BAB III METODE PENELITIAN. Identifikasi tumbuhan dan karakterisasi simplisia dilakukan sebelum pembuatan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. pembuatan simplisia, karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, pembuatan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dengan rancang bangun penelitian

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman

Lampiran 2. Tumbuhan dan daun ketepeng. Universitas Sumatera Utara

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

Lampiran 1.Identifikasi tumbuhan

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Simplisia 3.4 Karakterisasi Simplisia

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian bulan Desember 2011 hingga Februari 2012.

LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Alur Kerja Ekstraksi Biji Alpukat (Persea Americana Mill.) Menggunakan Pelarut Metanol, n-heksana dan Etil Asetat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan

BAB IV PROSEDUR KERJA

Lampiran 1. Hasil identifikasi bunga lawang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

Lampiran 1. Gambar 1. Talus Segar Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium.

BAB III METODE PENELITIAN. adalah dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 95%. Ekstrak yang

3 METODOLOGI PENELITIAN

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat,

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorium, mengenai uji potensi antibakteri ekstrak etilasetat dan n-heksan

Lampiran 1. Hasil identifikasi dari jenis rumput laut Kappaphycus alvarezii (Doty)

BAB 3 PERCOBAAN. Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah kelinci albino New Zealand yang diperoleh dari peternakan kelinci di Lembang.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Oktober Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tanaman Jengkol

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Juni 2014 di Laboraturium

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

Lampiran 1. Surat keterangan hasil identifikasi tumbuhan jahe merah

BAB III PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Mikroba Uji

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

Lampiran 1. Hasil Identifikasi hewan Teripang. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode ekperimental meliputi penyiapan alat,

BAB III BAHAN DAN METODA

A : Tanaman ceplukan (Physalis minima L.)

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tanaman Kecipir

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Metode Penelitian. asetat daun pandan wangi dengan variasi gelling agent yaitu karbopol-tea, CMC-

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian dan

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI. Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan Rancangan

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Garis besar jalannya penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Identifikasi Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Hasil identifikasi daun ekor naga (Rhaphidopora pinnata (L.f.) Schott.)

BAB III METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas

III. Metode Penelitian A. Waktu dan Tempat Penelitian kelimpahan populasi dan pola sebaran kerang Donax variabilis di laksanakan mulai bulan Juni

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium Pertanian Universitas Sultan Syarif Kasim Riau.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April-Juni 2014 di Laboratorium

Lampiran 1. Hasil identifikasi sponge

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kulit jengkol, larva

BAB III METODOLOGI. III. 1 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembuatan sabun pencuci piring ialah :

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008.

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

Lampiran 1. Hasil identifikasi tanaman jambu bol (Syzygiun malaccense L. Merr & Perry)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

BAB III METODE PENELITIAN

Standardisasi Obat Bahan Alam. Indah Solihah

Lampiran 2. Morfologi Tanaman Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth)

MATERI DAN METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan secara eksperimental. Metode penelitian meliputi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan rimpang lengkuas merah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Mikroorganisme Uji Propionibacterium acnes (koleksi Laboratorium Mikrobiologi FKUI Jakarta)

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

Transkripsi:

BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental parametrik. Identifikasi tumbuhan dan karakterisasi simplisia dilakukan sebelum pembuatan ekstrak kulit buah pisang raja, kemudian dilanjutkan dengan pembuatan ekstrak kulit buah pisang raja secara maserasi, pembuatan sediaan gel dari ekstrak kulit buah pisang raja, evaluasi stabilitas sediaannya dan pengujian aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah pisang raja (Musa X paradisiaca AAB) dan sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja terhadap bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis dengan metode difusi agar menggunakan pencadang kertas. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakognosi, Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Farmasi Fisik Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan. 3.1 Alat Alat-alat yang digunakan adalah: spektrofotometer Visibel (Dynamica Halo Vis- 10), laminar airflow cabinet (Astec HLF 1200 L), oven (Gallenkamp), autoklaf (Fison), inkubator (Memmert), lemari pendingin (Toshiba), neraca analitik (Mettler AE 200), ph meter (Hanna Instruments), rotary evaporator (Haake D), freeze dryer (Christ), blender, alat maserasi, alat penetapan kadar air, lemari pengering, jarum ose, bunsen, mikro pipet (Eppendorf), pipet tetes, alumunium foil, kertas perkamen, tissu, pencadang kertas (Oxoid), cawan petri, kapas steril, jangka sorong, mortir, stamfer, spatula dan alat-alat gelas. 18

