KATA PENGANTAR. Direktur Jenderal PP & PL. Prof. Dr. Tjandra Yoga Aditama Sp.P(K), MARS, DTM&H, DTCE NIP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR. Direktur Jenderal PP & PL. Prof. Dr. Tjandra Yoga Aditama Sp.P(K), MARS, DTM&H, DTCE NIP"

Transkripsi

1

2

3

4 KATA PENGANTAR Di Indonesia, malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang mempengaruhi angka kematian bayi, anak umur dibawah lima tahun dan ibu melahirkan serta menurunkan produktifitas kerja. Angka kesakitan penyakit ini relatif masih cukup tinggi terutama dikawasan timur Indonesia. Malaria masih mengancam status kesehatan masyarakat terutama bagi masyarakat miskin yang hidup di daerah terpencil sehingga pemerintah menganggap penyakit malaria merupakan hal yang serius untuk ditangani. Upaya pengendalian penyakit malaria perlu kita tingkatkan terus antara lain dengan meningkatkan kemampuan dan ketrampilan para pelaksananya/tenaga mikroskopis terutama di Dati II dan tenaga lapangan (Puskesmas/Rumah Sakit/Unit Pelayanan Kesehatan). Buku pedoman Petunjuk Teknis Pemeriksaan Parasit Malaria ini disusun oleh Subdit Malaria dengan melibatkan para ahli dari berbagai instansi seperti Badan Litbangkes, Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dengan maksud agar dapat dijadikan panduan untuk pemeriksaan parasit malaria di berbagai tingkat pelayanan kesehatan di Indonesia dalam upaya pengendalian penyakit malaria. Semoga buku pedoman ini bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat pada pelayanan kesehatan masyarakat khususnya program pengendalian malaria di Indonesia. Saran-saran dan kritik terhadap buku ini sangat diharapkan guna lebih menyempurnakan edisi selanjutnya. Direktur Jenderal PP & PL Prof. Dr. Tjandra Yoga Aditama Sp.P(K), MARS, DTM&H, DTCE NIP

5

6

7

8 DAFTAR ISI Kata Pengantar I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Pengertian... 1 C. Tujuan umum, khusus... 2 D. Sasaran... 2 E. Kebijaksanaan... 2 II. PEMERIKSAAN PARASIT MALARIA... 3 A. Siklus hidup parasit malaria... 3 B. Gejala klinis malaria... 5 C. Diagnosa malaria... 5 D. KEGIATAN : Alat dan bahan Penggunaan Mikroskop Menguji Mutu Giemsa CARA KERJA : Pengambilan SD malaria Pembuatan sediaan SD malaria E. Pemeriksaan SD malaria F. Pelaporan hasil pemeriksaan SD malaria III. ADMINISTRASI LABORATORIUM MALARIA A. Tugas dan Fungsi Laboratorium malaria B. Tingkatan-tingkatan Laboratorium malaria C. Asal sediaan darah D. Prioritas Pemeriksaan SD Malaria E. Kualitas Laboratorium malaria F. Syarat-syarat Laboratorium malaria G. Manajemen Laboratorium malaria IV. RAPID DIAGNOTIC TEST (RDT) Deteksi antigen dari parasit malaria Cara kerja Sensitifitas dan spesifisitas Keuntungan RDT dibanding pemeriksaan Mikroskopis Kerugian RDT dibanding pemeriksaan Mikroskopis Kebijakan penggunaan RDT di Indonesia V. LAMPIRAN - Buku penerimaan sediaan darah (Lab. 1) - Buku harian mikroskopis (Lab. 2) - Buku harian laboratorium (Lab. 3) - Laporan bulanan laboratorium Kabupaten (Lab. 4a) - Pengiriman SD untuk pemeriksaan ulang (Lab. 4b) - Daftar Kepustakaan - Daftar Kontributor

9

10

11

12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat karena dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, balita, dan ibu hamil. Angka kesakitan penyakit ini relatif masih cukup tinggi terutama di kawasan Indonesia bagian timur. Oleh karena itu upaya pengendalian malaria perlu kita tingkatkan terus antara lain dengan meningkatkan kemampuan, keterampilan para pelaksananya disemua lini pelayanan kesehatan yang ada fasilitas laboratoriumnya. Peran tersebut terutama sangat ditentukan oleh tenaga laboratorium/mikroskopis, karena mikroskopis berada digaris depan pelayanan kesehatan (Puskesmas, Rumah Sakit). Hal-hal yang penting diperhatikan adalah SOP (Standard Operating Procedure), tahap-tahapnya dimulai dari persiapan, pembuatan, pewarnaan sampai dengan pemeriksaan sediaan darah (SD). Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, maka akan sangat mempengaruhi hasil akhir dari pemeriksaan SD. Dengan tujuan agar mampu menegakkan diagnosa malaria secara mikroskopis sebagai tolok ukur, dan dapat menentukan dengan pasti spesies Plasmodium nya sehingga pengobatan bisa diberikan dengan cepat dan tepat. Karena penderita dengan gejala klinis malaria tanpa pemeriksaan/konfirmasi laboratorium, hasilnya akan bias serta ketepatan diagnosisnya kurang akurat. Dengan adanya buku pedoman ini diharapkan dapat membantu/menjadi panduan bagi mikroskopis dalam bekerja dibidangnya. Buku pedoman ini merupakan perbaikan dari edisi sebelumnya, berdasarkan masukan-masukan dan pengalaman dalam penggunaan selama ini. Walaupun demikian, saran-saran masih tetap sangat diharapkan guna lebih menyempurnakan edisi selanjutnya. Semoga buku pedoman ini berguna bagi petugas kesehatan, khususnya petugas laboratorium/mikroskopis disemua unit pelayanan kesehatan termasuk kegiatan di lapangan dan bermanfaat pula bagi upaya pengendalian malaria dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. B. Pengertian Pemeriksaan Parasit Malaria adalah : Pemeriksaan darah penderita yang diduga malaria, baik secara pemeriksaan mikroskopis maupun pemeriksaan cepat dengan Rapid Diagnostic Test (RDT). Penderita dinyatakan positif malaria apabila pada pemeriksaan secara mikroskopis ditemukan Plasmodium sp. dalam darahnya atau apabila pemeriksaan RDT positif. 1

13 C. Tujuan Tujuan Umum : Meningkatkan mutu diagnosis pemeriksaan darah malaria di semua fasilitas pelayanan kesehatan. Tujuan Khusus : - Membuat standar baku pemeriksaan darah malaria secara mikroskopis. - Membuat petunjuk teknis penggunaan Rapid Diagnostic Test (RDT). D. Sasaran - Petugas mikroskopis malaria. - Laboratorium di tempat pelayanan kesehatan. E. Kebijaksanaan - Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada semua penderita diduga malaria (malaria klinis) disemua tingkat pelayanan kesehatan. - Meningkatkan kualitas petugas laboratorium dan fasilitas pemeriksaan laboratorium. - Penatalaksanaan kasus malaria berdasarkan diagnosa yang cepat dan pengobatan yang tepat. 2

14

15

16 BAB II PEMERIKSAAN PARASIT MALARIA A. SIKLUS HIDUP PARASIT MALARIA 1. Pada Nyamuk Fase Seksual terjadi pada lambung nyamuk. Segera setelah nyamuk Anopheles betina menghisap darah penderita malaria, gametosit jantan akan mengeluarkan 4-8 flagel. Dengan flagel, gametosit jantan bergerak menuju ke gametosit betina dan membuahinya. Hasil fertilisasi bergerak menembus dinding lambung dan membentuk kista sepanjang dinding lambung nyamuk. Bila kista pecah akan keluar sporozoit yang akan masuk ke kelenjar liur nyamuk dan siap menginfeksi manusia. Rentang waktu antara masuknya gametosit sampai terbentuknya sporozoit adalah 1-2 minggu, tergantung spesies dan suhu sekitarnya. Siklus Sporogoni Nyamuk Anopheles betina dewasa menghisap darah manusia dan mengeluarkan sporozoit infektif NYAMUK GAMETOSIT MANUSIA Siklus di dalam sel hati Setelah periode skizogoni, parasit masuk ke dalam aliran darah PELEPASAN MEROZOIT TROPOZOIT MUDA (BENTUK CINCIN) SKIZON DEWASA SKIZON MUDA Siklus Eritrositer TROPOZOIT LANJUT TROPOZOIT MATANG 3

17 2. Pada Manusia a. Fase Hati Bila nyamuk Anopheles betina yang infektif menggigit manusia, maka parasit malaria akan ditularkan ke orang tersebut. Parasit mengikuti sirkulasi darah dan masuk ke dalam sel hati. Dalam waktu 7-21 hari parasit akan tumbuh dan berkembang biak, sehingga memenuhi seluruh sel hati. Selanjutnya sel hati pecah dan parasit masuk ke aliran darah, menginfeksi sel darah merah. Hal ini berlaku untuk infeksi P. Falciparum dan P. Malariae. Pada infeksi P. Vivax dan P. Ovale, sejumlah parasit tetap berada dalam hati dan tidak berkembang biak (dorman). Parasit yang dorman ini dapat menyebabkan kekambuhan pada pasien dengan infeksi P. Vivax dan P. Ovale. b. Fase Sel Darah Merah Fase ini merupakan fase aseksual. Pada saat merozoit dalam sel hati pecah, maka akan membebaskan tropozoit yang selanjutnya menginfeksi sel darah merah. Tropozoit akan terus mengalami perkembangan menjadi skizon. Skizon akan berkembang menjadi merozoit dan pecah membebaskan tropozoit. Siklus ini akan berlanjut sampai 3 kali. Kemudian sebagian Merozoit akan berkembang menjadi bentuk gametosit dan bila terhisap oleh nyamuk Anopheles sp betina siap melakukan perkembangbiakan seksual di dalam tubuh nyamuk. 4

18 B. GEJALA KLINIS MALARIA Pada penderita malaria dapat ditemukan satu atau lebih gejala-gejala klinis sebagai berikut : a. Demam tinggi. b. Sakit kepala. c. Menggigil. d. Nyeri di seluruh tubuh. Pada beberapa kasus dapat disertai gejala lainnya berupa mual, muntah dan diare. Gejala tersebut diatas hampir menyerupai dengan gejala-gejala penyakit lainnya, sehingga diperlukan pemeriksaan laboratorium untuk mendapatkan diagnosa yang pasti. Tidak mudah dalam menentukan diagnosa malaria pada orang yang pernah terkena serangan sebelumnya. Hal ini disebabkan karena tubuh penderita sudah menyesuaikan dengan penyakit sehingga gejala klinisnya tidak selalu dapat terlihat. Kondisi demikian dapat juga terjadi pada penderita yang sebelumnya sudah mengobati dirinya sendiri. Keluhan yang dirasakan mungkin hanya berupa sedikit demam dan sakit kepala ringan. C. DIAGNOSA MALARIA Banyak orang tidak mengetahui bahwa penyebab malaria adalah adanya parasit malaria yang masuk ke dalam darah. Ukuran parasit tersebut sangat kecil dan hanya dapat dilihat dengan menggunakan bantuan mikroskop. Untuk dapat melihat adanya parasit di dalam darah penderita, perlu dibuat sediaan darah malaria (SD). Selanjutnya diwarnai dengan pewarnaan giemsa. SD ditetesi minyak imersi dan diperiksa di bawah mikroskop menggunakan lensa objektif 100x. Jika ditemukan parasit pada pemeriksaan, penderita dinyatakan positif malaria. Bagaimanapun juga perlu diketahui bahwa untuk mendapatkan diagnosa pasti malaria adalah dengan melakukan pemeriksaan SD dengan menggunakan mikroskop. Diperlukan keterampilan yang baik dari petugas dalam memeriksa SD malaria. Dengan adanya buku pedoman ini diharapkan dapat membantu memperoleh keterampilan tersebut. 5

