BAB I PENDAHULUAN. tata cara pergaulan hidup kemasyarakatan termasuk mempertanggung

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. tata cara pergaulan hidup kemasyarakatan termasuk mempertanggung"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ukuran kedewasaan seseorang sebagai subyek hukum yang cakap, didalam hukum adat seseroang telah dikatakan dewasa apabila ia telah purna jeneng yaitu mampu untuk bekerja secara mandiri, cakap mengurus harta benda dan keperluannya sendiri, serta cakap untuk melakukan segala tata cara pergaulan hidup kemasyarakatan termasuk mempertanggung jawabkan segala tindakannya. 1 Seseorang akan melangsungkan perkawinan setelah beranjak dewasa dengan pasangan hidupnya yang bertujuan membentuk suatu keluarga bahagia lahir batin serta mendapatkan keturunan sebagai penerus generasi dalam keluarganya. Budaya perkawinan dan peraturan yang berlaku pada suatu masyarakat tidak terlepas dari pengaruh budaya dan lingkungan dimana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Perkawinan dan keluarga menurut hukum adat memiliki kolerasi yang sangat tajam. Bukan semata mata merupakan ikatan kontraktual antara laki-laki dengan seorang perempuan, perkawinan adalah implemetasi perintah Tuhan yang melembaga dalam masyarakat untuk membentuk rumah tangga dalam ikatan-ikatan keluarga Iman Sudiyat Hukum Adat Sketsa Asas. Yogyakarta. Liberty. Hal Hilman Hadikusuma Hukum Perkawinan Indonesia. Bandung. CV Bandar Maju. Hal

2 2 Sistem kekeluargaan yang dianut oleh masyarakat Indonesia sangat mempengaruhi dalam hal pewarisannya. Di Indonesia secara umum ada tiga sistem kekeluargaan yaitu sistem patrilineal, dimana kedudukan pria lebih menonjol pengaruhnya dalam pembagian warisan sehingga hanya anak laki-laki yang akan menjadi ahli waris. Sebaliknya dalam sistem matrilineal kedudukan perempuan lebih menonjol dibandingkan kedudukan laki-laki dalam pewarisan ahli waris dalam sistem matrilineal adalah mereka yang ada pada garis ibu. Pada sistem parenatal / bilateral yaitu sistem kekeluargaan yang ditarik dari garis ayah dan ibu sehingga tidak ada perbedaan kedudukan antara pihak laki-laki dan perempuan dalam memperoleh warisan. 3 Hukum waris Indonesia bersifat majemuk, hal tersebut terjadi karena Indonesia belum mempunyai Undang-Undang Hukum Waris Nasional yang berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia. Hukum waris adat di Indonesia bersifat pluralistik disebabkan oleh karena sistem garis keturunan yang berbeda-beda yang menjadi dasar sistem suku-suku bangsa dan kelompok-kelompok etnik. Sehubungan dengan belum adanya Undang-Undang tersebut di Indonesia masih diberlakukan 3 (tiga) sistem hukum kewarisan yakni hukum kewarisan KUH Perdata, Islam, dan Adat. 4 Hukum waris menurut konsepsi hukum perdata Barat berlaku untuk masyarakat non muslim, termasuk warga negara Indonesia 3 Haniam Maria Mengenal Sistem Kekerabatan Patrilineal dan Matrilineal. Diakses tanggal 8 April 2016, pukul Soerjono Soerkanto Hukum Adat Indonesia. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada. Hal 12.

3 3 keturunan Tionghoa maupun Eropa yang keturunannya diatur dalam Buku II KUH Perdata. Pasal yang mengatur tentang waris sebanyak 300 pasal, yang dimulai dari pasal 830 KUH Perdata sampai dengan pasal 1130 KUH Perdata. Orang-orang yang berhak menerima warisan dibedakan menjadi dua macam yaitu ditentukan oleh undang-undang, pada hal ini mewaris dapat berdasarkan kedudukan sendiri atau mewaris berdasarkan penggantian tempat dan ahli waris yang ditentukan berdasarkan wasiat. Dalam pasal 832 KUH Perdata yang ditentukan sebagai ahli waris adalah para keluarga sedarah dan suami atau istri yang hidup terlama. 5 Dalam hukum islam dikenal dengan istilah Faraid yang dapat diartikan bagian-bagian tertentu yang diperuntukan bagi ahli waris tertentu dalam hal atau keadaan tertentu. Ketentuan yang terdapat dalam Al-Qur an Surah An Nisaa ayat 11 mengandung beberapa garis hukum kewarisan Islam, diantaranya bagian separuh anak laki-laki sama dengan bagian dua anak perempuan, dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua maka bagi merek 2/3 dari harta yang ditinggalkan, jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dari ibu bapak, bagi masing-masingnya 1/6 dari harta yang ditinggalkan. Hukum waris Islam berlaku bagi masyarakat Indonesia yang beragama Islam yang diatur dalam pasal Kompilasi Hukum Islam. Didalam Bab II Kompilasi Hukum Islam pasal 172 menjelaskan tentang ahli waris yaitu ahli waris dipandang beragama islam apabila 5 Obbie Afri Gultom Ketentuan Waris BW. Diakses tanggal 8 April 2016, pukul 0.55

4 4 diketahui dari kartu identitas atau pengakuan, amalan, kesaksian, sedangkan bagi bayi yang baru lahir atau anak yang belum dewasa beragama menurut ayahnya atau lingkungannya. 6 Ketentuan-ketentuan diatas hanya berlaku bagi masyarakat Indonesia yang beragama islam. Ketentuan kedudukan ahli waris dalam hukum juga dapat dilihat dalam hukum waris adat yang berlaku diberbagai daerah di Indonesia. Dalam hal mengenai kedudukan ahli waris, hukum adat melihatnya atas sistem kekeluargaan yang dianut oleh masyarakat adat tersebut. Seperti yang sudah dijelaskan diatas sebelumnya di Indonesia ada tiga sistem kekerabatan yaitu patrilineal, matrilineal, dan bilateral. Disamping sistem kekeluargaan yang sangat berpengaruh terhadap pengaturan hukum waris adat, terutama terhadap penetapan ahli waris dan bagian harta peninggalan yang diwariskan, hukum waris adat mengenal tiga sistem kewarisan yaitu sistem kewarisan individual yaitu sistem kewarisan yang menentukan bahwa para ahli waris mewarisi secara perorangan misalnya di Jawa, Batak, Sulawesi. Sistem kewarisan kolektif yaitu sistem yang menetukan bahwa para ahli waris mewaris harta peningggaan secara bersama-sama sebab harta peninggalan yang diwarisi itu tidak dapat dibagi-bagi pemilikannya kepada masing-masing ahli waris. Sistem kewarisan mayorat yaitu sistem yang mentukan bahwa harta peninggalan pewaris hanya diwarisi oleh seorang anak. Sistem mayorat ini 6 Nurul Fajrien Studi Komparatif Pembagian Waris Anak Perempuan Antara Hukum Waris Islam Dengan Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Hasil Penelitian Fundamental DIKTI, Pontianak.

