BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan

dokumen-dokumen yang mirip
PUTUSAN MUDP BALI NO. 01/KEP/PSM-3MDP BALI/X/2010 SEBAGAI LEGITIMASI FORMAL ANAK PEREMPUAN BERHAK MEWARIS DI KABUPATEN BULELENG

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa

ISSN: Vol. 5, No. 1, April 2016

BAB I PENDAHULUAN. tata cara pergaulan hidup kemasyarakatan termasuk mempertanggung

BAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan

KEDUDUKAN AHLI WARIS PEREMPUAN BALI DALAM PERSPEKTIF HUKUM WARIS DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk-bentuk adat istiadat dan tradisi ini meliputi upacara perkawinan, upacara

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Anak merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Perkataan

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan. Manusia harus meninggalkan dunia fana. kekayaannya beralih pada orang lain yang ditinggalkannya.

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017 Website :

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sistem Hukum Adat dan sistem Hukum Islam. 1 Sebagai sistem hukum,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, masyarakat, dan lingkungan sekitarnya, selain itu kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda

BAB I PENDAHULUAN. adalah untuk dapat membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, untuk

KEDUDUKAN SUAMI ISTRI TERHADAP HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM HAL TERJADI PERCERAIAN: PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG PERKAWINAN DAN HUKUM ADAT BALI

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. pula harta warisan beralih kepada ahli waris/para ahli waris menjadi. Peristiwa pewarisan ini dapat terjadi ketika :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

I. PENDAHULUAN. satu suku di Indonesia yang bertempat tinggal di ujung selatan Pulau Sumatera.

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya

BAB I PENDAHULUAN. Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan masalah kepengurusan dan kelanjutan hak-hak serta

TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN DALAM PEMBAGIAN WARISAN I WAYAN ADIARTA / D

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. lainnya dalam satu kesatuan yang utuh (Abdulsyani, 1994:123).

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian.

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya

BAB I PENDAHULUAN. Untuk dapat mencegah permasalahan mengenai harta warisan tersebut, hukum

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan

KEDUDUKAN HAK MEWARIS WANITA HINDU DALAM SISTEM HUKUM ADAT WARIS DI BALI JURNAL. Disusun Oleh: NI LUH GEDE ISA PRARESTI DANGIN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa. 5 Dalam perspektif

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut stelsel

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan

DAFTAR PUSTAKA. A. Buku Abdurrachman, Hukum Adat Menurut Perundang-undangan Republik Indonesia, Cendana Press, Jakarta, 1984.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan yang

BAB III HUKUM WARIS ADAT KARO. pembagiannya pada zaman dulu yaitu pembagian Warisan menurut Adat Batak

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945

PELAKSANAAN KEPUTUSAN PESAMUHAN AGUNG III MAJELIS UTAMA DESA PAKRAMAN (MUDP) TERKAIT KEDUDUKAN PEREMPUAN HINDU BALI SEBAGAI AHLI WARIS

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhuk pribadi sekaligus makhluk

BAB I PENDAHULUAN. diberi nama. Meski demikian, Indonesia memiliki lima pulau besar yaitu

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain. 1. Pertalian darah menurut garis bapak (Patrilineal)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Aristoteles manusia adalah zoon politicon atau makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya

BAB III PENUTUP. 1. Pertimbangan putusan hakim dalam sengketa sentana nyeburin sebagai. sentana menurut hukum adat Bali terdiri dari:

BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang

Adopsi Menurut Kekerabatan Patrilineal

BAB I PENDAHULUAN. dibentuklah peraturan hukum untuk mengatur kepentingan manusia. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum yang selanjutnya timbul dengan adanya peristiwa kematian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus

DALUWARSA PENGHAPUS HAK MILIK DALAM SENGKETA PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling ketergantungan antara manusia yang satu dengan manusia yang

BAB V PARA AHLI WARIS

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya dengan surat wasiat maupun tanpa surat wasiat. 2. Pewaris meninggalkan harta kekayaannya yang akan diterima oleh ahli

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu masyarakat. Hal ini disebabkan karena hukum waris itu sangat erat kaitannya

BAB I PENDAHULUAN. pulau dan bersifat majemuk. Kemajemukan itu berupa keanekaragaman ras,

