BAB. I PENDAHULUAN. Dalam konsep New Public Management (NPM) birokrasi pemerintah sebagai pemberi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pembangunan sumber daya

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pemerintah merupakan organisasi sektor publik yang mempunyai tanggung

KATA PENGANTAR. Lamongan, Maret 2017 KEPALA DINAS KOPERASI DAN USAHA MIKRO KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan

BAB I PENDAHULUAN. akuntabel serta penyelenggaraan negara yang bersih dari unsur-unsur KKN untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Pandangan Umum

BAB I PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja pemerintah merupakan salah satu isu yang terdapat dalam

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. bagi pihak-pihak di dalam sektor publik. Reformasi birokrasi muncul karena adanya

SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) DAN LAPORAN AKUNTANTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional disebutkan

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 82 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA TEBING TINGGI

BAB I PENDAHULUAN. An evaluation version of novapdf was used to create this PDF file. Purchase a license to generate PDF files without this notice.

INDIKATOR KINERJA UTAMA PEMERINTAH KECAMATAN KUBUTAMBAHAN

PEDOMAN PENYUSUNAN PK BPS

B A B II PERENCANAAN KINERJA

PERATURAN KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 1 TAHUN 2015 T E N T A N G

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 2015, No Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/09/M.PAN/5/2007 tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja U

PERATURAN GUBERNUR BANTEN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi penelitian, proses penelitian dan sistematika penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi penelitian dan sistematika penulisan. mencanangkan suatu kebijakan yang dikenal dengan nama Gerakan Reformasi

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba

BAB V PERTANGGUNGJAWABAN LURAH

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan akan adanya perubahan pada organisasi sektor publik yang

BAB I PENDAHULUAN. gagalnya sebuah organisasi dalam melayani masyarakat?. Berikutnya, bagiamana standar dan proses

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN,

BAB I PENDAHULUAN. salah satu cita cita yang ingin dicapai oleh instansi pemerintah maupun bagi

S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 91 TAHUN No. 91, 2016 TENTANG

REFORMASI BIROKRASI. Pengantar

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. Dalam Modul Pembentukan Auditor Ahli yang berjudul Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tahapan perencanaan pembangunan tetapi harus dilihat sebagai tahap

I K U D P R K P P. I K U Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman & Pertanahan DPR K P P K a b u p a t e n L a h a t 1-1

BAB I PENDAHULUAN. (government) menjadi kepemerintahan (governance). Pergeseran tersebut

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DAN EVALUASI KINERJA Kedeputian Pelayanan Publik

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH (BPBD) KOTA BANDA ACEH NOMOR: / /SK/TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Kesadaran tersebut

INDIKATOR KINERJA UTAMA ( I K U )

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Rencana Kinerja Tahunan Dinas Kebudayaan & Pariwisata Kota Bandung Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

WALIKOTA TEBING TINGGI

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA DI LINGKUNGAN INSTANSI PEMERINTAH KOTA MEDAN

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN INDRAGIRI HULU TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian ini akan dibahas mengenai pendahuluan yang terdiri atas latar

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG

PENERAPAN SAKIP BAGIAN KEUANGAN DAN ASSET SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN LAMONGAN

Bab II Perencanaan Kinerja

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BUPATI BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

KATA PENGANTAR BUPATI BARRU, TTD. Ir. H. ANDI IDRIS SYUKUR, MS.

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

13. Untuk pencapaian kinerja program yang terbagi dalam 2 (dua) program, terlihat nilai pencapaian kinerjanya sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Renstra BPM, KB dan Ketahanan Pangan Kota Madiun I - 1

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

PENGUKURAN KINERJA DAN EVALUASI KINERJA DALAM SAKIP

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 34 Tahun 2016 Seri E Nomor 25 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI BALI. LAPORAN KINERJA (LKjIP) DINAS KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH TAHUN 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. Berkembangnya isu di masyarakat yang menggambarkan kegagalan

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan terhadap kinerja Kantor

BAB I PENDAHULUAN. Ateh (2016) dalam artikelnya mengungkapkan, pernah menyampaikan bahwa ada yang salah dengan sistem perencanaan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DINAS KOPERASI DAN UMKM PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2014

BAB II PERENCANAAN KINERJA

Dinas Perindustrian, Perdagangan Koperasi dan UMKM Provinsi Kalimantan Utara BAB I PENDAHULUAN KEPALA DINAS PERDAGANGA N DALAM KEPALA SEKSI

KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BPPT KOTA BANDUNG

BAB 7 RINGKASAN, KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI

PETUNJUK TEKNIS EVALUASI SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH BAB I P E N D A H U L U A N

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 21 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Sejalan dengan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan dalam