3.2 Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk simplisia kulit buah pisang raja (Musa X paradisiaca AAB), etanol 80%, air suling, HPMC 4000, propilenglikol, metil paraben, bakteri uji: Propionibacterium acne (ATCC 6919), Staphylococcus epidermidis (ATCC 12228), media nutrient agar (NA), media nutrient broth (NB), pereaksi Molisch, pereaksi Dragendorff, pereaksi Bouchardat, pereaksi Mayer. Bahan kimia yang digunakan kecuali dinyatakan lain adalah berkualitas pro analisa yaitu: asam klorida pekat, asam asetat anhidrida, asam sulfat pekat, besi (III) klorida, etanol, amil alkohol, n-heksan, isopropanol, kloroform, metanol, natrium hidroksida, serbuk magnesium, timbal (II) asetat, toluena dan dimetil sulfoksida (DMSO). 3.3 Penyiapan Sampel 3.3.1 Pengumpulan sampel Pengambilan bahan dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang digunakan adalah kulit buah pisang raja (Musa X paradisiaca AAB) yang sudah cukup tua dan berwarna hijau yang diperoleh dari Desa Sawit Rejo, Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. 3.3.2 Identifikasi sampel Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor. 3.3.3 Pengolahan sampel Buah pisang raja yang telah dikumpulkan, dicuci bersih dengan air mengalir, dikupas dan diambil bagian kulitnya, kemudian kulit buah pisang raja 19

dikumpulkan sebanyak 8,6 kg dan dipotong sepanjang + 4 cm. Kulit buah ini dikeringkan di lemari pengering pada suhu 40-60 0 C hingga kering, dimana jika simplisia tersebut sudah kering dapat dipatahkan, simplisia ditimbang sebagai berat kering, kemudian simplisia diserbuk menggunakan blender, disimpan dalam wadah plastik yang tertutup rapat dan terlindung dari panas dan sinar matahari. Serbuk simplisia yang diperoleh sebanyak 1,3 kg. 3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut etanol, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar abu tidak larut asam. 3.4.1 Pemeriksaan makroskopik Pemeriksaan makroskopik dilakukan pada kulit buah pisang raja (Musa X paradisiaca AAB) dengan mengamati morfologi luar tumbuhan. 3.4.2 Penetapan kadar air Penetapan kadar air simplisia dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen). a. Penjenuhan toluena Sebanyak 200 ml toluena dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml (WHO,1992). b. Penetapan kadar air simplisia Kemudian ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah 20

toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1992). 3.4.3 Penetapan kadar sari larut air Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling 1000 ml) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105 o C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995). 3.4.4 Penetapan kadar sari larut etanol Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah dikeringkan dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring, 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara dan sisanya dipanaskan pada suhu 105 o C sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995). 21

3.4.5 Penetapan kadar abu total Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 600 o C selama 3 jam. Kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995). 3.4.6 Penetapan kadar abu tidak larut asam Abu yang telah diperoleh dalam penetapan abu didinginkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring dengan kertas masir atau kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bobot yang dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995). 3.5 Skrining Fitokimia Skrining fitokimia serbuk simplisia kulit buah pisang raja meliputi: pemeriksaan senyawa alkaloid, glikosida, saponin, flavonoid, tanin dan steroid/triterpenoid. 3.5.1 Pemeriksaan alkaloid Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk tes alkaloid. Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalam masing-masing tabung reaksi dimasukkan 0,5 ml filtrat. Pada tabung: 22

a. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat b. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff c. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer Alkaloid disebut positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada paling sedikit 2 tabung reaksi dari percobaan diatas (Depkes RI, 1979). 3.5.2 Pemeriksaan glikosida Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 g kemudian disari dengan 30 ml campuran 7 bagian volume etanol 96% dan 3 bagian volum air suling ditambah dengan 10 ml asam klorida 2N. Direfluks selama 30 menit, lalu didinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4M, lalu dikocok selama 5 menit dan disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran 3 bagian kloroform dan 2 isopropanol dilakukan berulang sebanyak tiga kali. Kumpulan sari air diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50 o C. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa digunakan untuk percobaan berikut, yaitu 0,1 ml larutan percobaan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, diuapkan di penangas air. Sisa dilarutkan dalam 2 ml air suling dan 5 tetes pereaksi Molish, kemudian secara perlahan ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat. Glikosida positif jika terbentuk cincin ungu (Depkes RI, 1979). 3.5.3 Pemeriksaan saponin Sebanyak 0,5 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik, timbul busa yang mantap tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm. Ditambahkan 1 tetes larutan asam klorida 2N, bila buih tidak hilang menunjukkan adanya saponin (Depkes RI, 1979). 23