5 5 ada dua macam yaitu mayorat laki-laki, yaitu apabila anak laki-laki tertua/sulung atau keturunan laki-laki merupakan ahli waris tunggal. 7 Kedudukan ahli waris dalam KUH Perdata yang menetapkan tertib keluarga yang menjadi ahli waris yaitu isteri atau suami yang ditinggalkan dan keluarga sah atau tidak sah dari pewaris. Undang-undang tidak membeda-bedakan ahli waris anak laki-laki dan anak perempuan, juga tidak membedakan urutan kelahiran. Hanya ada ketentuan bahwa ahli waris golongan pertama jika masih ada maka akan menutup hak anggota keluarga lainnya dalam garis lurus keatas maupun kesamping. 8 Kedudukan ahli waris dalam hal ada anak laki-laki dan perempuan pembagiannya 2:1, seorang anak laki-laki mendapat perolehan sebanyak dua orang anak perempuan. Jika dalam keluarga hanya ada anak perempuan maka ia mendapat jaminan dengan bagian tertentu yang disebut dengan dzul faraa idh. Dzul faraa idh yaitu ahli waris yang sudah ditentukan dalam Al- Qur an, yakni ahli waris langsung yang mesti selalu mendapat bagian tetap tertentu yang tidak berubah-berubah. Adapun rincian masing-masing ahli waris dzul- faraa idh ini dalam Al- Quran tertera dalam surat An- Nisaa ayat 11, 12, dan Menentukan ahli waris dalam hukum adat tidak lepas dari sistem kekelurgaan yang dianut oleh masing-masing daerah di Indonesia. Pada sistem kekelurgaan patrilineal yang berhak mewarisi harta peninggalan 7 Eman Suparman Hukum Waris Indonesia Dalam Perspektif Islam, Adat, dan Bw. Bandung. PT Refika Aditama. Hal ibid. hal 30 9 Sajuti Thalib Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia. Jakarta. Sinar Grafika. Hal 118.

6 6 pewaris hanyalah keturunan laki-laki, sedangkan anak perempuan sama sekali tidak mewaris. Titik tolak anggapan tersebut adalah emas kawin yang membuktikan bahwa perempuan dijual, adat lakoman yang membuktikan bahwa perempuan diwarisi oleh saudara dari suami yang meninggal dan lain sebagainya. 10 Pada sistem kekerabatan matrilineal mereka berasal dari satu ibu yang dihitung menurut garis ibu yakni saudara laki-laki dan saudara perempua, ibu dan saudara-saudaranya baik laki-laki maupun perempuan, dan seterusnya menurut garis perempuan. Dengan sendirinya semua anak itu hanya dapat menjadi ahli waris dari ibunya sendiri, baik untuk harta pusakan tinggi maupun untuk pusaka rendah. 11 Berbeda dengan dua sistem kekeluargaan sebelumya yaitu sistem kekeluargaan patrilineal dan matrilineal, ahli waris dalam sistem kekeluargaan parental atau bilateral adalah anak laki-laki dan perempuan tanpa adanya perbedaan didalamnya. Mereka mempunyai hak yang sama atas harta peninggalan orang tuanya. 12 Sistem kekerabatan patrilineal di Bali lazim disebut dengan istilah sistem kepurusan/purusa (laki-laki). Dalam sitem ini, hubungan seorang anak dengan keluarga (clan) bapaknya menjadi dasar tunggal bagi susunan bapaknya. Keluarga dari bapaknya, atau keluarga dari pancer laki-laki adalah yang paling penting dalam kehidupnnya, misalnya pancer laki- laki 10 Eman Supatman. Op. cit. Hal Asri Thaher Sistme Pewarisan Kekerabatan Patrilineal dan Perkembangannya di Kecamatan Banuhampu Pemerinthan Kota Agam Propinsi Sumatera Barat. Hasil Penelitian Fundamental DIKTI, Semarang. 12 Eman Suparman. Op.cit. hal 60

7 7 lah yang mewaris segala sesuatunya, kasta si anak mengikuti kasta bapaknya. Anak dalam kaitan ini adalah anak laki-laki dan perempuan mengikuti kasta bapaknya, akan tetapi hanya anak laki-laki yang dikemudian hari menjadi penerus keturunan ayahnya. 13 Anak perempuan di Bali tidak menjadi penerus keturunan dalam Hukum Adat Bali yang mana masyaraktnya menganut sistem kekerabatan patrilineal. Apabila terjadi perkawinan diluar lingkungan keluarga purusa (laki-laki), maka ia tidak mendapatkan hak terhadap harta kekayaan orang tuanya. Anak laki laki yang mewarisi semua harta warisan, keturunan, membayar hutang orang tua, dan melakukan upacara kematian ngaben jika orang tua meninggal, sebab anak laki-laki sebagai garis purusa (sistem keturunan laki-laki) yang dipersiapkan untuk melanjutkan keturunan. Tidak demikian dengan nasib dan kedudukan anak perempuan, apabila anak perempuan menikah maka dianggap sudah keluar dari lingkungan (clan, soroh atau marga), maka anak perempuan tidak memiliki kewajiban terhadap orang tua dan clannya. Hal tersebut menyebabkan perempuan tidak diberikan hak untuk mewaris. Hanya jika saudara laki-laki mengikhlaskan untuk memberikan suatu pemberian sama rata atau memilih untuk tidak menikah sepanjang hidup atau wanita dapat berposisi purusa (sistem keturunan laki-laki ) apabila perkawinan dilakukan dengan sistem nyentana. Sistem perkawinan nyentana adalah sistem perkawinan dimana pihak perempuan tidak keluar 13 I Putu Angga Hak Waris Anak Perempuan Terhadap Garta Guna Kaya Orang Tuanya Menurut Hukum Waris Adat Bali. Artikel Ilmiah Penelitian Fundamental DIKTI, Jember

