DESKRIPSI KARAKTER SISWA PADA PEMBELAJARAN SAINS MATERI BUNYI DI SMP DI KOTA GORONTALO

dokumen-dokumen yang mirip
PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN KARAKTER SISWA SMP PADA MATERI AJAR BUNYI. Oleh:

PERAN GURU DALAM MENANAMKAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DASAR 1

Karakter di Sekolah, (Jogjakarta: DIVA Press, 2013), hlm Jamal Ma ruf Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan

DWIJACENDEKIA Jurnal Riset Pedagogik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERSEPSI GURU GEOGRAFI TERHADAP PENERAPAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SMA NEGERI SE-KOTA GORONTALO. Oleh :

PEMBELAJARAN MENULIS KARYA ILMIAH BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER

BAB I PENDAHULUAN. bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dampak globalisasi yang terjadi saat ini membawa masyarakat Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha membina kepribadian dan kemajuan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan moral bagi siswa sangat penting untuk menunjang kreativitas. siswa dalam mengemban pendidikan di sekolah dan menumbuhkan

PEMBENTUKAN WATAK BANGSA INDONESIA MELALUI PENDIDIKAN PANCASILA SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN BANGSA INDONESIA ABAD 21

PENDIDIKAN KEPRAMUKAAN SEBAGAI PEMBENTUKKAN KARAKTER SISWA KELAS V SDN NGLETH 1 KOTA KEDIRI

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL* 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

PENGIMPLEMENTASIAN PENDIDIKAN KARAKTER OLEH GURU SEJARAH

BAB I PENDAHULUAN. harus dijaga, di asuh dengan sebaik-baiknya. Kiranya semua setuju dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan peradaban dan kebudayaan suatu bangsa,

MEMBANGUN KARAKTER MELALUI INTERNALISASI NILAI-NILAI PANCASILA DI LINGKUNGAN KELUARGA. Listyaningsih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karakter di Sekolah Dasar Negeri 2 Botumoputi Kecamatan Tibawa Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. telah mengundang berbagai musibah dan bencana di negri ini. Musibah dan

BAB I PENDAHULUAN. sangat komplek, dimulai dari sistem pendidikan yang berubah-ubah ketika

Kata kunci: Keterampilan Dasar Mengajar Mahasiswa PPL-1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGARUH IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER TERHADAP ASPEK AFEKTIF SISWA. Pipin Erlina, Umi Chotimah

BAB I PENDAHULUAN. sikap, perilaku, intelektual serta karakter manusia. Menurut Undang-Undang

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER PADA PROSES PEMBELAJARAN PKn KELAS X SMA (Studi Kasus Di SMA Muhammadiyah 4 Kartasura Tahun Pelajaran 2011/2012)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

CERITA RAKYAT DEWI SRITANJUNG SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI KEARIFAN LOKAL

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. segala lingkungan dan sepanjang hidup. Pendidikan dapat dikatakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya sangatlah tidak mungkin tanpa melalui proses pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. didik dapat mempertahankan hidupnya kearah yang lebih baik. Nasional pada Pasal 1 disebutkan bahwa :

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S- 1. Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. maka diajukan kesimpulan sebagai berikut: dilaksanakan dengan menginternalisasikan nilai-nilai karakter dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS MUATAN NILAI-NILAI KARAKTER PADA BUKU SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR TEMA INDAHNYA KEBERSAMAAN

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan dalam Undang-undang nomor 20 tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BUDAYA SALAMAN SEBAGAI UPAYA MENUMBUHKAN KARAKTER BERSAHABAT DI LINGKUNGAN SEKOLAH (Studi Kasus Pada Siswa SMK Negeri 1 Banyudono Kabupaten Boyolali)

BAB I PENDAHULUAN. membangun banyak ditentukan oleh kemajuan pendidikan. secara alamiah melalui pemaknaan individu terhadap pengalaman-pengalamannya

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Adapun berkarakter diartikan sebagai berkepribadian, berperilaku,

BAB I PENDAHULUAN. patriotisme, dan ciri khas yang menarik (karakter) dari individu dan masyarakat bangsa

