BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang tidak sesuai dengan tempat dan waktunya (Suratmo, 2002). Suara tersebut

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #9 Genap 2014/2015. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

Kebisingan Kereta Api dan Kesehatan

PENENTUAN TINGKAT KEBISINGAN SIANG MALAM DI PERKAMPUNGAN BUNGURASIH AKIBAT KEGIATAN TRANSPORTASI TERMINAL PURABAYA SURABAYA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP-48/MENLH/11/1996 TENTANG BAKU TINGKAT KEBISINGAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 mengenai kesehatan

ABSTRAK. Kata Kunci : Kebisingan, Jalan Raya.

BAB I PENDAHULUAN. contoh adalah timbulnya masalah kebisingan akibat lalu lintas.

Evi Setiawati Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Semarang

JURNAL ILMU-ILMU TEKNIK - SISTEM, Vol. 10 No. 2

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

seperti transportasi darat, laut dan udara. Manusia sebagai makluk yang kompleks Bandar Udara Djalaludin Gorontalo merupakan satu-satunya bandara yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. udara tersebut ikut bergetar (Harnapp dan Noble, 1987). dirasakan sebagai gangguan (Mangunwijaya, 1988).

EVALUASI TINGKAT KEBISINGAN PADA KAWASAN PENDIDIKAN AKIBAT PENGARUH LALU LINTAS KENDARAAN

BAB I PENDAHULUAN. lahan untuk bermukim. Beberapa diantara mereka akhirnya memilih untuk

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 Tentang : Baku Tingkat Kebisingan

ANALISIS PENGARUH VOLUME DAN KECEPATAN KENDARAAN TERHADAP TINGKAT KEBISINGAN PADA JALAN DR. DJUNJUNAN DI KOTA BANDUNG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 40 TAHUN 2017 TENTANG BAKU TINGKAT KEBISINGAN

- BUNYI DAN KEBISINGAN -

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, kimia, biologi maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

hidup yang ada disekitarnya termasuk manusia.

BAB I PENDAHULUAN. kondisi kesehatan, aktivitas karyawan perlu dipertimbangkan berbagai potensi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VI. DAMPAK PENINGKATAN VOLUME LALU LINTAS TERHADAP LINGKUNGAN. Volume lalu lintas pada dasarnya merupakan proses perhitungan yang

Tabel 2.1 Tangga Intensitas dari Kebisingan Skala Intensitas Desibels Batas Dengar Tertinggi

KEBISINGAN (NOISE) Dr. Ir. Katharina Oginawati, MS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan teknologi yang semakin meningkat mendorong Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. aspek. Direktur Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi

PEMETAAN TINGKAT KEBISINGAN AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI DI JALAN KALIWARON-KALIKEPITING SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan gangguan fisiologis,

PENGARUH PAGAR TEMBOK TERHADAP TINGKAT KEBISINGAN PADA PERUMAHAN JALAN RATULANGI MAKASSAR ABSTRAK

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 176 TAHUN 2003

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN STRES MASYARAKAT DI PEMUKIMAN SEKITAR REL KERETA API SRAGO GEDE

KONDISI LINGKUNGAN KERJA YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN ANALISIS KARAKTERISTIK PEKERJA DENGAN GANGGUAN KETULIAN PEKERJA PABRIK KELAPA SAWIT

BIOAKUSTIK. Akustik membahas segala hal yang berhubungan dengan bunyi,

KEBISINGAN DI BAWAH LAUT

ANALISIS KEBISINGAN PADA KAWASAN COMPRESSOR HOUSE UREA-1 PT. PUPUK ISKANDAR MUDA, KRUENG GEUKUEH ACEH UTARA

Suma mur (2009) dalam bukunya menyatakan faktor-faktor yang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. NIDCD (2010) menyatakan bahwa kejadian gangguan pendengaran akibat bising

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu kebisingan. Kebisingan dapat dibagi tiga macam kebisingan.