19 D. KEGIATAN 1. Pemeriksaan Mikroskopik ALAT Mikroskop Binokuler Mikroskop terdiri dari : 1. Tabung okuler 2. Prisma 3. Pemutar lensa objektif 4. Lensa objektif 5. Meja sediaan 6. Kondensor dan diafragma 7. Cermin 8. Kaki mikroskop atau landasan 9. Lensa okuler 10. Pegangan mikroskop 11. Makrometer 12. Mikroskop Keterangan Gambar : 1 & 2 : Merupakan tempat prisma dan lensa okuler 3 : Berfungsi untuk mengatur pembesaran SD yang diinginkan 6

20 4 : Lensa objektif harus mempunyai pembesaran 10x, 40x dan 100 x. Lensa tidak boleh dibersihkan dengan alkohol atau aseton. Untuk pemeriksaan parasit malaria mula-mula digunakan lensa objektif 10x untuk mencari lapangan pandang. Kemudian untuk pemeriksaan parasitnya digunakan lensa objektif 100x. Pada pembesaran lensa 100x, digunakan minyak imersi (immersion oil). Setelah itu untuk memfokuskan lapangan pandang digunakan mikrometer. (penggunaan anisol terutama pada daerah dimana tidak tersedia minyak imersi) 5 : Berfungsi untuk menggeser SD ke kiri atau kanan, ke depan atau belakang pada waktu melakukan pemeriksaan. 6 : Kondensor dan diafragma berfungsi memaksimalkan cahaya yang jatuh ke lapangan pandang SD yang diperiksa. Bila menggunakan sumber cahaya listrik bukan dari mikroskop, dapat digunakan filter biru yang membuat lapangan pandang mikroskop lebih putih (bukan kuning). 7 : Cermin digunakan untuk memantulkan cahaya dari sumber cahaya listrik (lampu) atau cahaya matahari ke kondensor. Apabila sumber cahaya dari lampu, digunakan permukaan cermin yang datar. Sedangkan untuk sumber cahaya matahari, digunakan cermin cekung. 8 : Landasan mikroskop harus diletakkan di tempat yang permukaannya rata dan kuat, misalnya di atas meja. Landasan ini berfungsi untuk menahan agar mikroskop tidak mudah goyah pada waktu dilakukan pemeriksaan. 9 : Untuk pemeriksaan SD malaria lensa okuler dapat digunakan dengan pembesaran 10x. 10 : Digunakan untuk memegang mikroskop bila akan dipindahkan ke tempat lain (dengan tangan kanan) dan dianjurkan untuk mengangkat beserta landasannya (dengan tangan kiri). 11 : Makrometer digunakan untuk mencari secara cepat lapangan pandang besar (LPB) 12 : Mikrometer digunakan untuk mendapatkan gambaran secara lebih jelas (dengan lensa objektif yang lebih besar). PENGGUNAAN MIKROSKOP UNTUK PEMERIKSAAN PARASIT MALARIA Sumber cahaya Sumber cahaya yang baik merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang optimal. Sumber cahaya dapat 7

21 berasal dari cahaya matahari maupun listrik. Sumber cahaya lain dapat menggunakan baterai atau generator. Cahaya tidak boleh terlalu terang atau terlalu gelap karena dapat mempengaruhi pemeriksaan SD. Jika memakai sumber cahaya lampu bohlam, maka perlu menggunakan filter. Sedangkan bila memakai sumber cahaya lampu neon maka tidak perlu menggunakan filter. Pengaturan Cahaya a) Letakkan SD di meja sediaan mikroskop b) Atur cahaya dengan menaikkan kondensor dan membuka diafragma. c) Amati SD melalui okuler dengan menggunakan lensa objektif 10 x. Putar makrometer untuk memfokuskan lapangan pandang. Tidak dianjurkan untuk langsung menggunakan lensa objektif 100x untuk memfokuskan lapangan pandang. d) Bila lapangan pandang sudah ditemukan/fokus, teteskan minyak imersi atau anisol pada lapangan pandang tersebut dan lensa objektif diputar pada ukuran 100x. e) Amati lapangan pandang tersebut, bila belum fokus, mikrometer diputar sehingga lapangan pandang menjadi jelas. Jangan menggunakan makrometer untuk memfokuskan lapangan pandang. Penyimpanan mikroskop a) Perlindungan terhadap debu dan kotoran - Harus ditutup dengan kain bersih/cover mikroskop. - Jika tidak dipakai dalam waktu lama harus dimasukkan dalam kotak mikroskop dengan posisi lensa objektif 10x. - Setelah mikroskop digunakan, lensa objektif dan okuler masingmasing dibersihkan dengan kertas pembersih lensa yang berbeda. - Untuk membersihkan minyak imersi bisa menggunakan eter alkohol dengan perbandingan 7 : 3. b) Perlindungan terhadap jamur - Simpan ditempat yang kering. Penyimpanan dapat dilakukan pada ruangan AC yang dipasang 24 jam terus menerus (tidak termasuk AC yang hanya dinyalakan pada jam kerja). - Apabila tidak tersedia fasilitas diatas, maka mikroskop disimpan dalam kotaknya atau lemari. - Mikroskop disimpan dalam lemari yang dipasang bola lampu watt disesuaikan dengan ukuran lemari penyimpanan dan dihidupkan terus menerus. Apabila disimpan dalam kotak mikroskop, cukup dengan lampu 5 watt. - Apabila tidak ada fasilitas listrik maka mikroskop disimpan dalam kotaknya yang diberi 400 gram silica gel. - Jika mikroskop tidak digunakan dalam waktu yang cukup lama, maka semua lensa obyektif dan okuler harus disimpan terpisah dalam desicator atau toples kaca yang diberi silica gel. Jika silica gel sudah berubah warna menjadi merah muda dibandingkan dengan warna semula (biru), maka dapat didaur ulang (dipanaskan) untuk digunakan lagi. 8

22 - Jika lensa terkena jamur, lensa harus diservis langsung pada pabrik pembuatnya. BAHAN Slide/Kaca sediaan (Object Glass) 1. Slide yang sudah tergores tidak boleh dipakai. Yang terbaik adalah menggunakan object glass yang baru, dan tidak boleh menggunakan slide bekas pakai. Semua object glass direndam dalam air sabun selama 30 menit 1 jam kemudian dibilas dengan air mengalir. 2. Membersihkan object glass: Dilap dengan kasa atau kain bersih. Setelah kaca sediaan dibersihkan, tidak boleh memegang pada bagian permukaan kaca sediaan, dan langsung dipakai atau disimpan pada slide box. 3. Menyimpan object glass: Slide box yang yang dianjurkan adalah terbuat dari bahan plastik/fiber yang tahan pecah. Slide box sebaiknya tidak terbuat dari bahan kayu karena dapat berpengaruh pada SD yang disimpan. Ketebalan object gelas 1,1 1,3 mm, ukurannya 25 x 75 x 1 1,5 mm. Lancet steril, digunakan hanya untuk 1x pakai. Kapas, jika tidak tersedia kapas, dapat digunakan bahan halus. Alkohol 70 %, lebih baik lagi jika menggunakan swab alkohol siap pakai. Minyak imersi (immersion oil) bila tidak tersedia dapat menggunakan anisol Larutan buffer (ph 7.2) Larutan buffer dapat dibuat dengan cara mencampurkan satu tablet buffer (ph 7,2) dalam 1 liter aquades atau air mineral (air kemasan dalam botol) yang jernih, tidak berbau dan tidak berasa. Larutan ini dapat dipakai untuk mengencerkan larutan giemsa stock. Larutan Giemsa Beberapa hal yang harus diperhatikan : 1. Giemsa stock harus disimpan dalam botol kaca berwarna gelap dan hindari dari sinar matahari langsung. 2. Sebaiknya giemsa stock disimpan dalam botol berwarna gelap berukuran 100 ml. Hal ini untuk menghindari rusaknya giemsa stock karena oksidasi dan penguapan akibat seringnya membuka tutup botol. 3. Botol giemsa stock yang akan digunakan tidak boleh dikocok atau diaduk karena endapan/kristal giemsa akan naik ke permukaan larutan dan dapat menjadi artefak dalam SD yang diwarnai. 4. Pengambilan giemsa stock harus menggunakan pipet yang kering, agar giemsa stock di botol tidak tercemar dengan air. 5. Sisa larutan giemsa yang telah dicampur dengan larutan buffer bila tidak digunakan lagi harus dibuang dan dimasukkan kembali ke dalam botol giemsa stock. 9

23 6. Larutan giemsa dibuat segera sebelum digunakan dan tidak boleh disimpan/digunakan setelah 6 jam. 7. Adapun konsentrasi larutan giemsa yang akan digunakan dapat dilihat lebih lanjut pada halaman 13. MENGUJI MUTU GIEMSA Ada dua cara menguji mutu giemsa untuk mengetahui apakah giemsa stock yang akan digunakan masih baik : a) Melakukan pewarnaan pada 1-2 SD, kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Kalau hasilnya sesuai dengan kriteria standar pewarnaan yang baik, berarti giemsa pengencernya masih bagus dan dapat digunakan. Pengujian seperti ini perlu dilakukan setiap kali akan melakukan pewarnaan masal. b) Melakukan test menggunakan kertas Whatman no.2 dan metanol (metil alkohol) : o Letakkan kertas saring diatas gelas atau petri disk supaya bgian tengah kertas tidak menyentuh sesuatu. o Teteskan 1-2 tetes giemsa stock pada kertas saring. Tunggu sampai meresap dan menyebar. o Kemudian teteskan 3-4 tetes metanol absolut di tengah bulatan giemsa perlahan dengan jarak waktu beberapa detik sampai garis tengah giemsa menjadi 5-7 cm, maka akan terbentuk : - Lingkaran biru (methilen blue) ditengah. - Lingkaran cincin ungu (methilen azur) diluarnya, serta - Lingkaran tipis warna merah (eosin) pada bagian tepi. Giemsa sudah rusak dan tidak boleh dipakai lagi, bila warna ungu atau merah tidak terbentuk. Kertas lakmus untuk mengukur ph CARA KERJA 1) PENGAMBILAN SEDIAAN DARAH MALARIA o Untuk bahan o Untuk bahan pemeriksaan yang terbaik adalah darah dari ujung jari. o Bila menggunakan darah vena, sebaiknya darah yang digunakan adalah darah yang belum tercampur dengan anti koagulan (darah yang masih ada dalam spuit). SD harus segera dibuat sebelum darah membeku. o Bila menggunakan darah dengan anti koagulan harus segera dibuat SD malaria, karena bila sudah lebih dari 1 jam, jumlah parasit berkurang dan morfologi dapat berubah. o Untuk darah yang dimasukkan ke dalam tabung yang berisi anti koagulan, tabung tersebut harus diisi penuh dengan darah yang akan diperiksa. 10

