BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi adalah suatu fenomena yang tidak bisa dielakkan. Globalisasi

ASIA PACIFIC ECONOMIC COOPERATION (APEC) GAMBARAN UMUM

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pada bab ini akan diuraikan tentang bagaimana pelaksanaan atau implementasi kebijakan KPP APEC pada Ekonomi Indonesia sebagai sebuah

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF)

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. maupun sektor keuangan. Interaksi kegiatan ekonomi sektor rill bisa dilihat dari

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Praktek rent seeking (mencari rente) merupakan tindakan setiap kelompok

BAB I PENDAHULUAN. industri tercepat dan terbesar yang menggerakkan perekonomian. Menurut World

BAB IV METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai sebuah negara yang sedang berkembang, pembangunan ekonomi

GROWTH AND RESILIENCY: THE ASEAN STORY. (Nugraha Adi) I. Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

SIARAN PERS. Masyarakat Bisnis Indonesia dan Eropa Mengidentifikasi Peluang Pertumbuhan Menuju Perjanjian Kemitraan Ekonomi Uni Eropa Indonesia

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG BEBAS VISA KUNJUNGAN SINGKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANALISIS KEPENTINGAN INDONESIA BERGABUNG DALAM APEC Analysis of Indonesian interest joint in APEC. Restilia Polii

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. Visa Global Travel Intentions Study 2015 menyatakan, masyarakat Indonesia

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007

Tantangan dan Peluang UKM Jelang MEA 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ekonomi terbesar di dunia pada tahun Tujuan pemerintah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah Unit Usaha Kota Bandung Tahun

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Menetapkan : 2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Address Phone Fax Website Office Hours

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang tidak dapat menutup diri terhadap

ii Ekonomi Internasional

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ruang lingkup kegiatan ekonominya. Globalisasi menuntut akan adanya

Kerja sama ekonomi internasional

BAB V KESIMPULAN. masyarakat internasional yaitu isu ekonomi perdagangan. Seiring dengan

PEMASARAN INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. tetap terbuka pada persaingan domestik. Daya saing daerah mencakup aspek yang

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

V. ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS HALAL MIHAS

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. termaktub dalam alenia ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: (1)

BAB I PENDAHULUAN. yang telah diaudit oleh akuntan publik. Selain itu, kondisi perekonomian domestik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai kekayaan sumber

BAB I PENDAHULUAN. ini akan dibagi menjadi sembilan sub bab, yang meliputi sebagai berikut: Alasan

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Skripsi PENGATURAN APEC BUSSINESS TRAVEL CARD/ABTC SEBAGAI IMPLEMENTASI DARI PERJANJIAN KERJASAMA APEC DI INDONESIA

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

Investor Indonesia Sangat Mendukung Dinaikkannya Usia Pensiun Resmi dari 55 Tahun Survei Manulife

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN. Pasal 1 Definisi. Untuk maksud-maksud Persetujuan ini, kecuali konteksnya mensyaratkan sebaliknya;

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

-2- Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nom

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan

Background Paper PEMBIAYAAN UNTUK PEMBANGUNAN

Keterangan Pers Presiden RI pada acara Indonesia-Australia Annual Leaders Meeting, Bogor,5 Juli 2013 Jumat, 05 Juli 2013

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG BEBAS VISA KUNJUNGAN SINGKAT PRESIDEN REBUPLIK INDONESIA

Standar Kompetensi Lulusan. Bahasa Mandarin

MAXIMIZING THE MULTI-STAKEHOLDER COLLABORATION TO ACHIEVE THE TARGET OF FOREIGN TOURISTS VISIT TO INDONESIA

BAB V KESIMPULAN. mengalami peningkatan dengan prakira total jumlah wisatwan akan mencapai 10.3 %

