Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar IV.21 Hubungan kondisi pengudaraan dan effluen S COD untuk ketiga reaktorr

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. BAHAN DAN ALAT B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Bab III Metode Penelitian

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

PENGARUH RASIO WAKTU PENGISIAN : REAKSI PADA REAKTOR BATCH DALAM KONDISI AEROB

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

DISUSUN OLEH TIKA INDRIANI ( ) DOSEN PEMBIMBING WELLY HERUMURTI, ST, MSc.

STUDI PENGARUH SALINITAS TERHADAP LAJU DEGRADASI SAMPAH DI TPA BENOWO

BAB 5 PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES FILM MIKROBIOLOGIS (BIOFILM)

1 Security Printing merupakan bidang industri percetakan yang berhubungan dengan pencetakan beberapa

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN

Pengolahan Limbah Rumah Makan dengan Proses Biofilter Aerobik

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN (RESTORAN) DENGAN UNIT AERASI, SEDIMENTASI DAN BIOSAND FILTER

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012

PEMBENIHAN DAN AKLIMATISASI PADA SISTEM ANAEROBIK

BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN

BAB I. PENDAHULUAN. bioetanol berbasis tebu, baik yang berbahan baku dari ampas tebu (baggase), nira

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pendahuluan. Prinsip Dasar. RBC (Rotating Biological Contractor) Marisa Handajani. Ukuran standar: Putaran 1,0-1,6 rpm

RBC (Rotating Biological Contractor) Marisa Handajani. Pendahuluan

PROSES PEMBENIHAN (SEEDING) DAN AKLIMATISASI PADA REAKTOR TIPE FIXED BED

INTEGRASI PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI BENANG DAN TEKSTIL MELALUI PROSES ABR DAN FITOREMOVAL MENGGUNAKAN ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes)

PENURUNAN KADAR BOD, COD, TSS, CO 2 AIR SUNGAI MARTAPURA MENGGUNAKAN TANGKI AERASI BERTINGKAT

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan sumber energi fosil yang semakin menipis, sedangkan

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang

Lampiran 1 Hasil analisa laboratorium terhadap konsentrasi zat pada WTH 1-4 jam dengan suplai udara 30 liter/menit

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

penambahan nutrisi berupa lumpur sebanyak ± 200 ml yang diambil dari IPAL

OLEH : WARSIDI SUDARMA ( ) PASCA SARJANA TEKNIK LINGKUNGAN ITS

PENURUNAN KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD)

DEGRADASI BAHAN ORGANIK LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN DENGAN VARIASI WAKTU TINGGAL

LAMPIARAN : LAMPIRAN 1 ANALISA AIR DRAIN BIOFILTER

Bab IV Data dan Pembahasan 4.2. Karakteristik Limbah Cair

BAB I PENDAHULUAN. keadaan ke arah yang lebih baik. Kegiatan pembangunan biasanya selalu

BAB I PENDAHULUAN. mahluk hidup sebagian besar terdiri dari air. Disamping sebagai bagian penyusun

KINERJA ALGA-BAKTERI UNTUK REDUKSI POLUTAN DALAM AIR BOEZEM MOROKREMBANGAN, SURABAYA

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. IV.1 Karakteristik Air Limbah

Pengolahan Air Limbah Domestik Menggunakan Proses Aerasi, Pengendapan, dan Filtrasi Media Zeolit-Arang Aktif

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk

Sistem Aerasi Berlanjut (Extended Aeratian System) Proses ini biasanya dipakai untuk pengolahan air limbah dengan sistem paket (package treatment)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

Dosen Pembimbing: Prof. DR. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) F-233

BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL

3 METODOLOGI PENELITIAN

IMPROVING THE QUALITY OF RIVER WATER BY USING BIOFILTER MEDIATED PROBIOTIC BEVERAGE BOTTLES CASE STUDY WATER RIVER OF SURABAYA (SETREN RIVER JAGIR)

UJI PERFORMANCE BIOFILTER ANAEROBIK UNGGUN TETAP MENGGUNAKAN MEDIA BIOFILTER SARANG TAWON UNTUK PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH POTONG AYAM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Effect of Aeration and Natural Light in Capability of High Rate Algae Reactor (HRAR) for Organic Matter Removal of Domestic Urban Wastewater

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab III Bahan, Alat dan Metode Kerja

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) BOJONGSOANG

Unit Aerasi, Sedimentasi, dan Biosand Filter Sebagai Pereduksi COD, TSS, Nitrat, dan Fosfat Air Limbah Artificial (Campuran Grey dan Black Water)

