerus cita-cita perjuangan bangsa dan juga merupakan sumber daya manusia bagi

BAB III PENERAPAN SANKSI DALAM PENJATUHAN PIDANA ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

Al Adl, Volume VII Nomor 14, Juli-Desember 2015 ISSN UPAYA DIVERSI DALAM PROSES PERADILAN PIDANA ANAK INDONESIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak dikenal dengan Restorative Justice,

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus

Oleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI)

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum

: MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia yang

RUMAH DUTA REVOLUSI MENTAL KOTA SEMARANG. Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku

I. PENDAHULUAN. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi,

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak

Penerapan Diversi Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Fiska Ananda *

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia didasari bahwa keamanan suatu Negara merupakan syarat utama

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang dapat merusak baik fisik, mental dan spiritual anak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

Konsep Pemidanaan Anak Dalam RKUHP. Purnianti Departemen Kriminologi FISIP Universitas Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No: 164/Pid.B/2009/PN.PL) SAHARUDDIN / D

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, LPKA, HAK-HAK ANAK DALAM LPKA DAN PROSES PEMBINAAN ANAK DALAM LPKA

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Alinea ke-4 Pembukaan (Preamble) Undang-Undang

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

TENTANG PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM

I. PENDAHULUAN. meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruh yang cukup besar dalam membentuk perilaku seorang anak. 1

DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

Alternative Penyelesaian Perkara Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana dengan Diversi dan Restoratif Justice

BAB II TINDAK PIDANA PENCURIAN OLEH ANAK. keadaan di bawah umur (minderjaringheid atau inferionity) atau kerap juga

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

Efektivitas Penerapan Diversi Terhadap Penanganan...

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

I. PENDAHULUAN. usahanya ia tidak mampu, maka orang cenderung melakukanya dengan jalan

PIDANA DENGAN SYARAT DALAM SPPA

LAPORAN PENELITIAN KESIAPAN PEMERINTAH DAN APARAT PENEGAK HUKUM DALAM MELAKSANAKAN UU NO. 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB 1 PENDAHULUAN. senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan

BAB I PENDAHULUAN. serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dalam Pasal 28

BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANAK. Menurut Moeljatno istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna

BAB I PENDAHULUAN. melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun Peratifikasian ini sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

Lex et Societatis, Vol. III/No. 3/Apr/2015

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia. Perilaku manusia sebagai subjek hukum juga semakin kompleks dan beragam. Sebagai negara hukum sesuai dengan amanat Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 3 ayat (1), Bangsa Indonesia mempunyai tanggungjawab untuk selalu mengawal perkembangan zaman dengan pembaharuan peraturan-peraturan hukum yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dan kebutuhan hukum masyarakat. Salah satu contoh adalah penggantian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ( UU SPPA) Sistem Peradilan Pidana (SPP) adalah jaringan peradilan yang bekerja sama secara terpadu di antara bagian-bagiannya untuk mencapai tujuan tertentu baik jangka waktu pendek maupun jangka panjang. 1 Sebagai suatu sistem, sama seperti sistem lainnya bahwa SPP mempunyai beberapa tujuan. Tujuan SPP meliputi tujuan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Tujuan jangka pendek lebih diarahkan kepada pelaku tindak pidana yang berpotensi melakukan kejahatan, yaitu diharapkan pelaku tindak pidana tersebut sadar akan perbuatannya sehingga tidak melakukan kejahatan lagi, selain itu diharapkan 1 Rusli Muhammad, 2011, Sistem Peradilan Pidana Indonesia, UII Press, Yogyakarta, hlm 1.