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu faktor pendorong meningkatnya arus migrasi internasional adalah dengan adanya perkembangan perekonomian antar negara. Sejarah mencatat berbagai ekspedisi kapal berlayar dari satu belahan dunia ke bagian belahan yang lain, yang dimotivasi oleh perdagangan dan pencarian sumber daya perekonomian. Saat ini, keseluruhan kegiatan investasi (penanaman modal), perdagangan, transaksi bisnis, dan kegiatan lainnya dilakukan oleh pelaku usaha atau bisnis, sebagai pelaku kegiatan ekonomi. Seiring dengan hal tersebut, perkembangan yang sangat maju dalam bidang teknologi komunikasi dan transportasi turut membuka kesempatan yang luas bagi para pelaku usaha melakukan perjalanan dari satu negara ke negara lain dalam rangka kegiatan bisnis internasional. Arus pergerakan mobilitas pelaku usaha dari satu negara ke negara lain, tentunya akan berhubungan erat dengan hal ikhwal keimigrasian. Di mana setiap negara memiliki ketentuan yang mengatur masuk dan keluarnya orang dari wilayah negaranya, dan pengawasan kegiatan orang asing di wilayah negara tersebut. 1 Hal ini dapat dilihat, bagaimana setiap negara membuat ketentuan perundang-undangan yang mengatur masuk dan keluarnya orang, terutama orang asing dengan menetapkan berbagai persyaratan, misalnya ketentuan tentang paspor dan visa. Pengaturan seperti ini, adalah wewenang negara yang bersumber pada kedaulatan negara yang diakui dalam hukum internasional. Setiap negara berwenang menetapkan sendiri ketentuan yang dapat berbeda dengan negara lainna, tergantung pada kepentingan nasionalnya masing-masing. Di sisi lain, derasnya arus globalisasi yang melanda perekonomian dunia memaksa setiap negara untuk membuka batas-batas negaranya. Pembukaan akses ini dapat 1 M. Imam Santoso, Perspektif Imigrasi: Dalam United Nation Convention Against Transnational Organized Crime, Perum Percetakan Negara RI, 2007, hlm. 24.

dilakukan secara sukarela, yaitu dengan membuat perjanjian-perjanjian internasional di dalamnya, namun juga dapat dilakukan karena dipaksa, sebagai akibat tekanan ekonomi. Perpindahan manusia (movement of people) pun semakin mudah, selain karena kemudahan akibat dari perjanjian-perjanjian ekonomi, juga dipengaruhi oleh meningkatnya sarana dan pra sarana komunikasi atau informasi yang mudah didapat, teknologi yang semakin maju dan biaya transportasi yang murah. Dalam hal ini, membuat perjanjian dengan negara lain mudah dilakukan bila telah tercapai kesepakatan, baik yang bersifat bilateral, regional, maupun multilateral. Berkaitan dengan situasi perkembangan bisnis global, para pelaku usaha biasanya, adalah orang-orang yang memiliki mobilitas yang tinggi yang sering kali harus menghadapi proses yang tidak mudah untuk mendapatkan visa untuk masuk ke wilayah negara lain. Misalnya, visa harus terlebih dahulu diperoleh di perwakilan negara yang inggin mereka kunjungi, sering kali untuk memperoleh visa tersebut, pelaku usaha harus menunggu proses yang memakan waktu yang relatif lama dan bahkan menimbulkan kerugian, karena peluang usaha yang menguntungkan dapat hilang begitu saja. Tingkat mobilitas pelaku usaha yang tinggi, juga memiliki konsekuensi, yaitu paspor atau surat perjalanan yang dimiliki akan cepat habis karena terlalu sering digunakan. Pada sisi lain, ada kenyataan pertumbuhan ekonomi telah mendorong terbentuknya kerjasama ekonomi, baik internasional seperti World Trade Organization (WTO), maupun kerjasama ekonomi regional, salah satunya adalah kerjasama ekonomi di antara negara-negara di kawasan Asia dan kawasan Pasifik, yang lebih dikenal dengan sebutan Asia Pasific Economic Cooperation (APEC). Forum kerjasama ekonomi negara-negara di kawasan Asia dan kawasan pasifik (Asia Pasific Economic Cooperation (APEC)) dibentuk pada tahun 1989 berdasarkan gagasan Perdana Menteri Australia, Bob Hawke. Tujuan forum kerjasama ekonomi ini, selain untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi kawasan Asia dan kawasan Pasifik, juga untuk mengembangkan dan memproyeksikan kepentingan kawasan Asia dan kawasan Pasifik dalam konteks kerjasama multilateral. APEC lebih dititikberatkan pada kerjasama ekonomi, maka setiap anggota peserta APEC, termasuk negara, disebut sebagai entitas ekonomi.

