I. PENDAHULUAN. pengembangan ekonomi masyarakat. Usaha mikro selama ini terbukti dapat

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. oleh kualitas SDM yang akan memanfaatkan fasilitas tersebut. (Indriati, A. 2015)

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi kreatif di Indonesia. Konsep Ekonomi Kreatif merupakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

Bab I. Pendahuluan. kategori tersebut dapat digolongkan menjadi pekerja informal. Berdasarkan data BPS

BAB I PENDAHULUAN. Sakur, Kajian Faktor-Faktor yang Mendukung Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Spirit Publik, Solo, 2011, hal. 85.

PROSPEK PENGEMBANGAN INDUSTRI CINDERAMATA DAN MAKANAN OLEH-OLEH DI KABUPATEN MAGELANG TUGAS AKHIR TKP Oleh: RINAWATI NUZULA L2D

BAB I PENDAHULUAN. Industri telah mengalami perkembangan pesat baik di kota-kota besar

BAB I PENDAHULUAN. bagi perekonomian di Indonesia. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UKM)

BAB I PENDAHULUAN. agar mampu berkompetisi dalam lingkaran pasar persaingan global. Tidak hanya dengan

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. dianggap cukup representatif dalam memberdayakan ekonomi masyarakat. Dalam

PKM Perajin Tedung Desa Mengwi Di Kabupaten Badung, Bali

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapur. Seni Kerajinan banyak didominasi dari bahan yang berjenis batang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan Pertumbuhan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) merupakan salah satu motor pengerak yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. industri lagi, tetapi mereka harus lebih mengandalkan SDM yang kreatif.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali adalah pembangunan dibidang perekonomian nasional. Di era

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Mengingat hampir sebagian besar penduduk Indonesia masih tinggal di

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang semakin arif dan bijaksana. Kegiatan pariwisata tersebut

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. rupa terdiri dari dua jenis yaitu seni rupa murni dan seni rupa terapan.

BAB I PENDAHULUAN. dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro. sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Usaha mikro memiliki

LAPORAN PROPOSAL PENGANTAR BISNIS AKSESORIS

BAB I PENDAHULUAN. menyempit membuat petani berpikir bekerja dibidang lain yaitu industri dan

BAB I PENDAHULUAN. dari peran para pengusaha (entrepreneur) baik besar, menengah maupun kecil.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transformasi dari perekonomian yang berbasis industri. Sektor industri

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STRATEGI PENGEMBANGAN PENGUSAHA KECIL MELALUI CAPACITY BUILDING DI DAERAH TUJUAN WISATA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Usaha kecil dan menengah (UKM) memiliki peran yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

LAMPIRAN I.2 : KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI DAN U K M. JUMLAH ( Rp. ) ANGGARAN SETELAH PERUBAHAN

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dan berkembang begitu pesatnya seiring dengan adanya. mengembangkan ekonomi dan industri di Indonesia yaitu dengan

BAB I PENDAHULUAN. memandang pentingnya keberadaan UMKM, yaitu (1) kinerja UMKM

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dapat dikatakan sebagai tulang punggung perekonomian negara. Keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. Mada 1990) 1 P4N UG, Rencana Induk Pembangunan Obyek Wisata Desa Wisata Kasongan (Universitas Gajah

II. TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja, menaikan devisa negara serta mengangkat prestise nasional.

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN. mancanegara. Dapat dikatakan sebagai kerajinan tradisional. Baik sebagai bentuk

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN PRODUK IKM PERHIASAN JAWA TENGAH

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pada bab ini berisi mengenai kesimpulan dari penelitian yang telah

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan dengan cara menghasilkan dan memberdayakan kemampuan berkreasi

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. barang dari kulit dan alas kaki (KBLI 15) yang naik sebesar 1,67 %. Selanjutnya,

Melestarikan Budaya Dengan Membuka Usaha Galeri Batik

II. TINJAUAN PUSTAKA. termasuk kegiatan rancang bangun industri dan perekayasaan industri. Industri dapat

PENGEMBANGAN TRADING HOUSE DALAM RANGKA PENINGKATAN EKSPOR NON MIGAS. Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan

PENCIPTAAN SERAGAM BATIK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

PEGUKURAN KINERJA KEGIATAN

OCCASIONAL PAPER OP/ 1 /2016

10. URUSAN KOPERASI DAN UKM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lagi. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Hasan dalam Republika

