BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
V HASIL DAN PEMBAHASAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

III. METODE PENELITIAN. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang

BAB VI ANALISIS PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT

untuk memenuhi kebutuhan hidup. Petani PENDAHULUAN umumnya lebih memusatkan pada Hutan rakyat merupakan hutan yang pendapatan atau faktor ekonominya

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

Desa Semoyo merupakan salah satu desa di Kec. Pathuk kab. Gunung Kidul.

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. buah-buahan (kelapa, pisang, MPTS). Klasifikasi untuk komposisi tanaman

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Lampiran 1. Proyeksi Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun Tahun Konsumsi/capita (kg/th) Proyeksi Penduduk (000 Jiwa)

KELOMPOK TANI HUTAN (KTH) RIMBA MAS Tetap Hijau Dimusim Kemarau Oleh : Endang Dwi Hastuti

BAB III PEMANFAATAN SISTEM GADAI SAWAH DI DESA SANDINGROWO KECAMATAN SOKO KABUPATEN TUBAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian

BAB III LAPORAN PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada tahun 1989.

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Jawa Timur. Batas-batas wilayah Desa Banjarsari adalah: : Desa Purworejo, Kecamatan Pacitan

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. keadaan penduduk dan keadaan pertanian yang ada di Desa Ambarketawang.

MANAJEMEN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN TASIKMALAYA, PROVINSI JAWA BARAT PENDAHULUAN

KUESIONER HUBUNGAN ORANGTUA, TELEVISI, DAN TEMAN DENGAN SIKAP PEMUDA TERHADAP PEKERJAAN DI BIDANG PERTANIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1 Data luas lahan yang dimiliki petani hutan rakyat di masing masing desa penelitian No Responden Desa Margajaya

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. sekitar 4 Km dari Kabupaten Gunungkidul dan berjarak 43 km, dari ibu kota

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. nilai yang tinggi, baik sebagai penyangga kebutuhan, perlindungan ekologi, jasa,

SINTESA HASIL PENELITIAN RPI AGROFORESTRI TAHUN

MODEL REKLAMASI LAHAN KRITIS PADA AREA BEKAS PENGGALIAN BATU BATA

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEMBANG KOL

ANALISIS USAHA MODEL TUMPANGSARI PADA LAHAN PERHUTANI Studi Kasus Di RPH Cipondok BKPH Cibingbin KPH Kuningan

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PENGEMBANGAN AGROFORESTRY

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur. Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Volume Pohon pada Jarak Tanam 3 m x 3 m. Bardasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, Pada sampel populasi untuk

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PANEN KELOMPOK PETANI JAGUNG DI KABUPATEN ACEH TENGGARA

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pringsewu dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 48

BAB IV GAMBARAN UMUM

I PENDAHULUAN. pertanian yang dimaksud adalah pertanian rakyat, perkebunan, kehutanan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan.

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan data monografi Desa Sukorejo (2013) menunjukkan keadaan

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. Kabupaten Wonosobo, terletak lintang selatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

V. HASIL DANPEMBAHASAN. A. Karakteristik Petani Penangkar Benih Padi. benih padi. Karakteristik petani penangkar benih padi untuk melihat sejauh mana

BAB III METODE PENELITIAN. PTT Padi Sawah. Penelitian ini dilakukan di Poktan Giri Mukti II, Desa

V. GAMBARAN UMUM. Cisaat berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 4.

III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat di Desa Burat

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. lapangan untuk mengetahui lokasi dari Dusun Klegung, Desa Ngoro-oro, baik

BAB I. kemampuannya. Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

NO RESPONDEN : PEWAWANCARA :

Karakteristik dan definisi Petani swadaya dalam konteks perkebunan kelapa sawit berkelanjutan.

KARANGANYAR, Hutan Sehat, Desa Sehat Oleh : Endang Dwi Hastuti*

II. HASIL DAN PEMBAHASAN

Menanam Sayuran Dengan Teknik Vertikultur

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya sebagai modal dasar pembangunan nasional dengan. Menurut Dangler (1930) dalam Hardiwinoto (2005), hutan adalah suatu

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

ANALISIS USAHATANI TALAS KIMPUL DI NAGARI DURIAN GADANG KECAMATAN AKABULURU KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

V. GAMBARAN UMUM. administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

Responden yang diwawancarai dalam penelitian ini terdiri dari responden. petani, responden pedagang, dan industri pengolahan buah.

KARAKTERISTIK WILAYAH. A. Kondisi Geofisik. aksesibilitas baik, mudah dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kembang dari Desa Nglegi. Hasil surveinya adalah sebagai berikut: Sebelah Selatan : Desa Bandung, Kecamatan Playen

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry

Transkripsi:

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Petani Hutan Rakyat 5.1.1. Karakteristik Petani Hutan Rakyat Karakteristik petani hutan rakyat merupakan suatu karakter atau ciri-ciri yang terdapat pada responden. Karakteristik atau ciri-ciri yang dimaksudkan adalah mengenai jenis kelamin, umur, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, pekerjaan utama maupun pekerjaan sampingan. Dari karakteristik petani hutan rakyat ini dapat diketahui tentang kehidupannya beserta tingkat pendapatan setiap responden. Berdasarkan data hasil wawancara dan kuisioner telah diperoleh identitas masyarakat yang bertempat tinggal di Kabupaten Kulonprogo adalah sebagai berikut : Tabel 5.1. Identitas Petani Hutan Rakyat No 1 2 3 Kategori Identitas Responden Sertifikasi Non Sertifikasi Jumlah % Jumlah % Jenis Kelamin: a. Laki-laki 25 83,3 14 93,3 b. Perempuan 5 16,7 1 6,7 Jumlah 30 100 15 100 Umur Responden: a. 25-40 5 16,7 1 6,7 b. 41-65 23 76,7 11 73,3 c. >65 2 6,6 3 20,0 Jumlah 30 100 15 100 Jumlah Anggota Keluarga: a. 1 sd 4 26 86,7 7 46,7 b. 5 sd 6 3 10,0 6 40,0 c. >6 1 3,3 2 13,3 Jumlah 30 100 15 100 19