2 dapat mengurangi jumlah kejahatan. Tujuan jangka menengah adalah terwujudnya suasana tertib, aman dan damai di masyarakat. Sementara tujuan jangka panjang SPP adalah terciptanya tingkat kesejahteraan yang menyeluruh dikalangan masyarakat. 2 Sama halnya dengan SPP, Sistem Peradilan Pidana Anak mempunyai tujuan jangka pendek yaitu resosialisasi atau pembinaan untuk mempersiapkan kembali kepada masyarakat bagi pelaku anak. Tujuan jangka menengah adalah mencegah pelaku anak melakukan kejahatan lebih lanjut, dan tujuan jangka panjang untuk kesejahteraan pelaku anak maupun kesejahteraan masyarakat pada umumnya. 3 Tujuan tersebut haruslah diwujudkan mengingat anak mempunyai peranan yang penting bagi suatu bangsa. Anak adalah generasi penerus yang akan menggantikan pemimpin-pemimpin Bangsa Indonesia untuk meneruskan dan memegang peranan dalam mempertahankan eksistensi Bangsa Indonesia. Anak sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa juga mempunyai hak-hak asasi yang harus dihormati dan dijunjung tinggi. Indonesia telah menjamin hak-hak anak dalam konstitusinya. Hak-hak tersebut antara lain seperti hak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, perlindungan terhadap kekerasan dan diskriminasi yang tertuang dalam Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak menekankan pada hak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun 2 3 Ibid, hlm. 4 Setya Wahyudi,2011,Implementasi Ide Diversi dalam Pembaruan Sistem Peradilan Anak di Indonesia, Genta Pubishing, Yogyakarta, hlm 38.

3 di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar. 4 Prinsip perlindungan hukum terhadap anak harus sesuai dengan Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) sebagaimana telah diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child (Konvensi tentang Hak-Hak Anak). Kemudian dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia memperkuat bahwa anak memang harus dilindungi sesuai haknya sebagai manusia. Selain itu untuk mewujudkan perlidungan yang seutuhnya bagi anak, pemerintah mengeluarkan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014. Anak juga memerlukan suatu pembinaan dalam masa perkembangan dan pertumbuhannya. Pembinaan bagi anak tidak hanya melalui jalur pendidikan oleh lembaga formal maupun nonformal, akan tetapi juga diperlukan peran serta dari berbagai pihak untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan bagi anak. Anak dalam pencarian jati diri masih sering terombang-ambing dan mudah terpengaruh oleh faktor-faktor eksternal, seperti dari sisi keluarga, pergaulan dan lingkungan sekitar. Sehingga tidak mengherankan lagi apabila banyak anak yang melakukan perbuatan melanggar hukum dikarenakan pengaruh negatif yang timbul dari faktor-faktor eksternal tersebut. Anak tidak sama dengan orang dewasa karena anak memiliki sistem penilaian kanak-kanak yang menampilkan martabat anak 4 Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

4 sendiri dan kriteria norma tersendiri. 5 Orang yang dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya diisyaratkan adanya kesadaran diri yang bersangkutan, ia harus mengetahui bahwa perbuatan itu terlarang menurut hukum yang berlaku. Sedangkan predikat anak disini menggambarkan usia tertentu, dimana ia belum mampu dikategorikan orang dewasa yang karakteristiknya memiliki cara berfikir normal akibat dari kehidupan rohani yang sempurna, pribadi yang mantap menampakkan rasa tanggungjawab sehingga dapat mempertanggungjawabkan atas segala tindakan yang dipilihnya karena ia berada pada posisi dewasa. 6 Oleh karena itu, anak tidak dapat dituntut tanggungjawabnya secara penuh apabila melakukan suatu perbuatan melanggar hukum karena pola pikir anak yang belum matang. Anak yang berhadapan dengan hukum membutuhkan suatu perlindungan khusus 7, hal ini tercantum dalam Pasal 59 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Kemudian di undang-undang yang sama dalam Pasal 64, perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum dilakukan melalui 8 : a. perlakuan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya; b. pemisahan dari orang dewasa; c. pemberian bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif; 5 6 7 8 Wagiati Soetodjo,2006, Hukum Pidana Anak, Refika Aditama, Bandung, hlm. 6. Ibid, hlm. 12 Pasal 59 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 64 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