3.5.4 Pemeriksaan flavonoid Sebanyak 10 g sebuk simplisia kemudian ditambahkan 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, filtrat yang diperoleh kemudian diambil 5 ml lalu di tambahkan 0,1 g serbuk Mg dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966). 3.5.5 Pemeriksaan tanin Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml air suling, disaring lalu filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml larutan filtrat lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida. Terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966). 3.5.6 Pemeriksaan steroid/triterpenoid Sebanyak 1 g sampel dimaserasi dengan n-heksan selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap, pada sisa ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat. Timbul warna biru atau hijau menunjukkan adanya steroid dan timbul warna merah, pink atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid (Farnsworth, 1966). 3.6 Pembuatan Ekstrak Serbuk simplisia diekstraksi dengan cara maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 80%. Cara kerja: Sebanyak 1200 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam wadah maserasi, lalu ditambahkan 9000 ml pelarut etanol 80% selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, lalu diserkai dan diperas. Lalu ampas dicuci dengan cairan 24

penyari secukupnya sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak 12000 ml, kemudian didiamkan selama 2 hari dan dienap tuang. Maserat diuapkan dengan bantuan alat penguap rotary evaporator pada temperatur + 50 o C dan dipekatkan dalam freeze dryer sampai diperoleh ekstrak kental (Ditjen POM, 1979). 3.7 Pembuatan Media untuk Bakteri Uji 3.7.1 Nutrient agar (NA) Komposisi: Lab-Lemco powder 1,0 Yeast extract 2,0 Peptone 5,0 Sodium chloride 5,0 Agar 15,0 Cara pembuatan: Sebanyak 28 gram serbuk Nutrient Agar (NA) dilarutkan dalam 1 L air suling steril dan dipanaskan sampai semua bahan larut sempurna, kemudian disterilkan di autoklaf pada suhu 121 o C selama 15 menit (Oxoid, 1998). 3.7.2 Nutrient broth (NB) Komposisi: Lab-Lemco powder 1,0 Yeast extract 2,0 Peptone 5,0 Sodium chloride 5,0 Cara pembuatan: Sebanyak 13 gram serbuk Nutrient Broth (NB) dilarutkan dalam 1 L air suling steril dan dipanaskan sampai semua bahan larut sempurna, kemudian disterilkan di autoklaf pada suhu 121 o C selama 15 menit (Oxoid, 1998). 25

3.7.3 Pembuatan agar miring Ke dalam tabung reaksi steril dimasukkan 3 ml media nutrient agar steril, didiamkan pada temperatur kamar sampai membeku pada posisi membentuk sudut 45 o, kemudian tabung disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 5 o C. 3.8 Pembuatan Stok Kultur 3.8.1 Pembuatan stok kultur bakteri Propionibacterium acne Satu koloni bakteri Propionibacterium acne diambil dengan jarum ose steril, lalu diinokulasikan pada permukaan media nutrient agar miring dengan cara menggores, kemudian diinkubasikan pada suhu 35 ± 2 o C selama 24 jam (Ditjen POM, 1995). 3.8.2 Pembuatan stok kultur bakteri Staphylococcus epidermidis Satu koloni bakteri Staphylococcus epidermidis diambil dengan jarum ose steril, lalu diinokulasikan pada permukaan media nutrient agar miring dengan cara menggores, kemudian diinkubasikan pada suhu 35 ± 2 o C selama 24 jam (Ditjen POM, 1995). 3.9 Pembuatan Inokulum Bakteri 3.9.1 Pembuatan inokulum bakteri Propionibacterium acne Cara kerja: Koloni bakteri Propionibacterium acne diambil dari stok kultur dengan menggunakan jarum ose steril, kemudian disuspensikan ke dalam 10 ml larutan Nutrient Broth (NB) steril lalu diinkubasikan pada suhu 35 ± 2 o C sampai didapat kekeruhan dengan transmitan 25% menggunakan alat spektrofotometer UV panjang gelombang 580 nm (Ditjen POM, 1995). 26

3.9.2 Pembuatan inokulum bakteri Staphylococcus epidermidis Cara kerja: Koloni bakteri Staphylococcus epidermidis diambil dari stok kultur diambil menggunakan jarum ose steril, kemudian disuspensikan ke dalam 10 ml larutan Nutrient Broth (NB) steril lalu diinkubasikan pada suhu 35 ± 2 o C sampai didapat kekeruhan dengan transmitan 25% menggunakan alat spektrofotometer UV panjang gelombang 580 nm (Ditjen POM, 1995). 3.10 Sterilisasi Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam uji aktivitas antibakteri ini disterilkan lebih dahulu sebelum dipakai. Media disterilkan di autoklaf pada suhu 121 o C selama 15 menit dan alat-alat gelas lainnya disterilkan di oven pada suhu 160-170 o C selama 2-3 jam. Jarum ose dibakar dengan lampu bunsen (Pratiwi, 2008). 3.11 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Kulit Buah Pisang Raja dengan Berbagai Konsentrasi Sebanyak 1 g ekstrak kulit buah pisang raja ditimbang, lalu ditambahkan dimetil sulfoksida (DMSO) hingga volume total 2 ml dan diaduk hingga larut dan didapat konsentrasi 500 mg/ml atau 50% (b/v), kemudian dibuat pengenceran dengan konsentrasi 40%, 30%, 20%, 10%, 7,5%, 5% dan 2,5%. 3.12 Pengujian Aktivitas Antibakteri terhadap Ekstrak Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan terhadap ekstrak kulit buah pisang raja dengan berbagai konsentrasi. Pengujian ini dilakukan dengan metode difusi agar menggunakan pencadang kertas. 27