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Bab I PENDAHULUAN. Rencana Kerja Badan Kepegawaian Daerah Kota Bandung Tahun Latar Belakang. B a b I P e n d a h u l u a n 1

BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DPRD KOTA. Rencana strategis merupakan proses yang berorientasi

PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR TAHUN 2014 TENTANG INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT

KEPALA DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA

RENCANA STRATEGIS BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG

2017, No Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (

1 Pendahuluan. Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapemas) Kab. Pasuruan 1

P E M E R I N T A H K O T A M A T A R A M

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KERJA

BAB VII RINGKASAN, SIMPULAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 88 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian,

KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BAPPEDA KOTA BANDUNG TAHUN 2016

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG

BUPATI GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VII RINGKASAN, SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI. Bab ke tujuh sebagai penutup penelitian ini berisi ringkasan, simpulan,

Rencana Strategis BAB 1 PENDAHULUAN

LKIP BPMPT 2016 B A B I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

Transkripsi:

BAB. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam konsep New Public Management (NPM) birokrasi pemerintah sebagai pemberi pelayanan kepada masyarakat dituntut untuk lebih mengedepankan aspek hasil ( result) dibandingkan dengan sekedar kontrol terhadap pembelanjaan anggaran dan kepatuhan terhadap prosedur (Akizuki, 2004 dalam Nasution, 2010). Masyarakat menuntut pemerintahan yang transparan dan akuntabel baik secara finansial maupun kinerja (Mardiasmo, 2009). Kemampuan pemerintah dalam membelanjakan seluruh dana yang berhasil dihimpun untuk menjalankan program dianggap sebagai suatu bentuk pengukuran kinerja. Friedman (2009) menganggap kondisi semacam ini sebagai salah satu bentuk kebangkrutan. Inilah yang menyebabkan pemerintah gagal dalam memenuhi tuntutan akuntabilitas publik. Berkenaan dengan penerapan akuntabilitas di daerah, ditegaskan dalam UU No. 28 tahun 1999, bahwa pemerintahan di daerah diselenggarakan berdasarkan sejumlah asas, dimana salah satunya adalah asas akuntabilitas. Oleh sebab itu, pengukuran kinerja diperlukan untuk mengetahui peningkatan akuntabilitas instansi pemerintah. Pengukuran kinerja digunakan untuk menilai pencapaian kinerja dan memberikan gambaran tentang keberhasilan atau kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran. Hal tersebut dapat dilakukan melalui beberapa cara, misalnya pengukuran atas proses atau aktivitas, pengukuran atas output, dan/atau pengukuran atas outcome (Propper dan Wilson, 2003; Hoque, 2008). Pemerintahan yang berorientasi pada hasil akan fokus pada outcome apa yang bisa membuat keadaan atau kondisi publik menjadi lebih baik, bukan hanya sekedar melakukan aktivitas 1

dan menghasilkan output. Pengukuran kinerja berbasis outcome merupakan hal yang paling utama karena secara langsung menggambarkan pencapaian tujuan (Shah, 2007). Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Penetapan standar pelayanan, dalam kaitannya dengan penetapan kinerja, mewajibkan setiap instansi untuk menetapkan indikator dan target kinerja. Akuntansi sektor publik dalam proses penetapan kinerja menyediakan informasi bagi pemerintah dalam mengelola sektor publik mulai dari tahap perencanaan sampai dengan tahap pertanggungjawaban. Informasi akuntansi dibutuhkan terutama untuk menetapkan indikator kinerja yang menjadi sarana mengukur kinerja pemerintah dalam tahap pertanggungjawaban (Mardiasmo, 2004). Implementasi sistem pengukuran kinerja organisasi pemerintah di Indonesia yang dikenal dengan nama sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP) meliputi rencana strategis, perjanjian kinerja, pengukuran kinerja, pengelolaan data kinerja, pelaporan kinerja, serta review dan evaluasi kinerja yang diatur dengan Instruksi Presiden RI Nomor 7 Tahun 1999, merupakan peraturan perundangan pertama yang mengatur sistem pelaporan kinerja pemerintahan di Indonesia, yang telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014. Dalam Peraturan ini, Presiden menginstruksikan kepada para Menteri, Panglima TNI, Gubernur BI, Jaksa Agung, Kepala Polri, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Sekretariat Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara, Gubernur, dan Bupati/Walikota antara lain untuk melaksanakan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagai wujud pertanggungjawaban instansi pemerintah dalam mencapai misi dan tujuan organisasi bentuk akuntabilitas kinerja instansi pemerintah tersebut diwujudkan dengan menyampaikan laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (LAKIP) kepada Presid en. LAKIP dapat dikategorikan sebagai laporan rutin, karena paling tidak disusun dan disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan setahun sekali. LAKIP merupakan 2