INTEGRASI KEARIFAN LOKAL DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK SEKOLAH DASAR

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan dalam mewujudkan sumber

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang

BAB IV ANALISIS PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KARAKTER SMP NEGERI 1 WONOPRINGGO

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat dapat membawa perubahan kearah yang lebih maju. Untuk itu perlu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini proses pembelajaran hendaknya menerapkan nilai-nilai karakter.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan proses pembelajaran. Di dalam proses

PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS KEARIFAN LOKAL BUDAYA JAWA. Novi Trisna Anggrayni Program Studi Pendidikan Sekolah Dasar Universitas PGRI Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembelajaran di sekolah baik formal maupun informal. Hal itu dapat dilihat dari

PENANAMAN KARAKTER SAFT SEBAGAI UPAYA MENCIPTAKAN CALON PENDIDIK BERKARAKTER DALAM MATA KULIAH MICROTEACHING

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gejolak dalam dirinya untuk dapat menentukan tindakanya.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia ke tengah-tengah persaingan global ialah dengan meningkatkan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE TIPE WINDOW SHOPPING TERHADAP HASIL BELAJAR IPA-FISIKA PADA MATERI HUKUM NEWTON

Upaya Meningkatkan Karakter Siswa Melalui Layanan Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Sosiodrama

commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Tantangan akan semakin besar, dan membutuhkan kelulusan dari

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan pada dasarnya memiliki tujuan untuk mengubah perilaku

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL INQUIRY PADA MATA PELAJARAN IPA

Prioritas pembangunan nasional sebagaimana yang dituangkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu negara terletak pada kemajuan pendidikan yang diterapkan

BAB I PENDAHULUAN. pertama, pendidikan mengandung nilai dan memberikan pribadi anak agar. dipengaruhi dan didukung oleh lingkungan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional Pasal 3 disebutkan, pendidikan nasional berfungsi

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH. Agus Munadlir Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP PGRI Wates

BAB I PENDAHULUAN. Krisis Multidimensional, (Jakarta: PT Bumi Aksara.2011), Hlm. 14.

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1. Pendidikan Kewarganegaraan.

BAB I PENDAHULUAN. Multidimensional, (Jakarta: PT Bumi Aksara ), hlm. 35. Multidimensional, hlm 1

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamika perubahan sosial budaya masyarakat. mengembangkan dan menitikberatkan kepada kemampuan pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. semua pihak terhadap pendidikan anak-anak, karena anak adalah amanah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penurunan moral dalam diri masyarakat terlihat semakin nyata akhirakhir

BAB I PENDAHULUAN. No. 20/2003 tentang Sistem pendidikan Nasional Pasal I Ayat I,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia terlupa akan pendidikan karakter bangsa. Padahal,

BAB I PENDAHULUAN. yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISIS MODEL PENILAIAN KOMPETENSI SOSIAL PADA MATA PELAJARAN PAI DI SD NEGERI 01 GUMAWANG KEC. WIRADESA KABUPATEN PEKALONGAN

I. PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas manusia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sudarwan Danim, Pengantar Kependidikan Landasan, Teori, dan 234 Metafora

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang. Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya menyiapkan manusia

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mancapai derajat Sarjana S-1. Program Studi Pendidikan Matematika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) tentang

Oleh SALIIA AI{TOGIA NIM: Dr. Arwildayanto, S.Pd, M.Pd ItilP: I001

NASKAH PUBLIKASI MUATAN DAN IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PROSES PEMBELAJARAN

Transkripsi:

DESKRIPSI KARAKTER SISWA PADA PEELAJARAN SAINS MATERI BUNYI DI SMP DI KOTA GORONTALO 1. Sukmawati Saleh Mahasiswa Program Studi Fisika 2. Dr. Nawir Sune, M.Si Dosen Universitas Negeri Gorontalo 3. Nova Elysia Ntobuo, S.Pd, M.Pd Dosen Universitas Negeri Gorontalo Alamat: Jalan Jenderal Sudirman no.6 Gorontalo KP 98128 ung.ac.id ABSTRAK Penelitian ini merupakan suatu penelitian deskriptif kualitatif yang dilaksanakan pada semester genap T.A 212/213. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tentang karakter siswa SMP Negeri di Kota Gorontalo. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa di SMP Negeri di Kota Gorontalo. Sampel dalam penelitian ini yaitu siswa kelas VIII yang ada di SMP Negeri di Kota Gorontalo, pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling (sampel bertujuan). Penelitian ini dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung. Teknik pengumpulan datanya dilakukan dengan menggunakan instrument penilaian karakter siswa. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa gambaran karakter peserta didik dalam pembelajaran sains sudah nampak, hal ini terlihat dari indikator yang telah sesuai. Karakter religius, komunikatif, dan menghargai keragaman adalah karakter yang paling terlihat pada diri peserta didik sedangkan karakter kejujuran adalah yang masih sedikit dimiliki peserta didik karena masih banyak peserta didik yang belum memperlihatkan perilaku dari karakter tersebut sehingga masih memerlukan banyak bimbingan dari semua pihak, termasuk orang tua. Kata kunci: karakter siswa, pembelajaran sains PENDAHULUAN Pendidikan karakter dimaksudkan agar lahir kesadaran bersama untuk membangun karakter generasi muda yang kokoh. Sehingga mereka tidak terombangambing oleh modernisasi yang menjanjikan kenikmatan sesaat serta mengorbankan kenikmatan masa depan yang panjang dan abadi. Disinilah, pentingnya pendidikan karakter disekolah secara intensif dengan keteladanan, kearifan, dan kebersamaan, 1

baik dalam program intra kurikuler maupun ekstra kurikuler, sebagai pondasi kokoh yang bermanfaat bagi masa depan peserta didik. Pendidikan karakter pada siswa SMP dapat dilakukan melalui implementasi Ilmu Pengetahuan Alam atau sains. Melalui pembelajaran IPA ini guru dapat menyisipkan nilai-nilai yang berguna dalam menumbuhkan karakter siswa. Bisa melalui materi, proses dalam pembelajaran, maupun alat peraga yang digunakannya. Hal yang terpenting dalam penanaman pendidikan karakter yaitu selain melalui tahap dan proses yang lama juga memerlukan objek-objek yang dapat mendukungnya, salah satunya IPA. Dengan demikian peserta didik akan mengerti dan menanamkan dengan sendirinya karakter itu melalui proses belajar sehari-hari. Secara umum pendidikan karakter sudah mulai diterapkan disemua sekolah. Tetapi dalam proses pembelajaran guru hanya mencantumkan karakter apa saja yang akan dinilai, padahal dalam kenyataannya guru hanya menilai tingkat kecerdasan dari peserta didik tersebut tanpa melihat karakter-karakter apa saja yang terlihat selama proses pembelajaran berlangsung. Berdasarkan permasalahan diatas maka perlu dilakukan suatu penelitian dengan judul Deskripsi Karakter Siswa pada Pembelajaran Sains Materi Bunyi di SMP di Kota Gorontalo. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran karakter siswa SMP Negeri di Kota Gorontalo pada proses pembelajaran sains. Kajian Pustaka Pengertian Karakter Menurut Pusat Bahasa Depdiknas karakter adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, personalitas, sifat, tabiat, watak. Adapun yang berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak. (KEMENDIKNAS, 21:12) Pendapat lain dikemukakan oleh Suyatno (dalam Wibowo, 211:33), karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi cirri khas tiap individu untuk 2

hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik dalah individu yang bisa membuat keputusan yang ia buat. Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa karakter adalah ciri atau sifat seseorang yang dapat dilihat dari tingkah lakunya berupa tindakan, sikap, dan tutur kata. Pengertian Pendidikan Karakter Amanah UU SESDIKNAS tahun 23 itu bermakna agar pendidiakan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkpribadian atau berkarakter. Sehingga, lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas dengan nilai-nilai luhur bangsa serta agama. Pendidikan karakter secara terpadu di dalam pembelajaran adalah pengenalan nilai-nilai, fasilitasi diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran, baik yang berlangsung didalam maupun diluar kelas pada semua mata pelajaran. Pada dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai dan menjadikannya perilaku. Peranan Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Sains Implementasi pendidikan karakter tidaklah mudah. Diperlukan proses yang panjang dalam membangun karakter itu sendiri. Karena di sekolah-sekolah, kita tidak hanya menjadikan anak cerdas otak tetapi juga watak yang cerdas. Dalm pembentukan watak serta otak yang cerdas tidaklah mudah, diperlukan kesabaran dan harus berjalan tahap demi tahap. Tahap demi tahap tersebut harus selalu berkesinambungan. Siswa usia SMP, merupakan usia dalam tahap perubahan. Yaitu, dari usia anakanak memasuki usia remaja, yang mengubah kondisi fisik dan mental dari alam 3