3.12.1 Bakteri Propionibacterium acne Sebanyak 0,1 ml inokulum dimasukkan ke dalam cawan petri steril, setelah itu dituang media nutrient agar sebanyak 20 ml dengan suhu 45-50 o C, selanjutnya cawan digoyang di atas permukaan meja agar media dan suspensi bakteri tercampur rata. Pada media yang telah padat diletakkan beberapa pencadang kertas yang telah direndam (+ 15 menit) dalam larutan uji ekstrak kulit buah pisang raja dengan berbagai konsentrasi, kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 35 ± 2 o C selama 18-24 jam, lalu diukur diameter daerah hambatan (zona jernih) pertumbuhan di sekitar pencadang dengan menggunakan jangka sorong. 3.12.2 Bakteri Staphylococcus epidermidis Sebanyak 0,1 ml inokulum dimasukkan ke dalam cawan petri steril, setelah itu dituang media nutrient agar sebanyak 20 ml dengan suhu 45-50 o C, selanjutnya cawan digoyang di atas permukaan meja agar media dan suspensi bakteri tercampur rata. Pada media yang telah padat diletakkan beberapa pencadang kertas yang telah direndam (+ 15 menit) dalam larutan uji ekstrak kulit buah pisang raja dengan berbagai konsentrasi, kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 35 ± 2 o C selama 18-24 jam, lalu diukur diameter daerah hambatan (zona jernih) pertumbuhan di sekitar pencadang dengan menggunakan jangka sorong. 3.13 Pembuatan Formula Sediaan Gel Ekstrak Kulit Buah Pisang Raja 3.13.1 Pembuatan basis gel Pembuatan basis gel yang digunakan yaitu berdasarkan formula menurut Soerartri (2004) yaitu: 28

R/ HPMC 3 Propilen glikol 15 Metil paraben 0,18 Air suling ad 100 Cara pembuatan: Air suling dipanaskan secukupnya kemudian diambil air suling panas tersebut sebanyak 20 kali berat HPMC. Kemudian HPMC dikembangkan di dalamnya selama 15 menit, setelah kembang ditambahkan metil paraben yang telah dilarutkan dalam propilen glikol sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen, lalu dicukupkan dengan sisa air suling hingga 100 g (Soerartri, 2004). 3.13.2 Komposisi formula Sediaan dibuat ke dalam tiga konsentrasi dan satu blanko dimana masing masing sediaan memiliki bobot 50 gram. Tabel 3.1 Komposisi formula sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja No. Nama Bahan Blanko (g) FI (g) FII (g) FIII (g) 1. Ekstrak kulit buah pisang raja - 10 15 20 2. Basis gel 50 40 35 30 Keterangan: Blanko = Formula tanpa mengandung ekstrak kulit buah pisang raja FI = Formula mengandung 20% ekstrak kulit buah pisang raja FII = Formula mengandung 30% ekstrak kulit buah pisang raja FIII = Formula mengandung 40% ekstrak kulit buah pisang raja 3.13.3 Cara pembuatan sediaan gel a. Formula I Cara pembuatan: ke dalam lumpang dimasukkan 10 g ekstrak kulit buah pisang raja ditambahkan 40 g basis gel sambil gerus sampai homogen. 29

b. Formula II Cara pembuatan: ke dalam lumpang dimasukkan 15 g ekstrak kulit buah pisang raja ditambahkan 35 g basis gel sambil gerus sampai homogen. c. Formula III Cara pembuatan: ke dalam lumpang dimasukkan 20 g ekstrak kulit buah pisang raja ditambahkan 30 g basis gel sambil gerus sampai homogen. 3.14 Evaluasi Formula Evaluasi formula meliputi evaluasi fisik dan biologi. Evaluasi fisik meliputi pemeriksaan stabilitas fisik sediaan, pemeriksaan homogenitas, penentuan ph dan uji iritasi pada kulit. Evaluasi biologi meliputi pengujian aktivitas antibakteri sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja terhadap Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis dengan metode difusi agar menggunakan pencadang kertas. 3.14.1 Pemeriksaan stabilitas fisik sediaan Pemeriksaan stabilitas sediaan meliputi bentuk, warna dan bau yang diamati secara visual (Ditjen POM, 1985). Sediaan dinyatakan stabil apabila bentuk, warna dan bau tidak berubah secara visual selama penyimpanan dan juga secara visual tidak ditumbuhi jamur. Pengamatan dilakukan pada suhu kamar pada setiap minggu dari minggu ke- 0 hingga minggu ke- 12. 3.14.2 Pemeriksaan homogenitas sediaan Cara: sejumlah tertentu sediaan dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1979). Pengamatan 30