wujud tertulis pertanggungjawaban suatu organisasi instansi kepada pemberi delegasi wewenang dan mandat. LAKIP tersebut akan di evaluasi oleh Kementerian PAN & RB. Permendagri 54 tahun 2010 adalah pelaksanaan peraturan pemerintah Nomor 8 tahun 2008. Permendagri ini memberikan arahan tentang tahapan, tatacara penyusunan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan daerah, yang sangat detail dari RPJPD, RPJMD, hingga Renja SKPD termasuk pengendalian dan evaluasi atas perencanaan pembangunan daerah. Permendagri 54 Tahun 2010 seperti mengukuhkan penerapan implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang dimulai dari perencanaan stratejik hingga pelaporan (LAKIP). Dalam Permendagri 54 tahun 2010 ini pun kita akan mendapati bagaimana seharusnya visi, misi, tujuan, sasaran hingga indikator kinerja harus diselaraskan (Sejati, 2012). Untuk dapat menerapkan manajemen kinerja yang terukur dalam suatu organisasi tentu saja diperlukan suatu indikator kinerja utama yang terukur secara kuantitatif dan jelas batas waktunya. Oleh karenanya dapat dikatakan bahwa indikator Kinerja Utama merupakan kunci dalam melaksanakan monitoring dan evaluasi kinerja, karena indikator kinerja utama merupakan ukuran keberhasilan dari suatu tujuan dan sasaran strategis (Faozan, 2008). Indikator kinerja utama (IKU) di lingkungan instansi pemerintah disusun dan ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/09/M.PAN/5/2007 tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Instansi Pemerintah dan Nomor PER/20/M.PAN/11/2008 tentang Petunjuk Penyusunan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Instansi Pemerintah, pemerintah daerah diwajibkan untuk menetapkan indikator kinerja utama (IKU) yang harus memenuhi kriteria indikator kinerja yang baik yaitu spesifik, dapat dicapai, relevan, menggambarkan keberhasilan sesuatu yang diukur, dan dapat dikuantifikasi serta diukur (SMART). Selain itu, peraturan ini juga memberikan arahan bahwa IKU harus digunakan dalam penyusunan 3

dokumen-dokumen perencanaan baik jangka menengah maupun tahunan, penyusunan laporan akuntabilitas kinerja, evaluasi kinerja instansi pemerintah, dan pemantauan dan pengendalian kinerja pelaksanaan program dan kegiatan. Instansi pemerintah sering mengalami kesulitan ketika merumuskan indikator kinerja utama (IKU), sehingga IKU pada umumnya hanya menetapkan ukuran-ukuran kinerja yang bersifat keluaran ( output). Dengan IKU yang bersifat keluaran ( output) tersebut, akan mengakibatkan indikator tingkatan di bawahnya yaitu indikator kinerja sasaran juga bersifat keluaran (output). Oleh karena itu, instansi pemerintah harus merumuskan kembali indikator kinerja yang bersifat hasil (outcome). Perumusan indikator kinerja utama dilakukan dengan melakukan identifikasi ukuranukuran kinerja kemudian memilih dari beberapa ukuran kinerja tersebut dijadikan sebagai ukuran keberhasilan yang utama atau Indikator Kinerja Utama. Indikator kinerja utama harus merupakan suatu ukuran kinerja yang menyeluruh, terkait dengan misi, sasaran dan tujuan; mempunyai kemampuan untuk mengukur ( measurable) yang berorientasi pada hasil (outcome). Menentukan ukuran kinerja utama yang bersifat hasil dapat dilakukan dengan pendekatan Alur Logika Program, sesuai dengan alur bisnis ( business process), Setelah di identifikasikan beberapa indikator kinerja, maka dilakukan seleksi dari berbagai indikator kinerja tersebut untuk dijadikan sebagai indikator kinerja Utama dengan menggunakan Lembar Kerja Kriteria pemilihan IKU yang diperkenalkan oleh Gaspersz (2004). Pengujian dengan lembar kerja Vincent Gaspersz menggunakan delapan kriteria uji, dimana kriteria uji tersebut lebih mendekati kepada kepentingan instansi pemerintah, hal ini yang mendasari peneliti menggunakan lembar kerja kriteria pemilihan IKU yang diperkenalkan oleh Gaspersz (2004) untuk menilai ketepatan pemilihan IKU. Di Pemerintah Kota Padang pada tahun 2014 mendapat Penilaian LAKIP dari Kementrian PAN dan RB dengan nilai CC. Berdasarkan evaluasi terhadap beberapa Laporan 4