PENERAPAN TEKNOLOGI IRAT BAMBU DALAM UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN KUALITAS KIPAS PADA MASYARAKAT PENGRAJIN JIPANGAN BANGUNJIWO KASIHAN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. hidup, serta baiknya pengelolaan sumber daya alam yang ada. diri menjadi penting agar masyarakat dapat berperan dalam model

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. berkembang seperti di Indonesia, tetapi juga di negara-negara yang sudah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pengembangan industri kecil dan menengah tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA

POTENSI USAHA KERAJINAN TUMANG BOYOLALI SEBAGAI PENDEKATAN PEMBANGUNAN PEDESAAN YANG BERTUMPU PADA KEGIATAN USAHA KECIL

Landasan Konseptual Perencanaan dan Perancangan. Pengembangan Kawasan Kerajinan Gerabah Kasongan BAB I PENDAHULUAN

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB VII ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK UMKM DENGAN PELAKSANAAN KOMUNIKASI PEMASARAN

BAB I PENDAHULUAN. Kata Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno ménagement, yang

PERAN INSTITUSI LOKAL DALAM PENGEMBANGAN EKONOMI WILAYAH (Studi Kasus: Proses Difusi Inovasi Produksi Pada Industri Gerabah Kasongan Bantul, DIY)

BAB V PENUTUP. Strategi bisnis APIP S Kerajinan Batik menggunakan aliansi strategis dengan sebagai

RESPON PENGRAJIN PARTISIPAN BIDANG AGRIBISNIS TERHADAP PROGRAM ASOSIASI PENGEMBANGAN INDUSTRI KERAJINAN RAKYAT INDONESIA (APIKRI) DI KABUPATEN BANTUL

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

2015 PENGARUH DIVERSIFIKASI PRODUK DAN PERSAINGAN TERHADAP PENDAPATAN PENGUSAHA BATIK DI CIREBON

IbM KELOMPOK PENGRAJIN GERABAH MELALUI PENGEMBANGAN DESAIN, ALAT PRODUKSI DAN MANAJEMEN PEMASARAN DI KABUPATEN KLATEN

Lima Tahun Kedua ( ) Lokasi. Setiap Sentra Cluster UMKM. Setiap Sentra UMKM. Per Kecamatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan berkelanjutan menjadi isu penting dalam menanggapi proses. yang strategis baik secara ekonomi maupun sosial politis.

HALAMAN PENGESAHAN...

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi seperti yang disebutkan pada Undang-Undang No.25

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

2015 PENGARUH KREATIVITAS, INOVASI DAN DIFERENSIASI PRODUK TERHADAP LABA PENGUSAHA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2016 ANALISIS PROSES PEMBUATAN BONEKA KAYU LAME D I KAMPUNG LEUWI ANYAR KOTA TASIKMALAYA

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan bisnis telah berkembang pesat saat ini baik dalam pasar domestik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam perekonomian Indonesia, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

IPTEKS BAGI MASYARAKAT ( IbM ) HOME INDUSTRI NATA DE COCO ( SARI KELAPA) Setia Iriyanto. Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Semarang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Perusahaan Profil Perusahaan Gambar 1.1 Ruang Produksi Pioncini

BAB I PENDAHULUAN. dan masih banyak lagi. Gelar kota pariwisata dapat diraih karena memang

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. di Indonesia, pemerintah membuat kebijakan salah satunya

PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perekonomian di negara yang sedang berkembang seperti

A. Profil Asosiasi Pengembangan Industri Kerajinan Rakyat Indonesia. mempelopori gerakan fair trade melalui penguatan perajin mikro kecil di Daerah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Seni kriya merupakan bagian dari kehidupan perajin sebagai perwujudan

BAB I PENDAHULUAN. terletak antara lintang selatan dan. serta Kabupaten Demak di Selatan. Jepara dikenal sebagai kota ukir, karena

