BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
AUDITORIUM MUSIK KLASIK DI BANDUNG

1. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

2016 BANDUNG SPORTS CLUB

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Presentase Jumlah Pecinta Seni di Medan. Jenis Kesenian yang Paling Sering Dilakukan Gol. Jumlah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Proyek

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami

MUSIK BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Auditorium Universitas Diponegoro 2016

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG. I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kota Yogyakarta adalah kota yang relatif aman, stabil dan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM PROYEK

BAB V HASIL RANCANGAN

STUDIO TUGAS AKHIR (TKA- 490) ARSITEKTUR METAFORA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. jasmani yang meliputi sandang, pangan, dan papan serta kebutuhan rohaniah. Kebutuhan

BAB 3 METODE PERANCANGAN. Metode perancangan yang digunakan dalam perancangan Convention and

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PERANCANGAN

BAB III METODE PERANCANGAN. Metode yang digunakan dalam perancangan Sentral Wisata Kerajinan

5. HASIL RANCANGAN. Gambar 47 Perspektif Mata Burung

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB III METODE PERANCANGAN. Ide perancangan ini muncul dikarenakan tidak adanya suatu tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan untuk fasilitas-fasilitas pendukungnya. menginap dalam jangka waktu pendek.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN

BAB 3 METODE PERANCANGAN. data dari sumber literatur hingga survey langsung obyek-obyek komparasi untuk

BAB I PENDAHULUAN. Service), serta media alam sebagai media pembelajaran dan tempat. school melalui penyediaan fasilitas yang mengacu pada aktivitas

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dalam buku World Book Encyclopedy Music

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Laporan Penilaian Subjektif Akustik Ruangan Gedung TVST B ITB

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. pemakaian energi karena sumbernya telah menipis. Krisis lingkungan sangat mempengaruhi disiplin arsitektur di setiap

BAB I PENDAHULUAN. RUMAH SAKIT UMUM TARUTUNG [Pick the date] 1.8. Latar Belakang. ARSITEKTUR FUNGSIONAL Page 11

ABSTRAK. Penghargaan ini berguna untuk memotivasi mereka menampilkan musik yang terbaik. Dan tolak

BAB I PENDAHULUAN. olehnya. Bahkan kesenian menjadi warisan budaya yang terus berkembang dan maju.

BAB III METODELOGI PERANCANGAN. Dalam Perancangan Hotel Resort Wisata Organik ini terdapat kerangka

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1 Koentjaranigrat (seniman). Majalah Versus Vol 2 edisi Februari 2009

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PUSAT SENI PERTUNJUKAN DI BANDUNG

REDESAIN PUSAT KESENIAN JAKARTA - TAMAN ISMAIL MARZUKI (PKJ - TIM)

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN PERANCANGAN AR 40Z0 STUDIO TUGAS AKHIR SEMESTER I TAHUN 2007/2008 JAKARTA MUSIC ARENA. oleh: FAHRY ADHITYA PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

LAPORAN PERANCANGAN AR 40Z0 TUGAS AKHIR PERANCANGAN SEMESTER II TAHUN 2007/2008. oleh: Alvin Alrachman

LP3A Tugas Akhir Pusat Kegiatan Mahasiswa Universitas Diponegoro Tembalang

BAB I PENDAHULUAN. a. Strategi/ Pendekatan Perancangan. Untuk pemilihan judul rest area tol Semarang-Solo

GELANGGANG REMAJA MUSIK DI BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2015 RUMAH SAKIT KHUSUS GIGI DAN MULUT KELAS ADI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara universal, seni pertunjukan adalah karya seni yang melibatkan aksi

BAB I PENDAHULUAN. Bambang Herawan ( ) Universitas Sumatera Utara

BAB II DATA AWAL PROYEK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

SEKOLAH TINGGI SENI TEATER JAKARTA

Nama : Beni Kusuma Atmaja NIM : Kelas : 02 Topik : Ruang Konser

BAB I PENDAHULUAN. berkembang akan berbagai hal. Salah satu contoh kemajuan teknologi dan

I.1. LATAR BELAKANG I.1.1.

BAB III METODE PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TUGAS AKHIR BIOSKOP DI SINGARAJA KABUPATEN BULELENG-BALI STUDI AKUSTIK RUANG PERTUNJUKAN FILM BAB I PENDAHULUAN

BAB III METODE PERANCANGAN. kualitatif, analisis kualitatif adalah analisis dengan cara mengembangkan,

Medan Convention and Exhibition Center 1 BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Latar Belakang Perancangan. Pusat perbelanjaan modern berkembang sangat pesat akhir-akhir ini.