Syarifuddin *, Muzir Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh, Aceh-Indonesia * Corresponding Author:

ANALISIS KEBISINGAN AKIBAT ARUS LALULINTAS DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA

ANALISA KEBISINGAN AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI DI JALAN AHMAD YANI KOTA SORONG

ANALISA TINGKAT KEBISINGAN LALU LINTAS DI JALAN RAYA DITINJAU DARI BAKU TINGKAT YANG DIIJINKAN

PRISMA FISIKA, Vol. II, No. 2 (2014), Hal ISSN : TINGKAT KEBISINGAN AKIBAT AKTIVITAS MANUSIA DI RUANG INAP RUMAH SAKIT

BAB I PENDAHULUAN. proses industri dipercepat untuk mendapatkan produksi semaksimal mungkin.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Rhaptyalyani Fakultas Teknik Univeristas Sriwijaya Jl. Raya Prabumulih- Palembang km 32 Indralaya, Sumatera Selatan.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

ARDHINA NUR HIDAYAT ( ) Dosen Pembimbing: Ir. Didik Bambang S, MT.

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ( X Print) B-101

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dapat bersumber dari suara kendaraan bermotor, suara mesin-mesin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan aktivitas masyarakat perkotaan dalam berbagai kegiatan

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KEBISINGAN DENGAN GANGGUAN STRES MASYARAKAT DI PEMUKIMAN SEKITAR REL KERETA API SRAGO

Model Persamaan Tingkat Kebisingan Lalu Lintas Di Jalan Dr. Djunjunan Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Bising didefinisikan sebagai bunyi tidak dikehendaki yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Semua suara yang tidak

TEKNIK TATA CARA KERJA MODUL KONDISI LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEGIATAN MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Lingkungan Kerja. Dosen Pengampu : Ratih Setyaningrum,MT.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau

BAB I PENDAHULUAN. yang dihasilkan oleh setiap kendaraan menjadi sumber polusi utama yaitu sekitar

BAB I PENDAHULUAN. hiburan seperti mempublikasikan film, lagu, video, game online dan lain

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

tidak dikehendaki (noise is unwanted sound). Dalam rangka perlindungan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DAMPAK KEBISINGAN VERSUS GANGGUAN PSIKOLOGIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gangguan kesehatan berupa ganngguan pendengaran (auditory) dan extrauditory

Pengaruh Kebisingan Konstruksi Gedung Terhadap Kenyamanan Pekerja Dan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. industrialisasi di Indonesia maka sejak awal disadari tentang kemungkinan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KEBISINGAN RUANG WEAVING UNIT WEAVING B DI PT. DELTA MERLIN DUNIA TEXTILE IV

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia dan perilaku, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini, kota-kota di Indonesia telah mengalami perkembangan yang sangat

BAB 6. SATUAN UKURAN KEBISINGAN

GANGGUAN PENDENGARAN DI KAWASAN KEBISINGAN TINGKAT TINGGI (Suatu Kasus pada Anak SDN 7 Tibawa) Andina Bawelle, Herlina Jusuf, Sri Manovita Pateda 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara atau penghantar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat. Hal ini diketahui dari bertambahnya jumlah kendaraan bermotor

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan sejalan dengan penetapan status Bandara Adisutjipto

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis, dan jika tidak dikehendaki

BAB I PENDAHULUAN. canggih yang biasa digunakan selain pemakaian tenaga sumber daya manusia. Mesinmesin

Kebisingan KEBISINGAN. Dedy Try Yuliando Mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Andalas Padang

POTENSI MATERIAL LANTAI HALAMAN DALAM MEREDUKSI KEBISINGAN LALU LINTAS

STUDI TINGKAT KEBISINGAN LALU LINTAS JALAN TOL PADALARANG-CILEUNYI TERHADAP PERUMAHAN TAMAN HOLIS INDAH KOTA BANDUNG.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di negara-negara industri, bising merupakan masalah utama kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan disektor industri dengan berbagai proses produksi yang