8 8 dari clan atau kerabat ayah kandungnya namun membawa pihak laki-laki masuk kedalam kerabat ayah kandung perempuan sehingga laki-laki berubah kedudukannya menjadi perempuan dan perempuan berubah kedudukannya menjadi laki -laki. 14 Mengacu pada Yurisprudensi Mahkamah Agung M.A.tanggal No. 200K/Sip/1958 menurut hukum adat Bali yang berhak mewaris sebagai ahli waris ialah hanya keturunan laki - laki dari pihak keluarga laki -laki dan anak angkat laki-laki. 15 Selanjutnya melalui Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 16 November 1999 Reg No. 4766K/Pdt//1998 yang menyatakan bahwa anak perempuan dan anak laki-laki dari seorang peninggal warisan bersama berhak atas harta warisan dalam arti bahwa bagian anak laki-laki adalah sama dengan anak perempuan. Putusan Mahkamah agung ini tidak terlalu berpengaruh terhadap waris seseorang perempuan di Bali dikarenakan putusan Mahkamah Agung ini bersebarangan dengan Hukum Adat Bali dan juga hukum agama hindu. Beberapa masyarakat Bali masih saja menggunakan dalil hukum adat untuk mengingkari hukum yang berlaku dinegara ini. Hukum adat Bali secara fungsional menggeser keberadaan hukum nasional yang akibatnya menciptakan suatu sangkar diskriminasi bagi perempuan Bali. 14 Desy Erina Pembagian Waris Bagi Wanita Dalam Hukum Waris Adat Bali setelah Dikeluarkannya Putusan Pesamuan agung III Nomor 01/KEP/PSM-3/MDP Bali/X/2010. Hasil Penelitian Fundamental DIKTI, Yogyakarta. 15 Luh Putu Anggreni Kesetaraan Dalam Hukum Adat Bali Diakses tanggal 25 Februari 2016,pukul 23.00

9 9 Diskriminasi ini dapat membuat seorang anak perempuan menjadi merasa kehadirannya tidak dianggap dan diperlukan ditengah keluarga. 16 Dewasa ini pewarisan dalam masyarakat Bali telah mengalami perkembangan khususnya dalam hal persamaan hak bagi perempuan di Bali yang diatur di Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman Bali No. 01/KeP/Psm-3/MDP Bali/X/2010, tanggal 15 oktober 2010, tentang hasilhasil Pasamuan Agung III MUDP Bali. Secara singkat isi dari keputusan Majelis Utama Desa Pakraman Bali yaitu : sesudah 2010 wanita Bali berhak atas warisan berdasarkan Keputusan Pesamuan Agung III MUDP ( Majelis Utama Desa Pakraman) Bali No. 01/KeP/Psm-3/MDP Bali/X/2010, tanggal 15 oktober Wanita Bali menerima setengah dari hak waris purusha setelah dipotong 1/3 untuk harta pusaka dan kepentingan pelestarian. Hanya jika kaum wanita Bali yang pindah ke agama orang lain, mereka tidak berhak atas hak waris. Jika orangtuanya ikhlas, tetap terbuka dengan memberikan jiwa dana atau bekal sukarela. 17 Berdasarkan uraian diatas dilihat bahwa anak perempuan yang kawin dan dan tidak menjadi purusa (sistem keturuan lakilaki) berhak untuk mewarisi harta peninggaan dari pewaris. Dewasa ini ternyata hasil Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman melalui Pesamuan Agung III Nomor 01/KEP/PSM-3/MDP Bali/X/ Gek Ela Kumala Parwita, 2011, Diskriminasi DiBalik Hukum Adat, Balisruti, edisi Februari 2011, Bali. 17 Hukum Online Hak Waris Anak Perempuan Menurut Adat Bali. Diakses Tanggal 12 Mei 2016, pukul 9. 22

10 10 khusunya di wilayah Desa Adat Penglipuran, keputusan ini masih dipakai sebagai pilihan hukum, sehingga putusan ini bisa digunakan atau tidak. Tidak menutup kemungkinan keputusan Majelis Utama Desa Pakaraman ini digunakan atau tidak oleh masyarakat Desa Penglipuran Bali. Penulis melalui penelitian ini mengaji mengenai sejarah, pertimbangan tokoh adat, serta implementasi Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman melalui Pesamuan Agung III Nomor 01/KEP/PSM- 3/MDP Bali/X/2010 di Desa Adat Penglipuran terhadap kedudukan ahli waris anak perempuan dengan penulisan skripsi yang berjudul : IMPLEMENTASI KEPUTUSAN MAJELIS UTAMA DESA PAKRAMAN MELALUI PESAMUAN AGUNG NO. 1/KEP/PSM- 3/MDP Bali/X/2010 TERHADAP KEDUDUKAN AHLI WARIS ANAK PEREMPUAN DI BALI (Studi di Desa Penglipuran Bali) B. Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana latar belakang dan pertimbangan tokoh adat dengan ditetapkannya Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman melalui Pesamuan Agung III Nomor 01/KEP/PSM-3/MDP Bali/X/2010? 2. Bagaimana implementasi Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman Melalui Pesamuan Agung No. 1/KEP/PSM-3/MDP BALI/x/2010 terhadap kedudukan ahli waris anak perempuan di Desa Penglipuran Bali?

