MENINGKATKAN KEMAMPUAN MATEMATIKA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA PADA PROGRAM AKSELERASI MELALUI PROBLEM-BASED LEARNING

dokumen-dokumen yang mirip
MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE INKUIRI. Dianne Amor Kusuma Jurusan Matematika FMIPA UNPAD.

USUL PENELITIAN PROYEK PGSM

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk. termasuk anak yang memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus.

Diah Pitaloka Handriani SMP Negeri 1 Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan yang terjadi ternyata menampakkan andalan pada. kemampuan sumber daya manusia yang berkualitas, melebihi potensi

Key words: models of cooperative learning, the ability to solve math problems, operating the algebra

UPAYA PEMBERDAYAAN PESERTA DIDIK ISTIMEWA MELALUI PROGRAM AKSELERASI OLEH PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

PENGGUNAAN PEMBELAJARAN INKUIRI DALAM MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA DI KOTA BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN. dalam aspek fisik, intelektual, emosional, sosial dan spiritual, sesuai

EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN SOCRATES KONTEKSTUAL UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA

EFEKTIVITAS PENDEKATAN PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. istilah ini dikenal Cerdas Istimewa adalah bentuk alternatif pelayanan pendidikan

Vol. 3 No. 2 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 : Hal Shinta Sari 1), Sri Elniati 2), Ahmad Fauzan 3) Abstract

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Mubashiroh et al., Penerapan...

BAB I PENDAHULUAN. kualitas hidupnya. Mengingat pentingnya kedudukan dan fungsi Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan mengantar manusia menuju kesempurnaan. Menurut pendapat Muzayyin (2005) Tugas dan fungsi

Asmaul Husna. Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UNRIKA Batam Korespondensi: ABSTRAK

Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 1, Nomor 1, Mei 2012

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN ACTIVE KNOWLEDGE SHARING

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan. Hal tersebut tertuang dalam Undang-undang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. disampaikan oleh guru matematika, kesulitan siswa dalam menalar dan

Widhati 1), Chumdari 2), Siti Kamsiyati 3) PGSD FKIP Universitas Negeri Sebelas Maret, Jalan Slamet Riyadi 449 Surakarta

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN LEMBAR KEGIATAN SISWA BERBASIS PROBLEM SOLVING

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMPN 31 PADANG

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar, karena kedudukannya sebagai orang yang lebih dewasa, lebih

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem penyelenggaraan pendidikan dasar, lanjutan, dan menengah

Rina S.E. Sitindaon Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Medan *

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS X SMA NEGERI 5 PADANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

03/02/2010. Mari kita renungkan bersama sama!!!

PARADIKMA BARU PEMBELAJARAN MATEMATIKA

MANAJEMEN PEMBELAJARAN PROGRAM AKSELERASI DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN (Studi Kasus di SMP Negeri 9 Surakarta)

PROFIL KEMAMPUAN SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH SOAL LINGKARAN BERDASARKAN KECERDASAN EMOSIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang terus menemukan momentumnya sejak dua

PENGEMBANGAN ASESMEN PEMBELAJARAN SESUAI TUNTUTAN KURIKULUM 2013 PADA MATERI FOTOSINTESIS DI SMP

PENERAPAN METODE TANDUR PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMPN 12 PADANG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. yang mendasari perkembangan sains dan teknologi, mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ari Yanto, 2015

Suparmi SMP Negeri 25 Pekanbaru

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN KREATIF PRODUKTIF TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DI SMK NEGERI 2 BOJONEGORO. Dzikrullah

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING

DEVELOPING MATHEMATICAL LEARNING BASED ON DISCOVERY LEARNING MODEL

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD)

Jurnal Penelitian Pendidikan dan Pengajaran Matematika Vol. 1 No. 4, Maret 2017

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA KELAS VIII SMP

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN PENDEKATAN PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA KULIAH DASAR-DASAR AKUNTANSI II PADA POKOK BAHASAN ASET TETAP

Meina Noriyana Guru SMPN 3 Paringin, Kabupaten Tabalong

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan agar siswa memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan

Kemampuan Komunikasi Dan Pemahaman Konsep Aljabar Linier Mahasiswa Universitas Putra Indonesia YPTK Padang