24 2) PEMBUATAN SEDIAAN DARAH MALARIA a. Jenis Sediaan Darah Untuk membuat SD malaria dibuat 2 jenis SD, yaitu sediaan darah tebal dan sediaan darah tipis. Sediaan darah tebal Terdiri dari sejumlah besar sel darah merah yang terhemolisis. Parasit yang ada terkonsentrasi pada area yang lebih kecil sehingga akan lebih cepat terlihat di bawah mikroskop. Sediaan darah tipis Terdiri dari satu lapisan sel darah merah yang tersebar dan digunakan untuk membantu identifikasi parasit malaria setelah ditemukan dalam SD tebal. b. Pembuatan Sediaan Darah 1. Pegang tangan kiri pasien dengan posisi telapak tangan menghadap ke atas. 2. Pilih jari tengah atau jari manis (pada bayi usia 6-12 bulan darah diambil dari ujung ibu jari kaki dan bayi <6 bulan darah diambil dari tumit). 3. Bersihkan jari dengan kapas alkohol untuk menghilangkan kotoran dan minyak yang menempel pada jari tersebut. 4. Setelah kering, jari ditekan agar darah banyak terkumpul di ujung jari. 5. Tusuk bagian ujung jari (agak di pinggir, dekat kuku) secara cepat dengan menggunakan lancet. 11

25 6. Tetes darah pertama yang keluar dibersihkan dengan kapas kering, untuk menghilangkan bekuan darah dan sisa alkohol. 7. Tekan kembali ujung jari sampai darah keluar, ambil object glass bersih (pegang object glass di bagian tepinya). Posisi object glass berada di bawah jari tersebut. 8. Teteskan 1 tetes kecil darah (+ 2μl) di bagian tengah object glass untuk SD tipis. Selanjutnya 2-3 tetes kecil darah (+ 6μl) di bagian ujung untuk SD tebal 9. Bersihkan sisa darah di ujung jari dengan kapas. 10. Letakkan object glass yang berisi tetesan darah diatas meja atau permukaan yang rata. 11. Untuk membuat SD tipis, ambil object glass baru (object glass kedua) tetapi bukan cover glass. Tempelkan ujungnya pada tetes darah kecil sampai darah tersebut menyebar sepanjang object glass. 12. Dengan sudut 45 0 geser object glass tersebut dengan cepat ke arah yang berlawanan dengan tetes darah tebal, sehingga didapatkan sediaan hapus (seperti bentuk lidah). 13. Untuk SD tebal, ujung object glass kedua ditempelkan pada ke tiga tetes darah tebal. Darah dibuat homogen dengan cara memutar ujung object glass searah jarum jam, sehingga terbentuk bulatan dengan diameter 1 cm. 12

26 14. Pemberian label/etiket pada bagian ujung object glass dekat sediaan darah tebal, bisa menggunakan kertas label atau object glass frosted. Pada label dituliskan KODE/INISIAL NAMA/TANGGAL PEMBUATAN. 15. Proses pengeringan SD harus dilakukan secara perlahan-lahan di tempat yang datar. Tidak dianjurkan menggunakan lampu (termasuk lampu mikroskop), hair dryer. Hal ini dapat menyebabkan SD menjadi retak-retak sehingga mempengaruhi hasil pemeriksaan. Kipas angin dapat digunakan untuk mengeringkan SD. 16. Selama proses pengeringan, SD harus dihindarkan dari gangguan serangga (semut, lalat, kecoa dll), debu, panas, kelembaban yang tinggi dan getaran. 17. Setelah kering, darah tersebut harus segera diwarnai. Pada keadaan tidak memungkinkan selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam SD harus sudah diwarnai. Kesalahan pada pembuatan sediaan darah Kesalahan-kesalahan yang sering dijumpai pada pembuatan SD : 1. Jumlah darah yang digunakan terlalu banyak, sehingga warna SD tebal menjadi gelap/terlalu biru. Parasit malaria pada SD tebal sulit dilihat karena banyaknya sel darah putih. Demikian juga pada SD tipis, bertumpuknya sel darah merah menyebabkan parasit sulit dilihat. 2. Jumlah darah yang digunakan terlalu sedikit, tidak memenuhi syarat yang diperlukan untuk menyatakan bahwa SD tersebut negatif. 13

27 3. SD yang berlemak atau kotor dapat menyulitkan pemeriksaan. Selain itu pada proses pewarnaan, sebagian SD tebal dapat terlepas. 4. Ujung object glass kedua yang bergerigi atau terlalu tajam akan menyebabkan penyebaran SD tipis tidak rata dan ujungnya tidak berbentuk lidah. 5. SD tebal yang terletak di ujung object glass, dapat menyulitkan pemeriksaan karena posisi meja sediaan sudah maksimal (tidak dapat digeser). c. Pewarnaan Sediaan Darah 1) SD tipis yang sudah kering difiksasi dengan methanol. Jangan sampai terkena SD tebal. 2) Letakkan pada rak pewarna dengan posisi darah berada di atas. 3) Siapkan 3% larutan Giemsa dengan mencampur 3 cc giemsa stock dan 97cc larutan buffer. 4) Tuang larutan Giemsa 3% dari tepi hingga menutupi seluruh permukaan object glass. Biarkan selama menit. 5) Tuangkan air bersih secara perlahan-lahan dari tepi object glass sampai larutan Giemsa yang terbuang menjadi jernih. Angkat dan keringkan SD. Setelah kering, SD siap diperiksa. 6) Pada keadaan darurat dapat dipakai pewarnaan cepat dengan perbandingan 2 tetes giemsa stock ditambah 1 ml larutan buffer selama 15 menit. Dalam hal ini pewarnaan standar tetap dilakukan. d. Pemeriksaan Sediaan Darah 1. Komponen Darah Normal Jika darah vena dalam tabung didiamkan dalam waktu 5-20 menit, maka darah tersebut akan terbagi menjadi 2 lapisan. Bagian serum 14

28 berupa cairan berwarna kuning pucat, kemudian bekuan darah akan berwarna merah tua atau kehitaman yang mengandung sel darah merah, sel darah putih dan trombosit/platelets. Komponen-komponen ini akan terlihat jelas di bawah mikroskop bila sudah diwarnai. a) Sediaan Darah Tipis o Sel darah merah (eritrosit) Merupakan sel darah yang terbanyak dalam SD tipis, berbentuk bulat dan pada pewarnaan Giemsa yang baik, terlihat berwarna merah muda keabuan. Sel darah merah tidak mempunyai inti dan jumlahnya sekitar 5 juta/μl darah. o Sel darah putih (leukosit) Sel darah putih berjumlah / μl darah. Sel darah putih terdiri dari inti, sitoplasma dan membran sel. Di dalam sitoplasma terdapat granule-granule (lihat gambar). Inti Sitoplasma (berisi granula) Membran sel Sel darah putih Leukosit terbagi dalam dua kelompok besar yaitu: 1) leukosit multilobul (PMN = polymorphonuclear) Netrofil Pada orang sehat jumlahnya mencapai 65% dari total leukosit. Inti berwarna ungu tua. Granule terlihat jelas dalam sitoplasma. Pada kasus-kasus malaria dapat dijumpai pigmen malaria yang merupakan sisa-sisa parasit yang difagositosis oleh netrofil. Eosinofil Pada orang sehat jumlahnya mencapai 1-4% dari total leukosit. Granule pada sitoplasma berwarna merah dari zat warna eosin. Basofil Merupakan leukosit yang paling jarang, jumlahnya <1% dari total leukosit. Granule pada sitoplasma kasar dan berwarna biru atau keunguan. 15

29 2) Leukosit non-multilobul Monosit Pada orang sehat, jumlahnya mencapai 2-10 % dari total leukosit. Merupakan leukosit yang ukurannya paling besar. Diameternya μm. Intinya besar, berbentuk seperti ginjal atau kacang. Dalam sitoplasma dapat ditemukan sedikit granule yang berwarna merah muda atau merah. Seperti halnya netrofil, monosit dapat memfagositosis parasit malaria. Limfosit Ada dua tipe limfosit; besar dan kecil. Jumlahnya mencapai 20-45% dari total leukosit. Inti dari limfosit besar berbentuk bulat dan berwarna ungu tua pada pewarnaan SD yang baik. Sitoplasmanya lebar, berwarna biru jernih dan berisi beberapa granule yang berwarna keunguan. Limfosit kecil berukuran sedikit lebih besar dari sel darah merah (eritrosit) normal. Sitoplasmanya kecil dan intinya berwarna biru tua sampai kehitaman. o Trombosit/Platelets Ukurannya kecil, bentuk tidak beraturan, berwarna merah dan tidak berinti. Jumlahnya ribu/μl darah. Jika pembuatan SD tidak baik, trombosit yang umumnya berkelompok 5-10 sel tampak menyatu dengan jumlah yang lebih besar. Pada orang yang belum berpengalaman seringkali dianggap sebagai parasit malaria. b) Sediaan darah tebal Pada waktu memeriksa SD tebal dengan lensa objektif 100x dan okuler 7x akan terlihat : Sisa-sisa sel darah merah, sel darah putih, trombosit. Pada SD tebal gambaran sel darah putih dan trombosit menyerupai SD tipis, hanya ukurannya lebih kecil. SD terdiri dari sejumlah besar sel darah merah (eritrosit) yang lisis dan saling menumpuk. Bila SD tebal diwarnai Giemsa, air yang berasal dari zat warna Giemsa akan melarutkan isi sel darah merah tersebut. Hemoglobin merupakan komponen utama sel darah merah, sehingga proses ini disebut hemoglobinisasi. Hal ini dapat terlihat bila kita meletakkan SD tebal dalam bak pewarnaan berisi air. Dalam waktu 1-2 menit warna merah dari hemoglobin akan lepas dari SD tebal sehingga menjadi pucat dan jernih. Proses ini terjadi pada saat akhir pewarnaan, yang terlihat adalah sisa eritrosit, lekosit dan trombosit. 16

30 N E N E N T L M T M LEKOSIT L SD Tipis SD Tebal N = Netrofil ; E = Eosinofil ; M = Monosit ; L = Limfosit ; T = Trombosit 2. Morfologi Parasit Malaria a) Pengenalan Parasit Malaria Parasit malaria terdiri dari : o Inti/kromatin; bentuknya bulat dan berwarna merah. o Sitoplasma; bentuknya seperti cincin sampai bentuk yang tidak beraturan, umumnya berwarna biru. b) Stadium Parasit Malaria Stadium parasit malaria yang dapat dilihat dalam SD sebagai berikut : o Stadium Trofozoit Merupakan stadium yang paling umum ditemukan, seringkali disebut sebagai stadium cincin. Meskipun tidak selalu terlihat berbentuk cincin yang sempurna. Trofozoit merupakan stadium pertumbuhan, sehingga dapat ditemukan dalam berbagai ukuran dari kecil sampai besar. Pigmen merupakan hasil pertumbuhan/metabolisme parasit, warnanya bervariasi dari kuning pucat sampai coklat kehitaman atau hitam. o Stadium Skizon Pada stadium skizon terlihat inti membelah secara aseksual menjadi 2, 4, 8 dan seterusnya secara aseksual tanpa melibatkan sel kelamin jantan dan betina. Stadium skizon mempunyai beberapa fase mulai dari parasit dengan inti dua sampai parasit dengan banyak inti yang masing-masing intinya disertai dengan sitoplasma. 17