11 11 3. Apa faktor penghambat implementasi Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman Melalui Pesamuan Agung No. 1/KEP/PSM-3/MDP BALI/X/2010 terhadap kedudukan ahli waris anak perempuan di Desa Penglipuran Bali? C. Tujuan Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui latar belakang dan pertimbangan tokoh adat dengan ditetapkannya Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman melalui Pesamuan Agung III Nomor 01/KEP/PSM-3/MDP Bali/X/2010 terhadap kedudukan ahli waris anak perempuan di Desa Penglipuran Bali. 2. Untuk mengetahui implementasi Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman Melalui Pesamuan Agung No. 1/KEP/PSM-3/MDP BALI/X/2010 terhadap kedudukan ahli waris anak perempuan di Desa Penglipuran Bali. 3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman Melalui Pesamuan Agung No. 1/KEP/PSM-3/MDP BALI/X/2010 terhadap kedudukan ahli waris anak perempuan di Desa Penglipuran Bali. D. Manfaat dan Kegunaan Manfaat dan kegunaan yang ingin di capai penulis dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

12 12 1. Secara Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan wawasan kepada pembaca guna kepentingan perkembangan ilmu hukum, khususnya pada bidang hukum waris adat dimasa yang akan datang mengenai implementasi serta faktor penghambat didalam melaksanakan Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman melalui Pesamuan Agung III Nomor 01/KEP/PSM-3/MDP Bali/X/2010 terhadap kedudukan ahli waris anak perempuan di Bali, khususnya diwilayah yang dipilih sebagai lokasi penelitian yaitu Desa Penglipuran. 2. Secara Praktis a. Bagi penulis Hasil penelitian ini berguna untuk menambah ilmu pengetahuan, wawasan serta pengalaman bagi penulis dalam mengembangkan teori teori hukum didalam kehidupan masyarakat khususnya pada hukum waris adat di Desa Penglipuran Bali, selain itu sebagai syarat akademis penulis untuk mendapat gelar Sarjana(S1) dibidang Ilmu Hukum. b. Bagi Penegak Hukum Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada penegak hukum serta bisa dijadikan bahan pertimbangan dalam menyelesaikan permasalahn-permasalahan hukum waris adat, terutama dengan di keluarkannya Keputusan Majelis Utama

13 13 Desa Pakraman melalui Pesamuan Agung III Nomor 01/KEP/PSM-3/MDP Bali/X/2010 terhadap kedudukan ahli waris anak perempuan di Bali, khususnya diwilayah yang dipilih sebagai lokasi penelitian yaitu Desa Penglipuran. c. Bagi Masyarakat Hasil peneitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan wawasan kepada masyarakat luas, bagaiamana sebenarnya kedudukan anak perempuan dengan adanya Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman melalui Pesamuan Agung III Nomor 01/KEP/PSM-3/MDP Bali/X/2010 terhadap kedudukan ahli waris anak perempuan di Bali, khususnya diwilayah Desa Penglipuran,sehingga memberikan informasi mengenai pembagian warisan yang sesuai dengan perkembangan ilmu hukum sekarang ini. E. Metode Penelitian Didalam melakukan penulisan skripsi, untuk memberikan kebenaran dalam penulisan skripsi serta mencari data-data yang akan di teliti maka tidak akan lepas dari metode penelitian yang dipakai oleh penulis. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan, dimana penulis langsung datang kelokasi penelitian. Metode ini juga digunakan dengan beberapa metode tertentu yaitu :

14 14 1. Metode Pendekatan Penyusunan sebuah karya ilmiah wajib diperlukannya datadata yang akurat, relevan serta dapat dipertanggung jawabkan. Untuk itu metode pendekatan merupakan salah satu hal penting dalam memperoleh data- data yang akurat hal ini dapat dilakukan dengan cara melakukan penelitian langsung di lapangan atau ruang lingkup tertentu untuk memperoleh data yang akurat. Dalam hal ini penulis menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis. Dalam pendekatan yuridis sosiologis, hukum sebagai Law In Action, dideskripsikan sebagai gejala sosial yang empiris. 18 Dengan demikian hukum tidak sekedar diberikan arti sebagai jalinan nilai-nilai, keputusan pejabat, jalinan kaidah dan norma, hukum positif, tetapi juga diberikan makna sebagai sistem ajaran tentang kenyataan, perilaku yang teratur, atau hukum dalam arti petugas. Dengan metode pendekatan ini diharapkan apakah implementasi dari Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman melalui Pesamuan Agung III Nomor 01/KEP/PSM-3/MDP Bali/X/2010 terhadap kedudukan ahli waris anak perempuan di Bali khususnya di Desa Penglipuran sudah berjalan dengan kesesuaian antara peraturan berlaku dengan kenyataan sosial yang ada di lapangan. 18 Mohammad Nazir Metode Penelitian. Bogor. Penerbit. Ghalia Indo. Hal. 53

15 15 2. Lokasi Penelitian Lokasi yang dijadikan tempat penelitian adalah Desa Penglipuran yang berada di Wilayah Kabupaten Bangli, Bali. Desa ini merupakan salah satu desa adat yang berada dalam lingkungan Desa Pakraman di Bali. Desa Penglipuran merupakan salah satu desa adat yang berada di kabupaten Bangli pulau Bali, didesa ini masalah mengenai pewarisan masih sangat kental dengan hukum adatnya. Sedangkan pada tahun 2010 dikeluarkannya Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman melalui Pesamuan Agung III Nomor 01/KEP/PSM- 3/MDP Bali/X/2010 terhadap kedudukan ahli waris anak perempuan di Bali. Yang mana secara garis besar seorang ahli waris perempuan di Bali berhak akan warisan dari pewaris. Sesuai dengan fokus kajian dari Penulis maka untuk mengetahui bagaimana kontribusi masyarakat adat Desa Penglipuran dengan dikeluarkannya Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman melalui Pesamuan Agung III Nomor 01/KEP/PSM-3/MDP Bali/X/2010 terhadap kedudukan ahli waris anak perempuan di Bali. Apakah dengan adanya putusan ini masyarakat tetap menggunakan hukum adatnya atau menjalankan putusan tersebut. 3. Jenis Data Sumber data yang digunakan penulis dalam hal ini adalah data yang akurat dan relevan dengan permasalahan yang dikaji oleh penulis. Adapun sumber pengumpulan data adalah sebagai berikut :

