BAB I PENDAHULUAN. Konsep desentralisasi fiskal yang dikenal selama ini sebagai money

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. yang melambat ditandai dengan meningkatnya angka inflasi dan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi selalu menjadi topik utama dalam bidang Ilmu Ekonomi.

ANALISIS KEMANDIRIAN FISKAL DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU

ANALISIS KAUSALITAS EKSPOR NON MIGAS DENGAN PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN I IV.

DAN INVESTASI DI INDONESIA TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1997). ekonomi. Indikator ini pada dasarnya mengukur kemampuan suatu negara untuk

SKRIPSI. Kausalitas Jumlah Uang Beredar Terhadap Inflasi. di Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah dengan

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi juga merupakan indikator pencapaian pembangunan nasional. akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

BAB 1 PENDAHULUAN. pengeluaran pemerintah. Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri.

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan wujud partisipasi dari masyarakat dalam. pembangunan nasional. Pajak merupakan salah satu pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi pemerintah dalam suatu negara adalah : 1) fungsi stabilisasi, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-undang No.25 Tahun 2000 tentang Program. Pembangunan Nasional , bahwa program penataan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. tersedia, baik sumber daya alam maupun manusia, bagi kemakmuran dan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

Sumber : Perpustakaan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI


BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang. difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai penyempurnaan Undang-undang Nomor 22

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2001

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

BAB I PENDAHULUAN. dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

BAB 1 PENDAHULUAN. karena sebagian orang tua lebih memilih untuk mempekerjakan anaknya dari pada

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

BAB I PENDAHULUAN. karena pelaksanaan pembangunan daerah adalah dalam rangka pelaksanaan. pembangunan yang terbesar di seluruh pelosok tanah air.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah juga terus memperhatikan kondisi ekonomi Indonesia dan kondisi

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar. iii

Contoh Soal APBN Dan APBD Beserta Jawabannya

BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BONTANG

BAB VIII KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan yang berlaku (Chaizi dalam Susanti, 2010 :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I : Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pajak digunakan untuk pembangunan ekonomi, infrastruktur dan subsidi. Selama

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar NKRI Tahun 1945 Alinea ke-iv, yakni melindungi

I. PENDAHULUAN. pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. nyata dan bertanggung jawab. Sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 pasal 1

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan salah satu rangkaian dasar

PROPOSAL. KAUSALITAS ANTARA TINGKAT SUKU BUNGA DEPOSITO PADA BANK UMUM TERHADAP JUMLAH UANG BEREDAR di INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan, setiap daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur. Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Kontraprestasi yang diterima pembayar pajak bersifat tidak langsung, sebab pajak

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang ada di Asia Tenggara.

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam keuangan daerah menjadi salah satu tolak ukur penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah dibayarkan memiliki fungsi tertentu yaitu fungsi Budgetair (sumber

BAB II LANDASAN TEORI. Daerah, Jumlah Penduduk dan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Kondisi Geografis dan Profil Singkat Daerah Istimewa Yogyakarta. Gambar 4.1

IMPLEMENTASI PERDA KOTA DUMAI TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Undang undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah adalah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia sebagai negara Kesatuan menganut asas

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EVALUASI TERHADAP POTENSI PENDAPATAN DAERAH DARI SEKTOR PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (Studi Kasus di Pemda Kabupaten Klaten)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB IV METODA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kegiatan pemerintah dalam perekonomian tampaknya semakin besar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Dalam Membiayai Pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN` dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah. Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap daerah otonom diberi wewenang yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. pada meningkatnya dana yang dibutuhkan untuk membiayai pengeluaranpengeluaran. pemerintah di bidang pembangunan dan kemasyarakatan.

ANALISIS POTENSI PAJAK NEGARA DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan pada tingkat nasional, regional, maupun lokal.

DANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH

SKRIPSI. Oleh : PURNOMO NIM: B

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Konsep desentralisasi fiskal yang dikenal selama ini sebagai money follows function (Bahl,1998) mensyaratkan bahwa pemberian tugas dan kewenangan kepada pemerintah daerah (expenditure assignment) akan diiringi oleh pembagian kewenangan kepada daerah dalam hal penerimaan/pendanaan (revenue assignment). Hal ini dapat berarti bahwa hubungan keuangan pusat dan daerah perlu diberikan pengaturan sedemikian rupa sehingga kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggung jawab daerah dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan yang ada (Rahmawati, 2008). Sementara itu, dari sisi desentralisasi administrasi, telah diatur pembagian kewenangan antar tingkatan pemerintah daerah dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang dijabarkan secara lebih rinci dalam peraturan Pemerintah Daerah Nomor 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Dengan adanya pengaturan tersebut, diharapkan agar jaminan kepastian bagi penyelenggaraan pelayanan publik kepada masyarakat (Prawoto, 2011). Dalam teori perkembangan pengeluaran pemerintah yang dikemukakan oleh Peacock dan Wiseman mengatakan bahwa perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat, 1