BAB I PENDAHULUAN. Concert : Pagelaran musik atau pementasan musik (Wikipedia, 2015)

BAB II PARAMETER PARAMETER AKUSTIK RUANGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kawasan Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Sumber:

BAB III METODE PERANCANGAN. dilakukan berbagai metode perancangan yang bersifat analisa yang

LANDASAN TEORI DAN PROGRAM

BAB 3 METODE PERANCANGAN. berisi sebuah paparan deskriptif mengenai langkah-langkah dalam proses

Art Centre Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang perlu dipelajari, baik secara formal maupun nonformal/otodidak), benda angkasa. Penemuan lain, ilmu informasi dan komunikasi,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perancangan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

1.4 Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Perancangan Sekolah Tinggi Musik Bandung 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PERANCANGAN

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PERANCANGAN. Ide perancangan muncul setelah melihat potensi kebudayaan di Madura

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Sport Hall

BAB III METODE PERANCANGAN. Dalam proses perancangan Kepanjen Education Park ini dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB III METODE PERANCANGAN. Metode perancangan yaitu proses atau urutan langkah-langkah yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Dukuh Atas Interchange Station BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan musik klasik di Indonesia telah meningkat dengan cukup pesat selama beberapa tahun terakhir ini. Pertunjukan musik klasik, seperti resital, orkestra, ensemble musik, paduan suara, dan opera, biasanya tidak menggunakan pengeras suara karena kualitasnya akan jauh berbeda bila dibantu dengan pengeras suara. Oleh sebab itu, pertunjukan musik klasik tidak bisa dilakukan di sembarang tempat melainkan harus didukung oleh akustik ruang tertentu. Bila dilakukan di tempat yang tidak memiliki akustik ruang yang baik maka pertunjukkannya akan menjadi hambar. Hal ini menegaskan kebutuhan masyarakat Indonesia akan gedung pertunjukan yang memiliki akustik yang berkualitas untuk mendukung perkembangan musik klasik tersebut. Perkembangan musik klasik ini, khususnya di bidang kepaduansuaraan, terlihat jelas dalam keberhasilan beberapa tim paduan suara Indonesia di kancah Internasional. Dalam 4 kali penyelenggaraan World Choir Games (WCG), tercatat paduan suarapaduan suara seperti PSM Universitas Kristen Parahyangan Bandung, PSM Universitas Padjajaran Bandung, Elfa s Singers, Paduan Suara Gema Sangkakala, PSM Institut Teknologi Bandung berhasil meraih medali emas, bahkan juara umum di beberapa kategori yang diselenggarakan. Prestasi ini membuat sebuah Intercultural Foundation, dalam hal ini Musica Mundi yang merupakan organisasi Internasional penyelenggara WCG, berkeinginan untuk menyelenggarakan kompetisi serupa di Indonesia pada tahun 2008. Namun hal itu terhambat, karena Indonesia tidak memiliki gedung pertunjukan yang memiliki akustik ruang yang baik, yang merupakan salah satu persyaratan utama. Hal ini sempat dibicarakan dalam suatu rapat antara tokoh musik Indonesia dengan Auditorium Musik Klasik di Bandung 1

Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, pada Juni 2006 yang lalu. Dengan tidak adanya sarana gedung pertunjukan tersebut mengakibatkan rencana terpaksa ditunda hingga 2010 nanti. Hal ini memperlihatkan betapa kita saat ini memang membutuhkan sebuah auditorium dengan akustik yang baik di Indonesia. Indonesia memang memiliki beberapa gedung pertunjukan yang sudah digunakan secara permanen untuk pertunjukan musik dan teater, sebagai contoh; Gedung Kesenian Jakarta (Pasar Baru, Jakarta), Goethe House Institute (Cikini, Jakarta), Graha Bakti Budaya (Taman Ismail Marzuki, Jakarta), Erasmus Huis (Kuningan, Jakarta), Aula Barat ITB (Bandung), Teater Tertutup Dago Tea House (Bandung), GSG Unpar, dan Pusat Perfilman Usmar Ismail (Kuningan, Jakarta). Namun, gedung-gedung tersebut tidak memiliki akustik ruang yang memadai. Tidak hanya di bidang kepaduansuaraan, ensembel musik klasik juga telah mengambil hati masyarakat Indonesia. Hal ini terlihat dalam jumlah orang yang mengikuti program pendidikan musik klasik di beberapa institusi pendidikan musik di beberapa kota besar di Indonesia. Di kota Bandung misalnya, tercatat dari 13 institusi pendidikan musik di Bandung (Elfa s Musik, Purwatjaraka Musik Studio, Sekolah Musik Nada, Swara Indah Musik, Yamaha Musik, dll) yang didapatkan dari survei, jumlah rata-rata peserta program musik klasik ini mencapai 40 orang. Program musik klasik ini mencakup kelas piano klasik, kelas gitar klasik, kelas biola, dan vokal. Melihat Kota Bandung merupakan kota yang mengalami perkembangan paling pesat di bidang musik klasik dan paduan suara, maka dirasa tepat bila sebuah auditorium didirikan di kota ini. Dengan agenda pertunjukan musik yang cukup padat dan jumlah seniman musik yang banyak maka auditorium merupakan sarana yang tepat. Sejarah Musik Klasik Kata klasik sebenarnya berkonotasi sesuatu yang bernilai abadi serta terstruktur dalam hal bentuk, rancangan, dan isi. Musik klasik ada sejak tahun 1250 di eropa, Auditorium Musik Klasik di Bandung 2

