EVALUASI IMPLEMENTASI RIGID PAVEMENT JALAN KABUPATEN DEMAK DAN INDRAMAYU

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkerasan kaku (rigid pavement) atau perkerasan beton semen adalah perkerasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. cara membandingkan hasil perhitungan manual dengan hasil perhitungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) PADA PROYEK PELEBARAN GERBANG TOL BELMERA RUAS TANJUNG MULIA DAN BANDAR SELAMAT-MEDAN LAPORAN

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. dalam perencanaan jalan, perlu dipertimbangkan beberapa faktor yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. : 1 jalur, 2 arah, 2 lajur, tak terbagi

Gambar Distribusi Pembebanan Pada Perkerasan Kaku dan Perkerasan Lentur

BAB II STUDI PUSTAKA. sarana perhubungan untuk distribusi barang dan jasa. Sistem jaringan ini diatur

ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA

Analisis Desain Perkerasan Kaku Berdasarkan AASHTO Rigid Pavement ARI SURYAWAN (hal. 213)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perkerasan kaku Beton semen

RANCANGAN RIGID PAVEMENT UNTUK OVERLAY JALAN DENGAN METODE BETON MENERUS DENGAN TULANGAN

KOMPARASI HASIL PERENCANAAN RIGID PAVEMENT MENGGUNAKAN METODE AASHTO '93 DAN METODE Pd T PADA RUAS JALAN W. J. LALAMENTIK KOTA KUPANG

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN RAYA RIGID PAVEMENT (PERKERASAN KAKU)

Perencanaan perkerasan jalan beton semen

SEMINAR NASIONAL HAKI Tiara Convention Hall, Medan Mei 2014

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN KAKU PADA RUAS JALAN LINGKAR MAJALAYA MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA 2002

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

Studi Penanganan Ruas Jalan Bulu Batas Kota Tuban Provinsi Jawa Timur Menggunakan Data FWD dan Data Mata Garuda

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. Data yang digunakan untuk analisa tugas akhir ini diperoleh dari PT. Wijaya

BAB 3 METODOLOGI. a. Peninjauan pustaka yang akan digunakan sebagai acuan penulisan dan

PERENCANAAN JALAN DENGAN PERKERASAN KAKU MENGGUNAKAN METODE ANALISA KOMPONEN BINA MARGA (STUDI KASUS : KABUPATEN LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG)

PERENCANAAN JALAN RING ROAD BARAT PEREMPATAN CILACAP DENGAN MENGGUNAKAN BETON

ANALISA PERHITUNGAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN KAKU DENGAN METODE SNI Pd T PADA PROYEK PELEBARAN JALAN BATAS KOTA MEDAN TEMBUNG LUBUK PAKAM

Pd T Perencanaan perkerasan jalan beton semen

Studi Pengaruh Pengurangan Tebal Perkerasan Kaku Terhadap Umur Rencana Menggunakan Metode AASHTO 1993

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PERENCANAAN START

PERBANDINGAN PERENCANAAN PERKERASAN KAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODE

BAB IV ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN BETON. genangan air laut karena pasang dengan ketinggian sekitar 30 cm. Hal ini mungkin

4.3 URAIAN MATERI III : KARAKTERISTIK MATERIAL BETON PERKERASAN KAKU ( RIGIT PAVEMENT) JALAN

ANALISIS PERHITUNGAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK JALAN TOL MEDAN-KUALANAMU KABUPATEN DELI SERDANG LAPORAN

Bina Marga dalam SKBI : dan Pavement Design (A Guide. lalu-lintas rencana lebih dari satu juta sumbu kendaraan niaga.

PERENCANAAN ULANG JALAN TOL KERTOSONO MOJOKERTO STA , DENGAN MENGGUNAKAN PERKERASAN KAKU

PENERAPAN SPESIFIKASI TEKNIK UNTUK PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN BETON. Disampaikan dalam Pelatihan : Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab V Analisa Data. Analisis Kumulatif ESAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hobbs (1995), ukuran dasar yang sering digunakan untuk

Bab III Metodologi Penelitian

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT. Oleh : Dwi Sri Wiyanti

Evaluasi Struktural Perkerasan Kaku Menggunakan Metoda AASHTO 1993 dan Metoda AUSTROADS 2011 Studi Kasus : Jalan Cakung-Cilincing

ANALISA TEBAL PERKERASAN KAKU BERDASARKAN METODE BINA MARGA DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM VISUAL BASIC SKRIPSI

PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN PENERAPAN SISTEM JALAN PRACETAK SpRigWP. PT. WASKITA BETON PRECAST, Tbk. Tangerang 17 Mei 2017 Didit Oemar Prihadi

Dwi Sulistyo 1 Jenni Kusumaningrum 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH NILAI CBR TANAH DASAR DAN MUTU BETON TERHADAP TEBAL PELAT PERKERASAN KAKU METODE BINA MARGA

PERBANDINGAN HASIL PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN TIPE PERKERASAN KAKU ANTARA METODE AASHTO 1993 DENGAN METODE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI F DAN Pt T B

Studi Perencanaan Tebal Lapis Tambah Di Atas Perkerasan Kaku

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan

Perencanaan Ulang Jalan Raya MERR II C Menggunakan Perkerasan Kaku STA Kota Surabaya Provinsi Jawa Timur

BAB 3 Bab 3 METODOLOGI PENELITIAN

2.4.5 Tanah Dasar Lapisan Pondasi Bawah Bahu Kekuatan Beton Penentuan Besaran Rencana Umur R

1. PENDAHULUAN. Jalan memiliki syarat umum yaitu dari segi konstruksi harus kuat, awet dan kedap. Supardi 1)

Abstrak BAB I PENDAHULUAN

ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN

DESKRIPSI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE AASHTO

BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PERKERASAN BETON

Parameter perhitungan

PENGARUH BEBAN BERLEBIH TERHADAP TEBAL PERKERASAN KAKU METODE DEPKIMPRASWIL 2003

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. Dimensi, berat kendaraan, dan beban yang dimuat akan menimbulkan. dalam konfigurasi beban sumbu seperti gambar 3.

PERENCANAAN TEBAL LAPIS PERKERASAN KAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA 2003 DAN METODE BEAM ON ELASTIC FOUNDATION

BAB 1 PENDAHULUAN. sehingga memberikan kenyamanan kepada pengemudi selama masa pelayanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN. A. Perumusan Masalah

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau jalan rel atau jalan bagi pejalan kaki.(

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

KOMPUTERISASI PENENTUAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE AASHTO 1993

BAB I PENDAHULUAN. terjamin kekuatan dan ketebalannya sehingga tidak akan mengalami distress yaitu

BAB I PENDAHULUAN. satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana

A. LAPISAN PERKERASAN LENTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LAHAN PENUMPUKAN CONTAINER DI PT. KBN MARUNDA

PERBANDINGAN KONSTRUKSI PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK PEMBANGUNAN PASURUAN- PILANG KABUPATEN PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

1 FERRY ANDRI, 2 EDUARDI PRAHARA

LAPISAN STRUKTUR PERKERASAN JALAN

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kelebihan dari konstruksi perkerasan kaku adalah sifat kekakuannya yang. sementara kelemahan dalam menahan beban

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2011 Dengan Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

TINJAUAN KUAT TEKAN, KUAT TARIK BELAH DAN KUAT LENTUR BETON MENGGUNAKAN TRAS JATIYOSO SEBAGAI PENGGANTI PASIR UNTUK PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT)

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

EVALUASI IMPLEMENTASI RIGID PAVEMENT JALAN KABUPATEN DEMAK DAN INDRAMAYU

OUTLINE PENDAHULUAN GAMBARAN UMUM KABUPATEN TINJAUAN KONSEPTUAL IMPLEMENTASI RIGID PAVEMENT DI KABUPATEN DEMAK DAN INDRAMAYU ANALISIS IMPLEMENTASI RIGID PAVEMENT KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

EVALUASI IMPLEMENTASI RIGID PAVEMENT JALAN KABUPATEN DEMAK DAN INDRAMAYU PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG Dalam beberapa tahun terakhir banyak Pemda TK II menerapkan kebijakan betonisasi pada jalan kabupaten dengan harapan dapat menyelesaikan masalah kerusakan jalan aspal. Pemerintah Pusat (Ditjen Bina Marga) memandang bahwa kebijakan tersebut kurang tepat (over design) untuk kondisi jalan kabupaten sehingga dipandang perlu untuk melakukan evaluasi terhadap implementasinya.