5 d. pemberlakuan kegiatan rekreasional; e. pembebasan dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi serta merendahkan martabat dan derajatnya; f. penghindaran dari penjatuhan pidana mati dan/atau pidana seumur hidup; g. penghindaran dari penangkapan, penahanan atau penjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat; h. pemberian keadilan dimuka pengadilan Anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum; i. penghindaran dari publikasi atas identitasnya; j. pemberian pendampingan Orang Tua/Wali dan orang yang dipercaya oleh Anak; k. pemberian advokasi sosial; l. pemberian kehidupan pribadi; m. pemberian aksesibilitas, terutama bagi Anak Penyandang Disabilitas; n. pemberian pendidikan; o. pemberian pelayanan kesehatan; dan p. pemberian hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan Banyak anak yang harus menjalani proses peradilan, kondisi tersebut merupakan hal yang sangat berat dihadapi oleh anak. Proses peradilan ini, disebabkan belum adanya alternatif baru selain pemidanaan bagi orang yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan. Lebih memprihatinkan lagi apabila anak tersebut diputus bersalah oleh pengadilan dan menjalani pidananya di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Seperti yang kita ketahui, bahwa anak yang menjalani masa pidana akan ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak (Lapas Anak) yang sekarang dalam UU SPPA anak yang menjalani pidana ditempatkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) 9. Akan tetapi yang menjadi kendala adalah tidak tersedianya Lapas Anak dan/ atau LPKA di setiap daerah. Bahkan dalam suatu provinsipun belum tentu mempunyai, seperti di Provinsi Daerah 9 Pasal 81, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

6 Istimewa Yogyakarta. Oleh karena itu anak yang menjalani masa pidananya masih ditempatkan di Lapas bersama dengan orang dewasa. Penempatan anak di Lapas bersama dengan orang dewasa memposisikan anak pada situasi rawan menjadi korban. Baik menjadi korban kekerasan oleh warga binaan kemasyarakatan lainnya maupun pengaruh negatif lingkungan Lapas yang akan mengganggu kondisi psikis dan perkembangan mental anak. Belum lagi setelah keluar atau lepas dari penjara, masih banyak juga masalah yang harus dihadapi oleh bekas narapidana, misalnya masih ada persyaratan dalam memperoleh fasilitas tertentu seperti keterangan tidak pernah dipidana penjara 10 Untuk menghindari pengaruh-pengaruh buruk dari sistem pemenjaraan, terutama bagi yang diancam dengan pidana penjara yang tidak berat (tidak berlangsung lama), di berbagai negeri telah dipikirkan usaha-usaha untuk mengganti pidana penjara itu dengan alternatif lain. 11 Diberlakukannya UU SPPA pada tanggal 31 Juli 2014 merupakan salah satu perwujudan pelaksanaan hak-hak anak dan perwujudan peradilan yang diharapkan menjamin kepentingan terbaik bagi anak. Meskipun Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak telah merumuskan pasal-pasal yang mengakomodasi perlindungan kepentingan terbaik bagi anak. Namun, dalam pelaksanaannya seringkali tujuan perlindungan kepentingan terbaik bagi anak tersebut tidak terwujud. Bahkan anak yang berhadapan dengan hukum cenderung dirugikan. Tidak hanya karena pengaruh negatif pemidanaan yang akan diterima 10 11 A.Z. Abidin Farid dan Andi Hamzah, 2006, Bentuk-Bentuk Khusus Perwujudan Delik (Percobaan, Penyertaan, dan Gabungan Delik) dan Hukum Penitensier,PT Rajagrafindo Persada,Jakarta, hlm.286. Ibid.

7 anak melainkan juga stigma atau cap buruk dari masyarakat terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Selain itu perlu kita ingat bahwa sifat pidana sebagai ultimum remedium menghendaki apabila tidak perlu sekali hendaknya jangan menggunakan pidana sebagai sarana. Maka peraturan pidana yang mengancam pidana terhadap suatu perbuatan hendaknya dicabut, apabila tidak ada manfaatnya. 12 Pemberlakuan UU SPPA yang baru dilaksanakan dua tahun setelah disahkannya undang-undang tersebut dianggap masih dalam batas wajar. Dikarenakan UU SPPA ini mengatur ketentuan-ketentuan yang berbeda dengan undang-undang sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Transisi dari peraturan lama menuju peraturan baru memang memerlukan waktu yang tidak singkat. Banyak hal yang harus dipersiapkan untuk pelaksanaannya mulai dari kesiapan sarana, prasarana, teknis, dan aparat penegak hukumnya. Diharapkan dengan pemberlakuan setelah dua tahun di sahkannya UU SPPA ini, semua persiapan sudah matang dan para pihak sudah siap untuk menjalankan amanat undang-undang ini. UU SPPA dibentuk dengan tujuan untuk mewujudkan peradilan yang benar-benar menjamin pelindungan kepentingan terbaik terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Selain itu prinsip yang mendasari undang-undang ini adalah pengaturan secara tegas mengenai Keadilan Restoratif (Restorative Justice) dan Diversi yang dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan sehingga dapat menghindari stigmatisasi atau cap buruk terhadap 12 Sudarto, 1986, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, hlm. 24.