No 4 5 6 Identitas Responden Tingkat Pendidikan: Sertifikasi Kategori Non Sertifikasi Jumlah % Jumlah % a. Tidak Sekolah 1 3,3 0 0 b. SD 15 50,0 5 33,3 c. SMP 3 10,0 3 20,0 d. SMA 7 23,3 4 26,7 e. Perguruan Tinggi 4 13,3 3 20,0 Jumlah 30 100 15 100 Pekerjaan Utama: a. Buruh 0 0 3 20,0 b. Petani 28 93,3 8 53,3 c. Swasta 0 0 0 0 d. PNS 2 6,7 4 26,7 e. Pamong Desa 0 0 0 0 Jumlah 30 100 15 100 Pekerjaan Sampingan: a. Buruh 1 3,3 1 6,7 b. Petani 2 6,7 4 26,7 c. Wiraswasta 3 10,0 2 13,3 d. Ojek 1 3,3 0 0 Jumlah Sumber : Analisis data primer, 2014 Dari tabel 5.1 menunjukkan bahwa identitas dari petani hutan rakyat di Kabupaten Kulonprogo beragam. Identitas petani hutan rakyat yang dimaksud adalah umur, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, dan pekerjaan. a. Umur Pada pengelolaan Hutan Rakyat di Kabupaten Kulonprogo ini, petani hutan rakyat tidak ada yang berumur 25 tahun kebawah. Kebanyakan pengelola Hutan Rakyat berumur 41-65 tahun dengan presentase 76,7% untuk petani hutan rakyat sertifikasi dan 73,3% untuk petani hutan rakyat sertifikasi. Antara umur 25-40 20

tahun sebesar 16,7% untuk petani hutan rakyat bersertifikasi dan 6,7% untuk petani hutan rakyat non sertifikasi. Bahkan ada yang berumur >65 tahun yang berjumlah 6,6% untuk petani hutan rakyat sertifikasi serta 20,0% untuk petani hutan rakyat non sertifikasi yang masih aktif dalam mengelola Hutan Rakyat mereka. Dari hasil yang didapat umur petani hutan rakyat yang mengelola hutan baik petani hutan rakyat sertifikasi maupun non sertifikasi paling banyak berumur 41-65 tahun. Untuk para pemudanya kebanyakan lebih memilih pergi keluar kota untuk mencari pekerjaan atau untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi atau kuliah. b. Jumlah Anggota Keluarga Pada tabel diatas tentang jumlah anggota keluarga, petani hutan rakyat memiliki jumlah anggota keluarga yang beragam. Jumlah anggota keluarga yang dimiliki paling banyak terdiri dari 6 orang sedangkan untuk paling sedikit dalam keluarga adalah 1 orang karena hanya tinggal sendiri. Jumlah anggota keluarga yang mendominasi dari penduduk di Kabupaten Kulonprogo ini dalam satu keluarganya terdiri dari 1-4 orang dengan presentase 86,7% untuk petani hutan rakyat bersertifikasi dan 46,7% untuk petani hutan rakyat non sertifikasi. Di sini jumlah anggota keluarga juga sangat berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari, karena tanggungan yang semakin banyak. Semakin banyak tanggungan maka semakin banyak pula pengeluaran yang nantinya akan dikeluarkan. Dengan adanya pengelolaan Hutan Rakyat ini, masyarakat merasa lebih terbantu untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. 21

c. Tingkat Pendidikan Dari tabel tersebut menunjukkan pendidikan tertinggi untuk petani hutan rakyat di Kabupaten Kulonprogo adalah Perguruan Tinggi baik DIII maupun S1, tetapi lulusan SD berjumlah 50,0% untuk sebagian besar petani hutan rakyat sertifikasi dan 33,3% untuk petani hutan rakyat non sertifikasi. Lulusan SMP terdapat 10,0% untuk petani hutan rakyat sertifikasi dan 20,0% untuk petani hutan rakyat non sertifikasi. Lulusan SMA untuk petani hutan rakyat sertifikasi berjumlah 23,3 % sedangkan petani hutan rakyat non sertifikasi terdapat 26,7%. Sementara itu untuk lulusan perguruan tinggi dengan prosentase 13,3% dalam petani hutan rakyat sertifikasi dan 20,0% dalam petani hutan rakyat non sertifikasi. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh dalam proses pengelolaan Hutan Rakyat. Biasanya untuk yang berpendidikan tinggi, ilmu yang didapat akan semakin banyak dibandingkan yang hanya lulusan SD. Sehingga pola pikir untuk memecahkan suatu masalah akan berbeda. d. Pekerjaan Pekerjaan utama para petani hutan rakyat di Kabupaten Kulonprogo hampir semua adalah sebagai petani, namun ada juga beberapa yang pekerjaan utamanya sebagai seorang PNS. Dari data yang diperoleh untuk petani hutan rakyat sertifikasi yang bekerja sebagai petani sebesar 93,3% dan yang bekerja sebagai PNS sebesar 6,7%. Sedangkan petani hutan rakyat non sertifikasi 20,0% bekerja sebagai buruh, 53,3% sebagai petani, dan 26,7% sebagai PNS. Selain itu ada beberapa masyarakat 22