dilakukan pada suhu kamar pada setiap minggu dari minggu ke- 0 hingga minggu ke- 12. 3.14.3 Penentuan ph sediaan Penentuan ph sediaan dilakukan dengan mengunakan ph meter Hanna. Cara: alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar ph netral (ph 7,01) dan larutan dapar ph asam (ph 4,01) hingga alat menunjukkan harga ph tersebut, elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan kertas tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 gram sediaan dan ditambahkan air suling hingga volume total 100 ml, kemudian elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut sampai alat menunjukkan harga ph yang konstan. Angka yang ditunjukkan ph meter merupakan harga ph sediaan (Rawlins, 2003). Pengamatan dilakukan pada suhu kamar pada setiap minggu dari minggu ke-0 hingga minggu ke-12. 3.14.4 Uji iritasi terhadap kulit sukarelawan Uji iritasi terhadap kulit sukarelawan dilakukan dengan cara uji terbuka (open test). Uji tempel terbuka dilakukan dengan mengoleskan sediaan pada lengan bawah bagian dalam dengan luas tertentu (2,5 x 2,5 cm), dibiarkan terbuka dan diamati apa yang terjadi. Uji ini dilakukan dengan mengoleskan sediaan sebanyak 3 kali sehari dalam selang waktu 8 jam selama tiga hari berturut-turut. Reaksi iritasi positif ditandai oleh adanya kemerahan, gatal-gatal, atau bengkak pada kulit lengan bawah bagian dalam yang diberi perlakuan (Wasitaatmadja, 1997; Tranggono dan Latifah, 2007). Sukarelawan yang dijadikan panel pada uji iritasi berjumlah 12 orang, dengan kriteria sebagai berikut (Ditjen POM, 1985): 31

1. Wanita berbadan sehat. 2. Usia antara 20-30 tahun. 3. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi. 4. Bersedia menjadi sukarelawan untuk uji iritasi. 3.14.5 Uji mikrobiologi sediaan Uji mikrobiologi untuk mengetahui aktivitas antibakteri sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja yang dilakukan dengan metode difusi agar menggunakan pencadang kertas dengan cara mengukur diameter hambatan pertumbuhan bakteri terhadap bakteri Propionibacterium acne dan bakteri Staphylococcus epidermidis. 3.14.5.1 Bakteri Propionibacterium acne Sebanyak 0,1 ml inokulum dimasukkan ke dalam cawan petri steril, setelah itu dituang media nutrient agar sebanyak 20 ml dengan suhu 45-50 o C, selanjutnya cawan digoyang di atas permukaan meja agar media dan suspensi bakteri tercampur rata. Pada media yang telah padat diletakkan beberapa pencadang kertas yang telah direndam (+ 15 menit) dalam 0,1 g gel ekstrak kulit buah pisang raja yang telah ditambahkan setetes DMSO, kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 35 ± 2 o C selama 18-24 jam dan diukur diameter daerah hambatan (zona jernih) di sekitar pencadang menggunakan jangka sorong. 3.14.5.2 Bakteri Staphylococcus epidermidis Sebanyak 0,1 ml inokulum dimasukkan ke dalam cawan petri steril, setelah itu dituang media nutrient agar sebanyak 20 ml dengan suhu 45-50 o C, selanjutnya cawan digoyang di atas permukaan meja agar media dan suspensi bakteri tercampur rata. Pada media yang telah padat diletakkan beberapa pencadang kertas yang telah direndam (+ 15 menit) dalam 0,1 g gel ekstrak kulit 32