kanak-kanak menjadi alam remaja. Pada usia ini anak mulai mencari jati dirinya, siapa dia, dari mana dia berasal, ke mana dia akan menuju (cita-cita). Usia SMP, merupakan usia yang rawan bagi seorang anak untuk terjerumus dalam hal-hal yang buruk. Hal ini disebabkan anak belum dapat membedakan mana yang terbaik untuknya dan mana yang berbahaya untuk dirinya. Untuk itu, pada masa-masa ini, sangat diperlukan keteladanan. Maka dalam pengembangan keteladanan, disini sains berperan sebagai suatu sarana dalam pendidikan karakter. Karena dengan Ilmu Pengetahuan Alam atau sains yang diajarkan kepada siswa SMP tersebut dapat memberikan keteladanan tersendiri. (Aqib:21:12) HASIL PENELITIAN Penelitian ini merupakan sebuah upaya pengungkapan secara deskriptif tentang gambaran karakter-karakter siswa yang muncul pada saat pemebelajaran sains di kelas. Berikut ini disajikan histogram karakter yang muncul di SMP di Kota Gorontalo. SMP Negeri 1 Gorontalo Pertemuan pertama 15 5 BT Gambar 1 presentase karakter siswa yang muncul pada pertemuan pertama di SMP Negeri 1 Gorontalo 4

Pertemuan kedua 15 5 BT Gambar 2 presentase karakter siswa yang muncul pada pertemuan kedua di SMP Negeri 1 Gorontalo Pertemuan ketiga 2 BT Gambar 3 presentase karakter siswa yang muncul pada pertemuan ketiga di SMP Negeri 1 Gorontalo SMP Negeri 2 Gorontalo Pertemuan pertama 15 5 BT Gambar 4 presentase karakter siswa yang muncul pada pertemuan pertama di SMP Negeri 2 Gorontalo 5

Pertemuan kedua 15 5 BT Gambar 5 presentase karakter siswa yang muncul pada pertemuan kedua di SMP Negeri 2 Gorontalo Pertemuan ketiga 15 5 BT Gambar 6 presentase karakter siswa yang muncul pada pertemuan ketiga di SMP Negeri 1 Gorontalo SMP Negeri 13 Gorontalo Pertemuan pertama 12 8 6 4 2 BT Gambar 7 presentase karakter siswa yang muncul pada pertemuan pertama di SMP Negeri 13 Gorontalo 6

Pertemuan kedua 12 8 6 4 2 BT Gambar 8 presentase karakter siswa yang muncul pada pertemuan kedua di SMP Negeri 13 Gorontalo Pertemuan ketiga 15 5 BT Gambar 9 presentase karakter siswa yang muncul pada pertemuan pertama di SMP Negeri 13 Gorontalo PEAHASAN Penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap dan memberikan gambaran tentang karakter karakter apa saja yang muncul saat pembelajaran sains khususnya materi bunyi pada peserta didik di SMP di Kota Gorontalo. Pada garmbar histogram diatas karakter siswa yang dinilai dalam proses pembelajaran sains dapat di amati dengan jelas walaupun demikian keteramatan dari karakter-karakter ini muncul dari beberapa kategori pengamatan yang berbeda-beda yaitu pada kategori BT (belum terlihat), (mulai terlihat), (mulai berkembang), dan (membudaya). Keteramatan karakter-karakter ini dapat diuraikan sebagai berikut : 7