8 anak yang berhadapan dengan hukum dan diharapkan anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara wajar. Restorative justice adalah suatu proses dimana semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu bersama-sama memecahkan masalah dan mencari jalan terbaik untuk penyelesaian masalah tersebut. Yang ditekankan dalam restorative justice ini adalah penyelesaian masalah untuk mencari penyelesaian terbaik bagi korban, pelaku, keluarga korban dan keluarga pelaku. Menurut UU SPPA, Keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. Sebisa mungkin anak dijauhkan dari proses peradilan dan pemidanaan. Dalam hal tindak pidana yang dilakukan oleh anak, maka jalan keluar terbaik bagi korban dan anak sebagai pelakulah yang dicari. Korban wajib dibantu dalam memulihkan kerugian akibat kejahatan yang terjadi pada dirinya. Sedangkan anak sebagai pelaku juga harus tetap dilindungi hak-haknya sebagai penerus bangsa walaupun telah melakukan suatu perbuatan melanggar hukum. Di sisi lain, masyarakat juga mempunyai kewajiban terhadap korban dan anak sebagai pelaku tindak pidana dalam mengintegrasikan kembali ke dalam kehidupan sosial masyarakat dan menjamin kesempatan bagi anak sebagai pelaku untuk dapat memperbaiki kesalahannya dan kembali berinteraksi dengan masyarakat. Pelaksanaan restorative justice dalam SPPA ini dilaksanakan dengan diversi. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan

9 pidana ke proses di luar peradilan pidana. 13 Dalam diversi, sebelum masuk proses peradilan, para penegak hukum, keluarga, dan masyarakat wajib mengupayakan proses penyelesaian di luar jalur pengadilan. Berdasarkan United Nation Standart Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice (SMRJJ) atau The Beijing Rules (Resolusi Majelis Umum PBB 40/33 tanggal 29 November 1985) diversi adalah pemberian kewenangan kepada aparat penegak hukum untuk mengambil tindakan-tindakan kebijaksanaan dalam menangani atau menyelesaikan masalah pelanggar anak dengan tidak mengambil jalan formal. Dalam The Beijing Rules 14 disebutkan bahwa sistem peradilan bagi anak akan mengutamakan kesejahteraan anak dan akan memastikan bahwa reaksi apa pun terhadap pelanggar-pelanggar hukum berusia anak akan selalu sepadan dengan keadaan-keadaan baik pada pelanggar-pelanggar hukumnya maupun pelanggaran hukumnya. The Beijing Rules mengamanatkan bahwa aparat penegak hukum dibebaskan untuk mengambil keputusan yang bijaksana sesuai dengan fungsi mereka masing-masing mengigat anak mempunyai kebutuhan-kebutuhan khusus yang beragam. 15 Pelaksanaan diversi ini diharapkan tidak hanya berhasil di daerah-daerah dengan tingkat kriminalitas yang tinggi, melainkan harus menyentuh ke daerahdaerah yang mempunyai tingkat kriminalitas menengah dah rendah. Untuk itulah, dalam rangka menjauhkan anak dari proses peradilan pidana dan menekan jumlah anak pidana, maka diperlukan pelaksanaan diversi yang didasarkan pada keadilan restoratif. Diversi menurut UU SPPA memerlukan peran aktif dari aparat penegak 13 Pasal 1 angka 7, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak 14 Pasal 5.1, The Beijing Rules 15 Pasal 11, The Beijing Rules

10 hukum. Mulai dari penyidikan oleh Penyidik Anak, penuntutan oleh Jaksa Anak dan dalam proses pemeriksaan di persidangan oleh Hakim Anak. Oleh sebab itulah diperlukan aparat penegak hukum yang benar- benar kompeten untuk melaksanakan amanat UU SPPA. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah diatas maka terdapat dua permasalahan yang perlu mendapat perhatian dan pengkajian terkait dengan Pelaksanaan Diversi dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak oleh Aparat Penegak Hukum, yaitu : 1. Bagaimana pelaksanaan diversi bagi anak pelaku tindak pidana oleh aparat penegak hukum? 2. Apakah yang menjadi hambatan aparat penegak hukum dalam pelaksanaan diversi bagi anak pelaku tindak pidana? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, antara lain : 1. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui pelaksanaan diversi anak pelaku tindak pidana oleh aparat penegak hukum. b. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi hambatan bagi aparat penegak hukum dalam pelaksanaan diversi bagi anak pelaku tindak pidana.