AlphaMath ABSTRACT: Keyword: Differentiated Instruction Approach, Mathematical Problem Solving Ability PENDAHULUAN

Oleh: Eni Musrifah SLB Setya Darma Surakarta ABSTRAK

PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN ASESMEN KINERJA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SEARCH SOLVE CREATE SHARE (SSCS) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII-2 SMP NEGERI 13 PEKANBARU

online at Jurnal MathEducation Nusantara Vol. 1 (1), 2018, 15-19

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

PENERAPAN STRATEGI BELAJAR AKTIF TIPE LEARNING TOURNAMENT PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMPN 15 PADANG

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN KREATIF PRODUKTIF UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI OPTIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGARUH PENERAPAN METODE INKUIRI TERHADAP KEMAMPUAN MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 PADANG-GANTING KABUPATEN TANAH DATAR.

ABSTRACT. Keywords: Creative Problem Solving Learning Model, Open-Ended Approach, Results Learning.

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PESERTA DIDIK

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN MELALUI STAD

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS-ACHIEVEMENT DIVISIONS

Oleh: Gunawan Guru SMP Negeri 1 Raha Kabupaten Muna

2015 UPAYA GURU D ALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN VOKASIONAL BAGI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN

TO EXPLORE THE ABILITY OF SCIENCE PROCESS SKILL OF A GIFTED AND TALENTED STUDENT ON GROWTH AND DEVELOPMENT CONCEPT STUDY IN SMA 1 SUMEDANG

BAB VI PENUTUP. 1. Ihwal Keberbakatan (Cerdas Istimewa-Berbakat Istimewa) di Kalangan Siswa MAN 1 dan SMAN 3 Jombang Jombang.

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu berubahnya sistem pembelajaran dari teacher centered menjadi

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIK MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA

Vol. 3 No. 3(2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 : Hal Neka Amelia Putri 1), Yarman 2), Yusmet Rizal 3) Abstract

BAB I PENDAHULUAN. memandang latar belakang maupun kondisi yang ada pada mereka. Meskipun

p-issn : e-issn :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN MODEL TREFFINGER PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMP

II. SILABUS MATA KULIAH

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA MELALUI METODE PEMBELAJARAN DEMONSTRASI

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pada Self Confidence Siswa SMP Sumpena Rohaendi

IMPLEMENTASI METODE PROBLEM SOLVING PADA MATERI LARUTAN PENYANGGA DI MAN 1 PONTIANAK

Economic Education Analysis Journal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizki Panji Ramadana, 2013

UPAYA PENINGKATAN AKTIFITAS BELAJAR SISWA SMA KELAS XI MELALUI METODE PROBLEM POSSING. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya belajar merupakan serangkaian kegiatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya adalah kemahiran memecahkan masalah yang merupakan

Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika ISSN:

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS VIII MTsN TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN

Transkripsi:

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MATEMATIKA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA PADA PROGRAM AKSELERASI MELALUI PROBLEM-BASED LEARNING Stanley P. Dewanto Jurusan Matematika FMIPA UNPAD Dianne Amor Kusuma Jurusan Matematika FMIPA UNPAD Abstrak Program akselerasi adalah suatu program pendidikan yang ditujukan untuk menampung siswa-siswa yang memiliki kemampuan yang unggul, atau memiliki prestasi yang tinggi. Pada program ini siswa-siswa diharapkan dapat lebih mengembangkan potensi yang ada dalam diri mereka. Makalah ini berdasarkan pada eksperimen yang dilakukan di kelas akselerasi Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Baleendah dengan mengimplementasikan Problem-Based Learning. Problem-Based Learning merupakan salah satu pembelajaran yang menganut pandangan konstruktivisme, yang merangsang siswa untuk lebih aktif, mampu berpikir kritis, serta mampu menyelesaikan berbagai permasalahan dalam dunia nyata. Hasil memperlihatkan bahwa dengan Problem- Based Learning kemampuan matematika siswa di kelas akselerasi menjadi lebih baik dan siswa menjadi lebih aktif. Kata kunci: Program akselerasi, Problem-Based Learning