PENGARUH RASIO MEDIA, RESIRKULASI DAN UMUR LUMPUR PADA REAKTOR HIBRID AEROBIK DALAM PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK

STUDI PENENTUAN KOEFISIEN BIODEGRADASI AIR LIMBAH DOMESTIK INFLUEN BOEZEM MOROKREMBANGAN DETERMINATION OF BIODEGRADATION COEFFICIENT OF INFLUENT

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB III PENGOLAHAN AIR LIMBAH PENCUCIAN JEAN DENGAN PROSES BIOFILTER TERCELUP ANAEROB-AEROB UJI COBA SKALA LABORATORIUM

adanya gangguan oleh zat-zat beracun atau muatan bahan organik yang berlebih.

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

Tembalang, Semarang

: Baku mutu air kelas I menurut Peraturan Pemerintah RI no. 82 tahun 2001 (hanya untuk Stasiun 1)

Desain Alternatif Instalasi Pengolahan Air Limbah Pusat Pertokoan Dengan Proses Anaerobik, Aerobik Dan Kombinasi Aanaerobik Dan Aerobik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pengolahan Limbah Domestik Menggunakan Moving Bed Biofilm Reactor (MBBR) dengan Proses Aerobik-Anoksik untuk Menurunkan Nitrogen

BAB 9 KOLAM (PONDS) DAN LAGOON

STUDI KEMAMPUAN SPIRULINA SP. UNTUK MENURUNKAN KADAR NITROGEN DAN FOSFAT DALAM AIR BOEZEM PADA SISTEM HIGH RATE ALGAL REACTOR (HRAR)

PROSIDING SNTK TOPI 2012 ISSN Pekanbaru, 11 Juli 2012

UJI TOKSISITAS AKUT LIMBAH CAIR INDUSTRI BATIK DENGAN BIOTA UJI IKAN NILA (oreochromis Niloticus) dan TUMBUHAN KAYU APU (PISTA STRATIOTES)

PENGOLAHAN AIR LIMBAH TAHU MENGGUNAKAN BIOREAKTOR ANAEROB-AEROB BERMEDIA KARBON AKTIF DENGAN VARIASI WAKTU TUNGGAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Pengolahan Limbah Domestik Menggunakan Moving Bed Biofilm Reactor (MBBR) dengan Proses Aerobik-Anoksik untuk Menurunkan Nitrogen

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian dilaksanakan di Hotel Mutiara Kota Gorontalo di mana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMULIHAN KUALITAS AIR LIMBAH LAUNDRY DENGAN MEMBANDINGKAN REAKTOR BIOFILTER DAN SLOW SAND FILTER. Oleh : Satria Pratama Putra Nasution

PERENCANAAN ANAEROBIC DIGESTER SKALA RUMAH TANGGA UNTUK MENGOLAH LIMBAH DOMESTIK DAN KOTORAN SAPI DALAM UPAYA MENDAPATKAN ENERGI ALTERNATIF

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III.2.1 Karakteristik Air Limbah Rumah Sakit Makna Ciledug.

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DENGAN PROSES BIOLOGIS BIAKAN MELEKAT MENGGUNAKAN MEDIA PALSTIK SARANG TAWON

Gambar 2 Aklimatisasi Eceng Gondok. Tabel.3 Pertambahan Berat Basah Eceng Gondok Saat Aklimatisasi. Berat Tanaman (gram) HARI

Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Rumah Susun Tanah Merah Surabaya

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

EFEK AERASI DAN KONSENTRASI SUBSTRAT PADA LAJU PERTUMBUHAN ALGA MENGGUNAKAN SISTEM BIOREAKTOR PROSES BATCH

DAFTAR ISI. PERNYATAAN KATA PENGANTAR...

Studi Atas Kinerja Biopan dalam Reduksi Bahan Organik: Kasus Aliran Sirkulasi dan Proses Sinambung

BAB I PENDAHULUAN. permintaan pasar akan kebutuhan pangan yang semakin besar. Kegiatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN

Oleh: Afina Kibtiyah Hidayati Dosen Pembimbing: IDAA. Warma Dewanti, S.T., M.T., Ph.D

Transkripsi:

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1. Umum Pada Bab IV ini akan dijabarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil-hasil penelitian yang didapatkan. Secara garis besar penjelasan hasil penelitian meliputi: 1. Karakteristik limbah yang digunakan 2. Kondisi saat pembibitan dan aklimatisasi 3. Percobaan batch 4. Percobaan kontinyu 5. Kinetika Reaktor 6. Hidrodinamika 7. Mikroorganisme di dalam reaktor IV.2 Karakteristik air limbah yang digunakan Limbah yang digunakan di dalam penelitian adalah limbah buatan dengan karakteristik air limbah greywater. Alasan utama penggunaan limbah buatan dan bukan limbah asli adalah: 1. Adanya fluktuasi yang tinggi untuk kualitas organik limbah greywater, sehingga untuk memudahkan analisa dibuat kualitas bahan organik yang serupa untuk tiap percobaan 2. Tinjauan di dalam Penelitian ini meliputi konsentrasi DO, TSS, amonium dan COD, sedangkan di dalam limbah greywater asli kemungkinan terkandung pula bahan-bahan lain seperti minyak dan lemak, deterjen dll, yang kemungkinan dapat menghambat proses yang berlangsung, padahal bahanbahan ini tidak diteliti kualitasnya. 3. Kepraktisan. Mengingat penelitian dilakukan dalam jangka waktu yang agak lama, maka dibutuhkan pula volume air limbah yang cukup besar. Oleh 63

karena itu dengan alasan kemudahan pembuatan sediaan limbah dan juga kualitas limbah yang dapat lebih dikontrol, digunakan air limbah buatan. Karakteristik air limbah yang digunakan ditunjukkan pada Tabel IV.1 Tabel IV.1 Kondisi air limbah yang digunakan No. Parameter Satuan Kontinyu 1 COD 1 mg/l 300 2 NH 4 -N mg/l 2,5 3 Alkalinitas mg/l CaCO 3 50 4 COD/NH 4 -N - 120 5 Temperatur o C 22-23,8 6 ph - 7.1 1 Berubah sesuai dengan kondisi percobaan Konsentrasi amonium 2,5 mg/l diambil berdasarkan nilai minimum konsentrasi amonium pada greywater. Sedangkan temperatur yang ada mengikuti kondisi lingkungan sekitar (tidak dikontrol). IV.3 Kondisi Saat Start-up Keseluruhan hasil percobaan kontinyu yang dilakukan didalam penelitian ini ditunjukkan pada Gambar IV.1. Sedangkan detail hasil dari percobaan batch dan tiap beban kontinyu dapat dilihat sub-bab Percobaan Batch dan Percobaan Kontinyu. Seperti yang telah dijelaskan pada sub-bab III.4 start-up dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap penumbuhan biofilm dan tahap aklimatisasi reaktor sampai kondisi tunak. Tahap penumbuhan dilakukan selama 10 hari dengan mode operasi batch. Sebagai sumber karbon digunakan glukosa dengan konsentrasi setara 300 mg/l. Sumber nutrien digunakan amonium klorida dan kalium fosfat. Inokulum yang digunakan berasal dari biakan mikroorganisme reaktor lumpur aktif dan mikroorganisme dari saluran drainase. Sedangkan sumber mikronutrien berasal dari penambahan feri sulfat. Air di dalam reaktor diganti tiap dua hari sekali, dan 64

pengudaraan untuk ketiga reaktor dilakukan secara kontinyu. Pemeriksaan untuk periode ini hanya dilakukan secara visual yaitu pada pertumbuhan biofilm. Gambar IV.1 Penyisihan kadar S COD pada R1, R2 dan R3 saat aklimatisasi dan percobaan kontinyu Setelah periode penumbuhan biofilm 10 hari, maka mode operasi diganti secara kontinyu dengan mengalirkan air limbah buatan sukrosa pada debit 30 ml/menit. Sebagai sumber nutrien digunakan pupuk NPK buatan. Konsentrasi bahan organik yang digunakan adalah 650 mg/l. Penggunaan konsentrasi bahan organik yang tinggi melebihi beban rencana untuk running bertujuan untuk menyiapkan reaktor agar mempunyai kemampuan pengolahan untuk beban besar. Pengkondisian reaktor dengan pengudaraan tidak menerus mulai dilakukan pada tahap ini. Kondisi tunak didapatkan setelah 9 hari mulai aklimatisasi (Gambar IV.1). Waktu 9 hari adalah waktu yang normal untuk aklimatisasi reaktor biofilm mengacu pada Gray (2004), dimanaa diperlukan 3-8 hari aklimatisasi untuk penyisihan bahan organik (BOD). Setelah akhir masa aklimatisasi reaktor dilakukan penimbangan massa (kering) biofilm. 65