31 o Stadium Gametosit Merupakan stadium seksual yang akan menjadi sel kelamin jantan dan betina, berkembang lebih lanjut di dalam tubuh nyamuk Anopheles betina. Gametosit dapat berbentuk bulat atau seperti pisang tergantung spesies. Warna dari sitoplasma parasit dapat digunakan untuk membedakan sel kelamin jantan (mikrogametosit) dan sel kelamin betina (makrogametosit). Kunci untuk Mengidentifikasi Stadium Parasit Malaria pada SD Tipis 1. Apakah dalam sel darah merah ditemukan satu atau lebih titik kromatin yang berwarna merah dan sitoplasma yang berwarna biru? Ya : lanjut ke no. 2 Tidak : yang terlihat bukan parasit 2. Apakah ukuran dan bentuk sesuai dengan parasit malaria? Ya : kemungkinan yang dilihat adalah parasit malaria, lanjut ke no. 3 Tidak : yang terlihat bukan parasit 3. Apakah ada pigmen malaria di dalam sel tersebut? Ya : lanjut ke no. 7 Tidak : lanjut ke no. 4 18

32 4. Apakah parasit tersebut mempunyai satu inti dengan sitoplasma yang berbentuk cincin, dengan vakuola yang jelas terlihat? Ya : ini adalah stadium trofozoit. Tidak : lanjut ke no Apakah parasit mempunyai satu kromatin yang menempel pada sitoplasma biru yang kompak (bisa disertai dengan vakuola yang kecil)? Ya : ini adalah stadium trofozoit. Tidak : lanjut ke no Apakah parasit dengan satu kromatin berbentuk tidak beraturan dan terfragmentasi? Ya : ini adalah stadium trofozoit. Tidak : lanjut ke no Apakah parasit yang berpigmen mempunyai inti satu? Ya : lanjut ke no. 8 Tidak : lanjut ke no Apakah parasit mempunyai satu vakuola atau sitoplasmanya berfragmentasi? Ya : Kemungkinan adalah stadium trofozoit lanjut. Tidak : lanjut ke no Apakah parasit yang mempunyai dua inti/kromatin yang menempel pada satu cincin yang bervakuol? Ya : Ini adalah stadium trofozoit. Tidak : lanjut ke no Apakah parasit mempunyai inti yang berjumlah antara 2-32, disertai pigmen? Ya : Ini adalah stadium skizon 19

33 11. Apakah parasit berbentuk bulat atau seperti pisang? Bulat : lanjut ke no.12 Seperti pisang : lanjut ke no Apakah parasit yang berbentuk bulat, mempunyai inti/kromatin yang terlihat jelas dan sitoplasma yang berwarna biru tua? Ya : Ini adalah gametosit betina Tidak : Lanjut ke no Apakah parasit yang berbentuk bulat, secara keseluruhan berwarna kemerahan sehingga kromatin tidak terlihat jelas? Ya : Ini adalah gametosit jantan Tidak : Lanjut ke no Apakah parasit berbentuk pisang, mempunyai sitoplasma yang berwarna biru dan kromatin yang berwarna merah? Ya : Ini adalah gametosit betina Tidak : Lanjut ke no Apakah parasit berbentuk pisang, secara keseluruhan berwarna kemerahan sehingga kromatin tidak jelas terlihat? Ya : Ini adalah gametosit jantan c) Spesies Parasit Malaria Gambaran spesies parasit pada SD tipis. Petunjuk yang paling sederhana untuk membedakan keempat spesies malaria adalah perubahan yang terlihat pada sel darah merah yang terinfeksi. Ukuran sel darah merah yang terinfeksi dapat terlihat membesar atau normal. Pada sitoplasma eritrosit yang terinfeksi dapat ditemukan titik Schuffner atau Maurer. 20

34 Disamping itu, petunjuk yang lainnya adalah keteraturan sitoplasma parasit. Sitoplasma yang teratur dapat berupa cincin, koma, tanda seru dan sayap burung terbang. Secara umum, pada infeksi Plasmodium falciparum dapat ditemukan satu stadium (trofozoit atau gametosit). Pada infeksi spesies lainnya dapat ditemukan berbagai stadium. 21

35 Sel darah merah yang terinfeksi parasit malaria Ukuran sel darah merah normal Sel darah merah terlihat membesar kadang eritrosit dapat mengkerut dengan bagian tengah berwarna merah muda dan bagian tepinya lebih gelap Tidak ada perubahan pada dinding maupun warna Pembesaran terlihat jelas. Eritrosit berbentuk bulat/lonjong Sedikit terlihat membesar, kadang mengkerut dengan ujung yang berumbai/oval Dapat ditemukan titik-titik kasar pada sitoplasma (titik Maurer) Tidak ada titik-titik pada sitoplasma eritrosit (kecuali) dengan pewarnaan khusus) Ada titik-titik halus dan tersebar merata pada sitoplasma (titik Schuffner) Ada titik-titik halus dan seperti titik Schuffner yang lebih jelas terlihat di sepanjang dinding sel Plasmodium falciparum Plasmodium malariae Plasmodium vivaks Plasmodium ovale Perbedaan Spesies Parasit Malaria berdasarkan Perubahan Sel Darah Merah pada SD tipis 22

36 Trofozoit Sitoplasma teratur Sitoplasma tidak beraturan Gambaran uniform Gambaran Kompak (pigmen dengan warna kekuningan ditemukan pada stadium yang lebih lanjut) Sitoplasma jelas terputusputus Sitoplasma sedikit terputusputus Stadium lain yang sering ditemukan : Gametosit berbentuk pisang/bulat dengan butirbutir pigmen berwarna gelap, kadang-kadang disertai balon merah (skizon biasanya tidak terlihat kecuali pada infeksi berat Stadium lain yang sering ditemukan : Skizon dan Gametosit dengan ukuran yang bervariasi Stadium lain yang sering ditemukan : Skizon dan Gametosit Tampak bayangan merah dgn titik Schuffner lebih halus di bag. tepi SD terlihat lebih teratur atau kompak Stadium lain yang sering ditemukan : Skizon dan Gametosit Tampak bayangan merah dgn titik Schuffner lebih kasar di bag. tepi SD Plasmodium falciparum Plasmodium malariae Plasmodium vivaks Plasmodium ovale Perbedaan Spesies Parasit Malaria berdasarkan Gambaran Sitoplasma Trofozoit pada SD Tebal 23

37 TROPOZOIT SKIZON GAMETOSIT PLASMODIUM FALCIPARUM 24

38 TROPOZOIT SKIZON GAMETOSIT PLASMODIUM OVALE 25

39 TROPOZOIT SKIZON GAMETOSIT PLASMODIUM MALARIE 26

40 TROPOZOIT SKIZON GAMETOSIT PLASMODIUM VIVAX 27

41 Gambaran spesies parasit pada SD tebal Pada SD tebal tidak terlihat sel darah merah (karena lisis). Walaupun demikian parasit malaria tetap terlihat, meskipun ukurannya lebih kecil dibandingkan pada SD tipis. Parasit malaria harus dicari dengan lebih teliti. Setiap berpindah lapang pandang, mikrometer digunakan untuk memfokuskan objek yang dilihat. Pada SD tebal, parasit dapat berada pada lapisan yang berbeda. Sitoplasma trofozoit yang berbentuk cincin halus, dapat terlihat terputusputus atau tidak sempurna. Dengan lisisnya sel darah merah, titik Schuffner sulit dilihat demikian juga dengan titik Maurer. Walaupun demikian, masih terlihat sisa-sisa sel darah merah yang mengelilingi parasit (zona merah/ bayangan merah). Kunci untuk identifikasi spesies parasit pada SD tipis dan SD tebal dapat dilihat pada gambar sketsa parasit 1-4. Artefak pada sediaan darah Artefak merupakan sejumlah objek (benda-benda) yang gambarannya menyerupai parasit. Hal ini dapat menimbulkan kesalahan dalam diagnosis parasit malaria. Gambaran yang dapat terlihat antara lain jamur. Untuk mencegah pertumbuhan jamur pada SD, warnai SD secepat mungkin (tidak lebih dari 48 jam). Kontaminan lain dapat berasal dari lingkungan, seperti debu yang berterbangan dan menempel pada SD pada waktu pengeringan (baik sebelum maupun sesudah pewarnaan). Artefak lain dapat berupa kotoran yang berasal dari jari penderita, atau object glass yang kurang bersih. Gambar ini memperlihatkan jenis-jenis artefak yang dapat ditemukan pada SD. 28

42 Gambaran Awan dan bintik kotoran kromatosit berasal dari eritrosit yang belum matang pada anemia berat ELEMEN DARAH Grup Granula Eosinofil yang terlepas Perbandingan ukuran Trombosit dan Limfosit BAKTERI SPORA SEL TUMBUHAN Hipha dan spora JAMUR Partikel debu Kristal Pewarna Giemsa Goresan pada slide Bentuk Kristal pada slide 29

43 IDENTIFIKASI SPESIES PARASIT MALARIA DALAM SD TEBAL Spesies Stadium Parasit Trofozoit Skizon Gametosit Plasmodium falciparum Biasanya terlihat Trofozoit muda, lanjut dan/atau Gametosit matang Ukuran : Kecil sampai sedang. Jumlah : seringkali banyak. Bentuk yang sering ditemukan : cincin dan koma. Inti : kadang-kadang ditemukan berinti 2 Sitoplasma : teratur, halus sampai tebal. Stadium lanjut : kadang-kadang ditemukan pada malaria berat, sitoplasma kompak yang terlihat sebagai granula kasar. Biasanya ditemukan bersamaan dengan sejumlah besar stadium cincin muda. Ukuran : Kecil, kompak Jumlah : sedikit, biasanya pada malaria berat. Stadium lanjut : terdiri dari merozoit berkelompok, pigmen menggumpal berwarna gelap. Stadium muda dengan ujung lancip jarang ditemukan. Stadium lanjut : berbentuk pisang atau bulat. Inti : tunggal, jelas. Pigmen tersebar, kasar. Kadang-kadang ditemukan balon merah. Plasmodium vivax Terlihat semua stadium, titik Schuffner dalam bayangan merah Ukuran : Kecil sampai besar Jumlah : sedikit sampai sedang Bentuk yang sering ditemukan : cincin dengan sitoplasma terputus-putus sampai sitoplasma yang bentuknya tidak teratur. Inti : tunggal, kadangkadang dua. Sitoplasma : tidak teratur atau terputusputus. Stadium lanjut : kompak, padat, pigmen halus tersebar. Ukuran : besar Jumlah : sedikit sampai sedang Stadium lanjut : terdiri dari merozoit (biasanya 16), tersebar tidak merata, pigmen tidak menggumpal. Stadium muda sulit dibedakan dengan Trofozoit lanjut. Stadium lanjut : bulat dan besar. Inti : tunggal, jelas. Pigmen tersebar, halus. 30