PEMANFAATAN PELUANG USAHA SECARA KREATIF DAN INOVATIF C. PEMANFAATAN PELUANG USAHA SECARA KREATIF DAN INOVATIF

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia merupakan pemain utama dalam kegiatan perekonomian, dan merupakan akselerator dalam pengembangan ekonomi masyarakat. Usaha mikro selama ini terbukti dapat diandalkan sebagai katup pengaman dimasa kritis, melalui mekanisme penciptaan lapangan kerja dan memungkinkan dihimpunnya penerimaan Negara berupa pajak. Peran dan fungsi strategis ini sesungguhnya dapat ditingkatkan dengan memerankan UKM sebagai salah satu pelaku usaha komplementer bagi pengembangan perekonomian nasional, secara umum UKM di Indonesia belum dapat berkembang dengan baik, karena masih banyak hambatan yang dihadapinya. Hambatan hambatan tersebut menyebabkan UKM sulit untuk berkompetisi di pasar global, hingga saat ini masih sulit diatasi antara lain masalah kesulitan pemasaran, permodalan, keterbatassan SDM, bahan baku dan keterbatasan teknologi yang membuat produk dalam negeri masih jauh tertinggal dengan produk produk luar negeri (Tambunan, 2002). Batik kayu merupakan kerajinan khas Indonesia yang hingga saat ini masih sangat banyak diminati oleh masyarakat lokal hingga sampai kemancanegara. Pesatnya perkembangan teknologi dan pengetahuan dimaanfaatkan oleh pengrajin untuk lebih kreatif dan menginovasikan motif dan media kerajinan yang digunakan. 1

2 Teknik dan motif batik tidak hanya bisa diterapkan pada media kain saja tapi juga bisa diterapkan pada bermacam macam seperti media kayu. Bahan baku kayu yang digunakan untuk media batik kayu diantaranya kayu sengon,, wadang, jenetri, pule, mahoni, kluso, klepu, kembang dan kayu jinjing. Proses membatik dengan media kayu membutuhkan keterampilan yang sangat baik karena membatik pada media kayu berbeda dengan membatik pada media kain, pola membatik pada media kayu dibuat secara manual bukan dicetak, melainkan motif batik yang diterapkan pada media kayu yaitu motif parangrusak, parangbarong, kawung, garuda, sidorahayu, dan sidomukti. Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pelajar, kota wisata dan pusat sentra industri kerajinan seperti kerajinan batik tulis, batik kayu, gerabah, kulit, tanduk, perak, tembaga, kuningan, serat seratan, bambu. Desa Krebet merupakan salah satu tempat yang menjadi sentra kerajinan batik kayu Di Yogyakarta. Krebet adalah daerah bertanah kapur yang tandus, pada awalnya masyarakat Krebet mengandalkan pertanian sebagai mata pencaharian, karena pertanian yang pada umunya bersifat musiman dan gesture tanah yang tandus, maka masyarakat setempat membuat alternatif lain yaitu mengembangkan keahlian seperti membuat barang barang kerajinan kayu yang dibatik. Hingga saat ini Desa Krebet dikenal sebagai sentra kerajinan batik kayu yang terkenal Di Yogyakarta. Produk dan motif kerajinan batik kayu yang dihasilkan berupa topeng, wayang, almari, aksesoris rumah tangga,

3 patung kayu, kotak perhiasan, gelang, kalung, dan sandal. Harga jual kerajinan batik kayu pada umumnya bervariasi dari harga ratusan hingga jutaan, selain dipasarkan didalam negeri kerajinan batik kayu juga sudah merambah kepasar mancanegara. Apikri adalah salah satu lembaga yang mempelopori gerakan perniagaan berkeadilan melalui penguatan perajin mikro di DIY. Tahun 1987 Apikri didirikan oleh 25 orang perajin kecil dan para aktivis sebagai pendampingnya, awalnya Apikri merupakan singkatan dari Asosiasi Pemasaran Industri Kerajinan Rakyat Indonesia. Tahun 1989 nama Apikri berubah menjadi Asosiasi Pengembangan Industri Kerajinan Rakyat Indonesia. Perubahan nama ini disebabkan karena problem usaha mikro kecil tidak hanya pemasaran, tetapi juga problem lain semisal produk dan keproduksian, mental kewirausahaan, permodalan. Tahun 1990 Apikri berubah lagi menjadi Yayasan Pengembangan Industri Kerajinan Rakyat Indonesia, yang kemudian dikenal dengan Yayasan Apikri. Kegiatan memfasilitasi pemasaran untuk usaha mikro kecil dilakukan oleh Apikri Inc, tempat meletakkan produk yang pertama diberi nama TPB APIKRI ( Tempat Pemasaran Bersama). Perubahan nama ini menunjukkan peningkatan dan kemajuan kegiatan Apikri yang signifikan. Yayasan Apikri didedikasikan sebagai organisasi perniagaan berkeadilan yang merupakan kombinasi antara pengembangan masyarakat