Keanggotaan APEC terdiri dari 21 (dua puluh satu) Ekonomi, yang terdiri dari Australia, Brunei Darussalam, Kanada, Chili, RRC, Hongkong, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Meksiko, Papua New Gunie, Peru, Filipina, Rusia, Singapura, Taiwan, Thailand, Amerika Serikat, dan Vietnam. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Sekretariat APEC, total penduduk di wilayah APEC mencapai 2,6 (dua koma enam) miliar dengan total GDP (Gross Development Product) mencapai 57 % (lima puluh tujuh) persen (USD 19,254 miliar) dari GDP dunia. Potensi perdagangan dan investasi yang ada di dalam APEC, dalam sepuluh tahun terakhir berdasarkan data ekonomi makro APEC telah menunjukkan peningkatan, antara lain (i) peningkatan ekspor APEC sebesar 113 % (seratus tiga belas) persen yang mencapai USD 2,5 triliun; (ii) meningkatnya pertumbuhan Foreign Direct Investment (FDI) di APEC, yaitu sebesar 210 % (dua ratus sepuluh) persen untuk seluruh APEC, dan sebesar 475 % (empat ratus tujuh puluh lima) persen di Ekonomi berpendapatan rendah; (iii) pertumbuhan GDP sebesar 33 % (tiga puluh tiga) persen untuk seluruh APEC dan 74 % (tujuh puluh empat) persen di Ekonomi yang berpendapatan rendah. 2 Sebagai forum kerjasama ekonomi antar kawasan, APEC memiliki karakteristik yang membedakannya dari berbagai forum kerjasama ekonomi kawasan lainnya, yakni sifatnya yang tidak mengikat (non-binding). Berbagai keputusan diperoleh secara konsensus dan komitmen pelaksanaannya, didasarkan pada kesukarelaan (voluntarism). Selain itu, APEC juga dilandasi oleh prinsipprinsip konsultatif, komprehensif, fleksibel, transparan, regionalisme terbuka dan pengakuan atas perbedaan pembangunan antara negara-negara ekonomi maju dan berkembang. Sejak pembentukannya, berbagai kegiatan APEC telah menghasilkan berbagai komitmen antara lain, pengurangan tarif dan hambatan non tarif lainnya di kawasan Asia dan kawasan Pasifik, untuk menciptakan kondisi ekonomi domestik yang lebih efisien dan meningkatkan perdagangan dan investasi secara dramatis. Visi utama APEC, dituangkan dalam Bogor Goals of free and open trade and investment in the Asia-Pasific by 2010 for industrialised economies and 2020 for developing economies yang diterima dan disepakati oleh 2 Awani Irewati, Indonesia dan APEC Dalam Perkembangan Ekonomi Politik Internasional, PPW LIPI, 1997, hlm. 57.