PEMBERIAN HAK WARIS BAGI ANAK PEREMPUAN DI BALI DALAM PERSPEKTIF KEADILAN

Oleh RIAN PRIMA AKHDIAWAN

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WARISAN MENURUT HUKUM ADAT UNTUK SUAMI ATAU ISTRI YANG HIDUP TERLAMA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

BAB I PENDAHULUAN. istiadat yang mempunyai sistem kekerabatan yang berbeda-beda. Sistem

ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Republik Indonesia (NRI) memiliki wilayah yang sangat luas

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dan kerukunan dalam keluarga tetap terjaga. Pewarisan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum, 1 dimana setiap perilaku dan

BAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebaik-baiknya dan merupakan tunas-tunas bangsa yang akan meneruskan cita-cita

BAB I PENDAHULUAN. tentang pendirian PT. PT didirikan oleh dua orang atau lebih, yang dimaksud

Jurnal. Magister Hukum Udayana Juli 2015 (UDAYANA MASTER LAW JOURNAL) HAK WARISAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN DAHA TUA MENURUT HUKUM ADAT BALI

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Bali memiliki sistem pewarisan yang berakar pada sistem kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan lebih dititikberatkan menurut garis keturunan pria. Maka kedudukan pria lebih diutamakan dari wanita. Pria adalah penerus keturunan bapaknya yang ditarik dari satu bapak asal, sedangkan wanita disiapkan untuk menjadi anak orang lain yang akan memperkuat keturunan orang lain. Oleh karena itu apabila satu keluarga tidak mempunyai anak laki-laki dan tidak mempunyai keturunan dikatakan putus keturunan. Sistem kekerabatan ini di Bali dikenal sebagai sistem keturunan laki-laki purusha. 1 Bagi keluarga yang hanya memiliki anak perempuan dan sama sekali tidak diberikan keturunan anak laki-laki, maka dianggap ini sebuah malapetaka, nasib tidak mujur dan berbagai makna yang mengkhawatirkan. 2 Anak perempuan, tidak sebagai penerus keturunan dalam Hukum Hindu pada Masyarakat Adat di Bali yang menganut sistem patrilinial. Apabila terjadi perkawinan di luar lingkungan keluarga purusha (sistem keturunan laki-laki), maka ia tidak mendapatkan hak terhadap harta kekayaan orang tuanya. Anak laki-laki yang mewarisi semua harta warisan, keturunan, membayar hutang orang tua, dan melakukan upacara kematian ngaben jika orang tua 1 Hilman Hadikusuma, 1987, Hukum kekerabatan Adat, Fajar Agung, Jakarta, hlm. 33 2 Made Aripta Wibawa, 2006, Wanita Hindu Sebuah Emansipasi Kebablasan, PT Empat Warna Komunikasi, Denpasar, hlm. 98 1

2 meninggal, sebab anak laki-laki sebagai garis purusha (sistem keturunan laki-laki) yang dipersiapkan untuk melanjutkan keturunan. Tidak demikian dengan nasib dan kedudukan anak perempuan, apabila anak perempuan menikah dengan orang yang bukan dalam garis purusha (sistem keturunan laki-laki) maka ia dianggap sudah keluar dari lingkungannya (clan, soroh atau marga), maka anak perempuan tidak memiliki kewajiban terhadap orang tua dan clannya. Hal tersebut menyebabkan wanita tidak diberikan hak untuk mewaris. Hanya jika saudara prianya mengikhlaskan untuk memberikan suatu pemberian sama rata atau memilih untuk tidak menikah sepanjang hidup atau wanita dapat berposisi purusha (sistem keturunan laki-laki) apabila perkawinan dilakukan dengan sistem nyentana. 3 Sistem perkawinan nyentana adalah sistem perkawinan dimana pihak perempuan tidak keluar dari clan atau kerabat ayah kandungnya namun membawa pihak laki-laki masuk ke dalam kerabat ayah kandung wanita sehingga pria berubah kedudukannya menjadi wanita dan wanita berubah kedudukannya menjadi pria. Sering terjadi saat seorang anak perempuan menikah dan keluar dari lingkungan clan atau kerabat dari orang tuanya, orang tua memberikan harta sebagai bawaan dalam pernikahan yang disebut harta tetatadan (harta bawaan) seperti harta bergerak contohnya perhiasan, motor dan mobil. 3 ibid hlm. 99