baik dari petani hutan rakyat sertifikasi maupun non sertifikasi yang memiliki pekerjaan sampingan seperti wiraswasta, buruh tani, ojek, dan petani. 5.1.2. Kepemilikan Lahan Tabel 5.2 dan 5.3 memberikan gambaran tentang kepemilikan lahan dari 45 responden, yang terdiri dari 30 responden petani hutan rakyat sertifikasi dan 15 responden petani hutan rakyat non sertifikasi. Di lokasi penelitian terdapat dua jenis lahan yang dimiliki oleh masyarakat sekitar. Jenis lahan tersebut adalah lahan hutan rakyat dan lahan non hutan rakyat. Lahan hutan rakyat sendiri terdiri dari pekarangan, tegal, dan wono/alas. Sedangkan lahan non hutan rakyat terdiri dari sawah. Pengelolaan yang dilakukan pada hutan rakyat adalah pola pengelolaan pertanaman ganda, sedangkan pada lahan sawah hanya ditanami tanaman pertanian. Dari 45 orang yang memiliki lahan Hutan Rakyat memiliki luasan yang berbeda-beda dan hasil dari pengelolaan Hutan Rakyat tersebut merupakan mata pencaharian bagi masyarakat setempat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tabel 5.2. Kepemilikan Lahan Petani Bersertifikasi No Jenis Lahan Luas (ha) Luas rata-rata (ha) % 1 Hutan Rakyat: 2 a. Pekarangan 4,819 0,20 26,7 b. Tegal 8,165 0,30 45,2 c. Wono 2,85 0,10 15,8 Jumlah HR 15,834 0, 60 87,8 Sawah 2,2 0,07 12,2 Jumlah sawah 2,2 0,07 12,2 Jumlah Total 18,034 0,67 100 Sumber : Analisis data primer, 2014 23

Tabel 5.3. Kepemilikan Lahan Petani Non Sertifikasi No Jenis Lahan Luas (ha) Luas rata-rata (ha) % 1 Hutan Rakyat : 2 a. Pekarangan 1,92 0,10 24,1 b. Tegal 0,8 0,05 10,0 c. Wono 4,45 0,30 55,8 Jumlah HR 7,17 0,45 89,9 Sawah 0,8 0,05 10,0 Jumlah sawah 0,8 0,05 10,0 Jumlah Total 7,97 0,5 100 Sumber : Analisis data primer, 2014 a. Hutan Rakyat Rata-rata kepemilikan lahan petani hutan rakyat bersertifikasi adalah 0,60 ha yang terdiri dari 0,20 ha pekarangan, 0,30 ha tegal, dan 0,10 ha wono. Sedangkan untuk kepemilikan lahanpetani hutan rakyat non sertifikasi adalah 0,45 ha yang terdiri dari 0,10 ha pekarangan, 0,05 ha tegal, dan 0,30 ha wono. Dari hasil tersebut luas kepemilikan lahan yang terbesar pada petani hutan rakyat sertifikasi adalah pekarangan sedangkan petani hutan rakyat non sertifikasi adalah wono. b. Non Hutan Rakyat Rata-rata kepemilikan lahan non hutan rakyat yang dimiliki oleh petani hutan rakyat bersertifikasi adalah 0,07 ha. Sedangkan untuk petani hutan rakyat non sertifikasi luas lahan non hutan rakyat yang dimiliki sebesar 0,05 ha. Lahan non hutan rakyat disini hanya terdiri dari sawah saja. 24

5.1.3. Sumber Pendapatan Mata pencaharian masyarakat di Kabupaten Kulonprogo mayoritas adalah petani, dengan lahan berupa sawah, tegal, pekarangan maupun wono/alas. Jenis tanaman pertanian yang mereka tanam adalah jagung, kacang tanah, kedelai, ketela, dan padi. Tanaman pangan tersebut ditanam secara bergantian sesuai dengan musim tanam yang telah mereka lakukan selama ini. Hasil hutan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat saat ini adalah hasil dari tanaman kayu. Selain dari sektor kehutanan dan pertanian, penghasilan masyarakat juga sebagian berasal dari hewan ternak, kerja upah maupun dari pendapatan lain. Tabel 5.4 menjelaskan mengenai rata-rata pendapatan petani hutan rakyat sertifikasi dan petani hutan rakyat non sertifikasi dalam satu tahun. Pendapatan petani dari hasil lahan hutan rakyat dapat dibedakan dari pendapatan hasil tanaman kehutanan, perkebunan, dan pertanian. Selain itu petani juga memperoleh pendapatan dari luar sektor kehutanan seperti hasil ternak, kerja upah, wiraswasta, bantuan, dan arisan. Tabel 5.4. Sumber Pendapatan Petani Hutan Rakyat No Sumber Pendapatan 1 Hasil hutan rakyat: Sertifikasi Rerata pendapatan KK/th (Rp) % Kategori Non Sertifikasi Rerata pendapatan KK/th (Rp) % a. Hasil kayu hutan rakyat 5.164.725 37,9 3.800.000 39,9 b. Hasil perkebunan 2.274.700 16,7 101.333 1,0 Jumlah hasil hutan rakyat 7.439.425 54,9 3.901.333 41,0 2 Sawah 33.733 0,2 228.666 2,4 3 Hasil ternak 742.000 5,4 1.348.000 14,1 4 Kerja upah 2.181.666 16,0 1.501.333 15,7 5 Wiraswasta 2.040.000 15,0 2.260.000 23,7 25