buah pisang raja yang telah ditambahkan setetes DMSO, kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 35 ± 2 o C selama 18-24 jam dan diukur diameter daerah hambatan (zona jernih) di sekitar pencadang menggunakan jangka sorong. 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan Tumbuhan yang digunakan telah diidentifikasi Herbarium Bogoriense, Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor, adalah tumbuhan pisang raja (Musa X paradisiaca AAB), suku Musaceae. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada lampiran 1, halaman 47. 4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia Kulit Buah Pisang Raja Hasil karakterisasi simplisia terhadap kulit buah pisang raja (Musa X paradisiaca AAB) berupa kulit berwarna hijau dan bergetah dengan ketebalan kulit lebih kurang 0,2 sampai 0,3 cm, panjang 9,5 sampai 11 cm, berbau khas dan berasa kelat. Hasil karakterisasi simplisia kulit buah pisang raja diperoleh kadar air 6,32%, kadar sari yang larut dalam air 34,20%, kadar sari yang larut dalam etanol 36,32%, kadar abu total 4,39% dan kadar abu tidak larut asam 0,84%. Hasil karakterisasi simplisia ekstrak kulit buah pisang raja dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini: Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia kulit buah pisang raja No. Parameter Hasil (%) 1. Kadar air 6,32 2. Kadar sari larut air 34,20 3. Kadar sari larut etanol 36,32 4. Kadar abu total 4,39 5. Kadar abu tidak larut dalam asam 0,84 Penetapan kadar air dilakukan berhubungan dengan mutu simplisia agar tidak mudah ditumbuhi mikroorganisme. Penetapan kadar sari larut air dan larut 34

etanol menyatakan jumlah zat tersari dalam air atau etanol. Penetapan kadar abu dilakukan untuk mendestruksi senyawa organik dan turunannya sehingga yang tersisa senyawa anorganik. Kadar abu tidak larut asam untuk mengetahui kadar senyawa anorganik yang tidak larut dalam asam (Depkes RI, 1995). 4.3 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia Kulit Buah Pisang Raja Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia kulit buah pisang raja menunjukkan adanya kandungan flavonoid, glikosida, saponin, tannin, dan steroid/triterpenoid. Hasil skrining dapat dilihat di Tabel 4.2 berikut ini: Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia simplisia kulit buah pisang raja No. Skrining Hasil 1. Alkaloid - 2. Flavonoid + 3. Glikosida + 4. Saponin + 5. Tannin + 6. Steroid/Triterpenoid + Keterangan: + = mengandung golongan senyawa - = tidak mengandung golongan senyawa 4.4 Hasil Ekstraksi Simplisia Kulit Buah Pisang Raja Hasil maserasi dari 1200 g simplisia kulit buah pisang raja dengan pelarut etanol 80% dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator diperoleh ekstrak kental 75,79 g (rendemen 6,31%). 4.5 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Pisang Raja terhadap Bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis dengan Metode Difusi Agar Hasil pengukuran diameter daerah hambatan ekstrak kulit buah pisang raja terhadap pertumbuhan bakteri dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut ini: 35

Tabel 4.3 Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah pisang raja terhadap bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis Konsentrasi ekstrak Diameter daerah hambatan (mm)* (mg/ml) Propionibacterium acne Staphylococcus 500 18,26 18,36 400 17,7 17,26 300 16,03 16,10 200 14,83 15,30 100 12,16 14,13 75 11,51 13,10 50 10,33 11,70 25 9,25 10,73 Blanko - - Keterangan: * = hasil rata-rata tiga kali pengukuran - = tidak ada hambatan Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah pisang raja dapat menghambat pertumbuhan bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis. Metode yang digunakan pada pengujian ini adalah metode difusi agar menggunakan pencadang kertas dengan mengukur diameter zona hambat pertumbuhan bakteri yang ditunjukkan dengan adanya zona jernih pada media pertumbuhan bakteri, dimana diameter zona hambat akan meningkat dengan adanya peningkatan konsentrasi ekstrak, sehingga antara peningkatan konsentrasi ekstrak dengan peningkatan diameter zona hambat pertumbuhan bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis memiliki korelasi positif. Data yang diperoleh dari pengujian aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah pisang raja didapat kesimpulan bahwa ekstrak kulit buah pisang raja efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis, sedangkan pada blanko tidak menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap kedua bakteri. 36