44 Spesies Stadium Parasit Trofozoit Skizon Gametosit Plasmodium ovale Terlihat semua stadium, titik Schuffner lebih jelas dalam bayangan merah Ukuran : lebih kecil dari P.vivax. Jumlah : biasanya sedikit. Bentuk yang sering ditemukan : bentuk cincin sampai bentuk bulat atau kompak. Inti : tunggal, menonjol Sitoplasma : agak teratur, tebal. Pigmen kasar tersebar. Ukuran : lebih menyerupai P.malariae Jumlah : sedikit. Stadium lanjut : terdiri dari 4-12 merozoit (biasanya 8), yang tersebar tidak berkelompok, pigmen berkumpul. Stadium muda sulit dibedakan dengan Trofozoit lanjut. Stadium lanjut : bulat mungkin lebih kecil dari P.vivax. Inti : tunggal, jelas. Pigmen tersebar, kasar. Plasmodium malariae Terlihat semua stadium Ukuran : Kecil Jumlah : sedikit Bentuk yang sering ditemukan : bentuk cincin sampai bentuk bulat atau kompak sitoplasma teratur, tebal. Inti : tunggal dan besar Sitoplasma : teratur,padat, pigmen berjumlah banyak, tersebar berwarna kuning pada stadium lanjut. Ukuran : Kecil, kompak Jumlah : sedikit Stadium lanjut : terdiri dari 6-12 merozoit (biasanya 8), yang tersebar tidak berkelompok, pigmen berkumpul Stadium muda sulit dibedakan dengan Trofozoit lanjut. Stadium lanjut : bulat, kompak. Inti : tunggal, jelas. Pigmen tersebar, kasar. 31

45 E. PEMERIKSAAN RUTIN UNTUK SD MALARIA 1. Pemeriksaan SD Tipis a) SD diletakkan pada meja sediaan mikroskop. b) Lihat SD dengan lensa objektif pembesaran 10 kali dan fokuskan lapang pandang pada bagian yang bertanda x (lihat gambar). c) Teteskan minyak imersi pada bagian yang bertanda x. d) Ganti lensa objektif dengan pembesaran 100 kali e) Fokuskan lapang pandang dengan memutar mikrometer sampai eritrosit terlihat jelas. Periksa SD dengan menggerakkan meja sediaan dengan arah kekiri dan kekanan sesuai arah panah (lihat gambar). f) Pemeriksaan dilakukan sampai 100 lapangan pandang untuk menentukan negatif. Bila diperlukan dapat dilihat sampai 400 lapang pandang. x 2. Pemeriksaan SD Tebal a. SD diletakkan pada meja sediaan mikroskop b. Lihat SD dengan lensa objektif 10 kali dan fokuskan lapang pandang pada bagian tepi SD tebal (tanda x pada gambar) c. Teteskan minyak imersi pada bagian yang bertanda x. d. Ganti lensa objektif dengan pembesaran 100 kali e. Fokuskan lapang pandang dengan memutar mikrometer sampai eritrosit terlihat jelas. Periksa SD dengan menggerakkan meja sediaan dengan arah kekiri dan kekanan sesuai arah panah (lihat gambar). f. Pemeriksaan rutin tebal dinyatakan negatif bila tidak ditemukan parasit pada 200 lapang pandang. Bila ditemukan parasit, pemeriksaan dilanjutkan dengan 100 lapangan pandang sebelum diagnosa ditegakkan. Hal ini dilakukan untuk memastikan ada tidaknya infeksi campur. x 3. Menghitung Jumlah Parasit Ada dua metode yang digunakan untuk menghitung parasit, yaitu a) Jumlah parasit/μl darah dihitung berdasarkan jumlah leukosit pada SD tebal (standar = /μl). Untuk penghitungan parasit diperlukan 2 buah tally counter. Satu tally counter untuk menghitung parasit, dan yang lainnya untuk menghitung leukosit. 32

46 1) Bila pada 200 leukosit ditemukan 10 parasit atau lebih, catat hasilnya per 200 leukosit 2) Bila pada 200 leukosit hanya ditemukan 9 parasit atau kurang, lanjutkan pemeriksaan sampai menjadi 500 leukosit, catat hasilnya per 500 leukosit. 3) Jadi jumlah parasit dalam 1 μl darah : jumlah parasit x jumlah leukosit 4) Apabila penghitungan parasit dilakukan terhadap 200 leukosit maka jumlah parasit dikalikan 40. Bila penghitungan parasit dilakukan terhadap 500 leukosit, jumlah parasit dikalikan 16. 5) Secara umum jumlah gametosit dan stadium aseksual dihitung secara terpisah. b) Secara semi kuantitatif atau sistem plus. Merupakan metode yang lebih sederhana untuk menghitung parasit dalam SD tebal. Namun cara ini kurang memuaskan, hanya dilakukan apabila penghitungan dengan metode a) tidak memungkinkan. Sistem ini menggunakan kode 1+ sampai 4+ seperti dibawah ini : 1) + = 1 sampai 10 parasit dalam 100 lapang pandang SD tebal. 2) + + = 11 sampai 100 parasit dalam 100 lapang pandang SD tebal. 3) = 1 sampai 10 parasit dalam 1 lapang pandang SD tebal. 4) = >10 parasit dalam 1 lapang pandang SD tebal. F. PELAPORAN HASIL PEMERIKSAAN SD Informasi yang harus dicatat dari pasien yang diperiksa darahnya adalah : 1. Wilayah, Provinsi atau kecamatan dimana pemeriksaan dilakukan 2. Alamat lengkap pasien (jalan, RT/RW, dsb) 3. Nama, umur dan jenis kelamin pasien 4. Kode SD 5. Hasil pemeriksaan ; a) Tidak ditemukan parasit malaria b) Ditemukan parasit malaria; o Spesies parasit malaria o Stadium parasit malaria o Jumlah parasit malaria (bila memungkinkan) 33

47

48

49

50 BAB III ADMINISTRASI LABORATORIUM MALARIA A. Tugas Dan Fungsi Laboratorium Malaria Secara garis besar laboratorium malaria, di lapangan (Puskesmas), Kabupaten, Provinsi atau di Pusat mempunyai tugas-tugas sebagai berikut : 1) Memeriksa/mendiagnosa sediaan darah dalam jangka waktu yang pendek agar penderita segera dapat diobati dan sumber penularan dapat dicegah. 2) Memeriksa ulang (cross-check) sediaan darah (SD) yang sudah diperiksa oleh unit laboratorium di bawahnya secara berjenjang. 3) Menilai dampak pengobatan. 4) Menyiapkan data parasitologis untuk dianalisa. 5) Memberitahukan secepatnya hasil pemeriksaan pertama/periksa ulang kepada pelaksana di lapangan untuk dilakukan tindakan follow-up nya. B. Tingkatan-Tingkatan Laboratorium Malaria Dalam pelaksanaan program pengendalian penyakit malaria, terdapat 4 kategori/ kelas laboratorium : 1. Laboratorium Pusat. Laboratorium pusat bertanggung jawab dalam : o Perencanaan dan penentuan policy (kebijakan), o Penataran dan penilaian unit laboratorium di bawahnya. Memeriksa ulang SD yang dipilih secara acak dari Provinsi-Provinsi. Hasil pemeriksaan ulang diumpan balik ke Provinsi yang mengirim SD. Memeriksa SD hasil survei petugas Pusat Memeriksa SD dari penelitian-penelitian, misalnya resistensi terhadap obat. 2. Laboratorium Provinsi. Bertanggung jawab terhadap penataran mikroskopis baru dan memberikan kursus penyegaran (refresher course). Membina unit laboratorium di bawahnya. Memberikan supply bahan laboratorium kepada laboratorium yang berada dalam lingkungan kerjanya. Memeriksa ulang SD yang dipilih secara acak dari Kabupaten dan memberikan umpan balik ke kabupaten yang mengirim SD. Membantu evaluasi program pemberantasan malaria dengan menyiapkan dan menganalisa data parasitologi. Melakukan survei malaria. Mengirimkan seluruh SD positif dan 5% SD negatif ke Laboratorium tingkat Pusat untuk di cross-check. 35

51 3. Laboratorium Kabupaten. Membina secara teratur laboratorium lapangan. Memeriksa ulang SD secara acak yang dikirim dari Puskesmas- Puskesmas dan memberikan umpan balik ke puskesmas pengirim. Melaksanakan survei malaria dan tes resistensi parasit terhadap obat atau penilaian efikasi obat. Membantu laboratorium lapangan pada waktu pengumpulan SD yang berlebihan atau pada waktu mikroskopis lapangan tidak ditempat. Hal ini dapat dilihat di formulir Lab. 3. Menyiapkan data parasitologi untuk dianalisis. Mengirimkan seluruh SD positif dan 5% SD negatif ke Laboratorium tingkat Provinsi untuk di cross-check. 4. Laboratorium Lapangan (tingkat Puskesmas). Bertanggung jawab terhadap pemeriksaan SD rutin maupun hasil survei yang berasal dari daerah operasinya. Mengirimkan seluruh SD positif dan 5% SD negatif ke Laboratorium tingkat Kabupaten/Kota untuk di cross-check. Menyiapkan data parasitologi untuk dianalisis. Melakukan tes resistensi parasit terhadap obat atau penilaian efikasi obat terhadap penderita malaria. C. Asal Sediaan Darah SD yang dikirim ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan berasal dari berbagai kegiatan penemuan penderita malaria sebagai berikut : SD yang berasal dari kegiatan ACD (Active Case Detection). SD yang berasal dari kegiatan PCD (Passive Case Detection). SD yang berasal dari kegiatan Contact Survey & Follow-up. SD yang berasal dari survei malaria, misalnya : malariometric survey, fever survey, mass-blood survey, resistensi dan lain-lain. D. Prioritas Pemeriksaan Dalam program pengendalian malaria, semua SD yang dikumpulkan dari berbagai kegiatan harus diperiksa dan selesai dalam waktu yang telah ditentukan agar penderita yang terinfeksi dapat diobati secepatnya dan sumber penularan dapat dicegah. Mengingat terbatasnya jumlah laboratorium serta mikroskopis yang ada, maka bila terjadi pengumpulan SD yang berlebihan dibuat urutan prioritas pemeriksaan sediaan darah sebagai berikut : a. SD yang berasal dari hasil penyelidikan hasil survei di suatu daerah tertentu misalnya daerah KLB. b. SD hasil tes resistensi atau uji efikasi obat. 36

52 c. SD dari penderita malaria klinis (yaitu menggigil yang berkala dan sakit kepala) : 1). Berasal dari PCD. 2). Berasal dari ACD. d. SD yang dikumpulkan dalam rangka evaluasi program. E. Kualitas Laboratorium Kualitas laboratorium dapat dijamin bila kegiatan rutin yang minimal dijalankan dengan teratur. Kegiatan rutin tersebut adalah : Perawatan fasilitas tempat kerja dan peralatannya. Pelaporan data yang menggunakan sistem pencatatan yang standar. Penataran dan penyegaran para mikroskopis untuk menjamin kualitas standar pengumpulan, pemrosesan dan pemeriksaan SD. Supervisi langsung maupun tidak langsung. F. Syarat-Syarat Laboratorium Malaria Laboratorium malaria merupakan komponen yang penting untuk menghasilkan data pemeriksaan sediaan darah (SD). Laporan ini sangat berguna untuk mengevaluasi program pengendalian malaria secara menyeluruh. Persyaratan suatu laboratorium malaria yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut : 1. Ketersediaan ruang tempat pemeriksaan. 2. Mikroskop. Sebaiknya menggunakan mikroskop binokuler. Bagian mikroskop harus berfungsi dengan baik untuk memperoleh hasil pembacaan yang optimal. Bila digunakan mikroskop cahaya dianjurkan menggunakan lampu neon 40 watt sebagai sumber cahaya. 3. Kualitas SD. Pengadaan bahan dan alat yang berkualitas untuk SD malaria. Bila kualitas SD tidak baik, maka akan sukar menetapkan diagnosa, sehingga kecenderungan untuk salah menetapkan diagnosa lebih besar. Sebab itu pengadaan alat dan bahan untuk pembuatan dan pewarnaan SD perlu mendapat perhatian. 4. Pemeriksa. Pemeriksa harus terampil, tekun bekerja, percaya diri, sabar, penyantun, tidak mudah emosi, sehingga dapat berkonsentrasi pada waktu melakukan pemeriksaan SD. G. Administrasi / Manajemen Laboratorium Malaria Pemeriksaan SD dapat dimonitor setiap saat dengan melakukan sistem pencatatan dan pelaporan secara tertib. Format yang yang diperlukan pada pencatatan dan pelaporan di laboratorium sebagai berikut : 1. Buku penerimaan darah (format Lab. 1). 37