3 Wanita di dalam Hukum Adat Masyarakat Bali, selain tidak memperoleh hak untuk mewarisi barang-barang tetap dari harta peninggalan orang tuanya, wanita yang suaminya meninggal dunia juga tidak berhak untuk memperoleh bagian dari harta yang selama suaminya hidup telah terkumpul sebagai harta perkawinan. Demikian juga halnya dengan wanita yang bercerai menurut Hukum Adat Masyarakat Bali, tidak memperoleh bagian apa pun dari harta perkawinan. Sudah terbiasa kita dengar bahwa perempuan Bali kawin tanpa membawa apa-apa dan ketika bercerai pulang hanya membawa kain di badan. 4 Keadaan terhadap perlakuan yang diskriminatif ini kemungkinan besar masih diterima oleh banyak wanita Bali yang dengan pasrah menerima Hukum Adat tersebut, dalam perkara-perkara di pengadilan terhadap pembagian waris di Bali banyak hakim yang memutus perkara dengan berpedoman pada Hukum Adat tersebut. Mengacu pada Yurisprudensi Mahkamah Agung M.A. tgl.3-12-1958 No.200 K/Sip/1958 menurut Hukum Adat Bali, yang berhak mewarisi sebagai ahli waris ialah hanya keturunan pria dari pihak keluarga pria dan anak angkat lelaki. 5 Yurisprudensi Mahkamah Agung M.A tgl. 1-6-1955 No. 53 K/Sip/1952 menetapkan menurut Hukum Adat di Bali, jika seseorang wafat meninggalkan seorang anak laki-laki, maka anak itu adalah satu-satunya ahli waris, yang berhak 4 Luh Putu Anggreni Kesetaraan Dalam Hukum Adat Bali http://www.balisruti.or.id/kesetaraan-dalam-hukum-adat-bali.html. Diakses tanggal 18 Juni 2011 5 Subekti, 1991, Hukum Adat Indonesia Dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung cetakan ke 4, Alumni, Bandung, hlm. 7

4 untuk mengajukan gugatan tentang peninggalan almarhum bapaknya. 6 Hal ini memberikan gambaran relasi timpang atau relasi gender antara wanita dan pria pada sistem pewarisan adat di Bali sangat jelas terungkap bahwa kedudukan wanita Bali sangat subordinatif terhadap pria Bali, dan gerakan dari pria untuk mengukuhkan proses itu sangat kuat. Hal tersebut menimbulkan keluhan-keluhan dari wanita-wanita di Bali terhadap ketidakadilan keadaan tersebut, sementara itu dalam berbagai instrumen Peraturan Perundangan Nasional telah terumus berbagai instrumen hukum yang menjamin persamaan hak antara wanita dan pria. Melihat pengaturan yang normatif seolah-olah terdapat jurang antara apa yang terumus dalam Hukum Adat di satu sisi dan Hukum Nasional di sisi yang lain. Pada kenyataan sehari-hari selalu saja dapat dijumpai perempuan-perempuan yang mengalami diskriminasi dalam hal waris, dan tidak mempunyai akses kepada Peradilan Negara. 7 Dewasa ini pewarisan pada Masyarakat Adat Bali telah mengalami perkembangan khususnya terhadap persamaan hak dalam pewarisan bagi wanita Bali yang telah diatur dalam Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman Bali (MUDP) Bali No. 01/KeP/Psm-3/MDP Bali/X/2010, tanggal 15 oktober 2010, tentang hasil-hasil Pasamuan Agung III MUDP Bali. Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman Bali (MUDP) Bali No. 01/KeP/Psm-3/MDP Bali/X/2010 memutuskan mengenai kedudukan suami- 6 Ibid, hlm. 9 7 Sulistyowati Irianto, 2005, Perempuan di Antara Berbagai Pilihan Hukum, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, hlm.4