Program Konservasi Pendengaran (1) Hearing Conservation Program (1)

Transkripsi:

5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebisingan Lalu lintas Kebisingan adalah bentuk suara yang tidak diinginkan atau bentuk suara yang tidak sesuai dengan tempat dan waktunya (Suratmo, 2002). Suara tersebut tidak diinginkan karena mengganggu pembicaraan dan telinga manusia, yang dapat merusak pendengaran atau kenyamanan manusia, kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki karena tidak sesuai dengan konsep ruang dan waktu sehingga menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan manusia (Sasongko, dkk, 2000). Sumber kebisingan dibedakan bentuknya atas dua jenis sumber yaitu sumber titik (berasal dari sumber diam) dan sumber garis (berasal dari sumber bergerak) yang umumnya berasal dari kegiatan transportasi. Reaksi orang terhadap kebisingan tergantung beberapa faktor seperti kenyaringan, lama frekuensi dan interaksi kebisingan dengan sumber bising lain, karena kebisingan tidak hanya tergantung pada besaran fisik saja tetapi juga melibatkan faktor lingkungan (Siswanto, 1991). Sumber kebisingan di daerah perkotaan diantaranya berasal dari mesin pabrik, peralatan kantor, peralatan rumah tangga dan dari sektor transportasi. Menurut Morlok (1995) peningkatan kecepatan lalu lintas dan peningkatan arus kendaraan sangat mempengaruhi tingkat kebisingan. Sumber dari suatu kendaraan yang menimbulkan kebisingan pada umumnya berasal dari getaran mesin, saluran pemasukan udara ke mesin, saluran pembuangan gas hasil

6 pembakaran (exhaust), transmisi, gesekan roda dengan permukaan jalan, rem, faktor aerodinamis dan muatan. Berdasarkan jenisnya maka kebisingan dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu steady state noise dan non steady noise. Non steady noise terdiri dari fluctuating, intermitten dan impulsive noise (Lipscomb,1987). Dikatakan Steady state noise jika intensitas kebisingan memiliki fluktuasi tidak lebih dari 6 db(a), seperti : suara yang ditimbulkan oleh kompresor, kipas angin, dapur pijar, suara mesin gergaji sirkuler dan katup gas. Fluctuating noise merupakan kebisingan kontinu, suara mengeras kemudian melemah secara cepat atau perlahan lahan selama periode observasi, seperti : bising yang dihasilkan oleh pesawat terbang dan bising dari sarana hiburan seperti radio dan televisi. Intermitten noise merupakan kebisingan kontinu, melemahnya intensitas suara ke tingkat yang sangat rendah atau tidak berbahaya dari intensitas tinggi dalam waktu yang relatif cepat, tetapi terulang secara tetap atau tidak, seperti : bising yang ditimbulkan dari sarana hiburan seperti konser musik. Sedangkan impulsive noise merupakan kelompok non steady noise dimana waktu yang dibutuhkan untuk mencapai intensitas puncak tidak lebih dari 35 milisekon (ms) dan waktu yang dibutuhkan untuk penurunan intensitas sampai 20 db(a) di bawah puncaknya tidak lebih dari 500 meter, seperti : suara yang menimbulkan ledakan, suara tembakan dan pukulan martil. Jenis kebisingan yang bersumber dari lalu lintas jalan raya umumnya termasuk fluctuating noise, kecuali pada saat kepadatan lalu lintas yang rendah dan pada waktu tertentu dilewati oleh kendaraan berat, dimana jenis kebisingan