16 16 a. Data Primer Data primer adalah jenis data yang diperole melalui wawancara, dokumen tertulis, file, rekaman, informasi, pendapat dan lain lain yang diperoleh dari sumber utama/pertama. 19 Sumber utama disini yaitu, Kepala adat Desa Penglipuran Bali, tokoh adat yang ada di Desa Penglipuran Bali, responden yang mempunyai pengetahuan tentang permasalahan yang dikaji oleh penulis yang diperoleh dengan wawancara serta hasil yang akurat. b. Data Sekunder Data sekunder adalah jenis data yang diperoleh dari dokumen tertulis, file, rekaman, informasi, pendapat dan lain lain yang diperoleh dari sumber kedua (buku, jurnal, hasil penelitian terdahulu dan lain lain ). 20 c. Data Tersier Jenis data mengenai pengertian baku bahan hukum yang dapat menjelaskan baik bahan hukum primer maupun sekunder yang diperoleh dari Ensiklopedia, Kamus, Grossary dan lain-lain Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan cara sebagai berikut : a. Wawancara 19 Fakultas Hukum UMM Pedoman Penilisan Hukum. hal ibid 21 ibid

17 17 Wawancara adalah proses tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung. Pewancara disebut sebagai interviewer dan orang yang diwawancarai disebut sebagai interviewe. Pada penelitian ini penulis menggunakan jenis wawancara tidak terpimpin yang merupakan tanya jawab yang terarha untuk mengumpulkan data data yang relevan saja. Pada wawancara ini pertanyaan yang diajukan sistematis, sehingga mudah diolah kembali, pemecahan masalah menjadi lebih mudah, memungkinkan anlisis kuantitatif dan kualitatif, dan kesimpulan yang diperoleh lebih reliabel. 22 Adapun responden pada penelitian ini yaitu : 1. Ketua adat Desa Penglipuran Bali wawancara tentang implementasi Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman melalui Pesamuan Agung III Nomor 01/KEP/PSM-3/MDP Bali/X/2010 terhadap kedudukan ahli waris anak perempuan di Desa Penglipuran. 2. Tokoh adat Desa Penglipuran wawancara tentang sejarah dan pertimbangan tokoh adat dengan adanya Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman melalui Pesamuan Agung III Nomor 01/KEP/PSM-3/MDP Bali/X/2010 terhadap kedudukan ahli waris anak perempuan di Desa Penglipuran. 22 Ali Pengertian Wawancara, Tujuan Wawancara, Jenis Wawancara. Diakses tanggal 6 Maret 2016,pukul 23.00

18 18 3. Responden dari masyarakat Desa Penglipuran Bali yang pernah mengadakan pembagian warisan setelah adanya Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman Melalui Pesamuan Agung No. 1/KEP/PSM-3/MDP BALI/X/2010 terhadap kedudukan ahli waris anak perempuan di Desa Penglipuran Bali. b. Metode Kepustakaan Metode yang digunakan yaitu mengumpulkan data dengan membaca buku buku, jurnal ilmiah, hasil penelitian, artikel, sumber dokumen, media elektronik, peraturan perundang - undangan yang membantu didalam melengkapi data yang berhubungan dengan masalah yang di kaji oleh penulis. Metode kepustakaan ini dilakukan dengan cara mempelajari, memahami dengan masalah yang dikaji oleh penulis berupa : i. Bahan Hukum Primer Data sekunder bahan hukum primer berupa himpunan peraturan perundang undangan yang digunakan pada penelitian ini yaitu: Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman melalui Pesamuan Agung III Nomor 01/KEP/PSM-3/MDP Bali/X/2010 terhadap kedudukan ahli waris anak perempuan di Bali, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Kitab Undang Undang Hukum Perdata (Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23), Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974

19 19 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019). ii. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder berupa himpunan studi kepustakaan berupa buku- buku, jurnal, hasil penelitian terdahulu, artikel dan lain sebagainya. iii. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier berupa bahan hukum dari ensiklopedia, kamus hukum, grossary dan lain sebagainya yang dapat membantu objek dari penelitian penulis. 5. Teknik Analisa Data Teknik analisa pada penelitian ini menggunakan teknik analisa data deskriptif kualitatif. Teknik analisa data deskriptif kualitatif ialah peneliti memaparkan data yang didasarkan pada kualitas yang relevan dengan permasalahan yang dikaji oleh penlis dengan menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, runtut, logis, tidak tumpang tindih, dan efektif, sehingga memudahkan dalam pemahaman dan interprestasi data. 23 Penelitian kualitatif berusaha mengungkapkan gejala secara menyeluruh dan sesuai dengan konteks (holistik-kontekstual) melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diri peneliti 23 Abdulkadir Muhammad Hukum dan Penelitian Hukum. Citra Aditya Bakti. Bandung. Hal 172.

20 20 sebagai instrumen kunci. 24 Tujuan analisa data yaitu untuk mengaji seberapa jauh sebuah Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman melalui Pesamuan Agung III Nomor 01/KEP/PSM-3/MDP Bali/X/2010 terhadap kedudukan ahli waris anak perempuan di Desa Penglipuran. F. Sistematika Penulisan Dalam sistematika penulisan hukum ini, penulis akan menyajikan empat bab yang terdiri dari sub bab yang bertujuan untuk mempermudah penulis dalam penulisannya. Sistematika penulisan ini juga akan menyesuaikan dengan buku panduan penulisan skripsi yang terdiri dari : 1. BAB I PENDAHULUAN Bab ini memuat latarbelakng masalah pemilihan topik penulisan skripsi dan sekaligus menjadi pengantar umum didalam memahami penulisan secara keseluruhan yang terdiri dari latar belakang masalah, permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian,kegunaan penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi kajian kajian teori- teori hukum yang mendukung penulis dalam menulis skripsi terkait permasalahan yang diangkat oleh penulis yaitu tentang sejarah dikeluarkannya Putusan Pesamuan agung III Nomor 01/KEP/PSM-3/MDP Bali/X/2010, pertimbangan tokoh adat dan implementasi setelah adanya Putusan Pesamuan agung III 24 Suparno.(etal.,) Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang. UNM. Hal 28.