Kategori No Sumber Pendapatan Sertifikasi Non Sertifikasi Rerata Rerata pendapatan pendapatan KK/th (Rp) % KK/th (Rp) % 6 Bantuan 74.500 0,5 60.000 0,6 7 Arisan 1.082.900 7,9 208.800 2,1 Jumlah total 13.594.224 100 9.508.132 100 Sumber : Analisis data primer, 2014 a. Hutan Rakyat Sumber pendapatan di lahan hutan rakyat dari hasil kayu yang diperoleh petani sertifikasi sebesar 37,9 %, hasil perkebunan sebesar 16,7 % dan hasil pertanian sebesar 0,24 %. Presentase sumber pendapatan petani hutan rakyat sertifikasi dari lahan hutan sangat tinggi jika dibandingkan dengan sumber pendapatan petani hutan rakyat non sertifikasi yaitu masing-masing 39,9 % untuk kasil kayu kehutanan, 1,0 % hasil perkebunan, dan 2,1 % hasil pertanian. Namun untuk hasil pertanian petani hutan rakyat non sertifikasi mempunyai penghasilan yang lebih tinggi dibandingkan hasil petani hutan rakyat sertifikasi. b. Non Hutan Rakyat Sedangkan sumber pendapatan dari luar sektor kehutanan atau non hutan rakyat seperti hasil ternak dan yang lainnya yang di peroleh petani sertifikasi yaitu sebesar 5,4 % hasil ternak, 16 % kerja upah, 15 % wiraswasta, 0,5% bantuan, dan 7,9 % dari hasil arisan. Untuk presentase sumber pendapatan petani non sertifikasi dari luar sektor kehutanan adalah 14,1 % hasil ternak, 15,7 % hasil kerja upah, 23,7 % wiraswasta, 0,6 % bantuan, dan 2,1% dari arisan. Adanya perbedaan sumber pendapatan dari kedua kelompok petani tersebut dikarenakan adanya perbedaan 26

pada jenis pekerjaan yang dilakukan, kemampuan mereka dalam pekerjaan, dan tingkat pendidikan petani hutan rakyat tersebut. Setelah mengetahui sumber pendapatan yang dihasilkan dan berapa besar jumlahnya, maka bisa diklasifikasikan nominal pendapatan untuk menentukan klasifikasi pendapatan berdasarkan UMR Kabupaten Kulonprogo tahun 2013. Besarnya UMR adalah Rp. 954.339,00/bulan. Sehingga pendapatan dalam satu tahunnya adalah Rp. 11.452.068,00. Klasifikasi tersebut disajikan dalam bentuk tabel berikut: Tabel 5.5. Klasifikasi Pendapatan Berdasarkan UMR No Klasifikasi Klasifikasi pendapatan (Rp) 1 2 3 Kategori Non Sertifikasi Sertifikasi Jumlah % Jumlah % < UMR <11.452.068,- 15 50,0 8 53,4 1 x UMR s/d 2 x UMR 11.452.068,- s/d 22.904.136.- 8 26,7 5 33,3 > 2xUMR >22.904.136.- 7 23,3 2 13,3 Jumlah Responden 30 100 15 100 Sumber : Analisis data primer, 2014 Klasifikasi pendapatan petani hutan rakyat berdasarkan UMR Kabupaten Kulonprogo dalam satu tahun yaitu : a. Penduduk miskin : Pendapatan <11.452.068/tahun, angka tersebut didapat dari UMR dalam satu tahun dikalikan satu kali. b. Penduduk menengah : Pendapatan 11.452.068-22.904.136/tahun, angka tersebut dari UMR dalam satu tahun dikalikan dua kali. c. Penduduk kaya : Pendapatan 22.904.136 keatas. Dari tabel diatas pendapatan petani hutan rakyat diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu miskin, menengah, dan kaya. 27

a. Miskin Dari hasil klasifikasi pendapatan berdasarkan UMR Kabupaten Kulonprogo petani hutan rakyat sertifikasi yang masuk dalam kategori miskin sebesar 50,0% lebih kecil dibandingkan dengan petani hutan rakyat non sertifikasi yaitu 53,4%. b. Menengah Petani hutan rakyat sertifikasi yang termasuk dalam kategori menengah terdapat 26,7% dan petani hutan rakyat non sertifikasi yang masuk dalam kategori menengah lebih besar dibandingkan dengan petani hutan rakyat sertifikasi dengan hasil 33,3%. c. Kaya Untuk kategori ini petani hutan rakyat sertifikasi sebesar 23,3% sedangkan petani hutan rakyat non sertifikasi mempunyai hasil yang lebih kecil dibanding petani hutan rakyat sertifikasi yaitu sebesar 13,3%. 5.2. Pengelolaan Hutan Rakyat Pengelolaan hutan dapat diartikan sebagai teknik pengusahaan dan prinsip-prinsip teknik kehutanan untuk mengoperasikan sifat-sifat hutan, dengan tujuan memperoleh keuntungan dan nilai yang sebesar-besarnya dari hutan, atau dapat diartikan sebagai pemanfaatan fungsi hutan untuk memenuhi kebutuhan manusia secara maksimal. Departemen Kehutanan merinci dalam skala luas 28

pengelolaan hutan meliputi kegiatan-kegiatan antara lain administrasi, teknik kehutanan (tanaman, pemeliharaan, penebangan), perlindungan hutan, teknik sipil, dan pemasaran kayu. 5.2.1. Komposisi Jenis Tanaman di Hutan Rakyat Adapun penyusun hutan rakyat berdasarkan sistem agroforestry terdiri dari jenis tanaman kehutanan, pertanian, dan perkebunan. Komposisi jenis tanaman tersebut disajikan dalam tabel sebagai berikut Tabel 5.6. Kepemilikan Jenis Tanaman Penyusun Hutan Rakyat No Kepemilikan Hutan Rakyat 1 Jenis Tanaman Kehutanan: Sertifikasi Kategori Non Sertifikasi Jumlah % Jumlah % a. Jati 29 96,7 13 86,7 b. Mahoni 27 90 11 73,3 c. Jabon 2 6,7 1 6,7 d. Akasia 4 13,3 3 20,0 e. Sengon 18 60 5 33,3 f. Lainnya 0 0 0 0 Jumlah Responden 30 15 2 Jenis Tanaman Perkebunan: a. Mangga 4 13,3 1 6,7 b. Cokelat 6 20,0 0 0 c. Pisang 17 56,7 8 53,3 d. Cengkeh 14 46,7 0 0 e. Kelapa 23 76,7 5 33,3 f. Durian 4 13,3 0 0 g. Lainnya 17 56,7 4 26,7 Jumlah Responden 30 15 3 Jenis Tanaman Pertanian: a. Jagung 2 6,7 2 13,3 b. Singkong 4 13,3 1 6,7 c. Lainnya 0 0 0 0 Jumlah Responden 30 15 Sumber : Analisis data primer, 2014 29