53 2. Buku harian mikroskopis (format Lab. 2). 3. Buku harian laboratorium (format Lab. 3). 4. Pengiriman SD untuk pemeriksaan ulang (format Lab. 4b). Format-format tersebut di atas terlampir. CARA MENGISI FORMAT-FORMAT LABORATORIUM 1. Buku penerimaan SD (format Lab. 1) a. Penjelasan umum. Dibuat oleh petugas laboratorium dimana kegiatan cross-check dilakukan. Selain itu pula laboratorium Puskesmas terutama di Jawa dan Bali dengan kegiatan ACD. Pimpinan unit kerja dan supervisor dengan mudah dapat mengetahui volume kegiatan laboratorium dan mengetahui adanya backlog pemeriksaan SD. Menghindarkan terjadinya pengumpulan SD yang tidak terproses. Setiap akhir bulan buku tersebut dan direkapitulasi. b. Petunjuk pengisian. Kolom : 1, 4, 5, 6, 7 : jelas Kolom 2 : diisi seperti contoh 1 s/d 5/2/91 desa A kec. B, V/92 Puskesmas A atau II/92 Dinkes Dati II B. Kolom 3 : diisi seperti contoh ACD, PCD, MS, cross-check, penyelidikan epidemiologi, follow-up, KLB, MFS, survey kontak dan lain-lain. 2. Buku harian mikroskopis (lab. 2) a. Penjelasan umum Setiap mikroskopis harus mempunyai buku ini, sehingga dapat diketahui : Semua hasil pemeriksaan SD malaria. Volume pemeriksaan mikroskopis (standar 40 SD/hari kerja). Kegiatan PCD di Puskesmas serta hasilnya dapat dilihat di buku ini. Di buku ini dapat terlihat apakah SD yang tercatat pada Lab. 1 sudah diperiksa. Mengambil SD untuk di cross-check berpedoman pada buku ini juga. Setiap akhir bulan, buku tersebut ditutup dan direkapitulasi. b. Petunjuk pengisian Tgl. : tanggal hari kerja. No. : nomor urut SD yang diperiksa. No. Kode SD dan diagnosa : sudah jelas. Pewarnaan : Pilih salah satu diantara : asam, basa, baik. Ketebalan : Pilih salah satu diantara : tebal, tipis, baik. Terfikser : Sudah jelas. Tak dapat diperiksa/rusak : bila kaca sediaan pecah atau SD hilang atau SD tidak dapat diperiksa. Keterangan : bila mikroskopis menemukan penyimpangan kualitas 38

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS MALARIA BALAI LABORATORIUM KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS MALARIA BALAI LABORATORIUM KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS MALARIA BALAI LABORATORIUM KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 TUJUAN Mampu membuat, mewarnai dan melakukan pemeriksaan mikroskpis sediaan darah malaria sesuai standar : Melakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat dilakukan dengan banyak metoda. Salah satu metoda yang paling diyakini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat dilakukan dengan banyak metoda. Salah satu metoda yang paling diyakini BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sediaan Malaria Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosa penyakit malaria dapat dilakukan dengan banyak metoda. Salah satu metoda yang paling diyakini dapat menemukan

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK MALARIA

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK MALARIA PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK MALARIA UPT. PUSKESMAS NUSA PENIDA I SOP No. Dokumen : 21/SOP/Lab-NPI/2016 No. Revisi : 01 Tgl. Terbit : 01 April 2016 Halaman : 1-4 Kepala UPT Puskesmas Nusa Penida I dr. I Ketut

Lebih terperinci

DESKRIPSI KEGIATAN Kegiatan Waktu Deskripsi 1. Pendahuluan 10 menit Instruktur menelaskan tujuan dari kegiatan ini

DESKRIPSI KEGIATAN Kegiatan Waktu Deskripsi 1. Pendahuluan 10 menit Instruktur menelaskan tujuan dari kegiatan ini 1 KETERAMPILAN PENGAMBILAN DARAH TEPI, MEMBUAT APUSAN, PEWARNAAN GIEMSA DAN PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK APUSAN DARAH TEPI (Dipersiapkan oleh Sitti Wahyuni) TUJUAN Umum: Setelah selesai melaksanakan kegiatan

Lebih terperinci

Tri Wijayanti, SKM, M.Sc. Instalasi Parasitologi Balai Litbang P2B2 Banjarnegara

Tri Wijayanti, SKM, M.Sc. Instalasi Parasitologi Balai Litbang P2B2 Banjarnegara Tri Wijayanti, SKM, M.Sc Instalasi Parasitologi Balai Litbang P2B2 Banjarnegara Epidemiologi Host Agent Environment Diagnosis Ibu Hamil Penderita +++ / - -- RDT (Serologis) Mikroskopis Gold standart Asal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tujuan pemeriksaan sediaan apus darah tepi antara lain menilai berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tujuan pemeriksaan sediaan apus darah tepi antara lain menilai berbagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sediaan Apus Darah Tepi Tujuan pemeriksaan sediaan apus darah tepi antara lain menilai berbagai unsur sel darah tepi seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit dan mencari adanya

Lebih terperinci

CSL5_Manual apusan darah tepi_swahyuni 2015 Page 1

CSL5_Manual apusan darah tepi_swahyuni 2015 Page 1 1 MANUAL KETERAMPILAN PENGAMBILAN DARAH TEPI, MEMBUAT APUSAN, PEWARNAAN GIEMSA DAN PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK APUSAN DARAH TEPI Sitti Wahyuni, MD, PhD Bagian Parasitologi Universitas Hasanuddin, sittiwahyunim@gmail.com

Lebih terperinci

Pemeriksaan mikroskopis tinja terhadap parasit metode kwantitatif : 1. Metode Stoll 2. Metode Kato-Katz

Pemeriksaan mikroskopis tinja terhadap parasit metode kwantitatif : 1. Metode Stoll 2. Metode Kato-Katz PRAKTIKUM PARASITOLOGI (TM-Pr.4) Praktikum I: Menghitung Telur Cacing Pada Sediaan Tinja Pemeriksaan mikroskopis tinja terhadap parasit metode kwantitatif : 1. Metode Stoll 2. Metode Kato-Katz Membuat

Lebih terperinci

Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia.

Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia. A. WAKTU BEKU DARAH Tujuan Praktikum Menentukan waktu beku darah (waktu koagulasi darah) dari seekor hewan/manusia. Prinsip Darah yang keluar dari pembuluh darah akan berubah sifatnya, ialah dari sifat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. apus ini adalah dengan meneteskan darah lalu dipaparkan di atas objek glass,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. apus ini adalah dengan meneteskan darah lalu dipaparkan di atas objek glass, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sediaan Apus Darah Tepi Sediaan apus darah tepi adalah suatu cara yang sampai saat ini masih digunakan pada pemeriksaan di laboratorium. Prinsip pemeriksaan sediaan apus ini

Lebih terperinci

SIGIT SULISTYA, A.Md, AK

SIGIT SULISTYA, A.Md, AK PEMANTAPAN MUTU INTERNAL LABORATORIUM DAN PROGRAM PEMANTAPAN MUTU EKSTERNAL MIKROSKOPIS MALARIA SIGIT SULISTYA, A.Md, AK BALAI LABORATORIUM KESEHATAN YOGYAKARTA PENYAKIT MALARIA Merupa k a n ma s a la

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik. B. Waktu dan tempat penelitian Tempat penelitian desa Pekacangan, Cacaban, dan Ketosari Kecamatan

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM PARASITOLOGI PARASIT DARAH DAN JARINGAN BLOK 14 (AGROMEDIS DAN PENYAKIT TROPIS)

MODUL PRAKTIKUM PARASITOLOGI PARASIT DARAH DAN JARINGAN BLOK 14 (AGROMEDIS DAN PENYAKIT TROPIS) MODUL PRAKTIKUM PARASITOLOGI PARASIT DARAH DAN JARINGAN BLOK 14 (AGROMEDIS DAN PENYAKIT TROPIS) Oleh: Dr.rer.biol.hum. dr. Erma Sulistyaningsih, M.Si NAMA :... NIM :... FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Puskesmas Kemangkon Kabupaten

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Puskesmas Kemangkon Kabupaten BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis Penelitian adalah penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Puskesmas Kemangkon Kabupaten Purbalingga.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di kandang Fapet Farm dan analisis proksimat bahan pakan dan pemeriksaan darah dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

Pendahuluan. Tujuan Penggunaan

Pendahuluan. Tujuan Penggunaan Pendahuluan Malaria merupakan salah satu penyakit parasit paling umum di dunia dan menempati urutan ke 3 dalam tingkat mortalitas diantara prnyakit infeksi utama lainnya. Parasit protozoa penyebab malaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit plasmodium yaitu makhluk hidup bersel satu yang termasuk ke dalam kelompok protozoa. Malaria ditularkan

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS Jl. Perintis Kemerdekaan Padang Telp.: Fax:

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS Jl. Perintis Kemerdekaan Padang Telp.: Fax: FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS Jl. Perintis Kemerdekaan Padang 25127 Telp.: 0751-31746 Fax: 0751-32838 Email: fk2unand@pdg.vision.net.id PENUNTUN KETERAMPILAN KLINIK 6 BLOK 3.5 (DARAH 7) BAGIAN

Lebih terperinci

2. Prosedur Isolasi ke Media Padat

2. Prosedur Isolasi ke Media Padat 1. Prosedur Isolasi ke Media Cair 1. Seluruh proses dilakukan didekat api 2. Pegang jarum inokulasi di tangan kanan dan tabung berisi biakan bakteri di tangan kiri 3. Buka kapas penutup tabung dengan jari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Malaria Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari genus Plasmodium. Malaria pada manusia dapat disebabkan Plasmodium malaria (Laaveran,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian dilaksanakan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Wilayah

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian dilaksanakan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Wilayah BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitan 1. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN UJI EFIKASI OBAT HERBAL UNTUK MENINGKATKAN KADAR HEMOGLOBIN, JUMLAH TROMBOSIT DAN ERITROSIT DALAM HEWAN UJI TIKUS PUTIH JANTAN

HASIL PENELITIAN UJI EFIKASI OBAT HERBAL UNTUK MENINGKATKAN KADAR HEMOGLOBIN, JUMLAH TROMBOSIT DAN ERITROSIT DALAM HEWAN UJI TIKUS PUTIH JANTAN HASIL PENELITIAN UJI EFIKASI OBAT HERBAL UNTUK MENINGKATKAN KADAR HEMOGLOBIN, JUMLAH TROMBOSIT DAN ERITROSIT DALAM HEWAN UJI TIKUS PUTIH JANTAN PUSAT STUDI OBAT BAHAN ALAM DEPARTEMEN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

PEDOMAN PRAKTIKUM. Nama : NIM : Kelompok : Kelas : Asisten :

PEDOMAN PRAKTIKUM. Nama : NIM : Kelompok : Kelas : Asisten : PEDOMAN PRAKTIKUM Nama : NIM : Kelompok : Kelas : Asisten : FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015 KEGIATAN i MIKROSKOP Prosedur A. Memegang dan Memindahkan Mikroskop 1. Mikroskop dipindahkan

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Waktu Penelitian 3.3 Metode Penelitian

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Waktu Penelitian 3.3 Metode Penelitian 17 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng yaitu Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Kota Palangka Raya (Gambar 1).