MAKSUD DAN TUJUAN Maksud : Melakukan evaluasi terhadap implementasi Rigid Pavement jalan Kab. Demak dan Indramayu dalam rangka pembinaan teknis dan manajemen penyelenggaraan jalan Kabupaten. Tujuan : Menyusun rekomendasi Implementasi Rigid Pavement jalan Kab menurut tatalaksana yang baik melalui tahapan : Penentuan kebijakan awal, Perencanaan, Perancangan, Pelaksanaan dan Pemeliharaan

RUANG LINGKUP Mengumpulkan data implementasi Rigid Pavement di kabupaten Indramayu dan kabupaten Demak Melakukan Analisis dan Evaluasi Menyusun rekomendasi

METODOLOGI Pengumpulan Data Data Primer Data sekunder Nara sumber Kabupaten Demak dan Indramayu Bahan Evaluasi Implementasi Rigid Pavement di KabupatenDemak dan Indramayu NSPM Pembahasan/Diskusi Awal Direktorat Bina Pelaksanaan Wilayah 2 Draft Hasil Evaluasi Implementasi Rigid Pavement di Kabupaten Demak dan Indramayu Diskusi panel Bersama narasumber dan para pakar Rekomendasi Tatalaksana Implementasi Rigid Pavement pada jalan kabupaten

EVALUASI IMPLEMENTASI RIGID PAVEMENT JALAN KABUPATEN DEMAK DAN INDRAMAYU GAMBARAN UMUM KABUPATEN

KABUPATEN DEMAK (1) Juml. Pend. 1.063.768 (2010) Kepadatan 1.185jiwa/ km2 TG lahan : sawah 56.71% : pkrgn 12. 82% : hutan 2.44% : tambak 7.86% : tegalan 15.07% : lainnya 5% Panjang Jalan Kab. 426.5 km Perkerasan Aspal = 164.5 km Perkerasan Beton = 145.5 km Jalan Krikil = 97.4 km Jalan Tanah = 19,0 km Panjang Jalan Prov. 43 km Kelas Jalan III C

KABUPATEN DEMAK (2) KONDISI JALAN KABUPATEN DEMAK Kriteria 2004 2005 2010 Baik 150.125 73.240 210.95 (49.46%) Sedang 115.525 180.735 99.09 (23.23%) Rusak 101.430 137.885 97.42 (22.84%) Rusak Berat 59.43 34.650 19(4.45%) Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Demak, 2012

KABUPATEN DEMAK (3)

KABUPATEN INDRAMAYU (1) Juml. Pend. 1.744.897 (2009) Kepadatan 855.jiwa/km2 TG lahan : sawah 57.94% : pkrgn 10.5% : hutan 9.41% : tambak 4.28% : tegalan 4.6% : lainnya 13.09% Panjang Jalan Kab. 811.993 km Perk. Aspal Lapen = 327.537 km Perk. Aspal Hotmix = 424.379 km Perke. Beton = 29.102 km Jalan Krikil = 30.955 km Panjang Jalan Prov. 105.680 km Panjang Jalan Nas. 108.150 km Kelas Jalan III C

KABUPATEN INDRAMAYU (2) KONDISI JALAN KABUPATEN INDRAMAYU Kriteria 2004 2005 2010 Baik - - 396.701 (48.8%) Sedang - - 210.362 (25.90%) Rusak - - 168.625 (20.76%) Rusak Berat - - 36.285 (4.46%) Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Indramayu, 2012

KABUPATEN INDRAMAYU (3)

EVALUASI IMPLEMENTASI RIGID PAVEMENT JALAN KABUPATEN DEMAK DAN INDRAMAYU TINJAUAN KONSEPTUAL

TINJAUAN KONSEPTUAL PENGEMBANGAN KONSEP PENGELOLAAN JALAN PENGATURAN PENGELOLAAN JALAN PENGERTIAN UMUM PERKERASAN KRITERIA PEMILIHAN JENIS PERKERASAN PENGERTIAN DAN JENIS PERKERASAN KAKU METODE PERANCANGAN PERKERASAN KAKU PERENCANAAN PENULANGAN KRITERIA PERENCANAAN LAPIS TAMBAH KERUSAKAN PERKERASAN KAKU KONSEP PEMELIHARAAN PERKERASAN KAKU PENYELIDIKAN EVALUASI LAPANGAN TAHAPAN IMPLEMENTASI PERKERASAN KAKU

PENGEMBANGAN KONSEP PENGELOLAAN JALAN

PENGEMBANGAN KONSEP PENGELOLAAN JALAN (1) KETERKAITAN ANTARA RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) DAN SISTEM TRANSPORTASI Rencana Tata Ruang Nasional (RTRWN) Sistem Transportasi Nasional (Sistranas) Jaringan Transportasi Nasional Rencana Tata Ruang Wilayah (Pulau/Propinsi/Kawasan) Sistem Transportasi Wilayah (Pulau/Propinsi/Kawasan) Jaringan Transportasi Wilayah (Pulau/Propinsi/Kawasan) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota Sistem Transportasi Wilayah Kabupaten/Kota Jaringan Transportasi Kabupaten/kota

PENGEMBANGAN KONSEP PENGELOLAAN JALAN (2) KONSEP HIRARKI JALAN Setiap hirarki jalan saling terkait satu sama lain dan memiliki fungsinya masingmasing, namun jika ada satu bagian yang terputus maka sistem jaringan tidak akan berfungsi dengan baik

PENGEMBANGAN KONSEP PENGELOLAAN JALAN (3) KONSEP PENGEMBANGAN JALAN Peningkatan Kuantitas Pembangunan Jalan Baru Konsep Pengembangan Jalan Penyesuaian Operasi Jalan (Lebar Jalan) dengan Fungsi (Hirarki) Jalan Peningkatan Kualitas Peningkatan Struktural Peningkatan Operasi Jalan

PENGEMBANGAN KONSEP PENGELOLAAN JALAN (4) STRATEGI PENINGKATAN KUANTITAS Jaringan transportasi dibagi menjadi beberapa fungsi. Arteri berfungsi mobilitas antar wilayah, kolektor berfungsi mobilitas regional dan lokal berfungsi membuka aksesibilitas. Masingmasing memiliki syarat lebar minimal. Jaringan Arteri dilarang mempunyai akses dengan tata ruang karena berfungsi mobilitas penuh menghantarkan pergerakan antar wilayah Jaringan Kolektor mempunyai akses terbatas dengan tata ruang dan berfungsi menghantarkan pergerakan di dalam wilayah ke jaringan arteri Lokal mempunyai akses besar dengan tata ruang

PENGEMBANGAN KONSEP PENGELOLAAN JALAN (5) Struktural STRATEGI PENINGKATAN KUALITAS PEMILIHARAAN BERKALA 4,5 < IRI < 8 RUSAK RINGAN 8 < IRI < 12 RUSAK BERAT 12 < IRI Po PENINGKATAN Pt BATAS KONTRUKSI JALAN LINTASAN IDEAL BATAS KRITIS Iri < 4,5 Pemeliharaan Rutin Iri < 4,5 Pemeliharaan Rutin Iri < 4,5 Pemeliharaan Rutin JIKA TANPA PROGRAM PENINGKATAN JALAN BATAS MASA PELAYANAN TIDAK MAMPU LAGI MELAYANI LOS YANG ADA Keterangan: Po : Service Ability Indeks Awal (PHO) Pt : Service Ability Indeks Akhir (Batas Umur Pelayanan) Nilai Po dan Pt tergantung pada klasifikasi Jalan (N, P, K) dan LHR Indikator: IRI dan SDI Fungsional Indikator: Kecepatan

PENGEMBANGAN KONSEP PENGELOLAAN JALAN (6) Persyaratan Jalan Menurut : PP No. 34 Tahun 2006 URAIAN SISJAR JLN KECEPATAN RENCANA (km/jam) PRIMER SEKUNDER ARTERI KOLEKTOR LOKAL LINGK ARTERI KOLEKTOR LOKAL LINGK 60 40 20 15 30 20 10 10 LEBAR BADAN JLN (M) 11 9 7.5 6.5 11 9 6.5/3.5 6.5/3.5 TINGGI RUANG BEBAS (M) 5 5 5-5 5 - - KEDALAMAN RUANG BEBAS (M) 1.5 1.5 - - 1.5 1.5 - - BATAS LUAR RUAS JA DIHITUNG DARI TEPI BADAN JALAN (M) 15 10 7 5 15 5 3 2 Sumber: PP No. 34 Tahun 2006

PENGEMBANGAN KONSEP PENGELOLAAN JALAN (8) SPESIFIKASI PRASARANA JALAN Jenis prasarana jln 1. Pengendalian jalan masuk Bebas hambatan Jalan raya Jalan sedang Jalan kecil (street) (free way) (high way) (road) Penuh Dibatasi Tak dibatasi Tak ada 2. Persimpangan Tidak ada Ada Ada Ada sebidang 3. Jumlah lajur Min 2/arah Min 2/arah Min 1/arah Min 1/arah 4. Lebar lajur 3.5 m 3.5 m 3.5 m 2.75 m 5. Median Ada Ada Tidak ada Tidak ada 6. Pagar Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Sumber: PP No. 34 Tahun 2006