7 seperti ini termasuk intermitten noise seperti kebisingan yang ditimbulkan oleh kereta api. 2.2 Efek Kebisingan Selama ini orang berpendapat bahwa kebisingan hanya dapat menimbulkan efek terhadap indra pendengaran. Menurut Siswanto (1991) selain menyebabkan ketulian, kebisingan sering menimbulkan beberapa gangguan seperti : gangguan percakapan, tidur, pelaksanaan tugas, perasaan, dan faal tubuh. Gangguan percakapaan terjadi jika seseorang berbicara di suatu ruang bising, maka suara orang tersebut sulit ditangkap atau dimengerti oleh pendengarnya, sehingga harus berteriak atau mendekat terhadap lawan bicaranya. Hasil penelitian menyatakan bahwa seseorang mengalami ganguan tidur jika prosentase seseorang terbangun dari tidurnya adalah 5 % pada tingkat intensitas suara 40 db(a) dan meningkat sampai 30 % pada 70 db(a). Pada tingkat intensitas suara yakni 100 sampai 120 db(a), hampir setiap orang akan terbangun dari tidurnya (The Heating Air Conditioning Industry, US. Enviromental Protection Agency/EPA, March, 1974 dalam Siswanto,1991). Efek kebisingan juga dapat menyebabkan gangguan pelaksanaan tugas. Hasil penelitian di laboratorium bahwa gangguan ini mempunyai hasil yang bertentangan, dimana beberapa kesimpulannya meliputi : kebisingan yang terputus-putus lebih mengganggu daripada kebisingan kontinu dan intermitten noise, pekerjaan yang rumit akan lebih banyak mengganggu daripada pekerjaan yang lebih sederhana, kebisingan dengan frekuensi yang tinggi (>1000 Hz) lebih mengganggu daripada kebisingan yang frekuensinya rendah, dan kebisingan lebih

8 banyak mengganggu kecermatan atau ketelitian bekerja seseorang daripada kualitas kerja. Gangguan perasaan berupa perasaan tidak senang dan mudah marah (Annoyance), beberapa faktor yang mempengaruhi gangguan perasaan antara lain : karakteristik kebisingan meliputi tingkat intensitas dan frekuensinya, kepekaan seseorang terhadap kebisingan (personal sensitivity to noise), sikap seseorang terhadap sumber kebisingan (our attitude to noise source), dan interupsi dari bising (Interuption from the noise). Gangguan faal tubuh yang dimaksud adalah berbagai perubahan biologi akan terjadi bilamana seseorang mengalami stress. Perubahan-perubahan biologik yang dapat terjadi antara lain adalah menyempitnya pembuluh darah (kecuali pembuluh darah pada otot dan otak). Penyempitan terutama terjadi pada usus. Selain itu stres akan menyebabkan pula sekresi adrenalin meningkat yang mengakibatkan denyut nadi, tekanan darah dan frekuensi pernafasan meningkat. Demikian pula kemampuan darah untuk membeku juga akan meningkat. Jaringan lemak dalam tubuh akan dimobilisasi ke dalam aliran darah sehingga kadar kolesterol dalam darah akan meningkat. Hal-hal yang tersebut akan menyebabkan seseorang yang terpapar oleh bising relatif mudah terserang penyakit jantung. 2.3 Baku Mutu Tingkat Kebisingan Provinsi Bali Definisi baku mutu tingkat kebisingan menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No : Kep-48/MNLH/11/1996 adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan

9 sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Baku mutu kebisingan yang berlaku di Provinsi Bali mengacu pada Keputusan Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup. Di dalam baku mutu tingkat kebisingan Provinsi Bali telah ditentukan bahwa ambang batas tingkat kebisingan untuk kawasan perumahan dan pemukiman adalah sebesar 55 db(a). A Tabel 2.1 Baku Mutu Tingkat Kebisingan Provinsi Bali Peruntukan Kawasan/Lingkungan Kegiatan Peruntukan Kawasan Tingkat Kebisingan db(a) 1 Perumahan dan Pemukiman 55 2 Perdagangan dan Jasa 70 3 Perkantoran dan Perdagangan 65 4 Ruang Terbuka Hijau 55 5 Industri 70 6 Pemerintahan dan Fasilitas Umum 60 7 Rekreasi 70 8 Khusus : - Pelabuhan Laut 70 - Cagar Budaya 60 - Bandar Udara*) 75-75 WECPNL B Lingkungan Kegiatan 1 Rumah Sakit atau Sejenisnya 55 2 Sekolah atau Sejenisnya 55 3 Tempat Ibadah dan Sejenisnya 55 Sumber : Peraturan Gubernur Bali No : 8 Tahun 2007 Keterangan : *) = disesuaikan dengan ketentuan Menteri Perhubungan db(a) = desibel WECPNL = Weighted Equivalent Continuous Perceived Noise Level