Kepala Negara dalam pertemuan di Bogor, Indonesia pada tahun 1994. Berbagai keuntungan bagi Ekonomi Indonesia, bergabung dengan APEC, i) APEC dapat memberikan manfaat dalam peningkatan fasilitas perdagangan dan investasi, serta ekonomi dan teknis (ECOTECH), hal ini disebabkan kerjasama APEC memberikan kesempatan anggota (negara peserta) dapat mendiskusikan isu-isu perdagangan dan investasi tanpa harus bernegosiasi, suatu hal yang tidak dapat dilakukan dalam Worl Trade Organization (WTO); ii) sesuai dengan apa yang dicapai dalam Bogor Goals, suatu pertemuan yang menghasilkan kesepakatan untuk mewujudkan kawasan perdagangan dan investasi yang bebas dan terbuka di tahun 2010 untuk negara industri maju dan tahun 2020 untuk negara industri berkembang. Berkaitan dengan tugas dan fungsi di bidang keimigrasian, APEC memiliki kerjasama di bidang jasa yang antara lain membentuk Business Mobility Group (BMG), guna membahas ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan masalah keimigrasian bagi para pelaku usaha. Forum kerjasama ini, bertujuan untuk memberikan kesempatan usaha bagi para pelaku usaha atau bisnis dapat difasilitasi secara aman, baik dan mudah. Kerjasama ini dibahas oleh kelompok yang disebut dengan Informal Expert Group on Business Mobility Meeting (IEGBM) melalui forum pertemuan rutin setahun tiga kali dalam kerangka Senior Official Meeting (SOM). Dalam satu produk dari IEGBM pada tahun 1997, yang didahului dengan pertemuan APEC Business Advisory Committee (ABAC) pada tahun 1996 untuk memfasilitasi perjalanan para pebisnis - telah berhasil merumuskan framework APEC Business Travel Card (yang selanjutnya disebut dengan Kartu Perjalanan Pebisnis APEC yang disingkat dengan KPP APEC), sebagai upaya untuk memberikan fasilitas kemudahan bagi para pelaku bisnis dalam melakukan perjalanan antar negara-negara yang tergabung dalam forum kerjasama APEC, hal ini disebabkan begitu besarnya ongkos yang harus dibayar para pelaku usaha dalam melakukan kegiatan bisnis berkaitan dengan pengajuan visa. Kartu Perjalanan Pebisnis (KPP) APEC diperkenalkan pada bulan Mei 1998 oleh Ekonomi Australia, Korea Selatan, dan Filipina. Oleh karenanya, Skema KPP APEC diciptakan, yang pada intinya bertujuan untuk memberikan fasilitas bagi para pebisnis dengan kemudahan keimigrasian yang membebaskan

kewajiban memiliki visa; tersedianya jalur khusus bagi para pemegang KPP APEC di beberapa Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI), lebih lanjut, Skema KPP APEC ini hanya berlaku di negara-negara anggota APEC yang berpartisipasi dalam Skema KPP APEC. Sampai saat ini, ada sekitar 17 (tujuh belas) anggota Skema KPP APEC dalam Ekonomi APEC, yaitu: Australia, Brunei Darussalam, Chili, RRC, Hongkong, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Selandia Baru, Papua New Guniea, Peru, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam, dengan 3 (tiga) anggota transisi Skema KPP APEC, yaitu: Rusia, Amerika Serikat, dan Kanada. 3 Kartu Perjalanan Pebisnis (KPP) APEC, berfungsi sebagai visa elektronik, artinya KPP APEC dikeluarkan oleh negara atau anggota secara online - tanpa membubuhi cap atau tanda visa di paspor, dan pebisnis tidak perlu lagi memohon visa di kedutaan atau perwakilan negara setiap kali berkunjung dalam rangka kegiatan bisnis. Selanjutnya, dalam hal permohonan KPP APEC, dapat juga dilakukan pembatalan oleh masing-masing negara atau wilayah Ekonomi apabila terdapat daftar pencegahan dan atau atas permintaan dari negara atau wilayah Ekonomi yang menerapkan Skema KPP APEC dan pembatalannya akan diberitahukan kepada negara atau wilayah Ekonomi yang menerapkan Skema KPP APEC, dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja. Fasilitas KPP APEC juga memberikan fasilitas multiple short-term entry ke 17 (tujuh belas) Ekonomi anggota Skema KPP APEC, selama 3 (tiga) tahun atau selama masa berlaku paspor, adapun jangka waktu maksimal tinggal bagi pemegang fasilitas KPP APEC adalah 2 (dua) bulan untuk setiap masuk ke negara atau wilayah Ekonomi Skema KPP APEC. Melihat hal tersebut, tentunya Ekonomi Indonesia memandang inisiatif mengenai inovasi kebijakan KPP APEC tersebut, sebagai sesuatu hal yang sejalan dengan kebijakan keimigrasian yang dilakukan melalui prinsip selective policy, yang artinya hanya orang asing yang bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat, bangsa, dan negara. Sebagai fasilitator pembangunan ekonomi - imigrasi dalam menetapkan satu kebijakan harus juga melakukan perhitungan-perhitungan tentang untung (benefit) dan ruginya (cost) bagi 3 Hadi Soesastro, Indonesian Perspectives on APEC And Regional Cooperation In Asia Pasific, CSIS, Jakarta, 1994, hlm. 122.

