MODUL PRAKTIKUM PARASITOLOGI PARASIT DARAH DAN JARINGAN BLOK 14 (AGROMEDIS DAN PENYAKIT TROPIS)

dokumen-dokumen yang mirip
PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS MALARIA BALAI LABORATORIUM KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat dilakukan dengan banyak metoda. Salah satu metoda yang paling diyakini

Pemeriksaan mikroskopis tinja terhadap parasit metode kwantitatif : 1. Metode Stoll 2. Metode Kato-Katz

PARASIT. Yuga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. apus ini adalah dengan meneteskan darah lalu dipaparkan di atas objek glass,

SIGIT SULISTYA, A.Md, AK

DESKRIPSI KEGIATAN Kegiatan Waktu Deskripsi 1. Pendahuluan 10 menit Instruktur menelaskan tujuan dari kegiatan ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tujuan pemeriksaan sediaan apus darah tepi antara lain menilai berbagai

CSL5_Manual apusan darah tepi_swahyuni 2015 Page 1

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK MALARIA

Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SIKLUS PARASIT PADA VEKTOR

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik.

KATA PENGANTAR. Direktur Jenderal PP & PL. Prof. Dr. Tjandra Yoga Aditama Sp.P(K), MARS, DTM&H, DTCE NIP

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS Jl. Perintis Kemerdekaan Padang Telp.: Fax:

KETERAMPILAN MEMBUAT APUSAN, MEWARNAI, MENGAWETKAN TINJA, DAN MENGIDENTIFIKASI PARASIT PADA APUSAN TINJA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian analitik.

E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran μm 2.

BAB I PENDAHULUAN. Separuh penduduk dunia berisiko tertular malaria karena hidup lebih dari 100

Keterampilan Laboratorium PADA BLOK 2.2 HEMATOIMUNOLIMFOPOETIK:

Teknik Pewarnaan Bakteri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Puskesmas Kemangkon Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal

DEFINISI KASUS MALARIA

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN Malaria Definisi Malaria merupakan infeksi protozoa genus Plasmodium yang dapat

LAPORAN PRAKTIKUM HEMATOLOGI PEMBUATAN DAN PEWARNAAN SEDIAAN APUSAN DARAH

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Prevalensi Clinostomum complanatum pada ikan Betok (Anabas testudineus) di Yogyakarta

PEDOMAN PRAKTIKUM. Nama : NIM : Kelompok : Kelas : Asisten :

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

N E M A T H E L M I N T H E S

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA SEDIAAN APUS DARAH

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN INSIDEN PENYAKIT MALARIA DI KELURAHAN TELUK DALAM KECAMATAN TELUK DALAM KABUPATEN NIAS SELATAN TAHUN 2005

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium.

LABORATORIUM PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI

PEMERIKSAAN KEADAAN LUAR

IDENTIFIKASI FILARIASIS YANG DISEBABKAN OLEH CACING NEMATODA WHECERERIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada anggota badan terutama pada tungkai atau tangan. apabila terkena pemaparan larva infektif secara intensif dalam jangka

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi penyakit malaria menurut World Health Organization (WHO)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sel darah putih ( lekosit ) rupanya bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

AKTIVITAS DAN POTENSI ANTIMALARIA SENYAWA SANTON TEROKSIGENASI DAN TERPRENILASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

CARA PERKEMBANGBIAKAN INVERTEBRATA

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK Disusun oleh: Jekson Martiar Siahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis,

LAPORAN PRAKTIKUM PEMBUATAN PREPARAT WHOLE MOUNT PROTOZOA

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian adalah eksperimen dengan metode desain paralel.