21 21 Nomor 01/KEP/PSM-3/MDP Bali/X/2010 khusunya di Desa Penglipuran Bali. 3. BAB III PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis menguraikan, menjelaskan, dan menganalisa data terkait dengan permasalahan yang diangkat oleh penulis sejarah dikeluarkannya Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman melalui Pesamuan agung III Nomor 01/KEP/PSM-3/MDP Bali/X/2010, pertimbangan tokoh adat dan implementasi setelah adanya Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman melalui Pesamuan agung III Nomor 01/KEP/PSM-3/MDP Bali/X/2010 khusunya di Desa Penglipuran Bali. 4. BAB IV PENUTUP Pada bab ini berisi kesimpulan-kesimpulan, ini merupakan intisari darihasil penelitian yang dibuat seringkas mungkin, selain itu penulis juga memberikan saran yang merupakan sumbangan pemikiran penulis terkait dengan permasalahan yang diangkat mengenai sejarah dikeluarkannya Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman melalui Pesamuan agung III Nomor 01/KEP/PSM-3/MDP Bali/X/2010, pertimbangan tokoh adat dan implementasi setelah adanya Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman melalui Pesamuan agung III Nomor 01/KEP/PSM-3/MDP Bali/X/2010 khusunya di Desa Penglipuran Bali.

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Bali memiliki sistem pewarisan yang berakar pada sistem kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan lebih dititikberatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa penting, yaitu lahir, menikah dan meninggal dunia yang kemudian akan menimbulkan akibat hukum tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda hanyalah sifat atau tingkat perubahannya. Perubahan pada masyarakat ada yang terlihat dan ada yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adat di Indonesia bersifat pluralistik sesuai dengan banyaknya jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat C. Van Vollenhoven

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sistem Hukum Adat dan sistem Hukum Islam. 1 Sebagai sistem hukum,

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sistem Hukum Adat dan sistem Hukum Islam. 1 Sebagai sistem hukum, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hukum waris di Indonesia, selama ini diwarnai oleh tiga sistem hukum waris. Ketiga sistem hukum waris itu adalah, sistem Hukum Barat, sistem Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan

Lebih terperinci

PENULISAN HUKUM IMPLEMENTASI KEPUTUSAN MAJELIS UTAMA DESA PAKRAMAN MELALUI PESAMUAN AGUNG NO. 1/KEP/PSM-3/MDP

PENULISAN HUKUM IMPLEMENTASI KEPUTUSAN MAJELIS UTAMA DESA PAKRAMAN MELALUI PESAMUAN AGUNG NO. 1/KEP/PSM-3/MDP i PENULISAN HUKUM IMPLEMENTASI KEPUTUSAN MAJELIS UTAMA DESA PAKRAMAN MELALUI PESAMUAN AGUNG NO. 1/KEP/PSM-3/MDP Bali/X/2010 TERHADAP KEDUDUKAN AHLI WARIS ANAK PEREMPUAN DI BALI (Studi di Desa Penglipuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batasan usia dewasa. Berbagai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan

BAB I PENDAHULUAN. batasan usia dewasa. Berbagai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk mewujudkan kepastian hukum mengenai kedewasaan dan kecakapan seseorang dalam melakukan perbuatan hukum dalam rangka pelayanan pertanahan, perlu adanya kejelasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya BAB I PENDAHULUAN Saat ini di Indonesia masih terdapat sistem hukum waris yang beraneka ragam, yaitu sistem hukum waris Adat, hukum waris Islam, dan hukum waris Barat (KUHPerdata). Sistem hukum waris Adat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia yang merdeka di dalam wadah Negara Republik Indonesia sudah berumur lebih dari setengah abad, tetapi setua umur tersebut hukum nasional yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang manusia yang lahir di dunia ini, memiliki hak dan kewajiban yang diberikan hukum kepadanya maupun kepada manusia-manusia lain disekitarnya dimulai kepadanya

Lebih terperinci

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda BAB I A. Latar Belakang Masalah Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda yaitu laki-laki dan perempuan yang telah menjadi kodrat bahwa antara dua jenis itu saling berpasangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (machstaat). Dengan demikian, berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 negara

BAB I PENDAHULUAN. (machstaat). Dengan demikian, berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 negara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 dirumuskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machstaat). Dengan demikian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. satu suku di Indonesia yang bertempat tinggal di ujung selatan Pulau Sumatera.

I. PENDAHULUAN. satu suku di Indonesia yang bertempat tinggal di ujung selatan Pulau Sumatera. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Indonesia sangat luas, juga mempunyai puluhan bahkan ratusan adat budaya. Begitu juga dengan sistem kekerabatan yang dianut, berbeda sukunya maka berbeda pula

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 48 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pengaturan masalah waris di Indonesia bersifat pluralisme. Sehingga praturan hukum waris yang masih berlaku saat ini di Indonesia adalah menurut Hukum Adat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan usahanya seperti untuk tempat perdagangan, industri, pendidikan, pembangunan sarana dan perasarana lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan usahanya seperti untuk tempat perdagangan, industri, pendidikan, pembangunan sarana dan perasarana lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa berupa sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan baik yang langsung untuk kehidupanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang penduduknya memiliki aneka ragam adat kebudayaan. Mayoritas masyarakat Indonesia yang bertempat tinggal di pedesaan masih berpegang teguh

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan dalam arti luas adalah perilaku yang tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN ANAK DAN HARTA DALAM PERKAWINAN SIRI DITINJAU DARI UU NOMOR 1 TAHUN 1974

KEDUDUKAN ANAK DAN HARTA DALAM PERKAWINAN SIRI DITINJAU DARI UU NOMOR 1 TAHUN 1974 KEDUDUKAN ANAK DAN HARTA DALAM PERKAWINAN SIRI DITINJAU DARI UU NOMOR 1 TAHUN 1974 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum dalam Ilmu Hukum Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk Allah SWT yang bernyawa. Adanya pernikahan bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian.