1. Karakter religius Untuk kategori pada pertemuan pertama di SMP Negeri 1 Gorontalo sebesar %, dan di SMP 13 Gorontalo sebesar %, ini menunjukkan bahwa keseluruhan peserta didik sudah mulai memperlihatkan adanya perilaku untuk berdoa pada saat memulai dan mengakhiri pembelajaran dikelas, sedangkan untuk SMP Negeri 2 Gorontalo kategori sebesar % yang muncul pada pertemuan pertama, ini menggambarkan keseluruhan peserta didik sudah memperlihatkan perilaku untuk berdoa sebelum dan sesudah pembelajaran. Pada pertemuan kedua untuk kategori di SMP Negeri 1, SMP Negeri 13 dan SMP Negeri 13 Gorontalo sebesar % menggambarkan keseluruhan peserta didik sudah memperlihatkan perilaku untuk berdoa sebelum dan sesudah pembelajaran. Sedangkan untuk pertemuan ketiga kategori yang muncul di ketiga sekolah tersebut adalah kategori sebesar %, ini terlihat bahwa peserta didiknya sudah melaksanakan kewajibannya untuk berdoa dan sebelum dan sesudah pembelajaran tanpa dipandu dari gurunya. 2. Karakter Kreatif Untuk kategori BT pada pertemuan pertama di SMPN 1 Gorontalo sebesar 14,29%, SMPN 2 Gorontalo sebesar 33,33%, dan SMPN 13 Gorontalo 33,33%, untuk pertemuan kedua di SMPN 1 Gorontalo sebesar sebesar 26,92%, SMPN 2 Gorontalo sebesar 35,71%, dan SMPN 13 Gorontalo sebesar 29,62%, sedangkan pada pertemuan ketiga untuk SMPN 1 Gorontalo sebesar 19,23%, SMPN 2 Gorontalo sebesar 16,66% dan SMPN 13 Gorontalo sebesar 23,33%, dikarenakan peserta didik yang ada pada ketiga sekolah tersebut masih ada beberapa yang belum bisa mengungkapkan pendapatnya tentang materi yang diajarkan. Untuk kategori pada pertemuan pertama di SMPN 1 sebesar 57,14%, SMPN 2 sebesar 36,66%, dan SMPN 13 sebesar 52,38%, untuk pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar 26,92%, SMPN 2 sebesar 25%, dan SMPN 13 sebesar 33,33%, 8

sedangkan pada pertemuan ketiga untuk SMPN 1 sebesar 3,76%, SMPN 2 sebesar 3% dan pada pertemuan ketiga sebesar 2%. Hal ini menggambarkan beberapa peserta didik yang ada di ketiga sekolah tersebut sudah memperlihatkan keberaniannya untuk mengunggkapkan pendapat tentang materi yang diajarkan. Untuk kategori pada pertemuan pertama di SMPN 1 sebesar 28,57%, SMPN 2 sebesar 33,33%, dan SMPN 13 sebesar 14,28%, pada pertemuan kedua untuk SMPN 1 sebesar 46,15%, SMPN 2 sebesar 39,28%, dan SMPN 13 sebesar 48,14%, sedangkan pada pertemuan ketiga di SMPN 1 sebesar 5%, SMPN 2 sebesar 53,33 dan SMPN 13 sebesar 56,66%. Ini dikarenakan peserta didik diketiga sekolah tersebut tidak ragu lagi dalam menyampaikan pendapatnya sehingga dapat dimengerti oleh guru dan peserta didik yang lain. 3. Karakter Tanggung Jawab Untuk kategori BT pada pertemuan pertama di SMPN 1 sebesar 15,38%, SMPN 2 sebesar 2%, dan SMPN 13 sebesar 28,57%, pada pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar 15,38%, SMPN 2 sebesar 2% dan SMPN 13 sebesar 33,33%, sedangkan pada pertemuan ketiga di SMPN 1 sebesar 4,76%, SMPN 2 sebesar 32,14% dan SMPN 13 sebesar 26,66%. Dikarenakan beberapa peserta didik yang ada pada ketiga sekolah tersebut belum mampu mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Untuk kategori pada pertemuan pertama di SMPN 1 sebesar 61,9%, SMPN 2 sebesar 53,33% dan SMPN 13 sebesar 52,38%, pada pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar 11,54%, SMPN 2 sebesar 32,14% dan SMPN 13 sebesar 37,4%, sedang untuk pertemuan ketiga di SMPN 1 sebesar 26,92%, SMPN 2 sebesar 33,33% dan SMPN 13 sebesar 13,33%. Ini dikarenakan ketiga sekolah tersebut beberapa peserta didiknya sudah terlihat mampu mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. 9