4 dan pengembangan pasar bagi usaha mikro. Keberadaan Yayasan Apikiri dilatari permasalahan kemiskinan kebanyakan masyarakat, khususnya pelaku usaha mikro, baik yang disebabkan dari dalam diri sendiri (kewirausahaan, marketing, produksi, modal, manajemen) maupun hambatan dari luar dirinya (kebijakan, iklim usaha). Yayasan Apikri memiliki Visi untuk memberdayakan komunitas pengrajin mikro kecil di Indonesia. Misi Yayasan Apikri untuk meningkatkan kemampuan bisnis bagi para perajin mikro, memfasilitasi penemuan pasar bagi pengrajin mikro, menguatkan keberadaan perajin mikro dalam dinamika perekonomian nasional. Strategi yang diterapkan Yayasan Apikri meliputi penguatan usaha mikro melalui pendekatan kultural terkait dengan peningkatan kapasitas dan kapabilitas penyelenggaraan usaha, penguatan daya dukung lingkungan hidup dan bahan baku bagi usaha mikro kecil dan berbagai bentuk kegiatan pengembangan masayarakat dan pengembangan pasar. Saat ini pemanfaataan layanan Yayasan Apikri secara langsung lebih dari 200 perajin mikro kecil di DIY, Jawa tengah ( Klaten, Wonogiri, Solo, Secang dan beberapa pengrajin tinggal di desa dan daerah pinggiran kota, disamping fasilitasi marketing, perajin juga memperoleh manfaat dari peningkatan kapasitas bisnnis, pengembangan design, informasi design, support keungan. Dalam pengembangan pemasaran dilakukan strategi praktis terkait penyelenggaraan usaha berupa meningkatkan kemampuan usaha mikro dalam menemukan dan menciptakan pasarnya sendiri, bentuk kegiatannya

5 berupa pendampingan bisnis, pelatihan dan konsultasi bisnis. Pengrajin batik kayu topeng yang telah bermitra dengan Yayasan Apikri berjumlah 24 pengrajin yang tercatat masih aktif di Kabupaten Bantul. Pada awalnya para pengrajin kayu ini memproduksi kerajinan saja tanpa tahu bagaimana memproduksi kerajinan dengan kualitas yang terstandar dan secara kontinyu, dan bagaimana mengelola atau mengembangkan usaha dari segi manajemen maupun dari permodalan, pemasaran atau kemana produk tersebut akan dipasarkan, dari sinilah muncul program Yayasan Apikri yang membimbing para pengrajin dalam hal peningkatan kemampuan, fasilitasi pasar, bantuan keuangan, pengembangan SDM, pengembangan dari segi desain produk dan teknologi. Dalam proses pembuatan produk para pengrajin tidak lepas dari bimbingan maupun binaan dari staf Yayasan Apikri agar produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik, motif yang menarik dan unik dengan harga jual yang tinggi. Orang orang yang ingin memulai usaha baru hendaknya memperhitungkan kebutuhan, dorongan dan aspirasi sebelum mengambil langkah langkah penting. Kebutuhan tersebut adalah hal yang akan membantu individu memutuskan apakah kepribadian mereka sesuai dengan kewirausahaan, identifikasi kebutuhan tersebut akan memberitahukan sesuatu mengenai dorongan motivasi yang mengarah pada perilaku dan aspirasi dalam hidup, dengan jenis pengertian ini mereka akan lebih siap untuk memutuskan apakah memulai bisnis sendiri akan menguntunhkan.