PAPER HEMATOLOGI PEMBUATAN HAPUSAN DARAH

Tri Wijayanti, SKM, M.Sc. Instalasi Parasitologi Balai Litbang P2B2 Banjarnegara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HASIL PENELITIAN UJI EFIKASI OBAT HERBAL UNTUK MENINGKATKAN KADAR HEMOGLOBIN, JUMLAH TROMBOSIT DAN ERITROSIT DALAM HEWAN UJI TIKUS PUTIH JANTAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena

PERBANDINGAN PEMERIKSAAN HITUNG JENIS LEUKOSIT DENGAN PEWARNAAN KOMBINASI GIEMSA DAN WRIGHT

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di

MATERI DAN METODE. Materi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Malaria merupakan penyakit kronik yang mengancam keselamatan jiwa yang

PEMERIKSAAN FESES PADA MANUSIA

PENUNTUN PRAKTIKUM PARASITOLOGI

RENCANA PROGRAM dan KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER. (Mata Kuliah: Biologi Mikroba -Parasitologi) TAHUN AJARAN LABORATORIUM PARASITOLOGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah

Dosen Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN FUNDAMENTAL. TAHUN ANGGARAN 2014 (Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun)

Lampiran 1. Road-map Penelitian

2. Prosedur Isolasi ke Media Padat

PEWARNAAN HAPUSAN DARAH TEPI. Oleh, Kelompok 2: I Gusti Agung Ayu Krisma D. D (P ) I Putu Paramartha Wicaksana A.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda adalah cacing yang berbentuk panjang, silindris (gilig) tidak

3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 3.2. Hewan Coba dan Pemeliharaannya 3.3. Alat dan Bahan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Menurut White dan Breman (2008) dalam buku Harrison s Principles of

PETUNJUK PRAKTIKUM BIOLOGI MODUL 3 BIOPSIKOSOSIOKULTURAL FAKULTAS KEDOKTERAN

KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN

BAB III MATERI DAN METODE. Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di laboratorium Biologi dan Fisika FMIPA Universitas

A. Pengorganisasian. E. Garis Besar Materi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Proses Penularan Penyakit

JST Kesehatan, Juli 2013, Vol.3 No.3 : ISSN KADAR HEMOGLOBIN DAN DENSITAS PARASIT PADA PENDERITA MALARIA DI LOMBOK TENGAH

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu farmakologi dan imunologi.

BAB III MATERI METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Kunyit dan Jahe Dalam

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

Teknik Identifikasi Bakteri

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK DASAR

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria terjadi bila eritrosit diinvasi oleh salah satu dari empat spesies

II. PEWARNAAN SEL BAKTERI

INDIKTOR 14: Menjelaskan sifat, ciri-ciri, dan fungsi jaringan pada tumbuhan dan hewan

2. Strongyloides stercoralis

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik. UNIMUS, Jl. Wonodri Sendang Raya 2A Semarang. Waktu penelitian yaitu

Latar Belakang Penyakit Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian dilaksanakan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Wilayah

LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI

Transkripsi:

MODUL PRAKTIKUM PARASITOLOGI PARASIT DARAH DAN JARINGAN BLOK 14 (AGROMEDIS DAN PENYAKIT TROPIS) Oleh: Dr.rer.biol.hum. dr. Erma Sulistyaningsih, M.Si NAMA :... NIM :... FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2016

Praktikum Parasit Darah dan Jaringan Parasitologi Blok 14 Semester V Tahun Akademik 2016-2017 Dr.rer.biol.hum. dr. Erma Sulistyaningsih, M.Si Tujuan: mahasiswa mampu membuat sediaan hapusan darah tetes tebal dan hapusan tetes tipis serta mampu melakukan pemeriksaan mikroskopis yang penting guna mendiagnosis infeksi parasit di darah maupun jaringan. 1. Pembuatan preparat hapusan darah 1.1 Preparat tetes darah tebal Langkah-langkah: a. Teteskan darah yang diambil dari ujung jari/vacutainer pada sebuah slide bersih. b. Perluas tetesan darah tersebut sampai kira-kira berdiameter 1 cm dengan menggunakan jarum atau ujung dari cover slip. c. Biarkan mengering di udara atau pada suhu 37 o C. d. Pewarnaan dengan Giemsa. Siapkan bahan pewarna konsentrasi 2% dengan jalan mencampur 35 tetes stock Giemsa dengan 100 ml buffer fosfat. Teteskan larutan pewarna di atas pada sediaan dan biarkan selama 1 jam. Jangan difiksasi. Keringkan di udara tanpa menghisap cairannya dengan kertas penghisap. Cuci dengan air perlahan dan hati-hati. Jangan berikan air langsung pada titik sediaan darah. Keringkan dengan posisi slide berdiri. e. Periksa preparat anda dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan pembesaran 40x dan 100x. f. Menghitung jumlah parasit pada sediaan darah tetes tebal (jumlah leukosit rata-rata 8000/ul darah) Jumlah parasit/ul darah = Jumlah parasit dalam 200 leukosit x 40 Uraian Sediaan tetes darah tebal Gambar 2