2 walaupun tarif pajak tidak berubah, dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Oleh karena itu, dalam keadaan normal, meningkatnya GNP menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar (Guritno, 1994). Pajak adalah suatu pungutan yang merupakan hak prerogratif pemerintah, pungutan tersebut didasarkan pada Undang-undang. Pemungutanya dapat dipaksakan kepada subyek pajak untuk manaati dan tidak ada balas jasa yang langsung dapat ditunjukkan penggunannya. (Guritno,1994:181). Penerimaan pemerintah baik dari dalam maupun luar negeri sangat penting bagi keberhasilan proses pembangunan nasional, karena penerimaan pemerintah, terutama dari dalam negeri, yaitu dari minyak bumi dan gas alam, pajak dan non pajak adalah untuk menutup pengeluaran rutin pemerintah selama ini dan sisanya yang berupa tabungan pemerintah, setelah ditambah dengan pinjaman luar negeri dimanfaatkan untuk mendanai pembangunan (Sukanto, 2001). Pajak dan pungutan ditarik dari sektor swasta tanpa mengakibatkan timbulnya kewajiban bagi pemerintah terhadap pihak pembayar pinjaman merupakan suatu penarikan yang dilakukan sebagai pengganti janji pemerintah untuk membayar kembali pada suatu hari dimasa mendatang serta untuk membayar bunga selama periode pinjaman. Pajak merupakan suatu kewajiban, sementara pungutan dan pinjaman merupakan transaksi yang lebih

3 bersifat sukarela. Diantara ketiga sumber penerimaan ini, pajak merupakan bagian penerimaan yang besar (Musgrave, 1993). Berbagai macam pengeluaran rutin yang dilakukan pemerintah seperti, belanja pegawai, belanja barang, belanja pemeliharaan, subsidi dan lain-lain dibiayai oleh penerimaan Negara. Terutama dari penerimaan pajak yang berasal dari pajak bumi dan bangunan, pajak penjualan ekspor dan impor, pajak bea masuk cukai dan lain-lain. Semakin besar jumlah pajak yang diterima oleh pemerintah akan berakibat terhadap meningkatnya pendapatan yang diterima pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah, dimana akan memberikan pengaruh terhadap lancarnya kegiatan pemerintah. Sebaliknya menurunya penerimaan pajak yang diterima akan mengakibatkan berkurangnya penerimaan Negara, sehingga pemerintah akan mengeluarkan lebih banyak pengeluaran dengan menggunakan sumber-sumber penerimaan Negara yang lain untuk membiayai berbagai pengeluaran pemerintah (Sutrisno, 1983). Sejak tahun 1975, pemerintah Indonesia mengandalkan penerimaanya dari sektor migas yang mendomonasi sekitar 53 sampai 70 persen dari seluruh penerimaan pemerintah pada periode 1980/1981-1985. Hal ini bisa terjadi karena sejak tahun 1974 harga minyak di pasar Internasional selalu mengalami kenaikan, hingga mencapai puncaknya pada tahun 1981, sebesar 31 dollar per barrel (oil boom). Setelah periode itu, harga berangsur merosot menjadi 28 per barrel (1985), dan lembah terendah terjadi pada tahun 1986; sampai tingkat 9,83 dollar per barrel.

4 Kronologi penerimaan pemerintah pada periode 1980-1985 terlihat bahwa penerimaan pemerintah dari sektor pajak berkisar antara 93-77 persen dari keseluruhan penerimaan pemerintah, fluktuasi harga minyak di pasar internasional tersebut membawa dampak negatif terhadap penerimaan pemerintah, dan akhirnya mengait ke pertumbuhan ekonomi. Akibatnya laju pertumbuhan ekonomi diperkirakan menurun menjadi hanya 2,8% dari 6,7% pada tahun sebelumnya. Dalam GBHN juga telah disebutkan, bahwa pemerintah harus melaksanakan anggaran berimbang (balanced budget) sehingga setiap kenaikan penerimaan berarti pula kenaikkan pengeluaran, yang digunakan untuk membiayai aktivitas pembangunan (Guritno,1994: 45). Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu propinsi dari 33 propinsi di wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. DIY di bagian selatan dibatasi oleh laut Indonesia, sedangkan di bagian timur laut, tenggara, barat, dan barat laut dibatasi oleh wilayah propinsi Jawa Tengah yang meliputi Kabupaten Klaten di sebelah timur laut, Kabupaten Wonogiri di sebelah tenggara, Kabupaten Purworejo di sebelah barat dan Kabupaten Magelang di sebelah barat laut. DIY merupakan popinsi terkecil setelah DKI Jakarta, walaupun demikian, DIY merupakan Propinsi yang memiliki kondisi ekonomi yang relatif stabil dengan potensi alam dan pariwisatanya. Hal ini berpengaruh dari penerimaan pajak dan pengeluaran pemerintah sebagaimana terdapat pada grafik sebagai berikut:

5 Grafik 1.1 Grafik Realisasi Penerimaan Pajak dan Pengeluaran Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 1985-2010 Axis Title Rp2,200,000,000.00 Rp2,100,000,000.00 Rp2,000,000,000.00 Rp1,900,000,000.00 Rp1,800,000,000.00 Rp1,700,000,000.00 Rp1,600,000,000.00 Rp1,500,000,000.00 Rp1,400,000,000.00 Rp1,300,000,000.00 Rp1,200,000,000.00 Rp1,100,000,000.00 Rp1,000,000,000.00 Rp900,000,000.00 Rp800,000,000.00 Rp700,000,000.00 Rp600,000,000.00 Rp500,000,000.00 Rp400,000,000.00 Rp300,000,000.00 Rp200,000,000.00 Rp100,000,000.00 Rp- Chart Title 1985198719891991199319951997199920012003200520072009 Pengeluaran Pemerintah Pajak Dalam grafik Realisasi diatas terlihat jelas bahwa terjadi peningkatan dari tahun 2001 sampai 2010 dan paling puncak terjadi tahun 2009 pada variabel pengeluaran pemerintah sebesar Rp 1,57 triliun dan ternyata juga berpengaruh tinggi juga terhadap variabel penerimaan pajak sebesar Rp 541 milyar (BPS DIY, 2010). Berdasrkan data RAPBD propinsi DIY tahun 2009 penerimaan daerah tercatat sebesar Rp 1,22 Trilyun. Penerimaan daerah berasal dari Dana Perimbangan 50,62%, PAD mencapai 48,86% disusul penerimaan lainnya sebesar 0.52%. Sedangkan rencana anggaran belanja tahun 2009 tercatat sebesar Rp 1,41 Trilyun atau minus sebesar Rp 190, 45 milyar. Pengeluaran

6 untuk belanja tidak langsung merupakan bagian terbesar yaitu 51,31% dan total pengeluaran terutama untuk belanja pegawai 22,26%. Kemudian pada realisasinya terlihat jumlah penerimaan Daerah Istimewa Yogyakarta pendapatan daerah Rp, 1,28 triliun jadi naik sekitar 5,41% dari rencana anggaran, PAD teralisasi 52,8%, Pajak Daerah 44,4%, sedangkan pendapatan lainya yang sah sebesar 0,8%. Realisasi belanja sebesar Rp.1,33 triliun lebih kecil dari rencana anggaran sebesar 5,9 %, belanja langsung 44,72%, belanja tak langsung 49,43%, sedangkan belanja pegawai Penerimaan pajak Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 1985 sebesar Rp. 6.387.401.000,00 mengalami kenaikkan sampai tahun 1994 sebesar Rp 33.870.891,00 dan mengalami penurunan pada tahun 1995 dan naik lagi hingga tahun 2010, hanya pada tahun 2002 sempat turun. Pengeluaran pemerintah DIY mengalami turun naik secara tidak beraturan, namun pada saat pajak mengalami penurunan dari tahun 1998 sebesar Rp 20.432.448,00 dan tahun 1999 sebesar Rp 49.468.951,00, pengeluaran pemerintah mengalami kenaikkan pada tahun 1999. (DIY Dalam Angka ;2010). Dari latar belakang yang telah disampaikan seperti diatas, maka dalam penelitian ini penulis memilih judul Hubungan Kausalitas Penerimaan Pajak dan Pengeluaran Pemerintah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 1985-2010

7 B. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukan di atas yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pengaruh penerimaan pajak terhadap pengeluaran pemerintah? 2. Bagaimana pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap penerimaan pajak? 3. Bagaimana hubungan kausalitas antara penerimaan pajak dan pengeluaran pemerintah Daerah Istimewa Yogykarta dalam jangka pendek maupun jangka panjang tahun 1985-2010? C. TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis pengaruh penerimaan pajak terhadap pengeluaran pemerintah. 2. Menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap penerimaan pajak 3. Menganalisis hubungan kausalitas antara penerimaan pajak dan pengeluaran pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta pada periode tahun 1985-2010.