Sebagian masyarakat di Kabupaten Kulonprogo memanfaatkan lahan mereka untuk ditanami tanaman kehutanan, tanaman perkebunan, dan tanaman pertanian. Jenis tanaman kehutanan yang mereka tanam umumnya berupa jati, mahoni, jabon, akasia, trembesi, sengon, dll. Untuk tanaman perkebunan jenis tanaman yang ditanam diantaranya adalah mangga, cokelat, pisang, cengkeh, kelapa, durian. Sedangkan jenis tanaman pertanian yang umumnya ditanam masyarakat ialah jagung dan singkong. a. Tanaman Kehutanan Dari data yang diperoleh dapat diketahui bahwa terdapat beragam jenis tanaman yang ditanam oleh petani hutan rakyat di Kabupaten Kulonprogo, baik dari tanaman berkayu, tanaman perkebunan, dan tanaman pertanian. Jenis tanaman kayu yang paling banyak ditanam adalah jati, mahoni, dan sengon dengan presentase jati 96,7 %, mahoni 90 %, dan sengon 60% untuk petani hutan rakyat sertifikasi, sedangkan hal serupa juga terjadi pada petani hutan rakyat non sertifikasi namun dengan presentase yang lebih kecil yaitu 86,7 % untuk jati, 73,3% untuk mahoni, dan 33,3 % untuk sengon. Sedangkan untuk jenis jabon dan akasia tidak banyak yang menanamnya. b. Tanaman Perkebunan Jenis tanaman perkebunan yang banyak ditanam dan mendominasi oleh petani hutan rakyat sertifikasi adalah kelapa sebesar 76,7 %, pisang 56,7 %, cengkeh 46,7 %. Untuk petani hutan rakyat non sertifikasi jenis tanaman perkebunan yang paling banyak ditanam adalah pisang dan kelapa dengan presentase 53,3 % untuk pisang dan 33,3 % untuk kelapa. 30

c. Tanaman Pertanian Sedangkan untuk tanaman pertanian petani hutan rakyat sertifikasi yang banyak ditanam adalah singkong dan jagung. Sedangkan tanaman pertanian yang banyak ditanam petani hutan rakyat non sertifikasi hanya jagung saja. 5.2.2. Kegiatan Pengelolaan Hutan Kegiatan pengelolaan hutan selalu untuk mendapatkan hasil hutan yang maksimal dan baik. Tahapan-tahapan pengelolaan hutan tersebut meliputi kegiatan sebelum pemanenan (pembibitan, penanaman, dan pemeliharaan) dan kegiatan setelah pemanenan mulai dari pemanenan, penjualan, dan pengolahan hasil hutan kayu baik untuk industri maupun untuk sendiri. Kegiatan pengelolaan hutan rakyat sebelum pemanenan tercantum dalam tabel berikut. Tabel 5.7. Kegiatan Pengelolaan Hutan Rakyat No 1 2 Kategori Kegiatan Sebelum Pemanenan Sertifikasi Non Sertifikasi Jumlah % Jumlah % Pembibitan: a. Menyemaikan Benih 14 46,7 3 20,0 b. Membeli Bibit 16 53,3 12 80,0 Jumlah Responden 30 15 Penanaman: a. Membuat Ajir 0 0 0 0 b. Membuat Lubang Tanam 30 100,0 15 100,0 c. Memberi Pupuk Dasar 21 70,0 10 66,7 Jumlah Responden 30 15 31

No 3 Kegiatan Sebelum Pemanenan Pemeliharaan: Sertifikasi Kategori Non Sertifikasi Jumlah % Jumlah % a. Membersihkan Gulma 22 73,3 8 53,3 b. Menggemburkan Lahan 30 100,0 15 100,0 c. Pruning 24 80,0 12 80,0 d. Penjarangan 0 0 0 0 e. Membasmian Hama 6 20,0 5 33,3 f. Menjaga Keamanan 0 0 0 0 Jumlah Responden 30 15 Sumber : Analisis data primer, 2014 a. Pembibitan Tahapan pengelolaan hutan rakyat yang pertama kali adalah pembibitan, pembibitan merupakan kegiatan mempersiapkan bibit siap tanam di lapangan dan dipelihara karena mengacu pada keberhasilan permudaan tanaman. Sebagian dari petani hutan rakyat sertifikasi dan petani hutan rakyat sertifikasi ada yang membeli bibit dan ada yang menyemaikannya sendiri. Namun kebanyakan dari mereka memilih membeli bibit daripada menyemaikan. Dari data diatas untuk petani hutan rakyat sertifikasi sebanyak 53,3% orang memilih untuk membeli bibit sedangkan 46,7% lainnya memilih untuk menyemaikan sendiri. Sedangkan petani hutan rakyat non sertifikasi sebanyak 20,0% orang menyemaikan bibit sendiri dan 80,0% lainnya membeli bibit. Bibit yang disemaikan itu sendiri berasal dari biji yang jatuh ke tanah dan tumbuh menjadi semai kemudian dipelihara, jadi petani hutan rakyat tidak menyemaikan sendiri dari biji. 32