Dapat dilihat antara reaktor 1, 2, 3 mencapai waktu kondisi tunak yang tidak berbeda. Pada kondisi tunak ini dapat dilihat pertumbuhan biofilm yang cukup tebal. Tabel IV.2 Kondisi ketiga saat reaktor masa tunak tercapai No. Reaktor R1 R2 R3 1 Pengudaraan 2-2 4-4 kontinyu 2 Waktu pencapaian 9 hari 9 hari 9 hari kondisi tunak 3 Efisiensi pada akhir 88% 88% 86% kondisi tunak 4 Berat biofilm 2061 1985 2125 kering/vol.reaktor (mg biomassa.(l Reaktor) -1 ) Dari hasil observasi ini menunjukkan kemampuan melekat yang cukup baik untuk mikroorganisme yang berasal dari reaktor lumpur aktif, karena secara teori bakteri lumpur aktif yang didominasi bakteri aerobik heterotrof mampu memproduksi biopolimer ekstraselular yang membentuk flok biologi atau biofilm untuk proses pertumbuhan melekat (Metcalf & Eddy, 2003). Gambar IV.2 Pertumbuhan biofilm pada media (a) saat awal (b) akhir periode start up 66

Massa biofilm kering diperhitungkan dengan menghitung selisih berat media yang masih mengandung biofilm dengan berat media kering. Sampel media diambil sebanyak 10 sampel tiap reaktor yang dikeringkan pada temperatur 105 o C selama dua jam dan ditimbang massanya. Waktu kondisi tunak dicapai setelah 17 hari dari awal pembibitan yang ditandai dengan stabilnya konsentrasi S COD pada effluen tiap reaktor. Temperatur harian rata-rata Tidak ada perbedaan untuk waktu pencapaian kondisi tunak untuk R1, R2 dan R3. Penurunan konsentrasi S COD rata-rata pada ketiga reaktor tidak jauh berbeda yaitu adalah 86%+2%. Proses aklimatisasi menunjukkan pencapaian masa tunak yang hampir sama untuk R1, R2 dan R3. Hanya saja laju penyisihan S COD pada masa aklimatisasi pada R2 lebih besar dari pada R1 dan R3. Hal ini berdasarkan pada laju penyisihan pada yaitu dengan massa biofilm yang lebih kecil tetapi menghasilkan penyisihan yang lebih besar. Akhir masa tunak menunjukkan kesamaan karakteristik R1 dan R3 Setelah mencapai kondisi tunak, maka percobaan dilakukan untuk kondisi aliran batch diikuti dengan kondisi aliran kontinyu. IV.4 Percobaan Batch Setelah melewati masa aklimatisasi, ketiga reaktor dioperasikan secara batch. Pengoperasian secara batch dilakukan dengan tidak mengalirkan air limbah pada influen maupun effluen. Konsentrasi air limbah yang digunakan adalah 300 mg/l. Sampel diambil tiap tiga jam pada titik pengambilan sampling kedua. Pengudaraan pada R1 dilakukan secara intermttent 2 jam hidup-2 jam mati, R2 4 jam hidup-4 jam mati, dan R3 diberikan pengudaraan menerus. Hasil pengambilan sampling berupa nilai konsentrasi S COD pada ketiga reaktor ditunjukkan pada Gambar IV.3. 67

350 Konsentrasi S COD (mg/l) 300 250 200 150 100 50 0 0 5 10 15 20 Jam Reaktor R1 R2 R3 Gambar IV.3 Penyisihan kadar S COD pada R1, R2 dan R3 dalam kondisi Batch Gambar IV.3 di atas menunjukkan penurunan materi organik tercepat terutama di dalam 6 jam pertama, setelah itu laju penurunan bahan organik berangsur-angsur menurun sampai akhir masa pengambilan sampel pada jam ke-18. Percobaan secara batch menunjukkan profil penurunan S COD mengikuti reaksi orde ke-1. Ketiga reaktor menunjukkan profil yang sama. Hal ini adalah sesuai dengan teori umum bahwa laju reaksi keseluruhan untuk reaktor biofilter mengikuti orde ke-1 (Mann & Stephenson, 1997). Perhitungan laju penyisihan S COD pada percobaan batch dengan pendekatan persamaan III.8 untuk masing-masing R1, R2 dan R3 adalah 0.013, 0.014, dan 0.014 mg S COD.(jam.mg biomassa) -1. Di sini terlihat bahwa perbandingan laju penyisihan S COD dalam percobaan batch menunjukkan laju penyisihan S COD yang tidak jauh berbeda, artinya penambahan oksigen secara intermittent tidak berpengaruh secara signifikan, tetapi berat biofilm yang terbentuk berpengaruh seperti yang terlihat pada Tabel IV.2. IV.5 Percobaan Kontinyu Percobaan kontinyu dilakukan setelah dilakukan percobaan batch. Percobaan kontinyu bertujuan untuk mengamati kinerja reaktor pada kondisi pengudaraan 68

