KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN, DAN KONSERVASI ENERGI DIREKTORAT ANEKA ENERGI BARU DAN ENERGI TERBARUKAN OLEH : AGUNG PRASETYO Disampaikan pada acara : Edukasi dan Sosialisasi Pemanfaatan Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Dalam Rangka Mendukung Pemanfaatan Energi Terbarukan Jogyakarta, Nopember 2013
I. KETAHANAN ENERGI II. KEBIJAKAN ENERGI III. TARGET BAURAN ENERGI NASIONAL IV. POTENSI SUMBER DAYA ENERGI TERBARUKAN V. TANTANGAN PENGEMBANGAN EBT VI. UPAYA PENINGKATAN PEMANFAATAN EBT VII. STRATEGI PENGEMBANGAN EBT VIII. PENGEMBANGAN EBT
Pengelolaan Energi bertujuan untuk mewujudkan kedaulatan energi, yaitu kemampuan negara untuk mengendalikan sumber daya energi, harga energi, dan distribusi energi Faktor penting dalam kedaulatan energi adalah kemandirian dan ketahanan energi KETAHANAN ENERGI Kemampuan untuk merespon dinamika perubahan energi global (eksternal) Kemampuan untuk menjamin ketersediaan energi dengan harga yang wajar (internal) KEMANDIRIAN ENERGI
PERUBAHAN PARADIGMA PENGELOLAAN ENERGI ENERGY SUPPLY SIDE MANAGEMENT ENERGY DEMAND SIDE MANAGEMENT SUPPLY DEMAND DEMAND SUPPLY Energi Fosil dengan biaya berapapun (Malah Disubsidi) Kebutuhan Energi Sektoral yang belum efisien: -RumahTangga - Transportasi - Industri - Komersial Kebutuhan Energi Sektoral yang Efisien: -RumahTangga - Transportasi - Industri - Komersial Maksimalkan Penyediaan dan Pemanfaatan Energi Terbarukan (DISVERSIFIKASI) Energi Terbarukan Sebagai Alternatif (KONSERVASI) Energi Fosil sebagai Faktor Penyeimbang Saat ini: 1. Kebutuhan energi belum efisien 2. Kebutuhan energi tersebut dipenuhi dengan energi fosil dengan biaya berapapun dan malah disubsidi 3. Energi terbarukan hanya sebagai alternatif 4. Sumber energi terbarukan yang tidak termanfaatkan adalah menyia-nyiakan karunia Tuhan Ke depan: 1. Efisienkan kebutuhan energi 2. Maksimalkan penyediaan dan pemanfaatan energi terbarukan, paling tidak dengan harga pada avoided fossil energy cost, bila perlu disubsidi 3. Energi fosil dipakai sebagai penyeimbang 4. Sumber energi fosil yang tidak termanfaatkan adalah sebagai warisan untuk anak-cucu / diekspor
1. KONSERVASI ENERGI untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi di sisi suplai dan pemanfaatan (Demand Side), antara lain sektor industri, transportasi, rumah tangga, dan komersial. 2. DIVERSIFIKASI ENERGI untuk meningkatkan pangsa energi baru terbarukan dalam bauran energi nasional (Supply Side), antara lain ENERGI BARU a. Batubara Tercairkan (Liqiufied Coal) b. Gas Metana Batubara (Coal Bed Methane) c. Batubara Tergaskan (Gasified Coal) d. Nuklir e. Hidrogen f. Metana yang lain ENERGI TERBARUKAN a. Panas Bumi, b. Aliran dan Terjunan Air (Hidro), c. Bioenergi, d. Sinar Matahari, e. Angin, f. Gerakan dan Perbedaan Suhu Lapisan Laut.
STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN, DAN KONSERVASI ENERGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN, DAN KONSERVASI ENERGI SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN, DAN KONSERVASI ENERGI DIREKTORAT PANAS BUMI DIREKTORAT BIOENERGI DIREKTORAT ANEKA ENERGI BARU DAN ENERGI TERBARUKAN DIREKTORAT KONSERVASI ENERGI
PERAN KEMENTERIAN ESDM cq. DITJEN EBTKE DIBIDANG EBT REGULASI EBT (MENTERI ESDM cq DITJEN EBTKE) Regulasi Usaha Inti EBT Objek Badan Usaha Inti Tujuan: Efisien & Sustainable Aspek/parameter yang diatur: Penguasaan sumber daya * Operatorship Penetapan Wilayah Kerja/Usaha Ijin Usaha Efisiensi Pengusahaan dan Penetapan Harga Jual Perlindungan Konsumen Fasilitasi Hubungan Komersial * Panas bumi, tenaga air skala besar, nuklir dikuasai negara (Pasal 4 ayat (1) UU No. 30/2007) Regulasi Usaha Penunjang EBT (Jasa dan Pabrikasi) Objek Badan Usaha Penunjang Tujuan: Efisien Aspek/parameter yang diatur: Kategori usaha penunjang; Perizinan; Skala usaha; Sertifikasi; Perlindungan Konsumen; Penggunaan komponen dalam negeri; Asosiasi; Fasilitasi hubungan komersial. Regulasi Keteknikan EBT Objek : Instalasi EBT Tujuan: Andal, aman dan akrab lingkungan Aspek/parameter yang diatur: Keselamatan Keselamatan Umum Keselamatan Pekerja Keselamatan Lingkungan Keselamatan Instalasi Keandalan Instalasi Kompetensi Tenaga Teknik Infrastruktur Teknologi : (Sertifikasi, Akreditasi, Metrologi) Pemberlakuan SNI/SKKNI Sertifikasi Kesesuaian Pelaku Bisnis Inti Badan Usaha Inti EBT Pelaku Bisnis Penunjang Badan Usaha Penunjang EBT Pelaku Asosiasi Profesi
KLASTERISASI ENERGI BARU (G) DAN TERBARUKAN (T)? Komunitas Energi Baru (KEB) METI Komunitas Energi Terbarukan (KET) Usaha Inti Hulu Hilir Forum Usaha Inti EBT Usaha Penunjang Jasa Pabrikan Forum Usaha Penunjang EBT Asosiasi Keteknikan Keteknikan Teknologi Forum Asosiasi Profesi EBT Asosiasi Pengguna Forum Asosiasi Pengguna EBT
KONDISI SAAT INI TAHUN 2011 TARGET TAHUN 2025 PERPRES 5/2006 Elastisitas Energi = 1,65 Pangsa Energi Non Fosil 5% BBN 5% Panas Bumi 5% Nuklir, Hidro, Surya, Angin, dan EBT lainnya 5% Batubara Tercairkan 2% Elastisitas energi kurang dari 1 pada 2025 Mengoptimalkan Sumber Energi Baru dan Energi Terbarukan
NO ENERGI BARU TERBARUKAN SUMBER DAYA (SD) KAPASITAS TERPASANG (KT) RASIO KT/SD (%) 1 2 3 4 5 = 4/3 1 Hydro 75.000 MW 6.848,46 MW 9,13% 2 Panas Bumi 29.164 MW 1.341 MW 4,6 % 3 Biomass 49.810 MW 1.644,1 MW 3,3% 4 Tenaga Surya 4,80 kwh/m 2 /day 27,23 MW - 5 Tenaga Angin 3 6 m/s 1,4 MW - 6 Samudera 49 GW ***) 0,01 MW ****) 0% 7 Uranium 3.000 MW *) 30 MW **) 0% *) Hanya di Kalan Kalimantan Barat **) Sebagai pusat penelitian, non-energi ***) Sumber Dewan Energi Nasional ****) Prototype BPPT
BIAYA PRODUKSI Biaya produksi energi terbarukan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan biaya produksi energi konvensional, sehingga harga jual energi terbarukan tidak dapat bersaing dengan harga jual energi konvensional; INVESTASI Biaya investasi untuk memproduksi EBT cukup tinggi. Namun demikian, investasi pada industri EBT cukup diminati oleh investor dalam negeri; Investasi untuk industri hulu dan hilir untuk teknologi EBT masih belum banyak dilakukan di dalam negeri, sehingga sebagian besar komponen masih diimpor; TEKNOLOGI Beberapa teknologi EBT sudah dikuasai, seperti teknologi pembangkit listrik skala kecil sampai medium, teknologi biogas untuk non-listrik; Teknologi EBT lainnya masih disediakan oleh pihak asing; SUMBER DAYA MANUSIA Kuantitas maupun kualitas sumber daya manusia di bidang EBT masih cukup terbatas; Acceptance masyarakat akan EBT masih relatif rendah, karena sebagian besar masyarakat merasa lebih nyaman menggunakan energi konvensional.