b. Penanaman Tahapan pengelolaan hutan rakyat yang kedua adalah penanaman, penanaman adalah proses mempersiapkan bakal tanaman baru supaya dapat hidup mandiri. Sebelum melakukan penanaman biasanya dilakukan beberapa kegiatan terlebih dahulu seperti pemasangan ajir, pembuatan lubang tanam, dan pemberian pupuk dasar. Pemasangan ajir dilakukan supaya tanaman yang ditanam bisa teratur, namun petani hutan rakyat sertifikasi dan non sertifikasi tidak melakukan kegiatan ini sebelum melakukan penanaman. Pembuatan lubang tanam ini dilakukan untuk menanam atau memendam akar tanaman supaya dapat tumbuh dan berkembang. Pembuatan lubang tanaman ini sebaiknya dilakukan satu minggu sebelum penanaman supaya aerase dan drainase tanahnya baik serta racun-racun yang aada dalam tanah hilang. Akan tetapi petani hutan rakyat melakukan pembuatan lubang tanam bertepatan pada saat proses penanaman berlangsung, hal ini dilakukan oleh semua petani hutan rakyat sertifikasi dan non sertifikasi. Dan yang terakhir adalah pemberian pupuk dasar atau pupuk kandang yang bertujuan untuk menambah kandungan unsur hara dalam tanah yang diperlukan oleh tanaman. Tetapi tidak semua petani hutan rakyat menambahkan pupuk dasar pada saat melakukan penanaman hanya sekitar 70 % petani hutan rakyat sertifikasi dan 66,7 % petani hutan rakyat non sertifikasi yang menambahkan pupuk dasar. c. Pemeliharaan Tahapan terakhir adalah pemeliharaan yang berupa pembersihan gulma, penggemburan lahan, pruning, penjarangan, pembasmian hama, dan menjaga keamanan. Pembersihan gulma dilakukan untuk membebaskan tanaman pokok dari 33

tanaman pengganggu, dan tidak semua petani hutan rakyat melakukannya hanya sekitar 73,3 % petani hutan rakyat sertifikasi dan 53,3 % petani hutan rakyat non sertifikasi yang melakukan hal tersebut. Yang kedua adalah penggemburan lahan, semua petani hutan rakyat melakukan hal ini karena memudahkan dalam pengolahannya. Pruning atau pemangkasan cabang dilakukan untuk mendapatkan pohon dengan batang yang lurus dan tinggi. Dari data yang diperoleh sebanyak 80% dari petani hutan rakyat sertifikasi dan petani hutan rakyat non sertifikasi melakukan pemangkasan cabang. Kemudian pengelolaan yang dilakukan adalah pembasmian hama seperti kutu, ulat ataupun penyakit tanaman lainnya. Tidak banyak petani yang melakukan hal tersebut karena mereka tidak ingin menggunakan bahan kimia hanya terdapat 20% petani hutan rakyat sertifikasi dan 33,3% petani hutan rakyat non sertifikasi yang melakukan pembasmian hama. Untuk pengamanan dan penjarangan petani hutan rakyat tidak melakukan hal tersebut. 5.3. Keuntungan dan Kerugian Sertifikasi Hutan Rakyat 5.3.1. Motivasi Menjadi Anggota Sertifikasi Hutan Rakyat Adanya Koperasi Wana Lestari Menoreh mendorong para petani hutan rakyat untuk bergabung dalam mengelola hutan secara lestari dan ingin mendapatkan manfaat dari program tersebut. Petani dalam penelitian ini yang menjadi responden untuk aspek kelembagaan keikutsertaan dalam anggota Koperasi Wana Lestari Menoreh sebanyak 30 responden. Motivasi tersebut disajikan dalam bentuk tabel berikut: 34

Tabel 5.8. Motivasi Menjadi Anggota Koperasi Hutan Rakyat Sertifikasi No Uraian Jumlah % 1 Motivasi menjadi anggota: a. Ingin mendapatkan harga premium 2 6,7 b. Harga kayu lebih mahal 13 43,3 c. Ingin mendapatkan SHU 4 13,3 d.ingin mendapatkan bantuan bibit 10 33,3 e.ingin mendapatkan penyuluhan 1 3,3 f. Ingin mendapatkan pinjaman dana 3 10,0 g. Ingin banyak teman 2 6,7 h. Lainnya 1 3,3 Jumlah Pemilih 30 Sumber : Analisis data primer, 2014 Dari tabel 5.8 diketahui bahwa motivasi petani hutan rakyat menjadi anggota koperasi hutan rakyat sertifikasi beraneka ragam dan tiga jawaban terbanyak yaitu: a. Harga kayu lebih mahal Motivasi petani hutan rakyat bergabung menjadi anggota koperasi yaitu untuk mendapatkan harga kayu yang lebih mahal pada saat melakukan penjualan dibandingkan harga kayu yang di jual ke bakul. Selisih harga kayu antara koperasi dan bakul berkisar antara Rp. 150.000,- sampai Rp. 250.000,- per m 3 untuk jati dan Rp. 100.000,- sampai Rp. 150.000,- per m 3 untuk sengon. b. Ingin mendapatkan bantuan bibit Selain harga kayu yang lebih mahal petani hutan rakyat juga ingin mendapatkan bantuan bibit. Bantuan bibit ini didapatkan ketika mereka menjual kayu di koperasi, setiap menjual satu batang kayu akan diganti dengan 10 bibit oleh koperasi. c. Ingin mendapatkan SHU 35