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian analitik.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian analitik. BAB III METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian analitik. 2. Tempat dan waktu penelitian Penelitian di lakukan di laboratorium klinik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan untuk pengambilan sampel darah yaitu obyek glass, cover glass, Haemicitometer, jarum suntik, pipet kapiler, mikroskop monokuler. Vitamin E

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2012. Pemeliharaan burung merpati dilakukan di Sinar Sari, Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Pengamatan profil darah

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN BTA ( BAKTERI TAHAN ASAM )

PEMERIKSAAN BTA ( BAKTERI TAHAN ASAM ) UPT. PUSKESMAS NUSA PENIDA I SOP PEMERIKSAAN BTA ( BAKTERI TAHAN ASAM ) No. Dokumen : 23/SOP/Lab-NPI/2016 No. Revisi : 01 Tgl. Terbit : 01 April 2016 Halaman : 1-5 Kepala UPT Puskesmas Nusa Penida I dr.

Lebih terperinci

MIKROSKOP A. PENDAHULUAN

MIKROSKOP A. PENDAHULUAN MIKROSKOP A. PENDAHULUAN Mikroskop merupakan salah satu alat yang penting pada kegiatan laboratorium sains, khususnya biologi. Mikroskop merupakan alat bantu yang memungkinkan kita dapat mengamati obyek

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2011, di Laboratorium Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. B. Alat

Lebih terperinci

PENUNTUN KETRAMPILAN KLINIS PEWARNAAN BASIL TAHAN ASAM ( BTA ) Acid Fast Staining

PENUNTUN KETRAMPILAN KLINIS PEWARNAAN BASIL TAHAN ASAM ( BTA ) Acid Fast Staining PENUNTUN KETRAMPILAN KLINIS PEWARNAAN BASIL TAHAN ASAM ( BTA ) Acid Fast Staining BLOK 2.6 GANGGUAN RESPIRASI Edisi 1, 2016 KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI & PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS ANDALAS FAKULTAS

Lebih terperinci

DEFINISI KASUS MALARIA

DEFINISI KASUS MALARIA DEFINISI KASUS MALARIA Definisi kasus adalah seperangkat criteria untuk menentukan apakah seseorang harus dapat diklasifikasikan sakit atau tidak. Kriteria klinis dibatasi oleh waktu, tempat, dan orang.

Lebih terperinci

MODUL 1 PENGENALAN ALAT LABORATORIUM MIKROBIOLOGI

MODUL 1 PENGENALAN ALAT LABORATORIUM MIKROBIOLOGI MODUL 1 PENGENALAN ALAT LABORATORIUM MIKROBIOLOGI Klasifikasi Alat : 1. Alat untuk Pengamatan (Koloni dan Morfologi) 2. Alat untuk Sterilisasi 3. Alat untuk Kultivasi 4. Alat untuk Kuantifikasi Mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik. UNIMUS, Jl. Wonodri Sendang Raya 2A Semarang. Waktu penelitian yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik. UNIMUS, Jl. Wonodri Sendang Raya 2A Semarang. Waktu penelitian yaitu BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik. B. Tempat dan Waktu Tempat penelitian adalah dilaboratorium Klinik Analis Kesehatan UNIMUS, Jl. Wonodri Sendang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Separuh penduduk dunia berisiko tertular malaria karena hidup lebih dari 100

BAB I PENDAHULUAN. Separuh penduduk dunia berisiko tertular malaria karena hidup lebih dari 100 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria masih merupakan salah satu penyakit menular yang masih sulit diberantas dan merupakan masalah kesehatan diseluruh dunia termasuk Indonesia, Separuh penduduk

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyebab Malaria Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium yang ditransmisikan ke manusia melalui nyamuk anopheles betina. 5,15 Ada lima spesies

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pekerja Seks Komersiil Umumnya telah diketahui bahwa sumber utama penularan penyakit hubungan seks adalah pekerja seks komersial, dengan kata lain penularan lewat prostitusi.

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN ERYTROSIT CARA PIPET

PEMERIKSAAN ERYTROSIT CARA PIPET PEMERIKSAAN ERYTROSIT CARA PIPET UPT. PUSKESMAS NUSA PENIDA I SOP No. Dokumen : 05/SOP/Lab-NPI/2016 No. Revisi : 01 Tgl. Terbit : 01 April 2016 Halaman : 1-4 Kepala UPT Puskesmas Nusa Penida I dr. I Ketut

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai penambahan starter ekstrak nanas dengan level berbeda pada pollard terhadap kandungan total bakteri, Gram positif/negatif dan bakteri asam laktat telah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah analitik. Wonodri Sendang Raya 2A Semarang.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah analitik. Wonodri Sendang Raya 2A Semarang. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah analitik. B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian dilakukan di laboratorium klinik Analis Kesehatan fakultas

Lebih terperinci

KETERAMPILAN MEMBUAT APUSAN, MEWARNAI, MENGAWETKAN TINJA, DAN MENGIDENTIFIKASI PARASIT PADA APUSAN TINJA

KETERAMPILAN MEMBUAT APUSAN, MEWARNAI, MENGAWETKAN TINJA, DAN MENGIDENTIFIKASI PARASIT PADA APUSAN TINJA 1 KETERAMPILAN MEMBUAT APUSAN, MEWARNAI, MENGAWETKAN TINJA, DAN MENGIDENTIFIKASI PARASIT PADA APUSAN TINJA Sitti Wahyuni, MD, PhD Bagian Parasitologi Universitas Hasanuddin, wahyunim@indosat.net.id INDIKASI

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2011, di

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2011, di III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2011, di Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. B.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Domba Indocement Citeureup, Bogor selama 10 minggu. Penelitian dilakukan pada awal bulan Agustus sampai pertengahan bulan Oktober

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. studi pustaka, yaitu dengan cara menggambarkan hasil penelitian, dan hasil

BAB III METODE PENELITIAN. studi pustaka, yaitu dengan cara menggambarkan hasil penelitian, dan hasil 15 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan metode diskriptif yang di dukung oleh studi pustaka, yaitu dengan cara menggambarkan hasil penelitian, dan hasil penelitian

Lebih terperinci

STANDARD OPERATIONAL PROCEDURE (SOP) MIKROSKOP

STANDARD OPERATIONAL PROCEDURE (SOP) MIKROSKOP MIKROSKOP Ambil mikroskop dengan hati-hati dengan cara memegang lengan mikroskop, lalu letakkan diatas meja datar. Hindari sentuhan-sentuhan terhadap lensa, apabila bagian lensa mikroskop terlihat kotor

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM HEMATOLOGI PEMBUATAN DAN PEWARNAAN SEDIAAN APUSAN DARAH

LAPORAN PRAKTIKUM HEMATOLOGI PEMBUATAN DAN PEWARNAAN SEDIAAN APUSAN DARAH LAPORAN PRAKTIKUM HEMATOLOGI PEMBUATAN DAN PEWARNAAN SEDIAAN APUSAN DARAH I. Tujuan Untuk dapat mengetahui cara pembuatan dan pewarnaan sediaan hapusan darah II. Metode Hapusan darah ( blood smear ) III.

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 8. Penggunaan Alat Dan Bahan Laboratorium Latihan Soal 8.3

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 8. Penggunaan Alat Dan Bahan Laboratorium Latihan Soal 8.3 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 8. Penggunaan Alat Dan Bahan Laboratorium Latihan Soal 8.3 1. Pengamatan dengan mikroskop dimulai dengan menggunakan lensa objektif... Cahaya lemah Cahaya kuat Perbesaran lemah

Lebih terperinci

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA LANDASAN TEORI Organisme yang akan digunakan sebagai materi percobaan genetika perlu memiliki beberapa sifat yang menguntungkan,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan bulan Desember 2016 Januari Lokasi

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan bulan Desember 2016 Januari Lokasi 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan bulan Desember 2016 Januari 2017. Lokasi pemeliharaan ayam broiler di Peternakan milik Bapak Hadi Desa Sodong Kecamatan Mijen Kota Semarang. Analisis

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN JENIS JENIS PEMERIKSAAN

PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN JENIS JENIS PEMERIKSAAN PUSKESMAS PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN JENIS JENIS PEMERIKSAAN Pemeriksaan penunjang Laboratorium untuk menentukan penyakit. 3.kebijakan Pemeriksaan Lab. Dilakukan untuk menegakkan diagnosa pasien Laboran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. DARAH Darah adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga mensuplai jaringan tubuh dengan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA SEDIAAN APUS DARAH

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA SEDIAAN APUS DARAH LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA SEDIAAN APUS DARAH DISUSUN OLEH: Anis Rachmawati (3415080201) Fina Lidyana (3415081961) Kusfebriani (3415081962) Rani Rahmahdini (3415083253) R.A Nurhikmah Annisa

Lebih terperinci

PEWARNAAN HAPUSAN DARAH TEPI. Oleh, Kelompok 2: I Gusti Agung Ayu Krisma D. D (P ) I Putu Paramartha Wicaksana A.

PEWARNAAN HAPUSAN DARAH TEPI. Oleh, Kelompok 2: I Gusti Agung Ayu Krisma D. D (P ) I Putu Paramartha Wicaksana A. PEWARNAAN HAPUSAN DARAH TEPI Oleh, Kelompok 2: I Dewa Ayu Megarani (P07134012003) Ni Wayan Nursilayani (P07134012013) I Gusti Agung Ayu Krisma D. D (P07134012023) I Putu Paramartha Wicaksana A. (P07134012033)

Lebih terperinci

II. PEWARNAAN SEL BAKTERI

II. PEWARNAAN SEL BAKTERI II. PEWARNAAN SEL BAKTERI TUJUAN 1. Mempelajari dasar kimiawi dan teoritis pewarnaan bakteri 2. Mempelajari teknik pembuatan apusan kering dalam pewarnaan bakteri 3. Mempelajari tata cara pewarnaan sederhana

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI PLASMOLISIS

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI PLASMOLISIS LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI PLASMOLISIS Disusun oleh : Eugenia Septhariani XI IPA 1 / 6 SMA SANTA URSULA Jalan Pos No. 2 Jakarta 10010 2010 Tanggal praktikum : Jumat, 13 Agustus 2010 Nama : Eugenia Septhariani

Lebih terperinci

Latar Belakang Penyakit Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa

Latar Belakang Penyakit Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa Latar Belakang Penyakit Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang merupakan golongan Plasmodium, dimana proses penularannya melalui gigitan nyamuk Anopheles. Protozoa parasit

Lebih terperinci

Keterampilan Laboratorium PADA BLOK 2.2 HEMATOIMUNOLIMFOPOETIK:

Keterampilan Laboratorium PADA BLOK 2.2 HEMATOIMUNOLIMFOPOETIK: Keterampilan Laboratorium PADA BLOK 2.2 HEMATOIMUNOLIMFOPOETIK: DARAH 2: -LED -Membuat & memeriksa sediaan apus darah tepi -Evaluasi DARAH 3: - Pemeriksaan gol.darah -Tes inkompatibilitas DARAH 4: Bleeding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan transfusi darah adalah upaya kesehatan berupa penggunaan darah bagi keperluan pengobatan dan pemulihan kesehatan. Sebelum dilakukan transfusi darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit malaria merupakan jenis penyakit tropis yang banyak dialami di negara Asia diantaranya adalah negara India, Indonesia, dan negara Asia lainnya. (Dewi, 2010).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN 1.1Tujuan A. Pungsi Darah Vena (Flebotomi) Untuk pemeriksaan hematologi, yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui keadaan darah dan komponen-komponennya. B. Pemeriksaan Laju

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi yang dilakukan dengan cara

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi yang dilakukan dengan cara 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi yang dilakukan dengan cara identifikasi bakteri dari probiotik yang berpotensi sebagai bahan biodekomposer.