namun tidak berkembang dengan baik karena kreativitas manusia saat itu dikekang, dan semuanya hanya berpusat di gereja. Musik klasik yang berkembang pada saat itu adalah musik gregorian, yang sampai sekarang selalu digunakan untuk ibadat umat Katolik Roma. Baru pada tahun 1450, pada zaman renaissance, musik klasik berkembang dengan sangat pesat. Karena manusia sudah tidak dikekang lagi oleh Gereja. Perkembangan musik klasik ini mencapai puncaknya pada akhir abad 18. Komposer-komposer musik klasik seperti C. Monteverdi, A. Vivaldi, J.S. Bach, G. F. Handell, W.A. Mozart, Ludwig van Beethoven, F. Chopin, dengan karya-karyanya yang berbentuk concerto, symphony, sonata, dan lain-lain, secara tidak langsung turut meletakan dasar perkembangan Musik dunia. Paduan Suara dan musik klasik tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Musik klasik terbagi dalam beberapa era perkembangan yang pada masing-masing era tersebut memiliki ciri yang berbeda, yaitu; middle ages, renaissance, baroque, pre-classical, classical, romantic, dan modern. Sedangkan untuk Paduan Suara mulai berkembang pada era renaissance. Seiring dengan perkembangan musik klasik tersebut, perkembangan paduan suara, orkestra dan opera juga terus berkembang. Sehingga bisa dikatakan bahwa perkembangan musik klasik menentukan perkembangan musik paduan suara yang ada pada saat ini. 1.2 Pemahaman Judul Auditorium adalah bangunan yang besar yang biasa dipakai untuk pertunjukan sesuatu, atau sebagai ruang sebaguna, sedangkan musik klasik adalah musik yang berkembang di Eropa pada tahun 1250 1900an. Jadi, pengertian dari auditorium musik klasik adalah gedung yang mewadahi kegiatan pertunjukan musik, dalam hal ini adalah musik klasik. Auditorium Musik Klasik di Bandung 3

Pada awalnya bentuk auditorium merupakan shoe box, bentuk ini dianggap paling cocok karena tidak lebar, panjang, namun tinggi. Ketika amphitheater berkembang, maka bentuk auditorium pun dipengaruhi oleh bentuk-bentuk kipas, elips dan lingkaran. Bentuk ini efektif secara pandangan mata penonton, namun amat berisiko dalam hal pemfokusan suara. Menurut buku Acoustic Noise and Building karya P.H. Parkin dan H.M. Humpreys, dalam merancang sebuah auditorium musik, yang terpenting yang harus diperhatikan adalah menentukan waktu reverberasi. Waktu reverberasi adalah waktu yang diperlukan suara untuk turun hingga mencapai 60 db setelah sumber suara asli berhenti. Menurut hitungan waktu reverberasi ada 2 jenis ruang, yakni ruang mati dan ruang hidup. Ruang mati adalah ruang dimana ketika sumber suara berhenti, tidak terdengar bunyi pantul sama sekali. Sehingga suara asli seakan mati tertelan ruangan dan tidak dapat beresonansi dengan ruangan. Contoh ruangan ini adalah ruang yang dindingnya dilapisi dengan peredam bunyi, bahan-bahan lunak. Ruang hidup adalah ruang dimana ketika sumber suara berhenti, setelah itu dapat terdengar bunyi pantul. Sehingga suara asli dapat ikut beresonansi dan menimbulkan bunyi pantul seperti gema, gaung, dan kerdam. Contoh ruangan ini adalah ruang yang dindingnya merupakan dinding keras. Dengan mencari waktu reverberasi yang optimal maka kita dapat menghasilkan sebuah ruangan dengan akustik ruangan yang baik. 1.3 Tujuan Perancangan 1.3.1 Maksud Perancangan Maksud perancangan ini adalah sebagai berikut: Mewadahi kebutuhan masyarakat dari golongan tertentu akan fasilitas hiburan yang sesuai dengan lingkungan perkotaan. Auditorium Musik Klasik di Bandung 4

Memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa fasilitas refreshing, dan apresiasi terhadap musik. Mewujudkan sebuah sarana sebagai wadah yang paling tepat dan lengkap dalam memasyarakatkan musik dan mengembangkan musik. Meningkatkan kualitas lingkungan kota Bandung sekaligus memberikan kontribusi pada perkembangan wajah kota. 1.3.2 Fungsi Perancangan 1.3.2.1 Fungsi Bangunan Fungsi bangunan dalam perancangan ini adalah sebagai berikut: Dapat menciptakan suatu bangunan yang memanfaatkan sebesar mungkin kondisi tapak dan faktor-faktor lingkungan setempat. Membangun sarana apresiasi terbuka dan tidak membedakan lapisan masyarakat. Suatu bangunan yang mampu memberikan suasana yang mengangkat citra bangunan Gedung Konser (auditorium musik) sebagai suatu sarana bagi perkembangan musik yang bermutu. 1.3.2.2 Fungsi Perkotaan Fungsi perkotaan di dalam perancangan ini adalah sebagai penambah keragaman fungsi bangunan sekitar lingkungan dan kota Bandung. 1.3.2.3 Fungsi Keilmuan Fungsi keilmuan di dalam perancangan ini adalah untuk menambah rasa ingin tahu masyarakat akan kegiatan kesenian, terutama musik. 1.3.2.4 Fungsi Sosial Fungsi sosial di dalam perancangan ini adalah sebagai tempat berinteraksi antar sesama pengunjung yang memiliki maksud dan tujuan yang sama dengan suasana yang informal. Auditorium Musik Klasik di Bandung 5

1.4 Permasalahan Perancangan 1.4.1 Aspek Arsitektural Mengintegrasikan persyaratan akustik dengan persyaratan arsitektur dan struktur, sehingga bangunan yang direncanakan mempunyai kualitas akustik yang baik. Mencari pemecahan rancangan terhadap tuntutan teknis dan kebutuhan ruang dengan lokasi. Bagaimana merancang suatu fasilitas yang memiliki kualitas ruang yang baik sehingga suasana yang diharapkan bisa tercapai. Tuntutan program ruang dengan kebutuhan besaran ruang yang memadai yang disesuaikan dengan jumlah pengunjung, pemakai dan sarana yang dibutuhkan. Pola sirkulasi yang baik di dalam tapak mengingat terdapat multi fungsi di dalamnya. 1.4.2 Aspek Lingkungan Masalah pemilihan lokasi merupakan faktor yang sangat menentukan sehingga pemilihan lokasi perlu memperhatikan potensi yang dapat mendukung kegiatan/fungsi di dalam lingkungannya. Dari aspek lingkungan, pengolahan tapak ditujukan untuk mengakomodasi masyarakat untuk datang, namun mencegah kemacetan lalu lintas, di antaranya mempertimbangkan beberapa aspek berikut: Mempunyai fungsi utama sebagai kawasan komersil Pencapaian yang relatif mudah Suasana lingkungan yang menunjang Memiliki view yang baik 1.4.3 Aspek Bangunan Bangunan selayaknya memperhatikan keharmonisan lingkungan/kondisi sekitarnya, misalnya : kondisi iklim, kondisi tapak dan lain-lain. Auditorium Musik Klasik di Bandung 6