SHU merupakan sisa hasil usaha dimana SHU ini akan didapatkan petani hutan rakyat sudah pada saat dilakukannya RAT. SHU ini berasal dari hasil penjualan kayu yang mereka lakukan akan dipotong Rp.5000,- sebagai tabungan dan dapat diambil pada saat rapat anggota tahunan. 5.3.2. Keuntungan Sertifikasi Hutan Rakyat Adanya Koperasi Wana Lestari Menoreh mendorong para petani hutan rakyat untuk bergabung dalam mengelola hutan secara lestari dan ingin mendapatkan manfaat dari program tersebut. Selain itu para petani dapat dengan mudah menjual hasil kayunya di Koperasi. Namun dalam melakukan kegiatan transaksi jual beli pasti ada keuntungan dan kerugian yang diperoleh. Keuntungan dan kerugian tersebut tercantum dalam tabel berikut : Tabel 5.9. Keuntungan Menjual Kayu Ke Koperasi Wana Lestari Menoreh No Uraian Jumlah % 1 Lebih senang menjual kayu kepada: a. Koperasi 30 66,7 b. Tengkulak/bakul 15 33,3 Jumlah 45 2 Keuntungan menjual kayu kepada koperasi: a. Adanya penggantian bibit 10 33,3 b. Harga lebih tinggi 30 100,0 c. Mengetahui harga/kubikasinya 1 3,3 d. Mendapatkan premi 2 6,7 e. Prosedur cepat 1 3,3 f. Kerusakan lingkungan kecil 5 16,7 g. Tidak menjawab 0 0 Jumlah 30 36

No Uraian Jumlah % 3 Keuntungan menjual kayu kepada bakul: a. Harga tawar tinggi 15 33,3 b. Prosedur cepat 40 88,9 c. Dibayar tunai 40 88,9 d. Tidak menjawab 5 4,4 Jumlah 45 Sumber : Analisis data primer, 2014 Dari tabel tersebut, petani hutan rakyat sertifikasi lebih senang menjual kayu di koperasi sedangkan petani hutan rakyat non sertifikasi lebih senang menjual kayu di bakul. Adapun keuntungan menjual di Koperasi Wana Lestari Menoreh dan tengkulak. a. Keuntungan menjual kayu ke koperasi Keuntungan menjual kayu ke Koperasi Wana Lestari Menoreh adalah harga kayu lebih tinggi sebesar 100%, dan adanya penggantian bibit setiap menjual kayu sebesar 33,3%. Selain itu kerusakan lingkungan sangat kecil yaitu sebesar 16,7% karena pada saat penebangan memperhatikan keadaan sekitar dan diusahakan tidak mengenai atau merusak tanaman yang lain. b. Keuntungan menjual kayu di tengkulak atau bakul Terdapat beberapa keuntungan menjual kayu kepada tengkulak atau bakul. Namun keuntungan menjual kayu di tengkulak atau bakul yang mendominasi adalah prosedurnya yang cepat dan pembayarannya secara tunai dengan prosentase sebesar 88,9%. Ketika menjual kayu kepada bakul semua biaya penebangan ditanggung oleh bakul itu sendiri dan pembayaran hasil penjualan kayu dilakukan secara langsung atau tunai. 37

5.3.3 Kerugian Sertifikasi Hutan Rakyat Selain mendapatkan keuntungan menjual kayu di Koperasi Wana Lestari Menoreh dan tengkulak terdapat juga kerugian yang dirasakan petani saat melakukan penjualan kayu di Koperasi Wana Lestari Menoreh atau tengkulak yang disajikan dalam tabel berikut ini : Tabel 5.10. Kerugian Menjual Kayu Ke Koperasi Wana Lestari Menoreh No Kerugian Jumlah % 1 Menjual ke koperasi: a. Harga tawar rendah 3 10,0 b. Prosedur lama 20 66,7 c. Tidak menjawab 8 26,7 Jumlah Pemilih 30 2 Menjual ke bakul: a. Harga tawar rendah 27 60,0 b. Tidak mendapatka premi 1 2,2 c. Kerusakan lingkungan besar 5 11,1 d. Tidak ada penggantian bibit 10 22,2 e. Tidak ada patokan harga 15 33,3 f. Tidak menjawab 10 22,2 Jumlah Pemilih 45 Sumber : Analisis data primer, 2014 Penjualan kayu di Koperasi Wana Lestari Menoreh dan tengkulak pasti tidak selalu menguntungkan, tetapi disalah satu pihak ada yang merasa dirugikan. a. Kerugian penjualan kayu di Koperasi Kerugian penjualan kayu di Koperasi Wana Lestari Menoreh yang paling dominan adalah prosedur yang lama sebesar 66,7 %, dan yang tidak menjawab sebesar 26,7 %. Yang dimaksud prosedur lama adalah setelah dilakukan pemotongan akan dilakukan kubikasi dan pembuatan surat-surat atau dokumen 38

untuk kayu tersebut, setelah itu akan dihiting berapa hasil dari penjualan kayu tersebut dan akan dibayarkan sebagian dari hasil penjualan dan akan dilakukan pelunasan pada saat kayu sudah terjual. b. Kerugian menjual di tengkulak atau bakul Kerugian menjual kayu di bakul yang paling dominan adalah harga jual rendah sebesar 60% dan tidak adanya patokan harga sebesar 33,3%. Harga jual yang rendah karena kayu yang dijual dibakul tidak bersertifikasi sehingga hanya bisa dipasarkan di pasar lokal saja, dan tidak adanya patokan harga karena bakul mengikuti harga kayu dipasaran jika nanti mematok harga dan nilai jual kayu dipasaran tidak sesuai dengan patokan harga yang dibuat bakul dikhawatirkan akan mengalami kerugian. 5.3.4. Kendala Dalam Sertifikasi Hutan Rakyat Untuk mewujudkan sertifikasi hutan rakyat, banyak kendala yang dihadapi oleh petani sertifikasi dalam pertanian hutan rakyat sertifikasi, penjualan hasil hutan rakyat, dan kendala lainnya yang dihadapi dalam sertifikasi hutan rakyat. Kendala tersebut tercantum dalam tabel berikut ini : Tabel 5.11. Masalah/kendala Dalam Sertifikasi Hutan Rakyat No Masalah/kendala yg dihadapi Jumlah % 1 Pertanian hutan rakyat sertifikasi: a. Kemampuan penggadaan bibit 14 46,7 b. Meninggalkan pupuk kimia 6 20,0 c. Mencegah pemburuan liar 0 0 d. Tidak menjawab 10 33,3 Jumlah 30 39