Aktivitas antibakteri yang terjadi dapat disebabkan karena adanya kandungan senyawa kimia golongan flavonoid dan tanin (Cowan, 1999). Flavonoid dan tanin merupakan senyawa golongan fenol. Senyawa golongan fenol diketahui memiliki aktivitas antimikroba yang bersifat bakterisidal namun tidak bersifat sporisidal (Pratiwi, 2008). Senyawa golongan fenol dan derivatnya merupakan salah satu antibakteri yang bekerja dengan mengganggu fungsi membran sitoplasma bakteri. Pada konsentrasi rendah dapat merusak membran sitoplasma yang menyebabkan bocornya metabolit penting yang menginaktifkan sistem enzim bakteri, sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu merusak membran sitoplasma dan mengendapkan protein sel (Volk dan Wheeler, 1993). Mekanisme kerja flavonoid adalah dengan membentuk senyawa kompleks terhadap protein ekstraseluler, sehingga terjadi koagulasi protein yang dapat mengganggu ptertumbuhan sel bakteri. Sedangkan mekanisme kerja tanin adalah dengan menciutkan dan mengendapkan protein sel yang dapat mengganggu permeabilitas sel itu sendiri, akibatnya sel tidak dapat melakukan aktivitas hidup dan pertumbuhannya terhambat atau bahkan mati. (Sirait, 2007). Dari data di atas dapat dilihat bahwa ekstrak kulit buah pisang raja memberikan batas daerah yang efektif pada konsentrasi 200 mg/ml terhadap bakteri Propionibacterium acne dengan diameter 14,83 mm dan pada konsentrasi 100 mg/ml terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis dengan diameter 14,13 mm. Batas daerah hambat dinilai efektif apabila memiliki diameter hambat lebih kurang 14 mm sampai 16 mm (Ditjen POM, 1995). 37

4.6 Hasil Evaluasi Formula 4.6.1 Pemeriksaan stabilitas fisik sediaan Hasil pemeriksaan stabilitas fisik sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini: Tabel 4.4 Data pengamatan perubahan bentuk, warna, dan bau sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja Pengamatan Bentuk Warna Bau Sediaan Lama pengamatan (minggu) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 FI b b b b b b b b b b b b b FII b b b b b b b b b b b b b FIII b b b b b b b b b b b b b FI c c c c c c c c c c c c c FII c c c c c c c c c c c c c FIII c c c c c c c c c c c c c FI B B B B B B B B B B B B B FII B B B B B B B B B B B B B FIII B B B B B B B B B B B B B Keterangan: FI = Formula mengandung 20% ekstrak kulit buah pisang raja FII = Formula mengandung 30% ekstrak kulit buah pisang raja FIII = Formula mengandung 40% ekstrak kulit buah pisang raja b = Baik/stabil c = Coklat kehitaman B = Bau khas pisang Pemeriksaan dilakukan secara visual pada suhu kamar dengan parameter yang diuji meliputi perubahan bentuk, warna dan bau sediaan. Hasil uji stabilitas sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja menunjukkan bahwa seluruh sediaan yang dibuat tetap stabil dalam penyimpanan pada suhu kamar selama 12 minggu. 4.6.2 Pemeriksaan homogenitas sediaan Hasil pemeriksaan homogenitas sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut ini: 38

Tabel 4.5 Data pengamatan homogenitas sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja Sediaan Lama pengamatan (minggu) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 FI h h h h h h h h h h h h h FII h h h h h h h h h h h h h FIII h h h h h h h h h h h h h Keterangan: FI = Formula mengandung 20% ekstrak kulit buah pisang raja FII = Formula mengandung 30% ekstrak kulit buah pisang raja FIII = Formula mengandung 40% ekstrak kulit buah pisang raja h = Homogen Hasil pemeriksaan homogenitas bahwa seluruh sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja memenuhi persyaratan homogenitas karena menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butir-butir yang kasar pada saat sediaan dioleskan pada kaca transparan. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 51. 4.6.3 Penentuan ph sediaan Hasil penentuan ph sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini: Tabel 4.6 Data pengukuran ph sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja Sediaan Lama pengamatan (minggu) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 F0 6,0 6,0 6,0 6,0 5,9 5,9 5,8 5,8 5,8 5,8 5,8 5,8 5,8 FI 5,7 5,7 5,7 5,7 5,7 5,7 5,7 5,6 5,6 5,6 5,6 5,6 5,6 FII 5,7 5,7 5,7 5,7 5,7 5,7 5,6 5,6 5,6 5,6 5,6 5,6 5,6 FIII 5,6 5,6 5,6 5,6 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5 5,5 5,4 5,4 Keterangan: F0 = Formula tidak mengandung ekstrak kulit buah pisang raja FI = Formula mengandung 20% ekstrak kulit buah pisang raja FII = Formula mengandung 30% ekstrak kulit buah pisang raja FIII = Formula mengandung 40% ekstrak kulit buah pisang raja 39