pembangunan dan perekonomian negara, yang selaras dengan salah satu subtansi fungsi keimigrasian. Sebagai fasilitator pembangunan dan perekonomian, maka hambatan-hambatan yang ada di bidang keimigrasian secara langsung yang mempengaruhi pembangunan dan perekonomian harus dihilangkan. Oleh karenanya, pandangan yang melihat fungsi keimigrasian selalu menjadi penghambat perdagangan dan investasi, dengan proses keimigrasian yang rumit dan memakan waktu yang lama harus dihilangkan dengan diterapkannya kebijakan yang pro terhadap pembangunan dan perekonomian, yaitu dengan memberikan kemudahan bagi orang asing maupun Warga Negara Indonesia yang hendak melakukan perjalanan ke dan dari Indonesia, dalam hal ini dalam rangka kegiatan bisnis. Pandangan ini selaras dengan, sikap Ekonomi Indonesia dalam forum APEC di Acapulco Meksiko, di mana Ekonomi Indonesi turut serta dalam mengambil peranan dalam perdagangan dan investasi global, dengan memberikan peluang atau kemudahan bagi para pebisnis domestik dan pebisnis Ekonomi APEC, untuk melakukan kegiatan bisnis dengan lebih mudah dan lebih efisien. Adanya kebijakan KPP APEC, Ekonomi Indonesia dapat diuntungkan dengan adanya mobilitas para pebisnis Ekonomi Indonesia untuk dapat melebarkan usaha perdagangan dan investasinya dalam pangsa pasar internasional. Fungsi keimigrasian, akan mendukung upaya pemerintah tersebut terutama dengan memberikan pelayanan yang sebaik mungkin dalam memfasilitasi perjalanan pebisnis, yang dalam hal ini diwakili oleh keberadaan kebijakan KPP APEC. Keunggulan dari kebijakan KPP APEC juga tidak hanya dilihat dari sisi economic beneficial saja, namun juga dapat dilihat dari sisi teknis keimigrasian. Secara umum berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1994 tentang Visa, Izin Masuk, dan Izin Keimigrasian, di mana untuk memperoleh visa tujuan usaha atau bisnis dapat diperoleh di kedutaan maupun Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, atau berdasarkan KEPMEN Kehakiman dan HAM RI Nomor M-04.IZ.01.10 Tahun 2003 dan Keputusan Menteri perubahannya tentang Visa Kunjungan Saat Kedatangan (VKSK) melalui Visa on Arrival (VoA), yaitu pemberian visa saat kedatangan di wilayah Indonesia. Adanya proses preclearance dalam kebijakan fasilitas KPP APEC dalam Skema KPP APEC, telah

menjadi sebuah terobosan baru dalam sistem pemberian visa di Indonesia yang lebih memberikan pelayanan dengan cepat, efisien, dan merupakan jalur alternatif bagi pebisnis untuk dapat lebih secara leluasa dan efisien dalam rangka mendapatkan visa untuk dapat masuk ke wilayah Indonesia. Selain itu, sistem pemberian visa di wilayah Indonesia diberikan melalui tanda visa berupa stiker maupun cap di dalam paspor, namun dengan kebijakan KPP APEC ini, ada sisi efisiensi yaitu visa yang diberikan pada pemohon berbentuk kartu elektronik yang dapat dibaca oleh komputer, sehingga hal ini tidak menghabiskan jumlah halaman yang terdapat di dalam paspor para pelaku bisnis, meskipun pada kenyataannya di lapangan izin masuk yang diberikan kepada pemegang KPP APEC masih diterakan dalam bentuk cap di dalam paspor. Dalam pemikiran kebijakan keimigrasian, yang berkaitan dengan mobilitas para pelaku bisnis yang tergabung dalam forum kerjasama APEC tersebut, bagi Ekonomi Indonesia, merupakan dorongan bagi Ekonomi Indonesia untuk dapat mengikuti langkah maju (catching up) negara-negara lain dalam hal mengembangkan fasilitas keimigrasian, yang lebih dapat mengakomodasikan kepentingan atau kebutuhan para pebisnis global dalam melakukan aktivitas bisnisnya. Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk menganalisis implementasi kebijakan KPP APEC pada Ekonomi Indonesia sebagai sebuah kebijakan publik. B. Pembatasan Masalah Penelitian Untuk melihat implementasi kebijakan KPP APEC sebagai sebuah kebijakan publik untuk memenuhi kepentingan para pelaku bisnis yang tergabung dalam forum kerjasama APEC, di mana negara atau Ekonomi pelaku bisnis tersebut, merupakan negara atau Ekonomi peserta Skema KPP APEC, maka penelitian ini diberi judul: Analisis Implementasi Kebijakan KPP APEC pada Ekonomi Indonesia sebagai Sebuah Kebijakan Publik. Hal inilah yang melandasi ketertarikan dalam melaksanakan penelitian ini yang diharapkan dapat

mengambarkan bagaimana implementasi kebijakan KPP APEC pada Ekonomi Indonesia. C. Rumusan Masalah Oleh karena iu dalam rangka menelaah lebih lanjut terhadap permasalahan yang ada diseputar kebijakan KPP APEC, dalam tesis ini penulis akan mengajukan rumusan masalah sebagai berikut : Apakah implementasi Kebijakan KPP APEC ini dalam memfasilitasi para pebisnis di kawasan asia pasifik telah berjalan dengan efektif? D. Tujuan Penelitian Untuk melihat efektifitas implementasi kebijakan KPP APEC sebagai sebuah kebijakan publik untuk memenuhi kepentingan para pelaku bisnis yang tergabung dalam forum kerjasama ekonomi APEC berkaitan dengan fasilitasi kemudahan mobilitas para pelaku bisnis tersebut sebagai sebuah kebijakan publik. Sehingga dapat dilihat kesenjangan antara harapan yang ingin dicapai dengan realisasi atau keadaan implementasi kebijakan KPP APEC tersebut, di lapangan. E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini diuraikan sebagai berikut:

1. Untuk dapat menjadi database tentang sebuah implementasi kebijakan sebagai kebijakan publik secara umum di Indonesia, dan khususnya pada institusi Direktorat Jenderal Imigrasi. 2. Diharapkan untuk menjadi bahan masukan bagi Direktorat Jenderal Imigrasi tentang sejauhmana efektifitas kebijakan KPP APEC pada Ekonomi Indonesia sehingga membantu perkembangan kebijakan selanjutnya. 3. Sebagai penelitian awal dan lanjutan untuk pengembangan pola penyelesaian masalah implementasi kebijakan KPP APEC yang tidak hanya pada Ekonomi Indonesia, namun juga pada Ekonomi lain yang tergabung dalam Skema KPP APEC. F. Model Operasional Penelitian Fenomena yang berkembang di forum kerjasama APEC yang tergabung dalam Skema KPP APEC saat ini, menjadi pertimbangan dan alasan untuk melakukan penelitian tentang apa sebenarnya program yang sudah maupun sedang dijalankan oleh Ekonomi Indonesia sebagai Ekonomi peserta Skema KPP APEC, yang dalam pelaksanaan teknis operasional dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi, fenomena tersebut adalah adanya beberapa masalah utama salah satunya, yaitu implementasi kebijakan KPP APEC yang diharapkan dapat memberikan fasilitas untuk mobilitas pelaku bisnis yang negaranya merupakan peserta Skema KPP APEC. Beragam penilaian baik yang menilai sudah optimal maupun belum mencapai optimal terhadap kebijakan-kebijakan yang telah dijalankan terutama dampaknya pada mobilitas pelaku usaha pemegang KPP APEC. Kompleksitas permasalahan implementasi kebijakan ini membutuhkan sarana dan manajemen keimigrasian yang komprehensif bagi pelaku bisnis sehingga tercipta mobilitas perjalanan yang cepat, efisien, dan efektif. Karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana implementasi kebijakan KPP APEC pada Ekonomi Indonesia yang secara teknis operasional dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi. Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan survei langsung pada pihak-pihak yang berkaitan dengan implementasi kebijakan KPP APEC pada

Ekonomi Indonesia. Analisa data secara kualitatif diperoleh dari wawancara dari berbagai pihak yang kompeten dengan permasalahan, yaitu Departemen Luar Negeri; Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN); Direktorat Jenderal Imigrasi. G. Sistematika Penulisan Penelitian ini terdiri dari 6 (enam) bab, bab pertama berisikan pendahuluan, bab kedua berisi gambaran umum forum kerjasama ekonomi APEC dan Skema KPP APEC, bab ketiga berisi telaah pustaka, bab keempat metode penelitian, bab kelima berisi hasil dan pembahasan, serta bab keenam berisi kesimpulan dan saran. Pada Bab Pendahuluan, dibahas latar belakang permasalahan yang mendasari penelitian, tantangan dan permasalahan kebijakan publik dalam penelitian, selain itu dibahas juga pembatasan masalah penelitian, maksud dan tujuan dari penelitian, manfaat yang diharapkan muncul dari hasil penelitian, model operasional penelitian, dan diakhiri sistematika penulisan. Bab Gambaran Umum forum kerjasama ekonomi APEC dan Skema KPP APEC, yang pertama diuraikan apa dan bagaimana forum kerjasama ekonomi APEC terbentuk dan berjalan dan peran atau posisi Ekonomi Indonesia pada forum kerjasama ekonomi APEC, kemudian apa dan bagaimana Skema KPP APEC, dalam prosedur pemberian fasilitas KPP APEC dan prosedur pelaksanaan fasilitas KPP APEC. Bab Telaah Pustaka akan membahas 3 (tiga), yaitu bagian pertama tentang pengantar teori yang berhubungan dengan kebijakan publik dan implementasinya, dan bagian membahas analisis kebijakan. Bab Metode Penelitian membahas aspek-aspek teknis dalam pelaksanaan penelitian secara rinci, yang dimulai dari metodelogi penelitian, lokasi penelitian, teknik pengumpulan dara, analisa dara dan keterbatasan penelitian.

Bab Hasil dan Pembahasan akan membahas data tentang implementasi kebijakan KPP APEC pada Ekonomi Indonesia sebagai sebuah kebijakan publik, yang dimulai dari analisa kebijakan ditingkat regulator kebijakan; kemudian yang kedua analisa ditingkat operator kebijakan; dan yang terakhir analisa kebijakan ditingkat penguna kebijakan KPP APEC. Bab Kesimpulan dan Saran akan mengupas dan mengambarkan kesimpulan dari pembahasan dan juga memberikan saran-saran yang diperoleh dari penelitian. BAB II GAMBARAN UMUM Telah diuraikan pada bab pendahuluan, penelitian ini memusatkan perhatian pada sejauh mana kita dapat mengetahui, mengungkap, dan menganalisa