Jumlah parasit 1.2 Preparat hapus darah tipis Langkah-langkah: a. Teteskan darah yang diambil dari ujung jari/vacutainer pada sebuah slide bersih. b. Letakkan sisi pendek satu slide bersih yang lain pada slide pertama dengan membentuk sudut 30 o C (Gambar 1). c. Geserlah sisi pendek slide sampai menyentuh tetesan darah yang ada di ujung slide pertama. d. Doronglah slide tadi ke depan dengan membawa tetesan darah, dan tetap mempertahankan sudut 30 o C. Makin besar sudut antara kedua slide dan makin cepat menggeser slide tadi maka makin pendek dan makin tebal hapusan darah yang didapatkan, dan sebaliknya. e. Biarkan mengering di udara atau pada suhu 37 o C. f. Jangan lupa untuk melabel slide. g. Pewarnaan slide dengan Giemsa: Fiksasi slide hapus darah tipis dengan methyl alcohol selama minimal 30 detik (biasanya 3-5 menit). Selanjutnya buang methyl alcohol yang tersisa. Siapkan larutan Giemsa 10% dengan cara mengencerkan 10 ml stock Giemsa dengan 90 ml buffer fosfat. Genangi slide dengan larutan di atas selama 20-30 menit. Cuci dengan air mengalir dan biarkan mengering di udara. Jangan sekali-kali menghisap sisa cairan dengan kertas penghisap. Keringkan dengan posisi slide berdiri. h. Periksa preparat anda dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan pembesaran 40x dan 100x. i. Menghitung jumlah parasite pada hapus darah tipis: Jumlah parasit aseksual x jumlah eritrosit/mm3 darah 1000 eritrosit Derajat parasitemia: N x 100% 1000 eritrosit 3

Gambar 1. Teknik pembuatan hapusan darah tetes tipis Uraian Sediaan tetes darah tebal Gambar Jumlah parasit 2. Pengamatan morfologi protozoa darah dan jaringan 2.1 Morfologi berbagai stadium Plasmodium spp dalam sediaan darah tetes tebal a. Plasmodium falciparum 4

Di dalam sediaan tetes tebal yang diberi pewarnaan dengan Giemsa, maka akan tampak: Biasanya hanya terdapat bentuk trofozoit muda saja atau trofozoit dan gametosit. Gambarannya tampak seragam terutama pada infeksi berat. Tidak tampak daerah merah di sekitar parasite. Parasite lebih kecil dari pada inti limfosit. b. Plasmodium vivax Di dalam sediaan tetes tebal yang diberi pewarnaan dengan Giemsa, maka akan tampak: stroma eritrosit yang sudah terhemolisis berwarna lembayung muda. Tampak sisa-sisa leukosit dengan inti berwarna biru lembayung Seringkali tampak semua bentuk P. vivax sehingga memberi gambaran tidak seragam. Di sekitar parasite-parasit ini (kecuali trofozoit muda), tampak daerah merah yang disebut titik Schueffner. Parasit lebih besar dari pada inti limfosit. c. Plasmodium malariae Di dalam sediaan tetes tebal yang diberi pewarnaan dengan Giemsa, maka akan tampak: Umumnya jumlah parasite hanya sedikit Tampak berbagai bentuk stadium, sehingga gambaran tidak seragam. Parasite tampak lebih tua warnanya dan padat. Tidak ada daerah merah di sekitar parasite. 2.2 Morfologi berbagai stadium Plasmodium spp dalam sediaan hapus tetes tipis a. Plasmodium falciparum Bentuk trofozoit bentuk cincin kecil 0,1 0,3 kali eritrosit sitoplasma halus kadang-kadang seperti cincin atau burung terbang di pinggir eritrosit (acole) inti terletak di pinggir eritrosit, 2 um, merah, lebih tipis disbanding P. vivax, kadang ada 2 inti pada 1 cincin. Skizon muda mengisi kira-kira separuh eritrosit bentuk agak membulat inti sudah membelah tetapi belum diikuti oleh sitoplasmanya pigmen malaria mulai tampak diantara inti titil maurer dalam eritrosit menghilang skizon masak sitoplasma tidak mengisi seluruh eritrosit, hanya ¾ saja. Inti sudah membelah menjadi 15-30 buah Masing-masing belahan inti diikuti pembelahan sitoplasma sehingga tampak merozoit-metozoit 5