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MATEMATIKA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA PADA PROGRAM AKSELERASI MELALUI PROBLEM-BASED LEARNING Stanley P. Dewanto Jurusan Matematika FMIPA UNPAD Dianne Amor Kusuma Jurusan Matematika FMIPA UNPAD Abstract Accelerated programme is an education programme which stand for collecting students who have extraordinary ability, or high achievement. In this programme students re hoped to develop more potency which they have inside. This paper based on the experiment that has done in accelerated class of SMPN 1 Baleendah with Problem-Based Learning implementation. Problem-Based Learning is one of learning model which has constructivism concept, that makes students more active, able to think critically, and able to solve kind of problems in the real world. The result shows that Problem-Based Learning could increase student s mathematical ability at accelerated class and makes students become more active. Kunci kunci: Accelerated programme, Problem-Based Learning Abstrak Program akselerasi adalah suatu program pendidikan yang ditujukan untuk menampung siswa-siswa yang memiliki kemampuan yang unggul, atau memiliki prestasi yang tinggi. Pada program ini siswa-siswa diharapkan dapat lebih mengembangkan potensi yang ada dalam diri mereka. Makalah ini berdasarkan pada eksperimen yang dilakukan di kelas akselerasi Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Baleendah dengan mengimplementasikan Problem-Based Learning. Problem-Based Learning merupakan salah satu model pembelajaran yang menganut pandangan konstruktivisme, yang merangsang siswa

untuk lebih aktif, mampu berpikir kritis, serta mampu menyelesaikan berbagai permasalahan dalam dunia nyata. Hasil memperlihatkan bahwa Problem-Based Learning dapat meningkatkan kemampuan matematika siswa di kelas akselerasi dan membuat siswa menjadi lebih aktif. Kata kunci: Program akselerasi, Problem-Based Learning 1. PENDAHULUAN Tujuan pendidikan nasional adalah memberi kesempatan pada anak didik untuk mengembangkan bakat-bakatnya seoptimal mungkin, sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam UUD 1945 pasal 31, Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Memperhatikan tujuan pendidikan nasional dan pasal UUD 1945, hal ini jelas memberi penekanan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan secara merata tanpa memandang latar belakang mereka yang berbeda. Pada kenyataan di lapangan, terdapat anak-anak yang harus memperoleh perlakuan khusus dalam proses pembelajaran, misalnya anak cacat dan anak yang mempunyai bakat luar biasa atau anak berbakat (bakat istimewa atau cerdas istimewa). Artinya, anak-anak yang bercirikan demikian sebaiknya diperlakukan berbeda dengan anak yang normal dalam proses pembelajarannya, seperti disebut dalam UU No. 20/2003 pasal 5 ayat 4, yang menegaskan bahwa warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus. Pasal 32 ayat 1 juga memberi landasan yuridis bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran, karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan memiliki potensi kecerdasan, bakat, dan cerdas istimewa. Sedangkan pada bagian lain UU No. 23/2002 pasal 52 tentang perlindungan anak menyatakan bahwa anak yang memiliki keunggulan diberikan kesempatan dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan khusus. Disadari atau tidak, proses pembelajaran selama ini memberi perlakuan yang sama kepada semua anak didik tanpa membedakan adanya perbedaan yang ada dalam diri anak didik, seperti kecakapan, minat dan bakatnya, sehingga dalam proses pendidikan macam ini, ada kemungkinan bakat seseorang tidak akan berkembang