Bangunan dapat memberikan orientasi yang jelas bagi pemakai. Perlu memperhatikan faktor pencapaian baik dari pelaku di sekitar bangunan maupun pengunjung yang baru memasuki lokasi. Bangunan harus memiliki fasilitas publik yang baik bagi kenyamanan pemakai bangunan. Menentukan volume bangunan dan waktu reverberasi yangs sesuai pertunjukan yang ditampilkan Pemilihan sistem struktur yang tepat untuk fungsi yang diinginkan - Studi banding dilakukan dengan cara literatur yaitu mempelajari penyelesaian rancangan fasilitas serupa baik dari perancangan eksterior maupun suasana interior bangunan. - Studi langsung ke lapangan untuk mendapat pengetahuan mengenai kebutuhan ruang dan perilaku pengguna baik pengunjung maupun pengelola - Melakukan perbandingan dengan sarana gedung pertunjukan/ auditorium yang ada di Indonesia, baik terhadap tema maupun fungsi dengan mengetahui sistem dan kebutuhan ruang. 1.5 Pendekatan Perancangan 1.5.1 Metodologi Studi Metodologi studi yaitu sistem pengumpulan data-data yang diperlukan dan informasi serta masukan-masukan, gambaran-gambaran ataupun ide-ide yang menunjang proses perencanaan dan perancangan. Adapun metodologi studi yang dilaksanakan adalah : Studi literatur - Mencari data-data, teori-teori dan standar mengenai sarana auditorium yang didasarkan dari berbagai bahan referensi perancangan proyek sebagai bahan pertimbangan dan perbandingan untuk melengkapi datadata yang diperoleh Auditorium Musik Klasik di Bandung 7

- Mempelajari tipologi bangunan dari fasilitas rekreasi dan fasilitas yang erat kaitannya dengan gedung pertunjukan - Pendekatan secara teoritis dengan cara mempelajari dasar-dasar teoritis melalui pustaka untuk kemudian dipakai sebagai kelayakan program yang sesuai dengan tema perancangan. Pengamatan Lapangan - Mendapatkan data-data mengenai kondisi, potensi lokasi dan hal-hal yang dapat mempengaruhi perancangan - Mempelajari kondisi dan karakter lokasi beserta kawasan sekitarnya. Wawancara (interview), dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terstruktur dengan pihak-pihak yang terkait dengan perancangan proyek. Studi banding proyek sejenis, dengan melakukan survei lapangan dan literatur terhadap proyek sejenis dan kemudian membandingkannnya. 1.5.2 Lingkup/Batasan Batasan perancangan pada kasus ini adalah perancangan arsitektur fasilitas gedung pertunjukan di daerah urban Bandung, dari pemrograman sampai dengan gambar pra-rancangan. Lingkup perancangan meliputi penyusunan program ruang dan program kegiatan yang mengacu pada kegiatan gedung pertunjukan hasil studi banding lapangan dan studi literatur, perancangan gubahan masa, interior, struktur, akustik, dan utilitas serta perancangan tapak mencakup perancangan ruang-ruang luar, pemintakatan, dan perencanaan vegetasi. Perancangan di sini tidak mencakup pendanaan dan pengelolaan. 1.5.3 Kerangka Berpikir Skema kerangka berpikir ditampilkan pada Gambar 1.1. 1.6 Sistematika Laporan BAB I PENDAHULUAN Berisi uraian mengenai alasan pemilihan kasus, latar belakang, maksud & tujuan, fungsi perancangan, permasalahan perancangan, metodologi studi, Auditorium Musik Klasik di Bandung 8

lingkup dan batasan perancangan dan kerangka berpikir yang menjadi acuan dalam proses perancangan. BAB II BAB III BAB IV BAB V DATA AWAL PROYEK Deskripsi proyek terdiri atas lokasi, peraturan dan standar yang digunakan, pemahaman tipologi bangunan, tinjauan teori yang berhubungan, dan kriteria perancangan. ANALISIS Berisi tentang analisis tapak, analisis kegiatan/fungsional, analisis ruang dan bentuk, analisis pemakai, analisis struktur dan utilitas bangunan, dan kebutuhan ruang. KONSEP Bagian ini berisikan ide awal dan konsep umum, konsep tapak, konsep bangunan, konsep struktur, konsep utilitas, elektrikal dan plumbing. HASIL RANCANGAN Bagian ini berisikan hasil rancangan yang berupa penjelasan rancangan dan gambar. Auditorium Musik Klasik di Bandung 9

Latar belakang Musica Mundi ingin mengadakan WCG di Indonesia Tidak tersedianya sarana Gedung pertunjukan dengan akustik yang memadai Kebutuhan Indonesia akan sebuah Auditorium Maksud & Tujuan Wadah yang tepat dan lengkap dalam menampung kegiatan Kesenian (dalam hal ini Musik) Suatu sarana berapresiasi terbuka dan tidak membedakan golongan tertentu. Masalah Konteks lingkungan dalam area urban Memperhatikan penyelesaian pada Akustik, Struktur, interior, detail dan suasana yang diinginkan oleh pengunjung. Pengolahan data/analisis Konsep perancangan EVALUASI Pengembangan konsep perancangan Hasil perancangan Gambar 1. 1 Kerangka berpikir Auditorium Musik Klasik di Bandung 10