Secara keseluruhan terlihat bahwa ph dari sediaan gel kulit buah pisang raja menurun dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Hasil uji stabillitas terhadap ph sediaan gel baik blanko maupun sediaan gel dari ekstrak kulit buah pisang raja menunjukkan ph sediaan tetap stabil pada penyimpanan karena masih berada dalam rentang persyaratan ph kulit yaitu 5,0-8,0 (Aulton,1988). 4.6.4 Uji iritasi terhadap kulit sukarelawan Uji iritasi dilakukan terhadap 12 orang sukarelawan. Reaksi iritasi positif ditandai oleh adanya kemerahan, gatal-gatal, atau bengkak pada kulit lengan bawah bagian dalam yang diberi perlakuan selama tiga hari berturut-turut. Hasil uji iritasi dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut ini. Tabel 4.7 Data uji iritasi sediaan gel kulit buah pisang raja terhadap sukarelawan Pengamatan Sediaan Kulit kemerahan Kulit gatalgatal Kulit bengkak Sukarelawan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 F0 - - - - - - - - - - - - FI - - - - - - - - - - - - FII - - - - - - - - - - - - FIII - - - - - - - - - - - - F0 - - - - - - - - - - - - FI - - - - - - - - - - - - FII - - - - - - - - - - - - FIII - - - - - - - - - - - - F0 - - - - - - - - - - - - FI - - - - - - - - - - - - FII - - - - - - - - - - - - FIII - - - - - - - - - - - - Keterangan: F0 = Formula tidak mengandung ekstrak kulit buah pisang raja FI = Formula mengandung 20% ekstrak kulit buah pisang raja FII = Formula mengandung 30% ekstrak kulit buah pisang raja FIII = Formula mengandung 40% ekstrak kulit buah pisang raja - = Tidak terjadi reaksi + = Terjadi reaksi 40

Berdasarkan uji iritasi pada kulit lengan bawah bagian dalam sukarelawan terhadap sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja selama tiga hari berturut-turut, menunjukkan bahwa sukarelawan memberikan hasil negatif pada setiap parameter reaksi iritasi. Dari hasil uji iritasi tersebut dapat disimpulkan bahwa sediaan gel yang dibuat aman untuk penggunaan topikal (Tranggono dan Latifah, 2007). 4.6.5 Uji mikrobiologi sediaan gel Uji mikrobiologi sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja dilakukan dengan metode difusi agar menggunakan pencadang kertas terhadap bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis. Hasil uji dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut ini. Tabel 4.8 Hasil uji aktivitas antibakteri sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja terhadap bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis Diameter daerah hambatan (mm)* Sediaan Propionibacterium acne Staphylococcus epidermidis Minggu ke-0 Minggu ke-12 Minggu ke-0 Minggu ke-12 F0 - - - - FI 14,01 12,81 14,56 13,30 FII 15,26 14,06 15,31 14,18 FIII 16,38 14,46 16,21 14,28 Keterangan: F0 = Formula tidak mengandung ekstrak kulit buah pisang raja FI = Formula mengandung 20% ekstrak kulit buah pisang raja FII = Formula mengandung 30% ekstrak kulit buah pisang raja FIII = Formula mengandung 40% ekstrak kulit buah pisang raja * = Hasil rata-rata tiga kali pengukuran - = Tidak ada hambatan Pengujian sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja pada FI, FII dan FIII memberikan hasil daerah hambatan yang memuaskan terhadap kedua bakteri yaitu lebih besar dari 14 mm pada awal pembuatan sediaan. Akan tetapi, sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja dengan berbagai konsentrasi mengalami penurunan 41

daya hambat setelah 12 minggu penyimpanan. Sediaan gel ekstrak kulit buah pisang raja pada FII dan FIII masih memberikan hasil daerah hambatan yang baik terhadap kedua bakteri karena diameter daerah hambatan masih lebih besar dari 14 mm. Menurut Ditjen POM (1995), suatu zat dikatakan memiliki daya hambat yang memuaskan bila diameter daerah hambatan lebih kurang 14 mm sampai 16 mm. Dapat disimpulkan bahwa sediaan gel pada FII dan FIII yang mengandung ekstrak kulit buah pisang raja 30% dan 40% memenuhi persyaratan tersebut. 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan a. Ekstrak kulit buah pisang raja memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis. Hasil uji aktivitas dari ekstrak diperoleh bahwa konsentrasi efektif sebagai antibakteri yaitu 200 mg/ml, 300 mg/ml dan 400 mg/ml dengan diameter daerah hambatan masing-masing terhadap Propionibacterium acne adalah 14,83 mm, 16,03 mm dan 17,7 mm serta terhadap Staphylococcus epidermidis adalah 15,30 mm, 16,10 mm dan 17,26 mm. b. Ekstrak kulit buah pisang raja dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan gel dan sediaan gel yang dibuat relatif stabil dan sediaan gel dengan konsentrasi 30% dan 40% memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri masing-masing terhadap Propionibacterium acne adalah 14,06 mm dan 14,46 mm serta terhadap Staphylococcus epidermidis adalah 14,18 mm dan 14,28 mm. 5.2 Saran Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk memformulasikan ekstrak kulit buah pisang raja dalam formulasi yang lain seperti salep, krim atau obat kumur. 43