STANDAR PELAYANAN MINIMUM JALAN(1) Keselamatan Setiap Ruas Jalan Sumber : PM PU No.. 14/PRT/M/2010

STANDAR PELAYANAN MINIMUM JALAN(2) Kondisi kerataan permukaan jalan dan kecepatan rencana lalu lintas Sumber : PM PU No.. 14/PRT/M/2010

PENGATURAN PENGELOLAAN JALAN

PENGATURAN PENGELOLAAN JALAN (1) Pengaturan Pengelolaan Jalan Dalam pasal 9 UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan disampaikan pengelompokan jalan (umum, di luar jalan khusus) menurut status yang terdiri dari jalan nasional, jalan propinsi, jalan kabupaten, jalan kota, jalan desa. TINGKATAN KEWENANGAN LINGKUP KEWENANGAN FUNGSI & STATUS JALAN Pemerintah (Pusat) Penyelenggaraan Jalan secara Umum Penyelenggaraan Jalan Nasional Pengaturan (TUR) Pembinaan (BIN) Pembangunan (BANG) Pengawasan (WAS) Penetapan fungsi jalan arteri primer dan kolektor primer yang menghubungkan ibukota provinsi (Kepmen PU) Kepmen Kimpraswil No: 375/KPTS/ M/2004 Penetapan status jalan Nasional (Kepmen PU) Kepmen Kimpraswil No: 376/KPTS/ M/2004 Pemerintah Provinsi Penyelenggaraan Jalan Provinsi Pengaturan (TUR) Pembinaan (BIN) Pembangunan (BANG) Pengawasan (WAS) Penetapan fungsi jalan sekunder dan jalan primer selain yang menghubungkan ibukota provinsi (Keputusan Gubernur) Penetapan status jalan Provinsi (Keputusan Gubernur) Pemerintah Penyelenggaraan Pengaturan (TUR) Kab/Kota Jalan Kab/Kota Penetapan status jalan Kab/Kota Pembinaan (BIN) (Keputusan Bupati/Walikota) Pembangunan (BANG) Pengawasan (WAS) Konteks Penetapan Fungsi dan Status Jalan Sesuai dengan Perundangan Sumber: Pasal 61 dan 62 PP No. 34 Tahun 2006

PENGATURAN PENGELOLAAN JALAN (2) Fungsi dan Status Jalan serta Keputusan Penetapannya

PENGERTIAN UMUM PERKERASAN

PERKERASAN (PAVEMENT) Perkerasan didefinisikan sebagai lapisan yang relatif stabil yang dibangun di atas tanah asli atau tanah dasar yang berfungsi untuk menahan dan mendistribusikan beban kendaraan serta sebagai lapisan penutup permukaan. Jadi perkerasan dibangun karena permukaan tanah dasar tidak mampu menahan beban kendaraan diatasnya.

TIPE PERKERASAN JALAN Perkerasan lentur, yaitu suatu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat terhadap material lainnya dan cenderung bersifat lentur karena aspal yang berfungsi sebagai pengikatnya bersifat elastis. Perkerasan kaku, yaitu suatu perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan pengikat terhadap material lainnya dan cenderung bersifat kaku karena memiliki modulus elastisitas yang sangat tinggi. Perkerasan komposit, yaitu suatu perkerasan yang merupakan gabungan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku. Tipe ini jarang sekali digunakan pada pendesainan awal tetapi biasa digunakan pada rehabilitasi suatu perkerasan jalan.

PERBANDINGAN ANTARA PERKERASAN LENTUR DAN KAKU No Item Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku 1 Umur Rencana (masa layan) Umur rencana efektif 5 sampai 10 tahun. Perlu Umur rencana dapat mencapai 20 sampai 30 beberapa tahap pembangunan masa layan seperti tahun dalam satu kali konstruksi perkerasan kaku 2 Lendutan Cenderung untuk melendut Lendutan jarang terjadi 3 Perilaku thd overloading Perkerasan lentur lebih sensitif pada overloading dibandingkan perkerasan kaku. Sensitivitas ini dikaitkan dengan perilaku terhadap lendutan 4 Kebisingan dan Vibrasi Perkerasan lentur memiliki tingkat kebisingan dan vibrasi yang lebih rendah dibandingkan perkerasan kaku 5 Pantulan cahaya Perkerasan lentur mempunyai daya pantul terhadap cahaya lebih lemah dibandingkan perkerasan kaku 6 Bentuk permukaan Permukaan perkerasan lentur lebih halus sehingga terasa lebih nyaman untuk berkendaraan 7 Proses Konstruksi Relatif lebih mudah dan cepat. Dengan teknologi campuran waktu yang diperlukan dari mulai penghamparan sampai dibuka untuk lalu lintas hanya membutuhkan waktu sekitar 2 jam saja. Dengan teknologi bahan aditif untuk beton maka proses pematangan beton dapat dipercepat antara satu sampai dua hari, tetapi beton yang terlalu cepat matang cenderung untuk menjadi retak. 8 Perawatan Memerlukan perawatan rutin tetapi relatif lebih mudah Tidak perlu perawatan rutin, tetapi perbaikan kerusakan relatif lebih sulit 9 Biaya konstruksi dan perawatan Dikaitkan dengan proses konstruksi maka biaya awal perkerasan lentur lebih murah tetapi perlu ada perawatan rutin tahunan atau lima tahunan Biaya awal relatif lebih mahal tetapi relatif tidak memerlukan perawatan rutin, untuk masa umur yang sama 10 Karakteristik pembebanan Beban didistribusikan secara berjenjang dan bertahap sampai tanah dasar. 11 Karaktersitik material Material utama adalah agregat, aspal dan filler (jika diperlukan). Sangat sensitif terhadap air. Dengan nilai kekakuan yang tinggi, maka seluruh beban diterima oleh struktur Material utama adalah agregat, semen dan filler (jika diperlukan). Air dapat membantu proses pematangan beton

KRITERIA PEMILIHAN JENIS PERKERASAN

Kriteria Pemilihan Jenis Perkerasan (1) Pemilihan tipe perkerasan harus mempertimbangkan beberapa faktor seperti lalu lintas, karakteristik tanah, cuaca, material, pertimbangan konstruksi, pemeliharaan, dan lingkungan.

Kriteria Pemilihan Jenis Perkerasan (2) Faktor Utama : - Lalu lintas - Karakteristik tanah - Cuaca - Pertimbangan konstruksi - Daur ulang - Perbandingan biaya

Kriteria Pemilihan Jenis Perkerasan (3) Faktor Sekunder : - Kinerja perkerasan yang serupa di lokasi - Kesamaan perkerasan dengan yang sudah ada - Konservasi material dan energi - Ketersediaan material lokal atau kemampuan kontraktor - Keamanan lalu lintas - Gabungan dari rencana-rencana percobaan - Mendorong untuk persaingan - Keinginan pemerintah, keikutsertaan pemerintah daerah dan penggunaan industri lokal

PENGERTIAN DAN JENIS PERKERASAN KAKU

PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT)

LAPISAN-LAPISAN DARI KONSTRUKSI PERKERASAN KAKU Tanah Dasar Daya dukung tanah dalam perkerasan kaku dinyatakan dalam Modulus Reaksi Tanah (k) yang didapatkan dari pengujian Plate Bearing Test. Nilai k, dengan pendekatan tertentu dapat juga ditentukan oleh nilai CBR. Lapis Pondasi Bawah Lapisan ini berfungsi sebagai pengendali pengaruh kembang susut tanah dasar; mencecah intrusi dan pemompaan pada sambungan, retakan dan tepi pelat; memberi dukungan yang mantap dan seragam pada pelat; serta sebagai perkerasan jalan selama masa konstruksi. Lapis Perkerasan Beton Secara teoritis kuat lentur beton dapat juga dihitung dari kuat tekan beton (σ bk ), yaitu : dimana : MR = Modulus Ratak atau Kuat Lentur (kg/cm2) σ bk = Kuat Tekan Beton pada umur 28 hari (kg/cm2) Nilai minimum MR sebaiknya digunakan minimum 40 kg/cm2. Untuk kondisi tertentu dapat digunakan sampai 30 kg/cm2.

Perkerasan Kaku Prasyarat Khusus Rigid Pavement (SNI Pd T-14-2003): - Tebal Minimum slab beton 15 cm dan lean Concrete 10 cm. - Sistem pelapisan terdiri atas tanah dasar, lapisan pondasi bawah, dan lapisan beton.