11 2. Tujuan Subjektif Untuk memperoleh data dan informasi yang lengkap dan akurat serta bahan penulisan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas penulisan hukum sebagai salah satu syarat wajib untuk memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Keaslian Penelitian Penelitian yang dilakukan ini selama terkait pelaksanaan diversi dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan. Akan tetapi, terdapat beberapa penelitian lain yang mirip dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis ini, antara lain: 1. Penulisan hukum yang disusun oleh Bagas Lugasa 16, mahasiswa fakultas hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2010 telah melakukan penelitian hukum dengan judul Perlindungan Khusus Bagi Anak Pelaku Tindak Pidana Pencurian di Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian tersebut dilakukan di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Pembahasan pokok dalam penelitian tersebut adalah pembahasan mengenai bentuk-bentuk perlindungan yang diberikan kepada anak pelaku tindak pidana pencurian. 16 Bagas Lugasa, 2010, Perlindungan Khusus Bagi Anak Pelaku Tindak Pidana Pencurian di Daerah Istimewa Yogyakarta, Penulisan hukum, Universitas Gadjah Mada

12 2. Penulisan hukum yang disusun Johanes Gea 17, mahasiswa fakultas hukum Universitas Indonesia pada tahun 2011 melakukan penelitian hukum yang berjudul Diversi sebagai Alternatif Penyelesaian Terbaik Kasus Anak Berhadapan dengan Hukum (Analisis terhadap : Kasus 10 anak Bandara dan Kasus Deli). Adapun yang menjadi pokok permasalahan yang difokuskan dalam 2 (dua) hal yaitu pelaksanaan kewenangan diskresi oleh aparat penegak hukum untuk mendiversi perkara anak yang berhadapan dengan hukum dan yang kedua adalah dampak buruk dari sistem peradilan pidana formal terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. 3. Penulisan hukum yang disusun oleh Nia Merlina 18, mahasiswa fakultas hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2011 melakukan penelitian hukum tentang anak di Pengadilan Negeri Yogyakarta dan Pengadilan Negeri Sleman dengan judul Penerapan Wajib Latihan Kerja sebagai Subsider Pidana Denda terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana. Penelitian yang dilakukan oleh Nia Merlina ini membahas tentang dasar-dasar pertimbangan hakim menjatuhkan pidana denda pada anak dan harapan dan/atau gambaran pengaturan yang baik dan tepat dalam penerapan wajib latihan kerja pada anak pelaku tindak pidana. 17 Johanes Gea, 2011, Diversi sebagai Alternatif Penyelesaian Terbaik Kasus Anak Berhadapan dengan Hukum (Analisis terhadap : Kasus 10 anak Bandara dan Kasus Deli), Penulisan hukum, Universitas Indonesia 18 Nia Marlina, 2011, Penerapan Wajib Latihan Kerja sebagai Subsider Pidana Denda terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana, Penulisan hukum, Universitas Gadjah Mada

13 4. Penulisan hukum yang disusun oleh Mohamad Yogi Hidayat 19, mahasiswa fakultas hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2012 telah melakukan penelitian hukum yang berjudul Pelaksanaan Restorative Justice dalam Proses Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Rumusan masalah dari penelitian tersebut adalah : 1). Apakah yang menjadi ide dasar penggunaan Restorative Justice dalam sistem peradilan pidana anak di Indonesia? 2). Hambatan yuridis apakah yang mempengaruhi penggunaan Restorative Justice dalam sistem peradilan pidana anak? Penelitian tersebut lebih menitikberatkan pada pembahasan Restorative Justice yang digunakan dalam peradilan pidana anak dan hambatan hambatan yang bersifat yuridis dalam pelaksanaan Restorative Justice. Penelitian tersebut mengambil lokasi di Kepolisian Resor Sleman, Panti Sosial Asuhan Anak Bimomartani Sleman dan di Pengadilan Negeri Sleman. 5. Penulisan hukum yang disusun oleh Fani Phisa Purbayani 20, mahasiswa fakultas hukum Universitas Gadjah Mada, pada tahun 2012 melakukan penelitian hukum dengan judul Peran Aparat Penegak Hukum dalam Penerapan Konsep Restorative Justice pada Perkara Pidana Anak di Kabupaten Purbalingga dan Kota Yogyakarta. Penelitian tersebut menitikberatkan pada penerapan konsep restorative justice dalam proses 19 Mohamad Yogi Hidayat, 2012, Pelaksanaan Restorative Justice dalam Proses Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Penulisan hukum, Universitas Gadjah Mada 20 Fani Phisa Purbayani, 2012, Peran Aparat Penegak Hukum dalam Penerapan Konsep Restorative Justice pada Perkara Pidana Anak di Kabupaten Purbalingga dan Kota Yogyakarta, Penulisan hukum, Universitas Gadjah Mada