No Masalah/kendala yg dihadapi Jumlah % 2 3 Penjualan Hasil Hutan: a. Tidak mengetahui harga kayu dipasaran 10 33,3 b. Fluktuasi harga 5 16,7 c. Tidak mengetahui kubikasi kayu 8 26,7 d. Tidak menjawab 10 33,3 Jumlah 30 Organisasi kelompok hutan rakyat sertifikasi: a. SDM rendah 4 13,3 b. Komitmen antar kelompok kurang 12 40,0 c. Kedisiplinan anggota 8 26,7 d.tidak sampainya informasi 4 13,3 e. Tidak menjawab 6 20,0 Jumlah 30 No Masalah/kendala yg dihadapi Jumlah % 4 Masalah lainnya dalam sertifikasi: a. Administrasi kelompok 5 16,7 b. Tidak paham sertifikasi 10 33,3 c. Tidak paham prinsip-prinsip FSC 12 40,0 d. Tidak menjawab 6 20,0 Jumlah 30 Sumber : Analisis data primer, 2014 Berdasarkan tabel di atas permasalahan yang dihadapi dalam mengelola hutan rakyat sertifikasi adalah pengadaan bibit yang kurang dan tidak mempunyai kualitas yang baik sebesar 46,7 % karena kurangnya pengetahuan mengenai pembibitan yang benar dan banyaknya bibit yang mati, meninggalkan pupuk kimia untuk proses pembasmian hama sebesar 20 % karena dahulu pernah menggunakan pupuk kimia untuk pembasmian hama tetapi hama tersebut tetap tidak hilang, mencegah pemburuan liar 0% karena kondisi hutan rakyat disana aman, dan 33,3% tidak menjawab. Selain itu kurangnya pengetahuan mengenai harga kayu dipasaran sebesar 33,3% juga menjadi permasalahan, fluktuasi harga sebesar 16,7% serta kurangnya pengetahuan mengenai kubikasi kayu sebesar 26,7 40

% karena petani hutan rakyat tidak melihat proses kubikasi dan kurangnya pengetahuan untuk mengukur kubikasi kayu. Masalah yang terdapat dalam organisasi yang paling mendominasi yaitu kurangnya komitmen antar kelompok yaitu tidak samanya pendapat dan keinginan atau tujuan dalam pengelolaan hutan rakyat dengan presentase sebesar 40%, kedisiplinan anggota yang kurang sebesar 26,7% serta tidak sampainya informasi dan SDM yang rendah sebesar 13,3%. Kemudian tidak pahamnya tentang apa itu sertifikasi, prinsip-prinsip sertifikasi FSC dan yang lainnya juga merupakan permasalahan yang dihadapi. 41

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian tentang Kondisi Sosial Ekonomi Hutan Rakyat Sertifikasi di Kabupaten Kulonprogo maka dapat disimpulkan bahwa : a. Petani hutan rakyat memiliki karakteristik yang beragam yang berpengaruh terhadap kehidupan sosial dan ekonomi mereka. Rata-rata umur petani hutan rakyat sertifikasi adalah 41-65 tahun, rata-rata tingkat pendidikannya adalah SD. Rata-rata kepemilikan hutan rakyat yaitu 0,67 ha dan rata-rata kontribusi pendapatan dari hutan rakyat sebesar 54,9%. b. Kegiatan pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan oleh petani hutan rakyat meliputi kegiatan pembibitan, penanaman, dan pemeliharaan. Kegiatan pembibitan meliputi penyemaian benih, untuk benih yang digunakan ada yang menggunakan bibit unggul dan ada yang tidak. Kegiatan penanaman meliputi pembuatan ajir, pembuatan lubang tanam, dan pemberian pupuk dasar. Tidak semua petani hutan rakyat sertifikasi memberikan pupuk dasar pada saat penanaman. Kegiatan pemeliharaan hutan rakyat meliputi pembersihan gulma, penggemburan lahan, pruning, penjarangan dan pembasmian hama. Pruning di lakukan pada saat cabang tanaman mulai banyak dan mereka tidak melakukan penjarangan karena kurangnya pengetahuan mengenai manfaat dari penjarangan. 42

c. Keuntungan yang dirasakan oleh petani hutan rakyat sertifikasi adalah harga kayu lebih tinggi, adanya penggantian bibit, dan kerusakan lingkungan kecil. Sedangkan kerugian yang dialami yaitu prosedur dalam melakukan penjualan lama. Motivasi petani hutan rakyat sertifikasi untuk menjadi anggota koperasi diantaranya adalah harga kayu lebih mahal, ingin mendapatkan bantuan bibit, dan ingin mendapatkan SHU. Kendala yang dihadapi dalam sertifikasi hutan rakyat diantaranya tidak mengetahui harga kayu dipasaran, komitmen atau tujuan dalam pengelolaan hutan rakyat yang tidak sama, serta tidak pahamnya prinsip-prinsip FSC. 6.2. Saran a. Sosialisasi maupun penyuluhan mengenai ilmu kehutanan dari pemerintah sangat dibutuhkan demi suksesnya suatu program pengelolaan suatu hutan, sehingga harus terus ditingkatkan dan dilengkapi dengan pendidikan dan ketrampilan agar baik masyarakat maupun pemerintah mendapatkan hasil maksimal. b. Komunikasi antara instansi dengan masyarakat hendaknya ditingkatkan supaya pengelolaan dan penerapan sertifikasi hutan rakyat dapat maksimal. 43