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum waris merupakan salah satu dari bagian dari hukum perdata secara keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum waris sangat erat kaitannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perkawinan Adat 1. Pengertian Perkawinan Perkawinan merupakan salah satu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Sebab perkawinan itu tidak

Lebih terperinci

KEDUDUKAN AHLI WARIS PEREMPUAN BALI DALAM PERSPEKTIF HUKUM WARIS DI INDONESIA

KEDUDUKAN AHLI WARIS PEREMPUAN BALI DALAM PERSPEKTIF HUKUM WARIS DI INDONESIA KEDUDUKAN AHLI WARIS PEREMPUAN BALI DALAM PERSPEKTIF HUKUM WARIS DI INDONESIA Oleh I Gede Putra Manu Harum A.A. Gede Agung Dharma Kusuma Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAC

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan berbangsa, khususnya dalam kehidupan masyarakat heterogen, seperti Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu keturunan ditarik dari ayahnya. Dilihat dari marga yang dipakai oleh orang batak yang diambil dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Republik Indonesia (NRI) memiliki wilayah yang sangat luas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Republik Indonesia (NRI) memiliki wilayah yang sangat luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia (NRI) memiliki wilayah yang sangat luas membentang dari kota Sabang Provinsi Nanggro Aceh Darussalam hingga kota Merauke Provinsi Papua. Tidak

Lebih terperinci

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) 0 TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan untuk berpasang-pasangan, manusia pun tak bisa hidup tanpa manusia lainnya. Seperti yang telah dikemukakan oleh Aristoteles, seorang filsuf

Lebih terperinci

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur tentang bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orangtua dan sebaliknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan gerbang terbentuknya keluarga dalam kehidupan masyarakat, bahkan kelangsungan hidup suatu masyarakat dijamin dalam dan oleh perkawinan. 1 Setiap

Lebih terperinci

ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D

ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D 101 09 512 ABSTRAK Penelitian ini berjudul aspek yuridis harta bersama dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sangat membutuhkan adanya suatu aturan-aturan yang dapat mengikat manusia dalam melakukan perbuatan baik untuk diri sendiri dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan. Manusia harus meninggalkan dunia fana. kekayaannya beralih pada orang lain yang ditinggalkannya.

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan. Manusia harus meninggalkan dunia fana. kekayaannya beralih pada orang lain yang ditinggalkannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adat merupakan salah satu sumber yang penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan hukum nasional yang menuju kearah kodifikasi hukum terutama akan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Dengan demikian setiap orang tidak mungkin hidup sendiri tanpa

BAB I PENDAHULUAN. lain. Dengan demikian setiap orang tidak mungkin hidup sendiri tanpa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai kecenderungan untuk selalu berhubungan dengan manusia yang lain. Dengan demikian setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ratus) pulau-pulau yang tersebar di nusantara, masyarakat Indonesia terbagai

BAB I PENDAHULUAN. ratus) pulau-pulau yang tersebar di nusantara, masyarakat Indonesia terbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat yang majemuk yang terdiri dari berbagai sukubangsa dan budaya. Dengan penduduk lebih dari 210 (dua ratus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk membentuk suatu keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam perjalanan hidupnya mengalami beberapa peristiwa yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan mempunyai akibat hukum.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah akad yang bersifat luhur dan suci antara laki-laki dan perempuan yang menjadi sebab sahnya sebagai suami istri dan dihalalkannya hubungan seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selain sebagai makhluk individu, manusia juga disebut sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan totalitas latar belakang dari sistem nilai, lembaga dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kerukunan dalam keluarga tetap terjaga. Pewarisan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dan kerukunan dalam keluarga tetap terjaga. Pewarisan merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adat merupakan salah satu aturan hukum yang masih digunakan dalam proses pewarisan. Proses pewarisan yang mengedepankan musyawarah sebagai landasannya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan suatu negara yang masyarakatnya sangat majemuk. Istilah masyarakat majemuk mempunyai arti yang sama dengan istilah masyarakat plural

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup bermasyarakat, karena sebagai individu, manusia tidak dapat menjalani kehidupannya sendiri untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Perkawinan dapat merubah status kehidupan manusia dari belum dewasa menjadi dewasa atau anak muda

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Pembagian Harta Warisan. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk membedakan dengan istilah-istilah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia karena ia tidak saja menyangkut pribadi kedua calon suami isteri saja tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan serta memiliki keturunan, dimana keturunan merupakan salah satu tujuan seseorang melangsungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang di dalamnya terdapat beraneka ragam kebudayaan yang berbeda-beda tiap daerahnya. Sistem pewarisan yang dipakai di Indonesia juga

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1 Abstrak Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perkawinan di bawah tangan masih sering dilakukan, meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil, yang terdiri dari seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kewajiban orang lain untuk mengurus jenazahnya dan dengan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kewajiban orang lain untuk mengurus jenazahnya dan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Proses perjalanan kehidupan manusia yang membawa pengaruh dan akibat hukum kepada lingkungannya, menimbulkan hak dan kewajiban serta hubungan antara keluarga,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belanda, meskipun saat ini penggolongan penduduk telah dihapus semenjak adanya

BAB I PENDAHULUAN. Belanda, meskipun saat ini penggolongan penduduk telah dihapus semenjak adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum waris yang berlaku di Indonesia dikenal sangat beragam, hal ini dikarenakan adanya pengaruh penggolongan penduduk yang pernah dilakukan pada masa Hindia Belanda,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahkluk hidup pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat hukum yang berkaitan dengan pengurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap individu, dalam perkawinan akan terbentuk suatu keluarga yang diharapkan akan tetap bertahan hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai wilayah perairan yang dikelilingi oleh samudra-samudra yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai wilayah perairan yang dikelilingi oleh samudra-samudra yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari pulau-pulau dan gugusan pulau, besar dan kecil. Kepulauan Indonesia bertebaran dan mempunyai wilayah perairan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA USWATUN HASANAH / D 101 10 062 Pembimbing: I. ABRAHAM KEKKA, S.H, M.H., II. MARINI CITRA DEWI, S.H, M.H., ABSTRAK Menurut pasal 832 KUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. 1 Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adalah satu yaitu ke Indonesiaannya. Oleh karena itu maka adat bangsa

I. PENDAHULUAN. adalah satu yaitu ke Indonesiaannya. Oleh karena itu maka adat bangsa I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia ini adat yang dimiliki oleh daerahdaerah suku bangsa adalah berbeda-beda, meskipun dasar serta sifatnya, adalah satu yaitu ke Indonesiaannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki beragam adat dan budaya daerah yang masih terjaga kelestariannya. Bali adalah salah satu provinsi yang kental adat dan budayanya.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. lainnya dalam satu kesatuan yang utuh (Abdulsyani, 1994:123).