14 penegakan hukum pada perkara pidana anak dan hambatan aparat penegak hukum dalam menerapkan restorative justice tersebut. Dari kelima penelitian yang dilakukan sebelumnya, terdapat perbedaan dengan penelitian ini. Penelitian ini menitikberatkan pada pelaksanaan diversi yang merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang dilaksanakan oleh aparat penegak hukum. Kemudian, lokasi penelitian dalam penelitian ini mengambil tempat di Kabupaten Madiun dan Kabupaten Sleman. Karena menurut penulis, dengan penelitian di dua lokasi tersebut cukup mewakili pelaksanaan diversi secara umum menurut UU SPPA. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik bagi ilmu pengetahuan dan manfaat praktis. 1. Manfaat bagi Ilmu Pengetahuan a. Dari penelitian guna penyusunan penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan perkembangan ilmu hukum pada khususnya. Khususnya mengenai pelaksanaan diversi bagi anak pelaku tindak pidana. b. Memperkaya khasanah dan hasil penelitian dalam ilmu hukum pidana. 2. Manfaat Praktis

15 a. Memberikan bahan masukan kepada pemerintah untuk senantiasa meningkatkan perhatian terhadap masalah perlindungan anak, khususnya anak yang berhadapan dengan hukum. b. Memberikan dukungan bagi aparat penegak hukum agar terus meningkatkan kontribusi serta peran sertanya dalam pelaksanaan diversi bagi anak pelaku tindak pidana. c. Mengajak masyarakat untuk ikut berperan aktif dalam membina dan melakukan pengawasan kepada anak dalam kehidupan di masyarakat serta menerima dan mengintegrasikan kembali anak yang berhadapan dengan hukum kedalam kehidupan masyarakat seperti semula. F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan memegang peranan yang sangat penting bagi suatu karya ilmiah. Untuk memahami isi/ materi dari penulisan hukum ini, maka disusun sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai apa yang menjadi apa yang akan menjadi landasan pemikiran dalam penulisan hukum yang dituangkan dalam latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, keaslian penulisan, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan hukum BAB II TINJAUAN PUSTAKA

16 Bab ini merupakan hasil kajian pustaka atau penelusuran literatur yang membahas tinjauan umum tentang anak, Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) dan juga akan membahas mengenai hak-hak anak baik dalam instrumen hukum internasional maupun instrumen hukum nasional. Tinjauan umum tentang Kenakalan Anak dan akan membahas mengenai penyebab kenakalan anak serta upaya untuk menanggulangi kenakalan anak. Tinjauan umum tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang didalamnya juga membahas tentang Sistem Peradilan Pidana. Tinjauan umum tentang restorative justice, dan tinjauan umum tentang diversi. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini menguraikan metode peelitian yang digunakan penulis berupa jenis peelitian, bahan penelitian, lokasi penelitian, subjek penelitian, dan cara penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini penulis menganalisa data yang diperoleh dari pelaksanaan diversi di lokasi penelitian yaitu di Kepolisian Resor Madiun, Kejaksaan Negeri Mejayan, Pengadilan Negeri Madiun, Balai Pemasyarakatan Klas II Madiun, Kepolisian Resor Sleman, Kejaksaan Negeri Sleman dan Pengadilan Negeri Sleman, serta hambatan aparat penegak hukum di lokasi penelitian dalam

17 pelaksanaan upaya diversi berdasarkan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. BAB V PENUTUP Bab ini merupakan bagian akhir dari seluruh penulisan, yang berisi kesimpulan dan disertai beberapa saran.