Pigmen malaria sudah menggumpal di abgian tengah sebelum skizon masak Mikrogamet bentuk pisang atau ginjal, tampak lebih gemuk plasma berwarna merah muda inti lebih besar tersebar, pucat pigmen malaria tersebar diantara inti, ukuran 2-3 x 9-14 um Makrogamet bentuk langsing, seperti pisang ambon plasmaberwarna biru inti kecil padat, terletak di tengah-tengah pigmen malaria tersebar di sekitar inti b. Plasmodium vivax Bentuk trofozoit muda berbentuk cincin, inti merah, sitoplasma biru di dalamnya terdapat vakuola plasma yang berhadapan dengan ini menebal Plasmodium terletak di central eritrosit, hanya 1 dalam 1 eritrosit Trofozoit tua berbentuk amoeboid sitoplasma tampak tidak teratur tampak titik-titik Schueffner Skizon muda Bulat, mengisi hamper seluruh eritrosit, plasma padat, tidak bervakuola. Inti sudah membelah Antara inti-inti ada titik-titik berwarna coklat disebut butir hematin (pigmen malaria) Terdapat titik-titik Schueffner Skizon tua inti sudah membelah terbagi 12-24 tiap-tiap pembelahan inti diikuti pembelahan sitoplasma sehingga tampak 12-24 merozoit. Mengisi penuh eritrosit D tengah-tengah terdapat pigmen malaria Titik Schueffner tetap terlihat. Mikrogamet bulat besar, lebih kecil dari makrogamet inti besar pucat, tidak kompak dengan batas tidak tegas, terletak di sentral Plasma tampak pucat kelabua sampai merah muda Pigmen malaria tersebar Makrogamet bentuk lonjong atau bulat, lebih besar dari mikrogamet, mengisi hamper seluruh eritrosit inti tampak kecil, komak dan lertaknya sentris 6

plasa berwarna biru pigmen malaria tersebar. c. Plasmodium malariae Bentuk trofozoit Trofozoit muda bentuk cincin, inti merah, sitoplasma biru, dengan didalamnya terdapat vakuola sukar dibedakan dengan trofozoit P.vivax cincin lebih besar dari pada cincin pada P.falciparum Trofozoit tua eritrosit tidak membesar bentuk amoeboid tidak jelas disbanding P.vivax plasma sering tampak melintang, bentuk pita dengan plasma makin memadat, sering dengan vakuola. Inti memanjang mirip bnetuk pita Parasit tampak lebih nyata karena pigmen kasar dan plasma padat Skizon muda sitoplasam [padta hamper mengisi seluruh eritrosit inti sudah membelah terdapat pigmen malaria sekitar nucleus Skizon tua bentuk seperti bunga mawar (roset) mengisi seluruh eritrosit inti membelah menjadi 3-12, masing-masing akan menjadi inti merozoit tiap belahan inti diikuti belaha sitoplasma yang letaknya teratur pigmen berkumpul di pusat, dikelilingi merozoit yang letaknya teratur sehingga memberi gambaran seperti roset. Mikrogametosit bulat dan hamper mengisi seluruh eritrosit, plasma tampak merah muda inti besar, menyebar, pucat, terletak di pusat sitoplasma pigmen malaria kasar tersebar Makrogametosit lonjong atau bulat, lebih besar dari miktogametosit sitoplasma biru inti tampak kecil, kompak letaknya eksentris pigmen kasar tersebar. Uraian 1.a Plasmodium falciparum Bentuk trofozoit muda Gambar 7

b. Plasmodium falciparum c. Plasmodium falciparum d. Plasmodium falciparum Sediaan tetes tebal Bentuk trofozoit e. Plasmodium falciparum Sediaan tetes tebal 8