JENIS-JENIS PERKERASAN KAKU (1) Perkerasan beton bersambung tanpa tulangan (Jointed Unreinforced/Plian Concrete Pavement) Jenis perkerasan beton semen yang dibuat tanpa tulangan dengan ukuran pelat mendekati bujur sangkar, dimana panjang dari pelatnya dibatasi oleh adanya sambungan-sambungan melintang. Panjang pelat dari jenis perkerasan ini berkisar antara 4-5 meter. (SNI Pd T-14-2003) Sumber: AASHTO 1993

JENIS-JENIS PERKERASAN KAKU (2) Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan (Jointed Reinforced Concrete Pavement) Jenis perkerasan beton yang dibuat dengan tulangan, yang ukuran pelatnya berbentuk empat persegi panjang, dimana panjang dari pelatnya dibatasi oleh adanya sambungansambungan melintang. Panjang pelat dari jenis perkerasan ini berkisar antara 8-15 meter. (SNI Pd T-14-2003) Sumber: AASHTO 1993

JENIS-JENIS PERKERASAN KAKU (3) Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan (Continuously Reinforced Concrete Pavement) Jenis perkerasan beton yang dibuat dengan tulangan dan dengan panjang pelat yang menerus yang hanya dibatasi oleh adanya sambungan-sambungan muai melintang. Panjang pelat dari jenis perkerasan ini lebih besar dari 75 meter. (SNI Pd T-14-2003) Sumber: AASHTO 1993

JENIS-JENIS PERKERASAN KAKU (4) Perkerasan beton semen pra-tegang (prestressed concrete pavement) Jenis perkerasan beton menerus, tanpa tulangan yang menggunakan kabel-kabel pratekan guna mengurangi pengaruh susut, muai dan lenting akibat perubahan temperatur dan kelembaban. (SNI Pd T-14-2003) Sumber: AASHTO 1993

METODE PERENCANAAN PERKERASAN KAKU

METODA-METODA PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN KAKU AASHTO 1993 Guide for Design of Pavement Structures SNI Pd T-14-2003 Perencanaan Perkerasan Beton Semen (mengadopsi dari Austraroads 2000) Road Note 29 A Guide to the Structural Design of Pavements for New Roads

METODE AASHTO 1993

AASHTO 1993 Guide for Design of Pavement Structures (1)

AASHTO 1993 Guide for Design of Pavement Structures (2) Parameter - parameter persamaan penentuan tebal pelat beton : Umur Rencana Umur rencana adalah periode waktu analisis struktur perkerasan, jadi umur rencana dapat sama atau lebih besar dari umur kinerja jalan. AASHTO 1993 memberikan rekomendasi batasan umur rencana menurut kondisi jalan

AASHTO 1993 Guide for Design of Pavement Structures (3) Parameter - parameter persamaan penentuan tebal pelat beton : Lalu lintas Dalam prosedur desain AASHTO 1993, struktur perkerasan didesain terhadap volume lalu lintas rencana kumulatif selama umur rencana yang dikonversi menjadi repetisi beban sumbu standar 18 kips rencana dengan menggunakan faktor ESAL (Equivalent Single Axle Load).

AASHTO 1993 Guide for Design of Pavement Structures (4) Parameter - parameter persamaan penentuan tebal pelat beton : Reliabilitas Penetapan nilai Reliabilitas menurut AASHTO merupakan tingkat kehandalan desain untuk mengatasi, mengakomodasi kemungkinan melesetnya besaran-besaran desain yang dipakai.

AASHTO 1993 Guide for Design of Pavement Structures (5) Parameter - parameter persamaan penentuan tebal pelat beton : Kinerja Jalan (Serviceability) Untuk perkerasan kaku, AASHTO 1993 merekomendasikan nilai p o sebesar 4,5. Sedangkan untuk nilai p t direkomendasikan sebesar 2,5 atau lebih untuk jalan mayor, dan sebesar 2,0 untuk jalan dengan volume lalu lintas rendah.

AASHTO 1993 Guide for Design of Pavement Structures (6) Parameter - parameter persamaan penentuan tebal pelat beton : Modulus elastisitas beton Modulus reaksi tanah dasar (k) digunakan untuk mengestimasi dukungan pelat beton semen oleh lapisan dibawahnya. Umumnya, k efektif (k eff ) dihitung yang mencerminkan kontribusi tanah dasar, lapis pondasi dan pondasi bawah dan juga hilangnya dukungan yang muncul akibat erosi dan stripping lapis bawah dan tanah dasar. Untuk menentukan nilai modulus reaksi tanah dasar efektif tergantung dari kondisi struktur perkerasan, yakni penggunaan lapisan pondasi bawah (subbase) dan kondisi kedalaman pondasi kaku.

AASHTO 1993 Guide for Design of Pavement Structures (7) Parameter - parameter persamaan penentuan tebal pelat beton : Modulus reaksi tanah dasar dasar efektif (k eff ) Modulus elastisitas beton dapat ditentukan berdasarkan kuat tekan beton yang terdapat dalam persamaan: dimana: E c = Modulus elastisitas beton (psi). f c = Kuat tekan beton (psi). Kuat tekan beton f c ditetapkan sesuai pada spesifikasi pekerjaan. Jika data kekuatan tekan beton tidak ada (atau tidak dapat diasumsikan), maka asumsikan Ec = 27.500 MPa yang kuat tekannya 31,5 MPa.

AASHTO 1993 Guide for Design of Pavement Structures (8) Parameter - parameter persamaan penentuan tebal pelat beton : Kuat lentur tarik beton (S c ) Kuat lentur tarik beton yang diminta dalam desain adalah nilai rata-rata dari hasil uji pada hari ke-28 third point loading.

AASHTO 1993 Guide for Design of Pavement Structures (9) Parameter - parameter persamaan penentuan tebal pelat beton : Drainage coefficient Sistem drainase jalan sangat mempengaruhi kinerja jalan. Kualitas drainase jalan ditentukan dari parameter tingkat kecepatan pengeringan air yang jatuh pada konstruksi jalan.

AASHTO 1993 Guide for Design of Pavement Structures (10) Parameter - parameter persamaan penentuan tebal pelat beton : Drainage coefficient Persentase struktur perkerasan dalam satu tahun terkena air dapat dilakukan pendekatan dengan asumsi sebagai berikut: dengan: P heff = Persen hari efektif hujan dalam setahun yang akan berpengaruh terkenanya perkerasan (%). T jam = Rata-rata hujan per hari (jam). T hari = Rata-rata jumlah hari hujan per tahun (hari). W L = Faktor air hujan yang akan masuk ke pondasi jalan (%).

AASHTO 1993 Guide for Design of Pavement Structures (11) Parameter - parameter persamaan penentuan tebal pelat beton : Load transfer coefficient Koefisien penyaluran beban (J) adalah faktor untuk menunjukkan kemampuan struktur perkerasan kaku dalam menyalurkan beban melewati sambungan atau retak.

METODE SNI Pd T-14-2003

SNI Pd T-14-2003 Perencanaan Perkerasan Beton Semen (1)

SNI Pd T-14-2003 Perencanaan Perkerasan Beton Semen (2) Prosedur perencanaan perkerasan beton semen didasarkan atas dua model kerusakan yaitu: Retak fatik (lelah) tarik lentur pada pelat. Erosi pada pondasi bawah atau tanah dasar yang diakibatkan oleh lendutan berulang pada sambungan dan tempat retak yang direncanakan. Data lalu-lintas yang diperlukan adalah jenis sumbu dan distribusi beban serta jumlah repetisi masing-masing jenis sumbu/kombinasi beban yang diperkirakan selama umur rencana. Tebal pelat taksiran dipilih dan total fatik serta kerusakan erosi dihitung berdasarkan komposisi lalu-lintas selama umur rencana. Jika kerusakan fatik atau erosi lebih dari 100%, tebal taksiran dinaikan dan proses perencanaan diulangi. Tebal rencana adalah tebal taksiran yang paling kecil yang mempunyai total fatik dan atau total kerusakan erosi lebih kecil atau sama dengan 100%. Prosedur ini mempertimbangkan ada tidaknya ruji pada sambungan atau bahu beton. Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan dianggap sebagai perkerasan bersambung yang dipasang ruji.

SNI Pd T-14-2003 Perencanaan Perkerasan Beton Semen (3) Terdapat beberapa parameter perencanaan untuk perencanaan tebal perkerasan kaku dengan Metode Bina Marga 1983, yaitu: Lajur rencana dan koefisien distribusi Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya yang menampung lalu-lintas kendaraan niaga terbesar.