Untuk kategori pada pertemuan pertama di SMPN 1 sebesar 33,33%, SMPN 2 sebesar 26,66%, dan SMPN 13 sebesar 14,28%, pada pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar 3,76%, SMPN 2 sebesar 39,28%, dan SMPN 13 sebesar 48,14%, sedang untuk pertemuan ketiga di SMPN 1 sebesar 61,54%, SMPN 2 sebesar 5%, dan SMPN 13 sebesar 6%. Ini menunjukkan beberapa peserta didik yang ada pada ketiga sekolah tersebut sudah mampu mencapai tujuan pemebelajaran yang ingin dicapai. 4. Karakter Kejujuran Untuk kategori BT pada pertemuan pertama di SMPN 1 sebesar 61,9%, SMPN 2 sebesar 43,33%, dan SMPN 13 sebesar 52,38%, pada pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar 53,84%, SMPN 2 sebesar 39,28% dan SMPN 13 sebesar 4,74%, sedangkan pada pertemuan ketiga di SMPN 1 sebesar 5%, SMPN 2 sebesar 33,33% dan SMPN 13 sebesar 3%. Hal ini menggambarkan beberapa siswa yang ada pada ketiga sekolah tersebut masih belum menaati tata tertib yang telah diatur oleh sekolah. Untuk kategori pada pertemuan pertama di SMPN 1 sebesar 28,57%, SMPN 2 sebesar 43,33%, dan SMPN 13 sebesar 23,8%, pada pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar 23,7%, SMPN 2 sebesar 28,57% dan SMPN 13 sebesar 33,33%, sedangkan pada pertemuan ketiga di SMPN 1 sebesar 26,92%, SMPN 2 sebesar 3% dan SMPN 13 sebesar 26,66%. Hal ini dikarenakan ada beberapa peserta didik yang ada pada ketiga sekolah tersebut sudah mulai terlihat mematuhi tata tertib yang telah diatur oleh sekolah. Untuk kategori pada pertemuan pertama di SMPN 1 sebesar 9,5%, SMPN 2 sebesar 26,66%, dan SMPN 13 sebesar 23,8%, pada pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar 15,38%, SMPN 2 sebesar 25% dan SMPN 13 sebesar 25,92%, sedangkan pada pertemuan ketiga di SMPN 1 sebesar 19,23%, SMPN 2 sebesar 2% dan SMPN 13 sebesar 23,33%. Ini dikarenakan beberapa peserta didik 1

yang ada pada ketiga sekolah tersebut telah memperlihatkan perkembangannya perilakunya dengan mematuhi peraturan tata tertib yang telah diatur oleh sekolah. Untuk kategori hanya muncul pada pertemuan kedua dan ketiga, yaitu pada pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar 7,69%, dan SMPN 2 sebesar 39,28, dan sedang untuk pertemuan ketiga untuk SMPN 1 sebesar 7,69%, SMPN 2 sebesar 23,33% dan di SMPN 13 sebesar 2%. Hal ini menunjukan beberapa peserta didik yang ada pada ketiga sekolah tersebut telah melaksanakan semua peraturan sekolah dengan baik. 5. Karakter Komunikatif Untuk kategori BT tidak muncul di ketiga pada pertemuan pertama, hal ini ditunjukan dengan keteramatan semua indicator komunikatif telah dimilki oleh peserta didik. Untuk kategori pada pertemuan pertama di SMPN 1, SMPN 2 dan SMPN 13 sebesar %, pada pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar 11,54%, dan SMPN 2 sebesar 17,86%. Untuk kategori tidak muncul pada pertemuan pertama di ketiga sekolah tersebut. Dan untuk pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar 3,76% dan SMPN 2 sebesar 25% sedangkan di SMPN 13 pada pertemuan kedua kategori tidak muncul. Untuk kategori hanya muncul pada pertemuan kedua dan ketiga, yaitu pada pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar 57,69%, SMPN 2 sebesar 57,14% dan SMPN 13 sebesar %, sedangkan pada pertemuan ketiga di SMPN 1, SMPN 2 dan SMPN 13 presentasi untuk kategori sama besar yaitu %. 6. Karakter Toleransi Untuk kategori hanya muncul pada pertemuan pertama diketiga sekolah tersebut yaitu sebesar %, hal ini menunjukan peserta didik yang ada pada ketiga sekolah tersebut perkembangan sikap toleransi sudah meningkat dengan baik. Sedangkan untuk kategori hanya muncul pada pertemuan kedua diketiga sekolah 11