secara optimal. Padahal, tidak sedikit dijumpai anak-anak yang mempunyai bakat khusus atau anak berbakat istimewa (BI) atau cerdas istimewa (selanjutnya disebut CI) di Indonesia. Menurut Clark (1983), secara statistik dalam suatu populasi terdapat sekitar 2% anak berbakat (gifted children). Jika hal ini digeneralisasi dengan proporsi anak berbakat di Indonesia, maka pada tingkat sekolah menengah tahun pelajaran 1999/2000 di Indonesia terdapat sekitar 106.143 anak berbakat (Balitbang Depdiknas, 2000). Sungguh suatu angka yang tidak sedikit dan tentu berpengaruh pada iklim pendidikan Indonesia. Hasil Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Luar Biasa yang diselenggarakan di Jakarta pada Tanggal 15 17 September 1980 menyebutkan bahwa yang dimaksud anak berbakat CI adalah mereka yang oleh para ahli profesional dikatakan sebagai anak yang mencapai prestasi tinggi karena mempunyai kemampuan-kemampuan yang unggul. Anak-anak tersebut memerlukan program pendidikan yang berdiferensiasi dan/atau pelayanan di luar jangkauan program sekolah biasa, agar dapat merealisasi sumbangan mereka terhadap masyarakat maupun terhadap diri sendiri (Munandar, 1993). Selanjutnya, berdasarkan hasil kongres tahun 1981 (Clark, 1983) menegaskan bahwa ada beberapa jenis keberbakatan, yaitu: kemampuan intelektual, akademik, kreatif, artistik, kepemimpinan dan kinestetik. Dalam hal ini, kecerdasan istimewa dalam bidang akademik merupakan salah satu kemampuan yang relatif lebih penting dibandingkan dengan bidang lainnya, bahkan sangat diperlukan terutama bidang sains dan teknologi, tanpa mengabaikan ilmu-ilmu lain, seperti ilmu humaniora dan ilmu-ilmu sosial. Di Indonesia, pendidikan khusus bagi anak berbakat CI sebenarnya telah dirintis sejak awal tahun 1980-an yang lebih menitikberatkan pada bidang studi sains dan matematika, serta sekolah khusus yang diawali oleh Sekolah Menengah Atas Nusantara tahun 1990, maupun program akselerasi yang dimulai tahun 2000, meskipun masih dijumpai sikap pro dan kontra dalam masyarakat. Secara individual pun telah nampak hasil yang dicapai oleh anak-anak Indonesia yang berbakat CI. Beberapa prestasi gemilang dicapai, diantaranya adalah meraih sejumlah medali emas Olimpiade bidang Matematika, Sains, dan Teknologi. Namun, perlu diketahui bahwa masih banyak sekali anak-anak berbakat CI di Indonesia yang prestasinya masih terpendam, karena tidak mendapat sentuhan pendidikan yang benar dan tepat. Mereka pun tidak mendapat perlakuan yang sesuai

dengan bakat yang dimiliki, sehingga prestasi mereka kurang. Misalnya masih terbatasnya jumlah anak yang dapat menyelesaikan studinya lebih awal dan rendahnya NEM, terutama untuk mata pelajaran IPA, seperti Boediono (1997) menyebutkan bahwa untuk mata pelajaran IPA tidak lebih dari nilai 7 dan tidak lebih dari nilai 6 untuk mata pelajaran matematika. Hasil studi pada tahun 1990 menemukan bahwa sekitar 30% siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa, berprestasi di bawah potensinya. Di Amerika terdapat sekitar 25% siswa yang putus sekolah adalah anak-anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa (Munandar, 1989). Gejala ini mengidentifikasi bahwa cukup banyak anak berbakat akademik dimanapun mereka berada tidak dapat mencapai prestasinya yang optimal, karena tidak memperoleh perlakuan secara khusus. Kitano dan Kirby (1986) menyebutkan bahwa mereka adalah anak-anak berbakat CI yang tidak beruntung. Kelompok ini terdiri dari: anak berbakat CI berprestasi kurang (the underachieving gifted), anak berbakat CI yang cacat (the gifted handicapped), anak berbakat CI yang berpenghasilan rendah (the low-income and minority gifted), wanita yang berbakat CI (gifted girls) dan anak berbakat CI yang berasal dari desa (the rural gifted). Jika guru atau pihak yang berkompeten terhadap pendidikan tidak memperhatikan hal ini (masalah anak berbakat) dengan seksama, maka dapat diprediksi bahwa anak berbakat CI tidak akan beruntung atau dengan kata lain anakanak ini tidak akan mampu menunjukkan kinerjanya yang sesuai dengan kemampuan dan potensi yang dimilikinya. Dampaknya prestasi akademik anak berbakat CI berada di bawah potensinya atau berprestasi kurang. Di lapangan pada dasarnya memang tidaklah mudah untuk mengidentifikasi anak berbakat CI. Whitmore (1985) menyatakan bahwa secara perlahan anak-anak ini dapat diindentifikasi melalui: penggunaan tes dan prosedur yang lebih canggih, adanya peningkatan dalam penunjukan guru untuk layanan pendidikan khusus yang disebabkan cara belajar dan perilaku, serta adanya upaya mengenal kemampuan potensial anak yang berbeda secara kultural, dan hal yang tidak kalah penting adanya informasi dari orang tua murid tentang perilaku anaknya di luar jam sekolah. Apabila kondisi anak berbakat CI tidak mendapat perhatian serius, terutama pemerintah, maka potensi kemampuan akademik anak-anak ini akan merosot. Hal ini merupakan kerugian besar bagi negara dan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, langkah awal yang perlu dicermati dan ditindak lanjuti adalah memberi perlakuan yang sesuai dengan kemampuan bakat yang dimiliki oleh anak berbakat CI. Dengan