Lebih terperinci

PERMINTAAN PEMERIKSAAN LABORATORIUM, PENERIMAAN, PENGAMBILAN DAN PENYIMPANAN SPESIMEN No. Dokumen : C/VIII/SOP/I/16/002 No.

PERMINTAAN PEMERIKSAAN LABORATORIUM, PENERIMAAN, PENGAMBILAN DAN PENYIMPANAN SPESIMEN No. Dokumen : C/VIII/SOP/I/16/002 No. UPTD PUSKESMAS BELOPA PERMINTAAN PEMERIKSAAN LABORATORIUM, PENERIMAAN, PENGAMBILAN DAN PENYIMPANAN SPESIMEN No. Dokumen : C/VIII/SOP/I/16/002 No. Revisi : 00 SOP Tanggal terbit : 02 Januari 2016 Halaman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian

Lebih terperinci

III. TEKNIK PEWARNAAN GRAM IDENTIFIKASI BAKTERI

III. TEKNIK PEWARNAAN GRAM IDENTIFIKASI BAKTERI III. TEKNIK PEWARNAAN GRAM IDENTIFIKASI BAKTERI Tujuan: 1. Mempelajari cara menyiapkan olesan bakteri dengan baik sebagai prasyarat untuk memeplajari teknik pewarnaan 2. Mempelajari cara melakukan pewarnaan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera cordifolia (Teen.) Steenis) dalam pengencer tris kuning telur tehadap kualitas semen kambing Peranakan Etawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan penyakit mematikan yang disebabkan oleh dari genus dengan perantara nyamuk Anopheles betina. Berdasarkan data WHO, pada tahun 2014 sendiri telah terjadi

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015 PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR 2015 Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015 1 BAB VI PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris lumbricoides Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia (FKUI, 1998). Termasuk dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Malaria merupakan penyakit kronik yang mengancam keselamatan jiwa yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Malaria merupakan penyakit kronik yang mengancam keselamatan jiwa yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Malaria Malaria merupakan penyakit kronik yang mengancam keselamatan jiwa yang disebabkan oleh parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. 3 Malaria

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar 1. Talus Segar Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Gambar 1. Talus Segar Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Gambar 1. Talus Segar Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus Lampiran 2. Hasil Identifikasi Tumbuhan Lampiran 3. Serbuk Simplisia Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 16 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan studi observasional analitik dengan desain cross sectional (potong lintang) untuk membandingkan pemeriksaan mikroskopik dengan

Lebih terperinci

Epidemiologi dan aspek parasitologis malaria. Ingrid A. Tirtadjaja Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Epidemiologi dan aspek parasitologis malaria. Ingrid A. Tirtadjaja Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Epidemiologi dan aspek parasitologis malaria Ingrid A. Tirtadjaja Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Malaria Sudah diketahui sejak jaman Yunani Kutukan dewa wabah disekitar Roma Daerah rawa berbau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Malaria 1. Definisi malaria Malaria adalah penyakit yang menyerang sel darah merah disebabkan oleh parasit plasmodium ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 3. MELAKUKAN PENGAMATANLatihan Soal Menyimpan dalam kedaan off merupakan salah satu cara memperlakukan alat...

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 3. MELAKUKAN PENGAMATANLatihan Soal Menyimpan dalam kedaan off merupakan salah satu cara memperlakukan alat... 1. Alat dari bahan gelas aman apabila dibawa dengan... SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 3. MELAKUKAN PENGAMATANLatihan Soal 3.1 Satu Tangan Dua Tangan Dua Jari Lima Jari Alat-alat laboratorium dari bahan gelas,

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Sampel tanah diambil dari Hutan Larangan Adat Rumbio Kabupaten Kampar. Sedangkan Enumerasi dan Analisis bakteri dilakukan di Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama. Malaria merupakan suatu penyakit dengan penyebaran yang luas dan menjadi endemis

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENGELOLAAN PERALATAN LABORATORIUM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FKIP UNIVERSITAS JEMBER

INVENTARISASI DAN PENGELOLAAN PERALATAN LABORATORIUM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FKIP UNIVERSITAS JEMBER INVENTARISASI DAN PENGELOLAAN PERALATAN LABORATORIUM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FKIP UNIVERSITAS JEMBER LABORATORIUM??? Laboratorium mempunyai peran sentral di sekolah lanjutan yaitu sebagai tempat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April Penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April Penelitian ini 28 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani Jurusan Biologi Fakultas MIPA. B.

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan suatu studi analitik observasional dengan desain cross sectional (potong lintang). Dalam penelitian ini dilakukan pembandingan kesimpulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari tubuh yang jumlahnya 6-8% dari berat badan total. a. Plasma darah, merupakan bagian yang cair

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari tubuh yang jumlahnya 6-8% dari berat badan total. a. Plasma darah, merupakan bagian yang cair BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Darah 1. Definisi Darah Darah merupakan bagian penting dari sistem transport dan bagian penting dari tubuh yang jumlahnya 6-8% dari berat badan total. Darah merupakan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA ACARA III MENGHITUNG JUMLAH SEL DARAH MERAH

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA ACARA III MENGHITUNG JUMLAH SEL DARAH MERAH LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA ACARA III MENGHITUNG JUMLAH SEL DARAH MERAH DISUSUN OLEH: DEWI RIMPANG ANJANI PUTRI E1A 012 008 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM 2015

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam pembuatan karya ilmiah adalah. Waktu penelitian dimulai dari bulan Maret 2009

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam pembuatan karya ilmiah adalah. Waktu penelitian dimulai dari bulan Maret 2009 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam pembuatan karya ilmiah adalah penelitian analitik diskriptif. B. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian Waktu

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Februari 2010, di Laboratorium

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Februari 2010, di Laboratorium 28 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Februari 2010, di Laboratorium Stasiun Karantina Ikan Kelas I Panjang, Bandar Lampung dan Laboratorium Budidaya

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini meliputi bidang Mikrobiologi klinik dan infeksi.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini meliputi bidang Mikrobiologi klinik dan infeksi. BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini meliputi bidang Mikrobiologi klinik dan infeksi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr. Kariadi Semarang.Penelitian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai dengan Februari 2010 di Stasiun Lapangan Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen

Lebih terperinci

Lampiran 1. Road-map Penelitian

Lampiran 1. Road-map Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1. Road-map Penelitian Persiapan Penelitian Persiapan wadah dan ikan uji Bak ukuran 40x30x30cm sebanyak 4 buah dicuci, didesinfeksi, dan dikeringkan Diletakkan secara acak dan diberi

Lebih terperinci

Kegiatan Pembelajaran 5: Prinsip dan prosedur kerja Peralatan Laboratorium

Kegiatan Pembelajaran 5: Prinsip dan prosedur kerja Peralatan Laboratorium Kegiatan Pembelajaran 5: Prinsip dan prosedur kerja Peralatan Laboratorium Ruang lingkup materi ini meliputi : pengenalan prinsip dan prosedur peralatan laboratorium, untuk menunjang keterampilan siswa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sel darah putih ( lekosit ) rupanya bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sel darah putih ( lekosit ) rupanya bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Lekosit Sel darah putih ( lekosit ) rupanya bening dan tidak berwarna, bentuknya lebih besar dari sel darah merah, tetapi jumlah sel darah putih lebih sedikit. Diameter

Lebih terperinci

III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Tahap Persiapan Hewan Percobaan Aklimatisasi Domba

III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Tahap Persiapan Hewan Percobaan Aklimatisasi Domba 17 III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama delapan bulan yang dimulai pada bulan Mei sampai dengan bulan Desember 2010. Penelitian dilakukan di kandang Mitra Maju yang beralamat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian dan Pembahasan Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi terletak di Jalan Raya Karang Tengah km 14 Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Dinas kesehatan

Lebih terperinci

Penyimpanan Obat. Standar penyimpanan obat yang sering di gunakan adalah sebagai berikut :

Penyimpanan Obat. Standar penyimpanan obat yang sering di gunakan adalah sebagai berikut : Penyimpanan Obat Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan dari fisik yang

Lebih terperinci

E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran μm 2.

E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran μm 2. PROTOZOA Entamoeba coli E. coli memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoit ditandai dengan ciri-ciri morfologi berikut: 1. bentuk ameboid, ukuran 15-50 μm 2. sitoplasma mengandung banyak vakuola yang

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan 60 itik lokal jantan asal Gunungmanik, Tanjung

III METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan 60 itik lokal jantan asal Gunungmanik, Tanjung 18 III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Ternak penelitian Penelitian menggunakan 60 itik lokal jantan asal Gunungmanik, Tanjung Sari, Sumedang yang berumur 35 hari. Kisaran bobot badan itik

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Penelitian I. Populasi dan Keanekaragaman Cendawan Mikoriza Arbuskular pada Lahan Sayuran dan Semak 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Sampel tanah untuk penelitian ini diambil dari

Lebih terperinci

DINAS KESEHATAN KABUPATEN LEBONG PUSKESMAS MUARA AMAN. Jalan Lapangan Hatta No. 1 Kelurahan Pasar Muara aman

DINAS KESEHATAN KABUPATEN LEBONG PUSKESMAS MUARA AMAN. Jalan Lapangan Hatta No. 1 Kelurahan Pasar Muara aman DINAS KESEHATAN KABUPATEN LEBONG PUSKESMAS MUARA AMAN Jalan Lapangan Hatta No. 1 Kelurahan Pasar Muara aman SURAT KEPUTUSAN KEPALA PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT MUARA AMAN Nomor : TENTANG PERMINTAAN, PEMERIKSAAN,

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN HUBUNGAN RIWAYAT INFEKSI MALARIA DAN MALARIA PLASENTA DENGAN HASIL LUARAN MATERNAL DAN NEONATAL

LAPORAN AKHIR PENELITIAN HUBUNGAN RIWAYAT INFEKSI MALARIA DAN MALARIA PLASENTA DENGAN HASIL LUARAN MATERNAL DAN NEONATAL LAPORAN AKHIR PENELITIAN HUBUNGAN RIWAYAT INFEKSI MALARIA DAN MALARIA PLASENTA DENGAN HASIL LUARAN MATERNAL DAN NEONATAL dr. Waode Mariyana dr. Isra Wahid, PhD FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat 8 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat di Balai Pembibitan dan Budidaya Ternak Non Ruminansia (BPBTNR) Provinsi Jawa Tengah di Kota Surakarta.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Puskesmas Pabelan Kabupaten Semarang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di kandang ayam petelur Varia Agung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di kandang ayam petelur Varia Agung III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di kandang ayam petelur Varia Agung Jaya Farm, Desa Varia Agung, Kecamatan Seputih Mataram, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci