BAB V PENUTUP Penelitian ini bertema kegiatan community relations yang dilakukan oleh manajemen organisasi terhadap komunitasnya. Lebih khusus, penelitian ini berfokus pada manajemen community relations yang dilakukan organisasi nirlaba, Jogja Digital Valley. Melalui metode studi kasus, peneliti menjabarkan deskripsi serta analisis terhadap setiap tahapan manajemen community relations. Instrumen yang menjadi pegangan peneliti untuk menganalisis temuan data adalah gagasan manajemen PR yang dikemukakan Cutlip (2005) yang terdiri dari tahapan identifikasi, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Setelah itu peneliti menambahkan satu tahapan yang digagas oleh Kelly (2001) yaitu tahapan kontrol. Pada bagian ini, peneliti akan merangkum temuan dan analisis yang terdapat di BAB IV. Untuk mendeskripsikannya, peneliti membagi bab ini menjadi dua poin utama yaitu kesimpulan dan saran. Pada bagian kesimpulan, peneliti akan menjelaskan kelebihan dan kekurangan yang terdapat pada setiap tahapan community relations berkaca dari instrumen yang sudah ditentukan di kerangka konsep. Sementara pada bagian saran, peneliti akan memaparkan dua rekomendasi, yang pertama untuk organisasi Jogja Digital Valley terkait manajemen community relations dan yang kedua adalah rekomendasi untuk penelitian selanjutnya. A. Kesimpulan Tahapan awal yang dilakukan JDV dalam mencari kebutuhan komunitas kreatif digital adalah tahapan identifikasi yang dilakukan dengan dua cara yaitu (1) sensus internal organisasi dan (2) observasi manajemen. Sensus internal yang dilakukan oleh manajemen JDV dapat menggambarkan situasi dan kebutuhan komunitas karena menyangkut beberapa hal seperti usia, minat, pekerjaan, pendidikan, dan harapan komunitas. Sensus ini dinilai baik karena mampu memberikan informasi yang akurat sebagai pertimbangan organisasi untuk melakukan perencanaan. Walaupun begitu peneliti memiliki beberapa catatan 97
terkait sensus JDV yang dilakukan pada akhir tahun 2014 tersebut. Pertama adalah pelaksanaan sensus yang berkelanjutan akan membuat JDV mampu mengatasi situasi terkini karena situasi komunitas kreatif digital akan terus berubah dari waktu ke waktu dibandingkan terus berefleksi pada sensus yang sama secara berulang-ulang. Kedua adalah sensus yang terlalu sempit yang membuat manajemen tidak mampu melihat kebutuhan dan harapan komunitas secara luas karena lingkup JDV adalah Yogyakarta. Mekanisme identifikasi masalah manajemen yang kedua adalah observasi manajemen. Observasi manajemen dilakukan oleh manajer komunitas terhadap minat dan harapan komunitas. Kelebihan obersevasi yang dilakukan manajemen adalah adanya hubungan dua arah antara komunitas dan manajemen yang memungkinkan manajemen merencanakan program sesuai kebutuhan komunitas. Mekanisme ini memiliki kekurangan yang menjadi catatan peneliti yang terbagi setidaknya menjadi dua poin yaitu (1) hanya mewakili opini minoritas vokal bukannya mayoritas komunitas dan (2) subjektivitas manajemen cenderung mendominasi kesimpulan yang didapat dari hasil observasi. Motif kegiatan community relations yang sudah ditetapkan oleh organisasi JDV dalam melaksanakan program internal sudah jelas yaitu: established digital ecosystem. Dengan motif ini manajemen dapat mengukur tujuan, sasaran, strategi, dan taktik dalam menjalankan program. Untuk mencapai keadaan ideal perihal ekosistem digital, manajemen sudah menetapkan beberapa tujuan yaitu (1) sharing knowledge kepada komunitas dan (2) perekrutan komunitaskomunitas digital baru baik secara grup maupun individu. Setelah menetapkan tujuan, JDV akan menetapkan sasaran program internal yang dibatasi dalam konteks digital. Pembatasan publik ini pula yang menyebabkan JDV melakukan kegiatan ICT Goes to Campus di universitas berkompetensi IT yaitu STMIK AKAKOM. Berdasarkan hal tersebut peneliti mencatat adanya kekurangan dari JDV dalam membatasi publiknya karena tujuan awal organisasi adalah merekrut komunitas-komunitas digital secara luas. Sounding yang luas akan menjaring lebih banyak lagi potensi karena tidak semua calon komunitas digital kreatif berasal dari universitas IT. 98
Dalam merencanakan dan melaksanakan program internal, secara teoritik JDV harus memiliki strategi dan taktik guna menunjang keberhasilan program. Sebagai payung pelaksanaan kegiatan community relations, JDV menekankan strategi besar: empowering the community dimana strategi tersebut banyak memberikan manfaat berupa keaktifan komunitas dalam pelaksanaan program internal. Meskipun begitu, JDV tidak memiliki taktik khusus dalam pelaksanaan program yang membuat organisasi tidak siap jika menghadapi masalah-masalah yang tak terduga. Setelah melaksanakan program internal JDV melakukan tahapan evaluasi yang meliputi tahap persiapan dan implementasi program. Pada tahap ini fokus JDV berada pada evaluasi deskripsi program dan presensi kehadiran peserta komunitas. Oleh karena itu, peneliti mencatat beberapa kekurangan pada tahap evaluasi ini berkaca pada teori evaluasi yang digagas oleh Cutlip. Berdasarkan analisis, tahapan ini memiliki dua catatan penting yaitu (1) evaluasi hanya terbatas pada hasil kasat mata program dan (2) tidak mencakup evaluasi dampak yang memberikan organisasi umpan balik atas konsekuensi-konsekuensi program. Tahapan terakhir yang dilakukan oleh JDV adalah tahapan kontrol yang merupakan tahap penting dalam membangun relasi dengan komunitas secara berkelanjutan. Pada tahap ini JDV melakukan dua hal yaitu (1) memanfaatkan member-system organisasi dan (2) melakukan two-way communication dengan komunitas kreatif digital. Dengan adanya sistem anggota dan hubungan dua arah oleh manajemen, secara tidak langsung JDV memenuhi syarat kontrol organisasi yang terdiri dari tiga hal yakni (1) selalu menginformasikan perkembangan terakhir yang terjadi dalam organisasi, (2) mengembangkan komunikasi timbal balik yang memungkinkan komunitas menyampaikan opini dan memperoleh umpan balik, dan (3) secara rutin melakukan kontak dengan komunitas untuk menjaga dan memupuk hubungan baik. Ketika berbicara konsep manajemen community relations maka berbicara pula mengenai definisi hubungan komunitas secara keseluruhan. Kembali meminjam konsep Baskin (dalam Yudarwati, 2013:150) bahwa community relations memiliki sifat suatu lembaga yang terencana, aktif, dan 99
berkesinambungan, adanya manejemen akan membantu organisasi memiliki sifatsifat tersebut karena pendekatan manajemen community relations adalah pendekatan strategis. Pendekatan strategis dalam konteks hubungan komunitas dapat diartikan sebagai serangkaian keputusan dan tindakan manajemen yang menentukan kinerja jangka panjang organisasi. Seperti halnya JDV yang melakukan tahapan manajemen community relations dalam rangka membangun relasi dengan komunitas kreatif digital. Walaupun tidak semua tahapan manajemen dilakukan dengan tepat dalam sudut pandang teoritik, JDV setidaknya melakukan semua proses manajemen secara runtut dan terperinci. Proses manajemen gagasan Cutlip (2005) dan Kelly (2001) yang meliputi tahap identifikasi, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pendampingan, yang dilakukan pada komunitas adalah bukti JDV dalam melakukan kegiatan manajemen community relations terhadap publiknya. Dengan melakukan tahapan manajemen community relations secara menyeluruh, JDV telah mengalami siklus hubungan organisasi dengan publiknya yang aktif. Terlebih dengan melakukan tahapan evaluasi serta pendampingan yang akan menghasilkan input untuk melakukan program-program organisasi di masa mendatang. B. Saran Seperti yang sudah disampaikan di awal, bagian saran peneliti akan terbagi menjadi dua yaitu (1) bagi Jogja Digital Valley dan (2) bagi penelitian selanjutnya. 1. Bagi Jogja Digital Valley Praktek di lapangan tidak selalu sesuai dengan teori yang ada. Terkait hal tersebut peneliti memiliki beberapa rekomendasi yang dapat dipertimbangkan oleh organisasi JDV. Tahap identifikasi merupakan tahapan awal guna meraba kebutuhan dan permasalahan yang ada pada publik organisasi. Agar lebih efisien, manajemen JDV dapat mengadakan sensus secara rutin dan berkelanjutan untuk memahami sikap komunitas karena sifat publik cenderung fluktuatif. Riset berkelanjutan disertai dengan observasi secara merata dapat membantu manajemen melakukan 100
perencanaan yang tepat demi kebaikan organisasi dan komunitasnya. Hal ini juga berfungsi menekan opini yang cenderung mendominasi dibandingkan suara komunitas secara keseluruhan. Berkaca pada teori manajemen public relations yang dikemukakan oleh sumber referensi terpercaya, peneliti melihat adanya celah perbaikan pada sasaran dan taktik organisasi dalam melakukan perencanaan program. Sasaran yang lebih luas, di luar komunitas IT yang sudah terbentuk, dapat membantu JDV mencari talent-talent industri yang lebih masif dan berkompeten. Hal tersebut dapat diaplikasikan dalam kegiatan ICT Goes to Campus di kampus-kampus berbasis non-it. Terkait strategi dan taktik, meskipun JDV menggunakan strategi: empowering the community, organisasi nirlaba ini tidak menyertainya dengan taktik. Menurut peneliti, adanya taktik pada program seperti rencana cadangan dapat membantu organisasi mengantisipasi hal-hal yang tidak terduga. Saran terakhir perihal manajemen community relations JDV pada program internal adalah tahapan evaluasi. Menurut peneliti, JDV seyogyanya melakukan tahap evaluasi yang meliputi evaluasi persiapan, implementasi, dan dampak. Peneliti menggarisbawahi evaluasi dampak yang penting untuk dilakukan karena JDV harus mengevaluasi sikap dan timbal balik komunitas terhadap organisasi. Hal tersebut juga berfungsi sebagai tolak ukur JDV dalam melihat konsekuensi-konsekuensi atas program yang sudah diimplementasikan. 2. Bagi Penelitian Selanjutnya Penelitian ini tentunya masih memiliki banyak kekurangan. Kegiatan community relations organisasi masih memiliki referensi penelitian yang minim dibandingkan manajemen public relations secara umum. Oleh karena itu, peneliti selanjutnya diharapkan untuk dapat menggali sifat khusus dari hubungan organisasi dan komunitas. Publik 101
yang spesifik dan memiliki ciri khas dapat dijadikan pertimbangan bagi peneliti untuk mencari objek penelitian sehingga dapat tersaji data yang lebih detail dan mendalam terkait aktivitas community relations oleh organisasi. 102