5 istri dan anak terhadap harta pusaka dan harta gunakaya, termasuk hak waris anak perempuan (anak kandung maupun anak angkat). Secara singkat, hak waris anak perempuan menurut Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman Bali (MUDP) Bali No. 01/KeP/Psm-3/MDP Bali/X/2010 sebagaimana dijelaskan oleh pakar Hukum Adat FH Unud Prof. Dr. Wayan P. Windia, S.H.,M.Si sebagai berikut Sesudah 2010 wanita Bali berhak atas warisan berdasarkan Keputusan Pasamuhan Agung III MUDP (Majelis Utama Desa Pakraman) Bali No. 01/Kep/PsM-3/MDP Bali/X/2010, 15 Oktober 2010. Wanita Bali menerima setengah dari hak waris purusha setelah dipotong 1/3 untuk harta pusaka dan kepentingan pelestarian. Hanya jika kaum wanita Bali yang pindah ke agama orang lain, mereka tidak berhak atas hak waris. Jika orangtuanya ikhlas, tetap terbuka dengan memberikan jiwa dana atau bekal sukarela. 8 Salah satu implementasi keputusan MUDP ini terlihat di Kota Denpasar, di mana di Denpasar Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman Bali (MUDP) Bali No. 01/ KeP/ Psm-3/ MDPBali/ X/ 2010 ini belum sepenuhnya dilaksanakan oleh Masyarakat Adat Bali di Desa Pakraman mereka. Masyarakat diberi kebebasan untuk menggunakan sistem patrilineal seperti kebiasaan yang ada atau menggunakan Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman Bali (MUDP) Bali No. 01/ KeP/ Psm-3/ MDPBali/ X/ 2010. Konsekuensi bagi masyarakat yang menggunakan keputusan MUDP sebagai dasar pembagian warisnya tidak mengikat siapapun. Bentuk pewarisan yang ada saat ini yaitu mayorat anak laki-laki tetap dapat digunakan di Masyarakat Adat Bali, karena memang tidak ada pelarangan atau sanksi apapun bagi masyarakat yang menggunakan dasar pembagian waris berdasarkan Keputusan MUDP (Majelis Utama Desa Pakraman). 9 8 Bali Post, Wanita Bali Multi Fungsi Tetapi dipinggirkan http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberitaindex&kid=32&id=62487 Diakses tanggal 25 februari 2013. 9 Rimawati,Tody Sasmitha, 2012, Hak Waris Anak Perempuan Pada Masyarakat Bali Berdasarkan Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman Bali Nomor 01/KEP/PSM-3/MDP

6 Melihat fenomena tersebut di atas, secara singkat wanita Bali yang telah menikah dan tidak menjadi purusha berhak untuk mewaris, memperoleh harta orang tua atau suaminya, namun di dalam implementasinya salah satu contoh yang terdapat di Kota Denpasar hasilhasil keputusan MDP (Majelis Desa Pakraman) Bali ini merupakan pilihan hukum di dalam proses pembagian waris bagi anak perempuan. Penulis melalui penelitian ini mengkaji mengenai proses pembuatan hingga berlakunya Keputusan Pasamuan Agung III MUDP BALI No. 01/Kep/PsM- 3/MDP BALI/X/2010, serta pembagian waris bagi wanita dalam Hukum Waris Adat Bali, dan penyelesaian pembagian waris bagi wanita jika tejadi sengketa setelah berlakunya Keputusan Pasamuan Agung III MUDP BALI No. 01/Kep/PsM-3/MDP BALI/X/2010 di Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng Bali. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah proses pembuatan hingga berlakunya Keputusan Pasamuan Agung III Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Bali No. 01/Kep/PsM-3/MDP BALI/X/2010? BALI/X/2010 Tentang Hasil Pasamuhan Agung III MUDP Bali, Laporan akhir penelitian, Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada, hlm. 36