10 Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup Provinsi Bali sesuai dengan Keputusan Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2008 dapat ditunjukan pada Tabel 2.1 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suarna, dkk. (2007) mengenai permasalahan kebisingan di Kota Denpasar menunjukan bahwa tingkat kebisingan lalu lintas dibeberapa tempat di Kota Denpasar sudah melebihi baku mutu lingkungan menurut Peraturan Gubernur Bali No. 8 tahun 2007, dan Keputusan Menteri LH No. 48 Tahun 1996. 2.4 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kebisingan Lalu Lintas. 2.4.1 Volume lalu lintas Hasil penelitian dari Departmen of Transport, UK London (1988) menunjukkan bahwa tingkat kebisingan dipengaruhi oleh volume lalu lintas. Semakin tinggi volume lalu lintas maka semakin tinggi pula tingkat kebisingan. Volume lalu lintas (Q) sangat berpengaruh terhadap kebisingan lalu lintas mengingat bahwa tingkat kebisingan lalu lintas merupakan harga total dari beberapa tingkat kebisingan dari masing-masing jenis kendaraan atau akan membentuk fungsi linear terhadap tingkat kebisingan pada saat kecepatan kendaraan bermotor 55 km/jam (Malkhamah,1992). 2.4.2 Kecepatan rata-rata Kecepatan adalah jarak yang ditempuh dalam satuan waktu atau nilai perubahan jarak terhadap waktu (Abubakar, 1999). Terdapat 4 (empat) klasifikasi utama yang sering digunakan dalam mempelajari kecepatan arus lalu lintas, yaitu :

11 kecepatan sesaat/titik (spot speed), kecepatan perjalanan (journey speed), Kecepatan bergerak (running speed), dan Tundaan (delay). Kecepatan sesaat/titik (spot speed) merupakan kecepatan kendaraan sesaat pada waktu kendaraan tersebut melintasi suatu titik tetap tertentu di jalan, yang dalam pengukuran manual dapat dituliskan dalam persamaan sebagai berikut : dengan : V = kecepatan sesaat (km/jam) D = jarak daerah pengamatan (m) T = waktu tempuh (detik) Kecepatan perjalanan (journey speed) merupakan kecepatan suatu kendaraan untuk menyelesaikan suatu perjalanan dari awal perjalanan sampai dengan akhir perjalanan, kecepatan bergerak (running speed) merupakan kecepatan dimana suatu kendaraan benar-benar bergerak dalam meyelesaikan suatu perjalanan atau dapat dikatakan kecepatan perjalanan dikurangi dengan adanya hambatan atau tundaan. Tundaan (delay) merupakan waktu dimana suatu kendaraan tidak bergerak dalam menyelesaikan perjalanannya yang dikarenakan adanya hambatan dalam pergerakannya. Malkhamah (1992), menunjukkan dari hasil penelitiannya bahwa tingkat kebisingan minimal tercapai pada kecepatan rata rata 20 km/jam dan 30 km/jam untuk berbagai volume dan prosentase kendaraan disel. Pada kecepatan rendah tingkat kebisingan di jalan raya relatif tinggi karena pada kecepatan ini cenderung