yang diberikan. Sebagai parameter pembanding adalah bahan organik (S COD ), amonium, DO, TSS, ph dan temperatur. Tabel IV.3 Kondisi Beban Organik selama percobaan Run Laju HRT HLR Inlet COD OLR (l.hari -1 ) (jam) (m.hari -1 ) (mg.l -1 ) (kgcod.m -3.hari -1 ) 1 43,2 4 2.88 300 0,906 2 43,2 4 2,88 400 1,208 3 43,2 4 2,88 500 1,510 Parameter-parameter selain bahan organik diamati pada kondisi inlet COD 300 mg.l -1. Pengambilan sampel dan pemeriksaan dilakukan 6 kali tiap 3 jam. 600 500 Konsentrasi S COD (mg/l) 400 300 200 100 Inlet R1 R2 R3 0 24 25 26 27 28 29 Waktu (jam) Gambar IV.4 Penyisihan kadar S COD pada variasi konsentrasi influen dengan Q= 43,2 l.hari-1 dan HRT = 4 jam Pengaruh kondisi pengudaraan terhadap kondisi reaktor dilihat berdasarkan dampaknya secara umum pada reaktor dengan mengamati kondisi efluen Amonium, S COD, DO dan TSS. 69

Pengamatan dilakukan pada konsentrasi influen COD teoritis 300 mg/l. Limbah yang digunakan adalah limbah buatan sukrosa dengan konsentrasi Amonium di influen 5 mg/l, ph rata-rata di influen 7,4, dan temperatur rata-rata 23,22 o C, maksimum 23,8 o C dan minimum 22 o C. Alkalinitas diberikan berupa CaCO 3 dengan konsentrasi 60 mg/l. Pengamatan dilakukan pada tiga reaktor masing-masing R1 untuk pengudaraan 2 jam hidup 2 jam mati (2-2), R2 dengan pengudaraan 4 jam hidup 4 jam mati (4-4), dan R3 dengan pengudaraan menerus. Pengudaraan diberikan dengan menggunakan aeratorr akuarium tipe coarse bubble. Debit udaraa yang diberikan sebesar 3,5 l/menit. Sampel diambil tiap tiga jam dengan 6 kali pengambilan sampel. Pengambilann sampel yang dilakukukan tiap tiga jam dengan kombinasi pengudaraan 2-2, 4-4, dan menerus akan memberikan waktu-waktu yang berbeda-beda (Gambar IV.1). Dengan metode ini, sampling dengan kondisi udara maka tidak diperlukan pengukuran parameter seperti laju pemakaian oksigen dan koefisien transfer massa seperti yang dilakukan Harris et al (1996). Gambar IV.5 Hubungan antara pengambilan sampel dan kondisi pengudaraan IV.5.1 Oksigen terlarut Pemeriksaan konsentrasi oksigen terlarut dilakukan secara langsung (in situ) pada sampel yang diambil menggunakan metode elektrometrik. Sampel diambil pada 70

tiap titik ketinggian untuk tiap reaktor. Pengukuran konsentrasi DO dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan temperatur air dan ph. Pengambilan sampel dilakukan tiap rentang waktu tiga jam. Hasil pengambilan sampel untuk tiap reaktor dapat dilihat pada Gambar IV.6, IV.7, dan IV.8. Sedangkan rata-rata konsentrasinya dapat dilihat pada Gambar IV.9. Gambar IV.10 menunjukkan hubungan antara waktu pengambilan sampel dengan kondisi pengudaraan pada tiap reaktor saat itu. 8 Konsentrasi DO (mg/l) 6 4 2 R1 30 cm 60 cm Outlet Inlet 0 1 3 5 Sampling ke- Gambar IV.6 Profil konsentrasi DO pada pengudaraan 2 jam-2 jam 7 Konsentrasi DO (mg/l) 6 5 4 3 2 1 0 1 3 5 Sampling ke- R2 30 cm 60 cm Outlet Inlet Gambar IV.7 Profil konsentrasi DO pada pengudaraan 4 jam-4 jam 71

8 Konsentrasi DO (mg/l) 6 4 2 0 R3 30 cm 60 cm outlet Inlet 1 2 3 4 5 6 Sampling ke- Gambar IV.8 Profil konsentrasi DO pada pengudaraan menerus Gambar IV.9 Rata-rata DO untuk tiap titik sampling Gambar IV.10 Hubungan kondisi pengudaraan dan DO untuk ketiga reaktor 72