SNI Pd T-14-2003 Perencanaan Perkerasan Beton Semen (4) Terdapat beberapa parameter perencanaan untuk perencanaan tebal perkerasan kaku dengan Metode Bina Marga 1983, yaitu: Umur Rencana Umumnya perkerasan beton semen dapat direncanakan dengan umur rencana (UR) 20 tahun sampai 40 tahun.

SNI Pd T-14-2003 Perencanaan Perkerasan Beton Semen (5) Terdapat beberapa parameter perencanaan untuk perencanaan tebal perkerasan kaku dengan Metode Bina Marga 1983, yaitu: Lalu Lintas Rencana Jumlah sumbu kendaraan niaga selama umur rencana dihitung dengan rumus berikut : JSKN = JSKNH x 365 x R x C dengan: JSKN : Jumlah total sumbu kendaraan niaga selama umur rencana. JSKNH : Jumlah total sumbu kendaraan niaga per hari pada saat jalan dibuka. R : Faktor pertumbuhan kumulatif yang besarnya tergantung dari pertumbuhan lalu lintas tahunan dan umur rencana. C : Koefisien distribusi kendaraan

SNI Pd T-14-2003 Perencanaan Perkerasan Beton Semen (6) Terdapat beberapa parameter perencanaan untuk perencanaan tebal perkerasan kaku dengan Metode Bina Marga 1983, yaitu: Lalu Lintas Rencana Pada penentuan beban rencana, beban sumbu dikalikan dengan faktor keamanan beban (F KB ).

SNI Pd T-14-2003 Perencanaan Perkerasan Beton Semen (7) Terdapat beberapa parameter perencanaan untuk perencanaan tebal perkerasan kaku dengan Metode Bina Marga 1983, yaitu: Kekuatan Tanah Dasar Dengan atau Tanpa Lapis Pondasi Bawah Daya dukung tanah dasar ditentukan dengan pengujian CBR insitu sesuai dengan SNI 03-1731- 1989 atau CBR laboratorium sesuai dengan SNI 03-1744-1989, masing-masing untuk perencanaan tebal perkerasan lama dan perkerasan jalan baru. Apabila tanah dasar mempunyai nilai CBR lebih kecil dari 2 %, maka harus dipasang pondasi bawah yang terbuat dari beton kurus (Lean-Mix Concrete) setebal 15 cm yang dianggap mempunyai nilai CBR tanah dasar efektif 5 %.

SNI Pd T-14-2003 Perencanaan Perkerasan Beton Semen (8) Bahan pondasi bawah dapat berupa : Bahan berbutir. Ketebalan minimum lapis pondasi bawah untuk tanah dasar dengan CBR minimum 5% adalah 15 cm. Derajat kepadatan lapis pondasi bawah minimum 100 %, sesuai dengan SNI 03-1743-1989. Bahan pengikat. Pondasi bawah dengan bahan pengikat (BP) dapat digunakan salah satu dari di bawah ini: Stabilisasi material berbutir dengan kadar bahan pengikat yang sesuai dengan hasil perencanaan, untuk menjamin kekuatan campuran dan ketahanan terhadap erosi. Jenis bahan pengikat dapat meliputi semen, kapur, serta abu terbang dan/atau slag yang dihaluskan. Campuran beraspal bergradasi rapat (dense-graded asphalt). Campuran beton kurus giling padat yang harus mempunyai kuat tekan karakteristik pada umur 28 hari minimum 5,5 MPa (55 kg/cm 2 ). Campuran beton kurus (Lean-Mix Concrete). Campuran Beton Kurus (CBK) harus mempunyai kuat tekan beton karakteristik pada umur 28 hari minimum 5 MPa (50 kg/cm 2 ) tanpa menggunakan abu terbang, atau 7 MPa (70 kg/cm 2 ) bila menggunakan abu terbang, dengan tebal minimum 10 cm.

SNI Pd T-14-2003 Perencanaan Perkerasan Beton Semen (9) Terdapat beberapa parameter perencanaan untuk perencanaan tebal perkerasan kaku dengan Metode Bina Marga 1983, yaitu: Bahu Bahu dapat terbuat dari bahan lapisan pondasi bawah dengan atau tanpa lapisan penutup beraspal atau lapisan beton semen. Perbedaan kekuatan antara bahu dengan jalur lalu-lintas akan memberikan pengaruh pada kinerja perkerasan. Hal tersebut dapat diatasi dengan bahu beton semen, sehingga akan meningkatkan kinerja perkerasan dan mengurangi tebal pelat. Yang dimaksud dengan bahu beton semen dalam pedoman ini adalah bahu yang dikunci dan diikatkan dengan lajur lalu-lintas dengan lebar minimum 1,50 m, atau bahu yang menyatu dengan lajur lalu-lintas selebar 0,60 m, yang juga dapat mencakup saluran dan kereb.

SNI Pd T-14-2003 Perencanaan Perkerasan Beton Semen (10) Terdapat beberapa parameter perencanaan untuk perencanaan tebal perkerasan kaku dengan Metode Bina Marga 1983, yaitu: Sambungan Sambungan pada perkerasan beton semen ditujukan untuk : Membatasi tegangan dan pengendalian retak yang disebabkan oleh penyusutan, pengaruh lenting serta beban lalu-lintas. Memudahkan pelaksanaan. Mengakomodasi gerakan pelat. Pada perkerasan beton semen terdapat beberapa jenis sambungan antara lain : Sambungan memanjang Sambungan melintang Sambungan isolasi Semua sambungan harus ditutup dengan bahan penutup (joint sealer), kecuali pada sambungan isolasi terlebih dahulu harus diberi bahan pengisi (joint filler).

SNI Pd T-14-2003 Perencanaan Perkerasan Beton Semen (11) Sambungan memanjang dengan batang pengikat (tie bars) Pemasangan sambungan memanjang ditujukan untuk mengendalikan terjadinya retak memanjang. Jarak antar sambungan memanjang sekitar 3-4 m. Sambungan memanjang harus dilengkapi dengan batang ulir dengan mutu minimum BJTU- 24 dan berdiameter 16 mm. Ukuran batang pengikat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : At = 204 x b x h dan l = (38,3 x φ) + 75 Dimana : At = Luas penampang tulangan per meter panjang sambungan (mm2). b = Jarak terkecil antar sambungan atau jarak sambungan dengan tepi perkerasan (m). h = Tebal pelat (m). l = Panjang batang pengikat (mm). φ = Diameter batang pengikat yang dipilih (mm). Jarak batang pengikat yang digunakan adalah 75 cm.

SNI Pd T-14-2003 Perencanaan Perkerasan Beton Semen (12) Sambungan memanjang dan melintang dengan batang pengikat (tie bars)

SNI Pd T-14-2003 Perencanaan Perkerasan Beton Semen (13) Sambungan isolasi Sambungan isolasi memisahkan perkerasan dengan bangunan yang lain, misalnya manhole, jembatan, tiang listrik, jalan lama, persimpangan dan lain sebagainya.

SNI Pd T-14-2003 Perencanaan Perkerasan Beton Semen (14) Sambungan isolasi Sambungan isolasi harus dilengkapi dengan bahan penutup (joint sealer) setebal 5 7 mm dan sisanya diisi dengan bahan pengisi (joint filler)

SNI Pd T-14-2003 Perencanaan Perkerasan Beton Semen (15) Sambungan isolasi

SNI Pd T-14-2003 Perencanaan Perkerasan Beton Semen (16) Pola sambungan

SNI Pd T-14-2003 Perencanaan Perkerasan Beton Semen (17) Penutup sambungan Penutup sambungan dimaksudkan untuk mencegah masuknya air dan atau benda lain ke dalam sambungan perkerasan. Benda-benda lain yang masuk ke dalam sambungan dapat menyebabkan kerusakan berupa gompal dan atau pelat beton yang saling menekan ke atas (blow up). Keterangan Gambar 14 dan 15 : A = Sambungan isolasi B = Sambungan pelaksanaan memanjang C = Sambungan susut memanjang D = Sambungan susut melintang E = Sambungan susut melintang yang direncanakan F = Sambungan pelaksanaan melintang yang tidak direncanakan

SNI Pd T-14-2003 Perencanaan Perkerasan Beton Semen (18) Kekuatan Beton Kekuatan beton harus dinyatakan dalam nilai kuat tarik lentur (flexural strength) umur 28 hari, yang didapat dari hasil pengujian balok dengan pembebanan tiga titik (ASTM C-78) yang besarnya secara tipikal sekitar 3 5 MPa (30-50 kg/cm 2 ). Kuat tarik lentur beton yang diperkuat dengan bahan serat penguat seperti serat baja, aramit atau serat karbon, harus mencapai kuat tarik lentur 5 5,5 MPa (50-55 kg/cm 2 ). Kekuatan rencana harus dinyatakan dengan kuat tarik lentur karakteristik yang dibulatkan hingga 0,25 MPa (2,5 kg/cm 2 ) terdekat. Berdasarkan Tegangan Ekuvalen dan Faktor Erosi untuk perkerasan kaku dengan dan tanpa bahu, tebal minimum slab beton 150 mm.

SNI Pd T-14-2003 Perencanaan Perkerasan Beton Semen (19) Kekuatan Beton Hubungan antara kuat tekan karakteristik dengan kuat tarik-lentur beton dapat didekati dengan rumus berikut : f cf = K (fc ) 0,50 dalam MPa atau f cf = 3,13 K (f c ) 0,50 dalam kg/cm 2 dengan: f c : kuat tekan beton karakteristik 28 hari (kg/cm 2 ) f cf : kuat tarik lentur beton 28 hari (kg/cm 2 ) K : konstanta, 0,7 untuk agregat tidak dipecah dan 0,75 untuk agregat pecah. Kuat tarik lentur dapat juga ditentukan dari hasil uji kuat tarik belah beton yang dilakukan menurut SNI 03-2491-1991 sebagai berikut : f cf = 1,37.f cs, dalam MPa atau f cf = 13,44.f cs, dalam kg/cm 2 dengan: : kuat tarik belah beton 28 hari f cs

METODE ROAD NOTE 29

Road Note 29 A Guide to the Structural Design of Pavements for New Roads (1)

Road Note 29 A Guide to the Structural Design of Pavements for New Roads (2) Parameter-parameter yang digunakan dalam perencanaan tebal perkerasan kaku, antara lain: Umur Rencana Penentuan umur rencana dapat ditentukan berdasarkan beberapa hal, yaitu: Tipe jalan. Kemungkinan jalan akan masih digunakan setelah akhir umur rencana. Jenis perkerasan yang digunakan.

Road Note 29 A Guide to the Structural Design of Pavements for New Roads (3) Parameter-parameter yang digunakan dalam perencanaan tebal perkerasan kaku, antara lain: Lalu Lintas Lalu lintas yang mejadi dasar perencanaan dalam metode ini adalah kendaraan komersial dengan berat lebih dari 1500 kg yakni kendaraan pengangkut barang. Beban dari kendaraan pribadi dianggap tidak berkontribusi besar terhadap kerusakan struktural perkerasan yang timbul dari lalu lintas yang lewat.

Road Note 29 A Guide to the Structural Design of Pavements for New Roads (4) Parameter-parameter yang digunakan dalam perencanaan tebal perkerasan kaku, antara lain: Lalu Lintas Dengan menggunakan data jumlah kumulatif kendaraan komersial yang diestimasi akan menggunakan jalan rencana selama masa layannya maka kemudian agar dapat dianalisis besaran ini perlu dikoneversi menjadi jumlah kumulatif beban sumbu standard selama umur rencana.

Road Note 29 A Guide to the Structural Design of Pavements for New Roads (5) Parameter-parameter yang digunakan dalam perencanaan tebal perkerasan kaku, antara lain: Drainase Perlu dicegah agar tinggi muka air tanah tidak naik sampai kedalaman 600 mm dari konstruksi, hal ini dapat diatasi dengan saluran drainase di bawah permukaan atau dengan meninggikan konstruksi menggunakan tanggul. Sangat penting menetukan drainase yang efisien untuk mengalirkan air dari tanah dasar dan lapis pondasi bawah sehingga menentukan umur daripada konstruksi dan pelayanan jalan tersebut.

Road Note 29 A Guide to the Structural Design of Pavements for New Roads (6) Parameter-parameter yang digunakan dalam perencanaan tebal perkerasan kaku, antara lain: Tanah Dasar dan Lapis Pondasi Bawah

Road Note 29 A Guide to the Structural Design of Pavements for New Roads (7) Parameter-parameter yang digunakan dalam perencanaan tebal perkerasan kaku, antara lain: Tebal Slab Beton

PERENCANAAN PENULANGAN

Perencanaan Tulangan Perkerasan Jalan Beton Semen (1) Tujuan utama penulangan untuk : - Membatasi lebar retakan, agar kekuatan pelat tetap dapat dipertahankan - Memungkinkan penggunaan pelat yang lebih panjang agar dapat mengurangi jumlah sambungan melintang sehingga dapat meningkatkan kenyamanan - Mengurangi biaya pemeliharaan Jumlah tulangan yang diperlukan dipengaruhi oleh jarak sambungan susut, sedangkan dalam hal beton bertulang menerus, diperlukan jumlah tulangan yang cukup untuk mengurangi sambungan susut.

Perencanaan Tulangan Perkerasan Jalan Beton Semen (2) Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan Pada perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan, ada kemungkinan penulangan perlu dipasang guna mengendalikan retak. Bagian-bagian pelat yang diperkirakan akan mengalami retak akibat konsentrasi tegangan yang tidak dapat dihindari dengan pengaturan pola sambungan, maka pelat harus diberi tulangan. Penerapan tulangan umumnya dilaksanakan pada : a. Pelat dengan bentuk tak lazim (odd-shaped slabs), Pelat disebut tidak lazim bila perbadingan antara panjang dengan lebar lebih besar dari 1,25, atau bila pola sambungan pada pelat tidak benar-benar berbentuk bujur sangkar atau empat persegi panjang. b. Pelat dengan sambungan tidak sejalur (mismatched joints). c. Pelat berlubang (pits or structures).

Perencanaan Tulangan Perkerasan Jalan Beton Semen (3) Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan Luas penampang tulangan dapat dihitung dengan persamaan berikut : Dengan pengertian: As : luas penampang tulangan baja (mm2/m lebar pelat) fs : kuat-tarik ijin tulangan (MPa). Biasanya 0,6 kali tegangan leleh. g : gravitasi (m/detik2). h : tebal pelat beton (m) L : jarak antara sambungan yang tidak diikat dan/atau tepi bebas pelat (m) M : berat per satuan volume pelat (kg/m3) µ : koefisien gesek antara pelat beton dan pondasi bawah

Perencanaan Tulangan Perkerasan Jalan Beton Semen (4) Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan

Perencanaan Tulangan Perkerasan Jalan Beton Semen (5) Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan Penulangan memanjang Tulangan memanjang yang dibutuhkan pada perkerasan beton semen bertulang menerus dengan tulangan dihitung dari persamaan berikut : Dimana: Ps : persentase luas tulangan memanjang yang dibutuhkan terhadap luas penampang beton (%) fct : kuat tarik langsung beton = (0,4 0,5 fcf) (kg/cm2) fy : tegangan leleh rencana baja (kg/cm2) n : angka ekivalensi antara baja dan beton (Es/Ec), dapat dilihat pada Tabel 11 atau dihitung dengan rumus µ : koefisien gesekan antara pelat beton dengan lapisan di bawahnya Es : modulus elastisitas baja = 2,1 x 106 (kg/cm2) Ec : modulus elastisitas beton = 1485 f c (kg/cm2)

Perencanaan Tulangan Perkerasan Jalan Beton Semen (6) Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan Penulangan memanjang Persentase minimum dari tulangan memanjang pada perkerasan beton menerus adalah 0,6% luas penampang beton. Jumlah optimum tulangan memanjang, perlu dipasang agar jarak dan lebar retakan dapat dikendalikan.

Perencanaan Tulangan Perkerasan Jalan Beton Semen (7) Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan Penulangan memanjang Secara teoritis jarak antara retakan pada perkerasan beton menerus dengan tulangan dihitung dari persamaan berikut : Dimana: Lcr : jarak teoritis antara retakan (cm). p : perbandingan luas tulangan memanjang dengan luas penampang beton. u : perbandingan keliling terhadap luas tulangan = 4/d. fb : tegangan lekat antara tulangan dengan beton = (1,97 f c)/d. (kg/cm2) εs : koefisien susut beton = (400.10-6). fct : kuat tarik langsung beton = (0,4 0,5 fcf) (kg/cm2) n : angka ekivalensi antara baja dan beton = (Es/Ec). Ec : modulus Elastisitas beton =14850 f c (kg/cm2) Es : modulus Elastisitas baja = 2,1x106 (kg/cm2)

Perencanaan Tulangan Perkerasan Jalan Beton Semen (8) Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan Penulangan memanjang Untuk menjamin agar didapat retakan-retakan yang halus dan jarak antara retakan yang optimum, maka : - Persentase tulangan dan perbandingan antara keliling dan luas tulangan harus besar - Perlu menggunakan tulangan ulir (deformed bars) untuk memperoleh tegangan lekat yang lebih tinggi. Jarak retakan teoritis yang dihitung dengan persamaan di atas harus memberikan hasil antara 150 dan 250 cm. Jarak antar tulangan 100 mm - 225 mm. Diameter batang tulangan memanjang berkisar antara 12 mm dan 20 mm.

Perencanaan Tulangan Perkerasan Jalan Beton Semen (9) Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan Penulangan melintang Luas tulangan melintang (As) yang diperlukan pada perkerasan beton menerus dengan tulangan dihitung menggunakan persamaan (8). Tulangan melintang direkomendasikan sebagai berikut: a. Diameter batang ulir tidak lebih kecil dari 12 mm. b. Jarak maksimum tulangan dari sumbu-ke-sumbu 75 cm. Penempatan tulangan Penulangan melintang pada perkerasan beton semen harus ditempatkan pada kedalaman lebih besar dari 65 mm dari permukaan untuk tebal pelat 20 cm dan maksimum sampai sepertiga tebal pelat untuk tebal pelat > 20 cm. Tulangan arah memanjang dipasang di atas tulangan arah melintang.

KRITERIA PERENCANAAN LAPIS TAMBAH

Konsep Umur Sisa (Remaining Life) Umur sisa atau remaining life (RL), dipengaruhi oleh beban lalu lintas terhadap pertambahan waktu, dihitung dengan persamaan : Dimana : RL = Remaining Life, (%) N p = Total traffic to date, 18 Kip ESAL N 1,5 = Total traffic to pavement failure, 18 Kip ESAL N 2,5 = Total traffic to pavement critical, 18 Kip ESAL Untuk jalan tol nilai N 1,5 digunakan N 2,5 dimana P 2 = 2,5 adalah perkerasan pada kondisi kritis.

Perencanaan Lapis Tambah Perkerasan Beton Semen Pelapisan tambahan pada perkerasan beton semen dibedakan atas : a. Pelapisan tambahan perkerasan beton semen di atas perkerasan lentur. b. Pelapisan tambahan perkerasan beton semen di atas perkerasan beton semen. c. Pelapisan tambahan perkerasan lentur di atas perkerasan beton semen. Survei Kriteria Perencanaan Lapis Tambah Perkerasan kaku: a. Survei Kondisi Permukaan Perkerasan b. Survei Kelayakan Struktural Konstruksi Perkerasan (Structural Pavement)

Perencanaan Lapis Tambah Perkerasan Beton Semen Pelapisan tambahan perkerasan beton semen di atas perkerasan beton semen (dengan lapis pemisah) Tebal lapis tambahan dihitung berdasarkan rumus berikut : Dengan pengertian : Tr : tebal lapis tambahan T : tebal perlu berdasarkan beban rencana dan daya dukung tanah dasar dan lapis pondasi bawah dari jalan lama sesuai dengan cara yang telah diuraikan. T0 : tebal pelat lama (yang ada) Cs : koefisien yang menyatakan kondisi pelat lama yang nilainya sebagai berikut: Cs = 1, kondisi struktur perkerasan lama masih baik Cs = 0,75, kondisi perkerasan lama, baru mengalami retak awal pada sudut-sudut sambungan Cs = 0,35, kondisi perkerasan lama secara struktur telah rusak Tebal minimum lapis tambahan dengan lapis pemisah sebesar 150 mm. Lapis pemisah dimaksudkan untuk mencegah refleksi penyebaran retak perkerasan lama ke lapis tambahan, yang biasanya terbuat dari beton aspal dengan ketebalan minimum 3 cm.

Perencanaan Lapis Tambah Perkerasan Beton Semen Pelapisan tambahan perkerasan beton semen di atas perkerasan beton semen (langsung) Tebal lapis tambahan dihitung berdasarkan rumus berikut: Dimana : Tr : tebal lapis tambahan T : tebal perlu berdasarkan beban rencana dan daya dukung tanah dasar dan atau lapis pondasi bawah dari jalan lama sesuai prosedur yang telah diuraikan T0 : tebal pelat lama (yang ada) Cs : faktor yang menyatakan keadaan struktural perkerasan lama, yang besarnya antara 0,75-1. Tebal minimum lapis tambahan ini sebesar 130 mm. Letak sambungan pada lapis tambahan harus sama dengan letak sambungan pada perkerasan lama.

Perencanaan Lapis Tambah Perkerasan Beton Semen Pelapisan tambahan perkerasan beton aspal di atas perkerasan beton semen Tebal lapisan tambahan dihitung dengan rumus sebagai berikut : Tr = T Te Dengan pengertian : Tr = tebal lapis tambahan T = tebal perlu berdasarkan beban rencana dan daya dukung tanah dasar dan atau lapis pondasi bawah dari jalan lama sesuai prosedur yang telah diuraikan Te = tebal efektif perkerasan lama Tebal lapis tambahan perkerasan lentur yang diletakkan langsung di atas perkerasan beton semen dianjurkan minimum 100 mm.

Kriteria Suatu Perkerasan Jalan untuk di Lapis Tambah (overlay) (1) Survei Kondisi Permukaan Perkerasan Survei ini dilakukan secara visual ataupun dengan bantuan alat mekanis. survei secara visual meliputi : Penilai kondisi lapisan permukaan jalan, dapat dikelompokkan menjadi : baik, kritis atau rusak. Penilaian terhadap keamanan dan kenyamanan, dapat dikelompokan menjadi : nyaman, kurang nyaman dan tidak nyaman. Kenyamanan dan keamanan berkendara merupakan penggambaran fungsi pelayanan. Ditentukan oleh besarnya gesekan adanya kontak ban dengan permukaan jalan. Besarnya gaya gesek yang terjadi dipengaruhi oleh bentuk dan kondisi ban, tekstur permukaan jalan (kerataan/gelombang/kekasaran), dan kondisi cuaca.

Kriteria Suatu Perkerasan Jalan untuk di Lapis Tambah (overlay) (2) Survei Kondisi Permukaan Perkerasan Baik atau tidaknya kinerja suatu perkerasan jalan beton ditinjau dari kemampuan-layananan (Serviceability) jalan beton itu sendiri. Kinerja perkerasan diramalkan pada angka sebagai berikut : Tabel Terminal Serviceability (pt) Initial serviceability : po = 4.5 Terminal serviceability index (jalan utama) : pt = 2.5 Terminal serviceability (jalan lalu lintas rendah) : pt = 2.0 Total loss of serviceability : Δ PSI = po pt

Kriteria Suatu Perkerasan Jalan untuk di Lapis Tambah (overlay) (3) Survei Kelayakan Struktural Konstruksi Perkerasan (Structural Pavement) Survei kelayakan structural konstruksi perkerasan jalan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu: Pemeriksaan secara destruktif Pemeriksaan ini tidak lazim digunakan untuk mengevaluasi kinerja perkerasan karena dalam pemeriksaannya cara ini mengambil sampel dari jalan tersebut sehingga dapat merusak lapisan perkerasan dari jalan lama. Pemeriksaan secara non-destruktif Pemeriksaan dengan alat yang diletakkan di atas permukaan jalan sehingga tidak berakibat rusaknya konstruksi perkerasan jalan. Diantaranya melakukan pengujian lendutan (deflection) dan transfer beban (load transfer) dengan menggunakan alat FWD (Falling Weight Deflectometer).

KERUSAKAN PERKERASAN KAKU

Kerusakan Pada Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) (1) Faktor penyebab kerusakan pada Flexible Pavement dan Rigid Pavement dapat dibedakan menjadi: Faktor Eksternal, yaitu: - Faktor Lalu Lintas (Overloading) - Faktor Kondisi Lingkungan (Temperatur yang tinggi & Curah hujan yang tinggi) Faktor Internal, yaitu: - Faktor Material Perkerasan (Tidak memenuhi spesifikasi yang ditentukan) - Faktor Daya Dukung Subgrade (Pemadatan Kurang) Sedangkan jenis Kerusakan pada Rigid Pavement pada dasarnya dibagi menjadi dua bagian : - Kerusakan Struktur (Structural Distress) - Kerusakan Fungsional (Functional Distress)

Kerusakan Pada Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) (2) Kerusakan Struktural Retak (Cracking), yang terdiri dari beberapa jenis yaitu : - Transverse Cracking, keretakan yang terjadi sepanjang melintang dari slab beton - Corner Cracking, keretakan yang terjadi pada pojok slab beton - Longitudinal Cracking, keretakan yang terjadi sepanjang memanjang dari slab beton - Intersecting Cracking, keretakan yang terjadi saling berpotongan dan menyebar pada panel slab beton. - Kerusakan Retak Pada Joint, keretakan yang terjadi pada joint antar slab panel beton

Kerusakan Pada Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) (3) Kerusakan Struktural

Kerusakan Pada Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) (4) Kerusakan Fungsional

KONSEP PEMELIHARAAN PERKERASAN KAKU

Konsep Pemeliharaan Perkerasan Kaku (1) Beberapa metoda pavement preservation yang biasa digunakan antara lain : - Full Depht Repair, jenis perbaikan dengan mengganti secara keseluruhan slab beton. Metoda ini biasanya dilakukan untuk kasus kerusakan dengan retak yang menyebar dan banyak atau keretakan pada daerah pojok (corner). - Partial Depth Repair, perbaikan yang dilakukan hanya pada sebagian slab beton, tidak keseluruhannya. - Slab Stabilization / Slab Jacking, metode perbaikan dengan memasukkan material flowable dibawah slab beton seperti gambar berikut. - Perbaikan Load Transfer (Dowels), perbaikan dengan mengganti atau memperkuat dowel bar antar slab beton agar dicapai kondisi load transfer yang baik. - Joint/Crack Resealing, memperbaiki keretakan yang terjadi pada slab beton dengan cara grouting menggunakan material grout dan atau sealing sehingga keretakan yang terjadi dapat relatif menyatu kembali. - Cross Stitching, perbaikan slab beton dengan memberikan material epoxy yang dimasukkan melewati lobang diagonal yang menghubungkan bagian yang retak pada slab beton.

Konsep Pemeliharaan Perkerasan Kaku (2) Menurut AASHTO 1993, kandidat metode perbaikan yang mungkin serta metoda preventive yang dapat dilakukan untuk tipe kerusakan

Konsep Pemeliharaan Perkerasan Kaku (3) Selain itu jika dilihat lebih lanjut sistem pemeliharaan jalan yang ada saat ini juga sering didasarkan atas nilai IRI yang merupakan indikator untuk tingkat kekasaran jalan. Pemeliharan rutin adalah pemeliharaan yang dilakukan setiap tahun dan mencakup pekerjaan: - Penambalan lubang (Patching), dengan terlebih dahulu melakukan pekerjaan persiapan yang meliputi, pembersihan dan pemotongan lubang - Pembersihan drainase Pemeliharaan berkala, yang biasanya dilakukan setiap lima tahun dan mencakup pekerjaan: - Pelapisan Ulang (Overlay) - Pemarkaan (Marking) - Perbaikan dan pembangunan fasilitas drainase

Konsep Pemeliharaan Perkerasan Kaku (5)

PENYELIDIKAN EVALUASI LAPANGAN

Penyelidikan Lapangan (1) Penyelidikan lapangan yang akan dilakukan dalam studi ini meliputi: - Survei Kondisi Visual - Survei WIM - Pengujian Dynamic Cone Penetrometer - Pengujian Falling Weight Deflectometer (FWD)

Untuk pendekatan pemeriksaan secara visual pada perkerasan kaku dilakukan dengan pengamatan pada tiap slab untuk setiap 200 m menggunakan form survei berdasarkan jenis dan kategori kerusakan. Penyelidikan Lapangan (2) Survei Kondisi Visual Survei Kondisi Visual adalah survey yang dilakukan secara pengamatan langsung di lapangan, kerusakan apa saja yang tampak secara visual pada flexible/rigid pavement. Beberapa informasi minimum yang diperlukan dalam survey ini antara lain : - Distress Type, adalah mengidentifikasi jenis kerusakan fisik yang ada pada perkerasan. Jenis kerusakan ini harus diklasifikasikan berdasarkan kategori standar yang ada. - Distress Severity, adalah kondisi tingkat keparahan dari kerusakan yang terjadi agar dapat diketahui sejauh mana tingkat kerusakan - Distress Amount, adalah menyatakan jumlah kerusakan yang terjadi sesuai kombinasi dari dua informasi diatas, jenis dan tingkat keparahannya.

Adapun untuk jenis kerusakan pada perkerasan kaku dikategorikan dengan kriteria sebagai berikut : - Kategori 1 : Kerusakan dengan pola keretakan menyebar dan bervariasi dengan tingkat keparahan yang tinggi - Kategori 2 : Kerusakan dengan pola keretakan setempat dengan tingkat keparahan yang tinggi - Kategori 3 : Kerusakan dengan pola keretakan dengan satu jenis keretakan bertingkat keparahan parah & menengah (lebar crack > 10 mm) - Kategori 4 : Kerusakan dengan pola keretakan memanjang dengan tingkat keparahan sedang (dengan lebar crack antara 5 mm s/d 10 mm) - Kategori 5 : Kerusakan pada joint slab memanjang dengan tingkat keparahan sedang (dengan lebar crack antara 5 mm s/d 10 mm) - Kategori 6 : Kerusakan dengan pola tanpa keretakan dengan tingkat keparahan rendah (dengan lebar crack < 5 mm). - Kategori 7 : Kerusakan dengan pola tanpa keretakan pada permukaan overlay dengan tingkat keparahan rendah (dengan lebar crack < 5 mm) akibat transfer beban Penyelidikan Lapangan (3) Survei Kondisi Visual

Penyelidikan Lapangan (4) Survei Kondisi Visual Untuk Jenis Penanganan Kerusakan terdiri dari: Kategori 1 : Full Depth Repair Kategori 2 : Partial Depth Repair (Patching Beton) Kategori 3 : Filling & Bonding Kategori 4 : Cutting Sealant Kategori 5 : Cutting Sealant on Slab Joint Kategori 6 : Epoxy Resin Kategori 7 : Epoxy Resin

Penyelidikan Lapangan (6) Survei Weight in Motion (WIM) Survei WIM ini berupa survei proses perhitungan berat kotor (gross weight) kendaraan yang bergerak dan proporsi pembagian berat kendaraan terhadap roda dan sumbu kendaraan tersebut dengan cara mengukur dan menganalisa hasil tekanan dinamis roda kendaraan yang tercatat.

Penyelidikan Lapangan (7) Pengujian Dynamic Cone Penetrometer (DCP) Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kapasitas daya dukung dari subgrade. Pengujian DCP dilakukan pada titik dimana pengujian core drill dilakukan.

Penyelidikan Lapangan (8) Pengujian Falling Weight Deflectometer (FWD) Falling Weight Deflectometer (Gambar 2.55) merupakan alat yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan struktur perkerasan yang bersifat non-destructive test. Alat ini terdiri dari 3 komponen utama, yaitu : Dynatest 8002E Trailer, Dynatest 900 System Processor dan komputer untuk pengumpulan data.

TAHAPAN IMPLEMENTASI RIGID PAVEMENT

TAHAPAN TEORI TERHADAP IMPLEMENTASI PERKERASAN KAKU Penentuan/ Perarikan Kebijakan Awal Perencanaan (Planning) Perancangan (Design) Pelaksanaan Pemeliharaan Rencana Umum Jaringan Transportasi jalan Rencana Tata- Ruang Wilayah jangka menengah dan panjang Pertimbangan Penetapan Kebijakan Hirarki Fungsi Jalan Volume Lalu Lintas Studi Kelayakan dan AMDAL Pencapaian kinerja Pelayanan Jalan Kabupaten Prioritas Ruas Jalan berdasarkan kriteria yang ditetapkan Pemilihan jenis perkerasan Kaku Penentuan Tebal Perkerasan Kaku Perhitungan Penulangan Perkerasan Kaku Parameter Penyiapan Tanah Dasar Atau lapis Pondasi Acuan Perkerasan Pengendalian Mutu Sambungan dan Tulangan Pengadukan Beton Pengecoran dan penyelesaian akhir beton Pemeriksaan Rutin Pemeliharaan Jenis Kerusakan Perkerasan dan Penyebabnya Pemilihan jenis perawatan dan perbaikan perkerasan Metode dan caracara pemeliharaan Sistem manajemen pemeliharaan Perawatan dan perlindungan Beton

EVALUASI IMPLEMENTASI RIGID PAVEMENT JALAN KABUPATEN DEMAK DAN INDRAMAYU IMPLEMENTASI RIGID PAVEMENT DI KABUPATEN DEMAK DAN INDRAMAYU

Implementasi Rigid Pavement di Kabupaten Demak (1) 1. Penentuan/Penarikan Kebijakan Awal Pertimbangan penetapan kebijakan implementasi konstruksi rigid pavement : a. Keberhasilan implementasi di tempat lain. b. Ekspektasi biaya biaya pemeliharaan yang rendah, bahkan tidak dibutuhkan. c. Tingkat kerusakan dari kandidat ruas jalan yang akan ditangani. d. Ketersediaan dana. TIPE PERMUKAAN 2006 (Rp. M) 2007 (Rp. M) 2008 (Rp. M) a. Hotmix 35,408 20,020 11,760 b. Beton 19,670 24,120 30,075 Sumber : Dinas Kimpraswil Kabupaten Demak tahun 2009 Harga satuan pekerjaan beton = Rp. 2,170M/km lebar 4m Tahun 2011 Jalan beton = 44,70 km = Rp. 96,998 Milliar