kata lain, proses pembelajaran yang diberi pada anak berbakat CI harus berbeda dengan anak yang memiliki kemampuan normal. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa diperlukan suatu disain atau model pembelajaran yang diperuntukkan bagi anak berbakat CI, sehingga dengan model pembelajaran tersebut diharapkan potensi keberbakatan akademik yang dimiliki oleh setiap anak didik dapat digali dan selanjutnya dikembangkan. Penelitian ini akan menelaah metode Pembelajaran Berbasis-Masalah atau Problem-Based Learning (PBL) yang merupakan salah satu pembelajaran yang inovatif, bukan klasikal, terhadap anak berbakat CI, dengan harapan dapat memenuhi potensi akademik mereka, khususnya dalam mata pelajaran Matematika. Beberapa sekolah dasar dan menengah di Indonesia sejauh ini mencoba untuk menampung siswa-siswa yang berbakat CI dalam kelas, dengan sebutan kelas akselerasi, dengan harapan dapat lebih memberdayakan potensi akademis siswa-siswa tersebut. Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Baleendah, pada siswa kelas VII. 2. METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen, karena ingin melihat sejauhmana implementasi Problem-Based Learning pada siswa kelas akselerasi berdampak pada peningkatan kemampuan matematika siswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: tes bentuk uraian, lembar observasi aktivitas siswa, skala sikap siswa, dan pedoman wawancara untuk guru matematika. Prosedur penelitian ini meliputi: - Tahap persiapan : memberi pelatihan tentang PBL kepada guru matematika dan membuat perangkat pembelajaran. - Tahap pelaksanaan : pelaksanaan pembelajaran, postes, pengisian lembar observasi, dan pengisian kuesioner siswa. - Analisis data 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Rata-rata nilai kelompok (72,3)lebih baik dari nilai individu (57,7). Ini berarti dalam kelompok siswa dapat bekerjasama untuk mencapai hasil yang lebih baik

dalam PBL. 2. Pemahaman konsep cukup baik, walau tidak semua siswa terbiasa untuk menulis suatu konsep (misalkan mendefinisikan laba dan rugi), sehingga perlu adanya perhatian khusus dari pengajar agar menekankan representasi dalam bentuk tertulis. 3. Siswa tidak mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal rutin, tetapi mereka belum terbiasa menghadapi soal-soal yang bersifat problem solving. Mungkin kendala waktu juga mempengaruhi. 4. KESIMPULAN Siswa program akselerasi memiliki kemampuan matematika yang cukup baik, hanya saja mereka belum terbiasa dengan pendekatan PBL dan masih terpaku pada pembelajaran konvensional. Dalam analisis sikap siwa(menggunakan skala Likert dengan skala 1-5), siswa bersikap positif dalam pembelajaran dengan pendekatan PBL (sekitar 80%). Berdasarkan pengamatan di kelas, siswa memiliki sifat menghargai pendapat teman, merasa tertantang dengan pembelajaran ini, memiliki keingintahuan yang cukup tinggi, serta berani mengemukakan pendapat kepada guru dan temannya. DAFTAR PUSTAKA 1. Boediono (1997). Pendidikan dan Perubahan Sosial-Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media. 2. Clark, B. (1983). Growing Up Gifted: Developing the Potencial of Children at Home and at School. Second Edition. Columbus: Charles E, Merrel Publishing Company. 3. Joyce, B. and Weil, M. (1992). Models of Teaching Massachusetts: Allyn and Bacon Inc. 4. Kitano and Kirby (1986). Gifted Education: A Comprehensive View. Boston: Little, Brown and Company. 5. Tim MKPBM. (2000). Strategi Pembelajaran Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. 6. Whitmore, J. R. (1985). Underachieving Students, Erick Digest.