12 terjadi perpindahan transmisi dan perlambatan dan percepatan. Kebisingan terjadi pada kecepatan tinggi biasanya didominasi oleh suara yang berasal dari proses aerodinamika, gesekan ban dan suara mesin. Departmen of Transport, UK London (1988) menerangkan bahwa kecepatan merupakan parameter penting dalam menentukan kebisingan, semakin tinggi kecepatan maka tingkat kebisingan akan semakin tinggi pula. Hal ini disebabkan karena pada kecepatan yang tinggi maka putaran mesin akan tinggi pula dan pada putaran mesin yang tinggi akan menghasilkan suara yang keras. 2.4.3 Prosentase kendaraan berat Prosentase kendaraan berat adalah merupakan perbandingan jumlah kendaraan berat dengan jumlah kendaraan seluruhnya dalam prosentase pada satuan waktu tertentu. Malkhamah (1992), menunjukkan dari hasil penelitiannya bahwa kendaraan diesel memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kebisingan, hal ini dibuktikan dari uji korelasi yang dilakukan dalam penelitiannya. Departmen of Transport, UK London (1988) meyebutkan bahwa prosentase kendaraan berat (1.525 kg ke atas) memberikan pengaruh terhadap tingkat kebisingan yang cukup besar, hal ini disebabkan kendaraan yang memiliki berat diatas 1.525 kg memiliki mesin dengan kapasitas (cc) besar sehingga suara yang dihasilkan akan lebih tinggi dibandingkan dengan kendaraan yang ber cc kecil dengan teknologi yang sama.

13 2.4.4 Sepeda motor Bising yang ditimbulkan sepeda motor biasanya lebih tinggi daripada kendaraan penumpang, sehingga setiap peraturan kendali kebisingan tidak boleh mengabaikan kebisingan yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh sepeda motor (Departmen of Transport, UK London, 1988). 2.4.5 Faktor-faktor lain Selain faktor-faktor tersebut masih terdapat faktor lain yang mempengaruhi tingkat kebisingan seperti faktor penghalang (tembok, pagar, dan lainnya yang sejenis), faktor permukaan jalan dan gradien jalan dimana dalam penelitian ini tidak dilakukan penelitian secara lebih mendalam. Mackenzie dan Cornwell (1991) menyebutkan bahwa efektivitas dari pengahalang kebisingan tergantung pada lokasi, ketinggian dan jauh jarak antara sumber dan penerima kebisingan. 2.5 Persepsi Penduduk terhadap Kebisingan Simamora (2002) mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses, dimana seseorang menyeleksi, mengorganisasikan dan mengintepretasikan stimuli kedalam suatu gambaran dunia yang berarti dan menyeluruh. Stimuli adalah setiap input yang dapat ditangkap oleh panca indera. Persepsi seseorang mengenai suatu obyek memiliki beberapa indikator atau petunjuk yang bisa dilihat. Beberapa orang mempunyai tanggapan yang berbeda atas suatu pendapat yang sama, pada waktu dan situasi yang sama.

14 Singkatnya pada realitas yang sama, informasi apa yang ditangkap, diperhatikan atau diingat dan keyakinan masing-masing, sehingga menyebabkan persepsi yang berbeda untuk obyek yang sama (Simamora, 2002). Kebisingan sebagai salah satu jenis pencemaran lingkungan mempunyai karakteristik yang berbeda karena penilaian pribadi dan penilaian subyektif sangat menentukan untuk mengenali suara sebagai pencemaran kebisingan atau tidak. Karakteristik ini mengakibatkan perlunya menempatkan kebisingan di antara tingkat-tingkat penilaian subyektif seorang individu yang menangkapnya sebagai kebisingan dan tingkat fisik yang dapat diukur secara obyektif (Sarwono, 1995). Sensitivitas pendengaran manusia dikaitkan dengan suara paling lemah yang masih dapat didengar dan suara paling tinggi yang masih dapat didengar tanpa menimbulkan rasa sakit. Namun demikian pendengaran manusia menjadi kurang sensitif seiring dengan bertambahnya usia (Sasongko, dkk, 2000). Fenomena penurunan tingkat ketajaman pendengaran terhadap frekuensi tinggi ini menjadi lebih jelas pada pria daripada wanita. Anak-anak kecil biasanya dapat mendengar sampai 20.000 hz atau 12.000 hz atau 10.000 Hz, tergantung usianya. Menjelang usia 70 tahun sebagian besar manusia tidak dapat mendengar di atas 80.000 Hz (Sumardi, 1993). Penyebabnya adalah terjadinya degenerasi sel rambut, kekakuan membran basilar, penurunan suplai darah ke koklea, degenerasi sel otak dan lain-lain (Soediono, 1993). Perbedaan respon terhadap kebisingan di antaranya dapat disebabkan karena faktor pemahaman subyektif dari suara yang berbeda dari satu orang dengan lainnya. Kemampuan adaptasi terhadap kondisi lingkungan yang berbeda-