tersebut yaitu sebesar %, Ini menunjukan peserta didik yang ada pada ketiga sekolah tersebut sikap toleransinya sudah membudaya. 7. Karakter Menghargai Keragaman Untuk kategori di SMP 1, 2, dan 13 Gorontalo pada pertemuan pertama dan kedua presentasenya sama besar yaitu %, ini menunjukan seluruh peserta didik benar-benar mempelihatkan sikap menerima pembegian kelompok tanpa membedakan suku, budaya, ras dan agama. 8. Karakter Percaya Diri Untuk kategori BT pada pertemuan pertama di SMPN 1 sebesar 19,4%, SMPN 2 sebesar 3%, dan SMPN 13 sebesar 19,4%, untuk pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar sebesar 19,23%, SMPN 2 sebesar 28,57%, dan SMPN 13 sebesar 33,33%, sedangkan pada pertemuan ketiga untuk SMPN 1 sebesar 23,8%, SMPN 2 sebesar 33,33% dan SMPN 13 sebesar 16,66%. Ini dikarenakan beberapa peserta didik yang ada pada ketiga sekolah tersebut belum terlihat sikap percaya dirinya untuk menyampaikan ide atau melakukan sesuatu dengan yakin dan benar. Untuk kategori pada pertemuan pertama di SMPN 1 sebesar 33,33%, SMPN 2 sebesar 4%, dan SMPN 13 sebesar 52,38%, untuk pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar sebesar 19,23%, SMPN 2 sebesar 39,28%, dan SMPN 13 sebesar 11,11%, sedangkan pada pertemuan ketiga untuk SMPN 1 sebesar 23,8%, SMPN 2 sebesar 23,33% dan SMPN 13 sebesar 26,66%. Ini dikarenakan beberapa peserta didik yang ada pada ketiga sekolah tersebut sudah mulai terlihat sikap percaya dirinya, karena beberapa peserta didiknya telah berani menyampaikan idea tau melakukan sesuatu dengan yakin dan benar. Untuk kategori pada pertemuan pertama di SMPN 1 sebesar 18,9%, SMPN 2 sebesar 3%, dan SMPN 13 sebesar 28,57%, untuk pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar sebesar 61,54%, SMPN 2 sebesar 32,14%, dan SMPN 13 sebesar 12

55,55%, sedangkan pada pertemuan ketiga untuk SMPN 1 sebesar 53,84%, SMPN 2 sebesar 53,33% dan SMPN 13 sebesar 56,66%, ini dikarenakan beberapa peserta didik yang ada pada ketiga sekolah tersebut sudah berkembang 9. Karakter Kesantunan Untuk kategori BT pada pertemuan pertama di SMPN 1 sebesar 33,33%, SMPN 2 sebesar 26,66%, dan SMPN 13 sebesar 28,57%, untuk pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar sebesar 7,69%, SMPN 2 sebesar 28,57%, dan SMPN 13 sebesar 25,93%, ini dikarenakan beberapa peserta didik yang ada pada ketiga sekolah tersebut sudah mulai memperlihatkan kecakapan berkomunikasi secara efisien dan efektif. Untuk kategori pada pertemuan pertama di SMPN 1 sebesar 33,33%, SMPN 2 sebesar 46,66%, dan SMPN 13 sebesar 61,9%, untuk pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar sebesar 23,8%, SMPN 2 sebesar 14,28%, dan SMPN 13 sebesar 25,93%, ini dikarenakan beberapa peserta didik yang ada pada ketiga sekolah tersebut sudah mulai memperlihatkan kecakapan berkomunikasi secara efisien dan efektif. Untuk kategori pada pertemuan pertama SMPN 1 sebesar 33,33%, SMPN 2 sebesar 26,66%, dan SMPN 13 sebesar 9,25% dan pada pertemuan kedua untuk SMPN 1 sebesar 19,23%, SMPN 2 sebesar 26,66%, dan SMPN 13 sebesar 37,4%, Untuk kategori di SMPN 1 hanya muncul pada pertemuan kedua dan ketiga yaitu sebesar 5% dan 34,62%, sedangkan untuk SMPN 2 dan SMPN 13 kategori hanya muncul pada pertmuan ketiga yaitu sebesar %. Karakter ingin tahu Untuk kategori BT pada pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar 23,8%, SMPN 2 sebesar 25% dan SMPN 13 sebesar 25,93%, Hal ini menunjukan bahwa pada ketiga sekolah tersebut masih terdapat beberapa peserta didik yang belum memperlihatkan sikap keingintahuannya terhadap eksperimen yang telah dilakukan. Untuk kategori pada pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar 38,46%, SMPN 2 dan SMPN 13 13