6 (Buchari, 2000). Motivasi merupakan dorongan, keinginan, hasrat dan tenaga penggerak bagi manusia untuk melaksanakan pekerjaannya. Menurut McClelland, motivasi wirausaha terdorong oleh kebutuhan untuk berprestasi, berafiliasi dan kebutuhan akan kekuasaan. B. Rumusan Masalah Pengrajin di Kabupaten Bantul rata rata adalah pengrajin dalam usaha skala kecil yang hanya mampu memproduksi kerajinan dalam jumlah sedikit karena terbatasnya pengetahuan dan wawasan tentang kerajinan, keterbatasan modal, sumberdaya manusia dan teknologi. Masyarakat Yogyakarta pada umumnya berprofesi sebagai petani. Adanya beberapa kesulitan atau hambatan yang dihadapi petani seperti petani tidak memilik lahan sendiri, dan petani yang memiliki lahan sendiri pada masa itu mengalami kesulitan pada pertanian, seperti tekstur tanah yang keras sehingga sulit untuk ditanami tanaman pertanian, sehingga petani kemudian beralih profesi menjadi pengrajin karena termotivasi oleh masyarakat sekitar, dan pada saat itu usaha kerajinan mulai berkembang dan memiliki potensi yang lebih besar karena meningkatnya minat konsumen terhadap kerajinan baik dari masyarakat lokal hingga kemancanegara. Meningkatnya minat konsumen terhadap kerajinan memberikan keuntungan tersendiri bagi pengrajin seperti konsumen memesan kerajinan dalam jumlah yang banyak, banyaknya pesanan atau produk yang bisa dijual oleh pengrajin dapat memberikan keuntungan dan dapat meningkatkan ekonomi pengrajin.

7 Yayasan Apikri memberikan pendampingan untuk meningkatkan kemampuan pengrajin mikro baik dari segi produksi, pemasaran, pelatihan, permodalan dan teknolgi, dengan adanya pendampingan tersebut diharapkan mampu meningkatkan kemampuan, pendapatan dan kesejahteraan pengrajin khususnya pengrajin batik kayu topeng di Kabupaten Bantul. Ketersediaan bahan baku kayu sebagai media utama untuk memproduksi kerajinan batik kayu topeng masih tergolong banyak dan mudah untuk didapatkan, Yogyakarta yang juga dikenal sebagai kota wisata budaya, dan berbagai macam jenis kesenian kerajinan yang biasanya dijual untuk bahan oleh oleh bagi wisatawan lokal maupun mancanegara. Selain ketersediaan bahan baku kayu, teknolgi yang mendukung dalam usaha kerajinan batik kayu juga telah tersedia dan permintaan pasar untuk kerajinan batik kayu dirasa masih belum tercukupi. Hal tersebut akan menjadi peluang bisnis yang potensial bagi pengrajin. Pemanfaatan bahan baku kayu yang masih mudah untuk didapatkan tersebut mengidentifikasikan adanya motivasi yang mendorong pengrajin untuk mengembangkan usaha kerajinan batik kayu. Berdasarkan permasalahan yang dihadapi pengrajin perlu untuk diteliti bagaimana profil pengrajin batik kayu topeng di Kabupaten Bantul, bagaimana persepsi pengrajin terhadap model pendampingan yang diterapkan Yayasan Apikri kepada pengrajin batik kayu topeng di Kabupaten Bantul dan berapakah keuntungan yang diperoleh pengrajin batik kayu topeng di Kabupaten Bantul?

8 C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui profil pengrajin batik kayu topeng dampingan Yayasan Apikri di Kabupaten Bantul. 2. Mengetahui persepsi pengrajin terhadap model pendampingan Yayasan Apikri untuk pengembangan usaha mikro kerajinan batik kayu topeng di Kabupaten Bantul. 3. Mengetahui motivasi wirausaha pengrajin batik kayu topeng di Kabupaten Bantul. 4. Mengetahui keuntungan kerajinan batik kayu topeng dampingan Yayasan Apikri di Kabupaten Bantul. D. Kegunaan Penelitian 1. Bagi peneliti : Penelitian ini berguna untuk mendapatkan informasi atau data mengenai persepsi pengrajin terhadap model pendampingan Yayasan Apikri untuk pengembangan usaha mikro pengrajin batik kayu topeng di Kabupaten Bantul. 2. Bagi Yayasan Apikri : Sebagai bahan evaluasi apakah model pendampingan yang diterapkan sudah efektif untuk mengembangan usaha mikro kerajinan batik kayu di Kabupaten Bantul. 3. Bagi Pengrajin : Sebagai bahan pertimbangan untuk bergabung dengan Yayasan Apikri dengan tujuan untuk menambah wawasan, pengetahuan dan untuk mengembangkan usaha atau bisnis yang ditekuni.