15 beda antara satu orang dengan orang lainnya juga dapat mempengaruhi respon seseorang terhadap kebisingan. Holahan (1982) mengatakan bahwa bunyi yang terus menerus dan teratur menyebabkan orang menjadi terbiasa dan dapat beradaptasi terhadap bunyi tersebut. Menurut Schiffman (1982), proses adaptasi ini berupa hilangnya kepekaan terhadap bunyi yang didengar. Hal yang sama diuangkapkan oleh Sarwono (1995) yang menyatakan bahwa adaptasi yang terjadi setelah stimulus muncul berkali-kali adalah berupa berkurangnya perhatian terhadap sumber kebisingan. Beberapa jenis gangguan akibat kebisingan dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Jenis-jenis gangguan yang ditimbulkan oleh kebisingan Fisik Jenis gangguan Kehilangan pendengaran Akibat fisiologis Uraian Perubahan ambang batas sementara Perubahan ambang batas permanen Tekanan darah meningkat Psikologis Gangguan emosional Gangguan gaya hidup Gangguan pendengaran Sumber : Efendi (2003) Kejengkelan, kebingungan Gangguan tidur dan istirahat Hilang konsentrasi bekerja/membaca Gangguan percakapan Gangguan mendengarkan televisi Berbagai kota dan standar internasional mencoba untuk menemukan hubungan antar pengukuran kebisingan dan reaksi manusia. Salah satu indikator adalah kenyamanan berbicara berkurang pada tingkat kebisingan 60 db(a), sehingga banyak peraturan standar baku mutu ditetapkan nilai rata-rata kebisingan (Leq) kurang dari 65 db(a). Selain itu juga dibedakan antara tingkat kebisingan

16 pada siang hari dan malam hari, dikarenakan pada malam hari kebanyakan penduduk menggunakan waktunya untuk tidur sehingga dibutuhkan suasana yang lebih tenang (Erich, 2001). 2.6 Pengukuran Tingkat Kebisingan Lalu Lintas Tingkat kebisingan lalu lintas dinyatakan dengan satuan desibel (db). Kebisingan lalu lintas dapat diukur dengan alat yang disebut Sound Level Meter (Harris,1979). Jumlah dan waktu terjadinya bising juga penting dalam mengukur kebisingan lingkungan. Salah satu cara yang dipergunakan untuk menyatakan tingkat kebisingan yang merupakan tingkat tekanan suara rata-rata dalam interval waktu tertentu adalah tingkat kebisingan ekivalen. Tingkat kebisingan ekivalen merupakan tingkat teoritis kebisingan ekivalen yang tetap dalam energi terhadap kebisingan sebenarnya yang fluktuatif pada suatu periode waktu tertentu, misalnya dalam satu hari. Nilai Leq dapat dihitung dengan menggunakan persamaan di bawah ini (Mackenzie dan Cornwell, 1991). L eq 10 log i n i 1 10 L i / 10 t i dengan : Leq = tingkat kebisingan ekivalen n L i t i = jumlah sampel yang diambil = tingkat kebisingan dalam db(a) dari sampel ke i = waktu pengambilan sampel