2.a Plasmodium vivax Bentuk trofozoit b. Plasmodium vivax c. Plasmodium vivax d. Plasmodium vivax Sediaan tetes tebal Bentuk trofozoit 9

e. Plasmodium vivax Sediaan tetes tebal f. Plasmodium vivax Sediaan tetes tebal 3. a Plasmodium malariae Bentuk trofozoit b. Plasmodium malariae 10

c. Plasmodium malariae d. Plasmodium malariae Sediaan tetes tebal Bentuk trofozoit e. Plasmodium malariae Sediaan tetes tebal f. Plasmodium malariae Sediaan tetes tebal 11

4.a Plasmodium ovale Bentuk trofozoit b. Plasmodium ovale c. Plasmodium ovale 2.3 Morfologi Trypanosoma spp dalam darah dan jaringan a. Trypanosoma cruzi dalam otot jantung Tampak dalam bentuk koloni di dalam sel otot Amastigot berukuran 2 um Bentuk bulat lonjong dengan 1 inti b. Trypanosoma evansi dalam darah 12

- bentuk trypomastigot dengan flagella c. Trypanosoma gambiense dalam darah - bentuk trypomastigote, dengan flagella Uraian a. Trypanosoma cruzi dalam otot jantung Gambar b. Trypanosoma evansi dalam darah c. Trypanosoma gambiense dalam darah 3. Pemeriksaan morfologi Nematoda darah a. Wuchereria bancrofti 13

Mikrofilaria berukuran 224 296 um ukuran panjang kepala panjang sama dengan lebar kepala mempunyai selubung inti tampak jelas teratur, ujung ekor tidak mengandung inti b. Brugia malayi Mikrofilaria berukuran 177 230 um ukuran panjang kepala = 2x lebar kepala mempunyai selubung, warna merah muda pada pengecatan giemsa inti berkelompok dan susunannya tidak teratur ujung ekor mempunyai 2 inti terpisah c. Brugia timori Mikrofilaria berukuran 265 323 um ukuran panjang kepala = 3x lebar kepalanya mempunyai selubung, warna pucat pada pengecatan giemsa inti tidak teratur, ujung ekor mempunyai 2 inti terpisah d. Onchocerca volvulus Mikrofilaria Perhatikan : Tidak ada selubung badan Inti tidak mencapai ujung ekor Panjang 360 µm e. Trichinella spiralis Stadium larva dalam otot Tampak larva yang melingkar terdapat dalam kista Perhatikan: Besar: 0,8-1 mm Reaksi jaringan hospes sekitar dinding kista Uraian a. Wuchereria bancrofti Gambar 14

b. Brugia malayi c. Brugia timori d. Onchocerca volvulus e. Trichinela spiralis (larva) 15

4. Pemeriksaan Parasit Jaringan lain Uraian a. Pneumococcus carinii Gambar b. Schistosoma japonicum Telur Perhatikan: Ukuran 70-80 µm Bentuk Warna Spina sukar dilihat, letak di lateral sangat kecil (rudimenter) c. Schistosoma japonicum Cacing Dewasa Kulit tubuhnya halus, tidak ada tuberkel Mempunyai oral sucker & ventral sucker Usus bercabang mulai dari oral sucker kemudian bersatu lagi di bagian posterior d. Schistosoma japonicum jantan: tubuh lebih besar, seperti daun terlipat caudal dari ventral sucker 16

membentuk canalis gynecophorus testis bentuk bulat, jumlah 6-8 buah e. Schistosoma japonicum betina : tubuhnya langsing panjang atau filiform ovarium terletak di bagian anterior tubuh cacing betina sering terdapat dalam canalis gynecophorus cacing jantan uterus terdapat telur 17