7 2. Bagaimanakah pembagian waris bagi wanita dalam Hukum Waris Adat yang dijalankan masyarakat Bali di Kecamatan Buleleng setelah berlakunya Keputusan Pasamuan Agung III Majelis Utama Desa Pakraman Bali (MUDP) Bali No. 01/KeP/PsM-3/MDP Bali/X/2010? 3. Bagaimanakah penyelesaian pembagian waris bagi wanita jika terjadi sengketa setelah berlakunya Keputusan Pasamuan Agung III Majelis Utama Desa Pakraman Bali (MUDP) Bali No. 01/KeP/PsM-3/MDP Bali/X/2010 di Kecamatan Buleleng? C. Keaslian Penelitian Berdasarkan eksplorasi penulis, belum ada penulis lain yang melakukan kajian tentang penelitian ini dalam bentuk skripsi, tesis atau penelitian yang lain. Namun demikian, ada beberapa tulisan lain yang mirip dengan tema ini, yaitu terhadap penelitian yang berjudul: 1. ANALISIS YURIDIS TERHADAP HAK WARIS ANAK PEREMPUAN PADA MASYARAKAT BATAK KARO MENURUT HUKUM ADAT (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1542 K/Pdt/1999 tanggal 24 Mei 2000). Ditulis oleh Maya Kania pada Fakultas Hukum Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

8 Adapun rumusan masalah dalam penelitian tersebut adalah: 10 a. Apakah putusan pengadilan terhadap sengketa pembagian warisan Nampat Sitepu telah sesuai dengan ketentuan Hukum Adat pada masyarakat Batak Karo? b. Dasar hukum manakah yang digunakan hakim dalam memutuskan perkara pembagian waris pada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1542K/Pdt/1999 tanggal 24 Mei 2000 mengenai persamaan dan hak yang sama anak perempuan dan anak laki-laki dalam pembagian harta warisan terhadap harta yang ditinggalkan oleh pewaris? Persamaan penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian ANALISIS YURIDIS TERHADAP HAK WARIS ANAK PEREMPUAN PADA MASYARAKAT BATAK KARO MENURUT HUKUM ADAT (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1542 K/Pdt/1999 tanggal 24 Mei 2000) adalah mengenai temanya yaitu mengenai kedudukan anak perempuan dalam pewarisan. Berbeda mengenai rumusan masalah dan tempat penelitian. Penelitian yang dilakukan penulis menjelaskan mengenai proses pembuatan hingga berlakunya Keputusan Pasamuan Agung III Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) BALI No. 01/Kep/PsM-3/MDP BALI/X/2010, serta pembagian waris bagi wanita dalam Hukum Waris Adat Bali, dan penyelesaian pembagian waris bagi 10 Maya Kania, Analisis Yuridis Terhadap Hak Waris Anak Perempuan Pada Masyarakat Batak Karo Menurut Hukum Adat (Studi Kasus putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1542/K/Pdt/1999 tanggal 24 Mei 2000), Tesis, Fakultas Hukum Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, hlm.8

9 wanita jika terjadi sengketa setelah berlakunya Keputusan Pasamuan Agung III Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) BALI No. 01/Kep/PsM-3/MDP BALI/X/2010. Lokasi penelitian dalam penelitian ini di Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng Bali. 2. Penelitian yang berjudul HAK WARIS ANAK PEREMPUAN PADA MASYARAKAT BALI BERDASARKAN KEPUTUSAN MAJELIS UTAMA DESA PAKRAMAN BALI NOMOR 01/KEP/PSM/-3/MDP BALI/X/2010/ TENTANG HASIL PASAMUHAN AGUNG III MUDP BALI. Ditulis oleh Rimawati,S.H.,M.HUM dan Tody Sasmitha,S.H.,LL.M. Adapun rumusan masalah dalam penelitian tersebut adalah: 11 a. Bagaimanakah dampak hak waris anak perempuan pada masyarakat Bali berdasarkan Keputusan Pasamuan Agung III MUDP BALI No.01/Kep/PsM-3/MDP Bali/X/2010 di Kota Denpasar dan konsekuensinya terhadap bentuk pewarisan yang ada saat ini? b. Bagaimanakah pelaksanaan pewarisan atas anak perempuan pada masyarakat Bali berdasarkan Keputusan Pesamuan Agung III MUDP Bali No.01/Kep/PSM-3MDP Bali/X/2010 di Kota Denpasar? 11 Rimawati, Tody Sasmitha, 2012, Hak Waris Anak Perempuan Pada Masyarakat Bali Berdasarkan Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman Bali Nomor 01/KEP/PSM-3/MDP BALI/X/2010 Tentang Hasil Pasamuhan Agung III MUDP Bali, Laporan akhir penelitian, Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada, hlm. 5