8 D. MANFAAT 1. Bagi penulis merupakan kesempatan untuk menerapkan teori-teori yang telah diperoleh dibangku kuliah. 2. Di bidang keilmuan untuk mengetahui hubungan penerimaan pajak dan pengeluaran pemerintah 3. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu masukan dan bahan pertimbangan dalam menentukan langkahlangkah dan kebiakan yang berkaitan dengan pengambilan keputusan atau kebijakan. E. METODE PENELITIAN 1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data skunder yang berbentuk time series tahun 1985-2010. Data yang digunakan meliputi data penerimaan pajak dan pengeluaran pemerintah yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). 2. Definisi Operasional Pajak adalah pungutan oleh Negara kepada penduduknya yang didasarkan pada Undang-Undang perpajakan, bersifat dapat dipaksakan dan bagi pembayarnya tidak diberikan kontraprestasi secara langsung. Pengenaan pajak mempunyai tiga fungsi ekonomi yaitu fungsi penerimaan (Budgetair), fungsi pengaturan (Regulated), fungsi distribusi dan fungsi demokrasi (Sutomo,2003).

9 Pengeluaran pemerintah yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah (dalam arti seluas-luasnya) melaksanakan kegiatan yang konkretnya berupa penggunaan barang-barang dan jasa atau sumbersumber daya ekonomi dan dinyatakan dalam penggunaan uang (Guritno,1994) 3. Metode Analisis Data Dalam penelitian ini digunakan Uji Kausalitas Granger dengan menggabungkan konsep-konsep kausalitas Granger dengan penentuan final prediction error (FPE) untuk mengetahui hubungan dimensi disatu sisi suatu variabel dependen (variabel tidak bebas) dan di sisi lain variabel independen tersebut dapat menempati posisi dependen variabel. Model tersebut dikenalkan oleh Akaike (1969) untuk mendapatkan waktu kelambanan maksimal yang optimal. Formulasi model uji kausalitas FPE pada dasarnya sama dengan formulasi uji kausalitas Granger, yakni: 1 1 1 1 1 1 2 Uji kausalitas FPE, namun demikian, memiliki langkah-langkah estimasi model dan kriteria penentuan arah kausalitas yang sangat berbeda dengan uji kausalitas Granger. Apabila pada uji kausalitas Granger k ditentukan secara seragam dan sama bagi semua model dan variabel, pada uji kausalitas FPE estimasi bertahap. Untuk mengetahui

10 apakah Penerimaan Pajak (Tax) menyebabkan Pengeluaran Pemerintah (Gov), misalnya, harus dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Regres Tax dengan nilai masa lalu Tax dengan berbagai waktu kelambanan maksimum (m) yang berbeda-beda: 1 1 2. Hitung nilai FPE untuk masing-masing nilai m dengan rumus: 1 1 pada saat FPE Tax (m) minimum berarti m ini adalah waktu kelambanan maksimum optimal untuk variabel Tax, sebut saja sebagai FPE Tax (m,o). 3. Ragres kembali Tax terhadap nilai masa lalu Tax dengan waktu kelambanan maksimum optimal (m,o) dan nilai masa lalu vaiabel Gov dengan berbagai waktu kelambanan maksimum (n) yang berbeda-beda:, 1 1 1 4. Hitung nilai FPE untuk masing-masing nilai n dengan rumus:, 1, 1 pada saat FPE Tax (mn) minimum berarti n ini adalah waktu kelambanan maksimum optimal untuk variabel Gov, sebut saja sebagai FPE Tax (mn,o)

11 5. Bandingkan FPE Tax (mn) dengan FPE Tax (mn,o). Apabila FPE Tax (m,o) < FPE Tax (mn,o) berarti model yang tepat adalah model yang tepat adalah model tanpa keberadaan vaiabel Gov, artinya Gov tidak menyebabkan Tax. Apabila FPE Tax (mn,o) < FPE Tax (m,o) berarti model yang tepat adalah model dengan keberadaan variabel Gov, artinya Gov menyebabkan Tax. F. SISTEMATIKA berikut: Dalam penulisan skripsi ini tersusun sistematika penulisan sebagai BAB I : PENDAHULUAN Pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitin, dan sistematika penulisan. BAB II : LANDASAN TEORI Bab ini membahas tentang landasan teori yang merupakan penjabaran dari kerangka yang berkaitan dengan pendapatan pajak dan pengeluaran pemerintah daerah. BAB III : METODE PENELITIAN Berisi data dan sumber data. Metode pengumpulan data, definisi operasional variabel, metode analisa data.

12 BAB IV : ANALISA DATA Berisi tentang deskripsi data, analisa data, hasil analisa dan pembahasannya. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Berisi tentang kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran yang perlu untuk disampaikan baik untuk obyek penelitian ataupun bagi penelitian selanjutnya.