sebesar 25%,. Dan untuk kategori pada pada pertemuan kedua di SMPN 1 sebesar 57,69%, SMPN 2 dan SMPN 13 sebesar 46,66%. Hal ini menunjukan bahwa pada ketiga sekolah tersebut sudah terdapat beberapa peserta didik yang memperlihatkan perkembangan sikap keingintahuannya terhadap eksperimen yang telah dilakukan. 1. Karakter Disiplin Untuk kategori hanya muncul di SMPN 1 sebesar 3,76%, ini menunjukan bahwa beberapa peserta didik yang ada di SMP Negeri 1 baru mulai memperlihatkan karakter kedisiplinannya, sedangkan untuk SMPN 2 dan SMPN 13 tidak muncul. Untuk kategori di SMPN 1 sebesar 57,69%, SMPN 2 dan SMPN 13 sebesar 46,66%, Ini menunjukan bahwa beberapa peserta didik yang ada pada ketiga sekolah tersebut sudah mulai memperlihatkan perkembangan perilaku disiplin. Sedangkan untuk kategori di SMPN 1 sebesar 11,54%, SMPN 2 dan SMPN 13 sebesar 53,33%. Ini menunjukan bahwa beberapa peserta didik yang ada pada ketiga sekolah tersebut perkembangan kedisiplinan sudah lebih meningkat. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat simpulkan bahwa gambaran karakter peserta didik dalam pembelajaran sains sudah nampak, hal ini terlihat dari indicator yang telah sesuai. Karakter religius, komunikatif, dan menghargai keragaman adalah karakter paling terlihat pada diri peserta didik sedangkan karakter kejujuran adalah karakter yang masih sedikit dimiliki peserta didik karena masih banyak peserta didik yang belum memperlihatkan perilaku dari karakter tersebut sehingga masih memerlukan banyak bimbingan dari semua pihak, termasuk orang tua. 14

SARAN a. Hendaknya guru tidak hanya melihat tingkat kecerdasan peserta didi, tetapi harus mmerhatikan karakter apa saja yang tergambar pada saat pembelajran b. Hendaknya orang harus selalu mengawasi tingkah laku anaknya c. Hendaknya sekolah dapat melaksanakan agenda rutin untuk dapat memebentuk karakter peserta didik. d. Sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut DAFTAR PUSTAKA Aunillah, Nurla Isna. 211. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah. Jakarta : Laksana Amin, Maswardi Muhammad. 211. Pendidikan Karakter Anak Bangsa.Tanjungpinang:Baduose Media Jakarta Aqib dan Sujak. 21. Panduan dan Aplikasi Pendidikan Karakter. Surabaya : Yrama Widya Asmani, Jamal Ma ruf. 211. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Pati : DIVA Press Giancoli, Douglas. 21. FISIKA Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta : Erlangga Kementerian Pendidikan Nasional. 21. Pengembangan Pendidikan Budaya dan karakter Bangsa. Jakarta Muslich, Masnur. 211. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta : PT Bumi Aksara Sagala, Syaiful. 23. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta Samani dan Hariyanto. 211. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Surabaya : PT Remaja Rosdakarya Wibowo, Agus. 211. Pendidikan Karakter Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban. Playen : Pustaka Pelajar 15

16

17