10 Persamaan penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian HAK WARIS ANAK PEREMPUAN PADA MASYARAKAT BALI BERDASARKAN KEPUTUSAN MAJELIS UTAMA DESA PAKRAMAN BALI NOMOR 01/KEP/PSM/-3/MDP Bali/X/2010/ TENTANG HASIL PASAMUHAN AGUNG III MUDP BALI, adalah mengenai temanya yaitu mengenai kedudukan anak perempuan dalam pewarisan, dan acuan permasalahannya yaitu mengenai waris terhadap perempuan yang didasarkan kepada Keputusan Pasamuan Agung III MUDP BALI No. 01/Kep/PsM- 3/MDP Bali/X/2010. Berbeda mengenai rumusan masalah dan tempat penelitian. Penelitian yang dilakukan penulis memaparkan mengenai proses pembuatan hingga berlakunya Keputusan Pasamuan Agung III MUDP BALI No. 01/Kep/PsM-3/MDP Bali/X/2010, serta pembagian waris bagi wanita, setelah berlakunya Keputusan Pasamuhan Agung III MUDP BALI No. 01/Kep/PsM-3/MDP Bali/X/2010 dan penyelesaian terhadap pembagian waris bagi wanita jika terjadi sengketa setelah berlakunya Keputusan Pasamuhan Agung III MUDP BALI No. 01/Kep/PsM-3/MDP BALI/X/2010. Lokasi penelitian dalam penelitian ini di Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng Bali. D. Tujuan Penelitian Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk dapat menjawab rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini diuraikan dari rumusan masalah di atas yaitu:

11 1. Untuk mengetahui, memahami, dan mengungkapkan proses pembuatan hingga berlakunya Keputusan Pasamuan Agung III MUDP (Majelis Utama Desa Pakraman) Bali No. 01/Kep/PsM-3/MDP Bali/X/2010. 2. Untuk mengetahui, memahami dan mengungkapkan pembagian warisan bagi wanita yang dijalankan masyarakat Bali di Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng setelah berlakunya Keputusan Pasamuan Agung Majelis Utama Desa Pakraman Bali (MUDP) Bali No. 01/KeP/PsM-3/MDP Bali/X/2010. 3. Untuk mengetahui, memahami dan mengungkapkan penyelesaian yang dilakukan masyarakat di Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng mengenai pembagian waris bagi wanita jika terjadi sengketa setelah berlakunya Keputusan Pasamuan Agung III Majelis Utama Desa Pakraman Bali (MUDP) Bali No. 01/KeP/PsM-3/MDP Bali/X/2010. E. Manfaat Penelitian Penelitian tentang Pembagian Waris Bagi Wanita Dalam Hukum Waris Adat Bali Setelah berlakunya Keputusan Pasamuhan Agung III MUDP Bali No. 01/Kep/PsM-3/MDP Bali/X/2010 di Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng Bali, diharapkan akan berguna dan membawa manfaat bagi semua pihak dari segi praktis atau teoritis. Adapun penjelasan yang lebih rinci mengenai kegunaan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Jika dikaji dari sudut pandang teoritis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan Ilmu Hukum pada umumnya dan

12 Hukum Waris Adat pada khususnya, agar permasalahan terhadap pewarisan dapat dikaji secara mendalam. 2. Jika dikaji dari sudut pandang praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukan bagi pihak-pihak yang terkait bagi pembangunan Negara dan Bangsa: a. Bagi masyarakat, harapan penulis adalah dapat membantu masyarakat dalam memperoleh informasi mengenai masalah Hukum Waris Adat Bali, sehingga diharapkan masyarakat dalam melakukan proses waris khususnya bagi Masyarakat Bali di Indonesia dapat memperoleh keadilan terhadap pewarisan tanpa membedakan anak laki-laki maupun anak perempuan. b. Bagi notaris, harapan penulis adalah hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan sumbangan pemikiran untuk notaris Indonesia dalam memberikan penyuluhan hukum kepada klien khususnya dalam hal pembagian warisan pada Masyarakat Bali mengenai kedudukan anak perempuan sehingga dapat memberikan perlindungan hukum kepada para pihak. c. Bagi Pengadilan, harapan penulis adalah hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada hakim di dalam memutus perkara-perkara yang berkaitan dengan pewarisan adat Bali.