Hasil Evaluasi AKIP serta hasil diskusi dengan beberapa instansi pemerintah yang bertugas menyusun LAKIP yang ditetapkan oleh Kementrian PAN RB, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan dalam penyusunan LAKIP, antara lain : (a). Pelaksanaan manajemen kinerja yang masih berorientasi pada output daripada outcome ; (b). Kualitas perencanaan kinerja yang belum menggambarkan alur logika program dan kinerja yang logis; (c). Penetapan kinerja baik kinerja utama maupun kinerja sasaran atau kinerja program yang belum berorientasi hasil (outcome); (d). Belum optimalnya evaluasi kinerja internal yang dilakukan serta dibahas dalam LAKIP; (e). Belum dimanfaatkannya LAKIP dalam penyusunan rencana dan pelaksanaan manajemen kinerja pada periode berikutnya. Berdasarkan hasil evaluasi diatas, Pemerintah Kota Padang belum mengupayakan yang cukup signifikan dalam penerapan kinerja di lingkungan Pemko Padang. Pentingnya penetapan Indikator Kinerja Utama yang berorientasi pada outcome. Masih terdapat ketidakselarasan antara kondisi yang ingin diwujudkan jangka menengah setiap tahunnya. Kualitas Renstra SKPD masih belum memadai hal ini terlihat rumusan tujuan dan sasaran masih berorintasi pada output serta tidak memiliki ukuran keberhasilan yang cukup mengukur kecapaian keduanya. Hal ini disebakan kesanggupan SDM di Pemko Padang dalam menerapkan kinerja yang optimal dan kesiapan semua elemen dalam pemerintah Kota Padang dalam menjalankan aturan yang ada. Visi Walikota dan Wakil Walikota Padang terpilih dan telah dilantik pada tanggal 13 Mei 2014 yaitu Mewujudkan Kota Padang sebagai Kota Pendidikan, Perdagangan dan Pariwisata yang Sejahtera, Religius dan Berbudaya. Unsur Perdagangan dalam visi tersebut menjadi pilihan penulis dalam penelitian ini memilih Indikator Kinerja Utama 3 (tiga) SKPD yaitu 1)Dinas Perindustrian, Perdagangan, Pertambangan dan Energi (Perindagt amben), 2)Dinas Pasar, 3)Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Hal ini disebabkan karena perdagangan, baik untuk produksi pertanian dan usaha kecil dan 5

menengah (UKM) yang diproduksi dalam provinsi Sumatera Barat dan daerah tetangga yang berdekatan menjadi kegiatan ekonomi yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan warga kota. Jiwa wirausaha masyarakat kota padang yang relatif lebih baik merupakan faktor pendorong utama untuk mendorong kegiatan perdagangan tersebut. Dengan fenomena yang ada di Pemko Padang, penulis tertarik meneliti analisis Indikator Kinerja Utama yang menjadi barometer keberhasilan suatu organisasi dan konsistensi dengan dokumen perencanaan yang ada dan dipilih 3 (tiga) SKPD terkait untuk mewujudkan visi dari Walikota dan Wakil Walikota terpilih. Sehingga tugas prinsip pelayanan publik dapat bersinergi dan berinteraksi dengan customer s oriented dapat terlaksana secara optimal di Pemko Padang. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah Indikator Kinerja Utama yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota Padang telah sesuai dengan aturan teknis yang berlaku? (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010, Peraturan Menteri PAN Nomor.PER/09/M.PAN/5/2007 dan Peraturan Menteri PAN Nomor.PER/20/MENPAN/11/2008). 2. Apakah Indikator Kinerja Utama yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota Padang telah tepat jika dianalisis dengan menggunakan alur logika program dan Lembar Kerja Gaspersz (2004)? 3. Apakah Indikator Kinerja Utama yang digunakan sebagai dasar pengukuran akuntabilitas kinerja telah diterapkan secara konsisten dengan dokumen perencanaan yang ada? 6

1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Untuk mengetahui apakah Indikator Kinerja Utama yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Padang telah sesuai dengan peraturan yang berlaku. (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010, Peraturan Menteri PAN Nomor.PER/09/M.PAN/5/2007 dan Peraturan Menteri PAN Nomor.PER/20/MENPAN/11/2008). 2. Untuk mengetahui apakah Indikator Kinerja Utama yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Padang telah tepat sebagai Indikator Kinerja Utama jika dianalisis dengan menggunakan alur logika program dan Lembar Kerja Gaspresz (2004). 3. Untuk mengetahui konsistensi penggunaan Indikator Kinerja Utama dengan dokumen perencanaan. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk: 1. Memberikan masukan bagi Pemerintah Kota Padang dalam menyusun Indikator Kinerja Utama dan konsisten terhadap dokumen perencanaan yang ada. 2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang tertarik dalam bidang kajian pengukuran kinerja sektor publik. 7