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. lainnya dalam satu kesatuan yang utuh (Abdulsyani, 1994:123). II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian SistemWaris Sistem mengandung pengertian sebagai kumpulan dari berbagai unsur (komponen)yang saling bergantungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dikarenakan bahwa negara Indonesia merupakan negara agraris, terdapat simbol status sosial yang dimilikinya.

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dikarenakan bahwa negara Indonesia merupakan negara agraris, terdapat simbol status sosial yang dimilikinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan arti penting bagi kehidupan bangsa Indonesia. Hal ini dikarenakan bahwa negara Indonesia merupakan negara agraris, sehingga setiap kegiatan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia diciptakan oleh sang kholiq untuk memiliki hasrat dan keinginan untuk melangsungkan perkawinan. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antaranya, waris menurut hukum BW (Burgerlijk Wetboek), hukum Islam, dan. Ika ini tidak mati, melainkan selalu berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. antaranya, waris menurut hukum BW (Burgerlijk Wetboek), hukum Islam, dan. Ika ini tidak mati, melainkan selalu berkembang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya dan adat, termasuk dalam hal pewarisan. Indonesia memiliki berbagai macam bentuk waris di antaranya, waris menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung jawab.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti membutuhkan manusia lain dalam segala aspek kehidupannya. Manusia adalah makhluk sosial dalam arti bahwa manusia tidak bisa hidup seorang diri dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Perempuan merupakan kaum yang sering di nomor duakan di kehidupan sehari-hari. Perempuan seringkali mendapat perlakuan yang kurang adil di dalam kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut stelsel

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut stelsel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut stelsel kabapaan. Stelsel kebapaan ini yang dianut masyarakat Karo ini dapat dilihat dari kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan tanggung jawab. Sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waris adalah perpindahan harta milik atau perpindahan pusaka.sehingga secara istilah ilmu waris adalah ilmu yang mempelajari tentang perpindahan harta pusaka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan hukum nasional. Unsur kejiwaan hukum adat yang berintikan kepribadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KEWARISAN

KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KEWARISAN KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KEWARISAN Oleh Drs. Bakti Ritonga, SH.,MH. 1 Assalmu alaikum wr.wb. Salam sejahtera untuk kita semua Yang Terhormat; Bapak dan Ibu Pembina, jajaran pengurus, dan seluruh pesrta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam ajarannya, bahwa manusia adalah zoon politicon artinya bahwa manusia

BAB I PENDAHULUAN. dalam ajarannya, bahwa manusia adalah zoon politicon artinya bahwa manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aristoteles (384-322 SM) seorang ahli filsafat Yunani kuno menyatakan dalam ajarannya, bahwa manusia adalah zoon politicon artinya bahwa manusia itu sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk Allah S.W.T yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, namun manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017 Website :

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017 Website : PERKEMBANGAN KEDUDUKAN SUAMI MENJADI AHLI WARIS DALAM PERKAWINAN NYEBURIN MENURUT HUKUM WARIS ADAT BALI SETELAH KEPUTUSAN PESAMUHAN AGUNG III MAJELIS UTAMA DESA PAKRAMAN (MUDP) BALI NOMOR 01/KEP/PSM-3/MDP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus terjadi perselisihan atau sengketa dalam proses pembagian harta warisan

BAB I PENDAHULUAN. harus terjadi perselisihan atau sengketa dalam proses pembagian harta warisan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembagian harta warisan secara adil sesuai aturan hukum yang berlaku merupakan hal utama dalam proses pewarisan. Keselarasan, kerukunan, dan kedamaian merupakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA A. Analisis Terhadap Kebiasaan Pembagian Waris Di Kejawan Lor Kelurahan Kenjeran Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia. Manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia. Manusia mempunyai kehidupan jiwa yang selalu menyendiri. Namun manusia sebagai mahluk sosial tidak dapat dipisahkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan keberadaan anak sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan keberadaan anak sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membangun rumah tangga adalah hakikat suci yang ingin dicapai oleh setiap pasangan. Kebahagiaan dalam rumah tangga merupakan impian yang selalu berusaha diwujudkan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan yang timbul. 1 Berdasarkan

BAB III METODE PENELITIAN. mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan yang timbul. 1 Berdasarkan BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian dilakukan dalam usaha untuk memperoleh data yang akurat serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Penelitian hukum yang merupakan kegiatan ilmiah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rasional dan matematis baik kondisi ekonomi, kelayakan pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. rasional dan matematis baik kondisi ekonomi, kelayakan pengetahuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hikmah perkawinan untuk melahirkan dan menciptakan kesinambungan keturunan. Secara naluriah pasangan suami istri umumnya sangat mendambakan kehadiran anak.

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WARISAN MENURUT HUKUM ADAT UNTUK SUAMI ATAU ISTRI YANG HIDUP TERLAMA

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WARISAN MENURUT HUKUM ADAT UNTUK SUAMI ATAU ISTRI YANG HIDUP TERLAMA TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WARISAN MENURUT HUKUM ADAT UNTUK SUAMI ATAU ISTRI YANG HIDUP TERLAMA (Study Kasus Masyarakat Desa Sruwen Kec. Tengaran Kab. Semarang) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Dalam kehidupannya manusia memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk bertahan

Lebih terperinci

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo BAB I 1. LATAR BELAKANG Salah satu kebutuhan hidup manusia selaku makhluk sosial adalah melakukan interaksi dengan lingkungannya. Interaksi sosial akan terjadi apabila terpenuhinya dua syarat, yaitu adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu

BAB I PENDAHULUAN. bersama-sama dengan orang lain serta sering membutuhkan antara yang satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa di muka bumi ini sebagai makhluk yang paling sempurna. Salah satu buktinya bahwa manusia diberikan cipta, rasa,

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang terdiri dari seorang ayah,

Lebih terperinci

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Fakultas Hukum Oleh: MONA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberi nama. Meski demikian, Indonesia memiliki lima pulau besar yaitu

BAB I PENDAHULUAN. diberi nama. Meski demikian, Indonesia memiliki lima pulau besar yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Wilayah Indonesia terdiri atas gugusan pulau-pulau besar maupun kecil yang tersebar di seluruh wilayah

Lebih terperinci