1. PENYEMPURNAAN KEBIJAKAN DAN REGULASI Beberapa sub-sektor EBT masih belum diatur. Oleh karena itu, Pemerintah terus menyempurnakan pengaturan pengembangan dan pemanfaatan EBT, di antaranya dengan penyusunan RPP EBT; 2. PENCIPTAAN PASAR Diantaranya melalui kewajiban penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati/bbn, kewajiban PLN untuk membeli listrik,penerapan SNI, dan lain-lain; 3. PEMBERIAN SUBSIDI Subsidi untuk BBN telah berjalan sejak 2009. Subsidi diberikan atas selisih harga BBM dengan harga BBN, dan disalurkan melalui Pertamina; 4. PENETAPAN HARGA JUAL LISTRIK (FEED-IN TARIFF) Ditetapkan melalui Peraturan Menteri ESDM yang mengatur harga jual listrik dari energi terbarukan yang dibeli oleh PLN. Tidak perlu ada negosiasi. 5. PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN Pengurangan pajak dan bea masuk, prosedur perijinan yang lebih sederhana; Untuk pembangkit listrik sampai dengan 10 MW yang akan dijual ke PLN, tidak perlu melalui proses tender..
6. PENYEDIAAN ANGGARAN DAN PENDUKUNG LAINNYA Penyediaan anggaran khusus untuk peningkatan akses energi modern di daerah-daerah terpencil dan terisolasi; Penyediaan anggaran untuk teknologi yang siap dikomersialisasikan; 7. PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS SUMBER DAYA MANUSIA Pendidikan dan pelatihan di bidang EBT; Sosialisasi; Peningkatan jejaring EBT, dukungan akan pembentukan organisasi (IKABI, METI); 8. PENINGKATAN PENELITIAN DI BIDANG EBT Peningkatan kerjasama penelitian; Peningkatan jenis penelitian; 9. PENINGKATAN KERJA SAMA DENGAN NEGARA LAIN DAN ORGANISASI INTERNASIONAL Kerja sama untuk capacity building Kerja sama untuk alih teknologi; Lesson learned untuk implementasi kebijakan dan program EBT; Peningkatan pasar EBT (dalam hal ini BBN), dan komponen teknologi EBT (saat ini turbin untuk pembangkit listrik skala kecil) di luar negeri.
Strategi pengembangan EBT, harus sejalan dengan pengelolaan energi nasional 1. Di bidang Pemanfaatan Energi (Demand Side): Menerapkan mandatori prioritas pemanfaatan EBT 2. Di bidang Penyediaan Energi (Supply Side): Menerapkan mandatori penyediaan EBT 3. Di bidang Pengusahaan EBT Pengusahaan EBT oleh badan usaha/independent producer Pengusahaan EBT oleh Badan Usaha dalam Wilayah usaha tertentu Pengusahaan EBT oleh Pemerintah/Pemerinah Daerah/Badan Usaha (pilot project) yang Membangun Instalasi dan Menyerahkan/ Menghibahkan Asetnya kepada Badan Usaha (Berijin) Pola pengusahaan EBT tetap memperhatikan perlakuan terhadap sumber daya, apakah Dikuasai Negara atau cukup Diatur oleh Negara. 4. Di bidangtata Kelola (Governance) : Menerapkan prinsip-prinsip Good Governance (a.l transparansi, akuntabilitas dan partisipasi) pada sektor publik (Pemerintah), khusunya yang menyangkut perijinan dan pengadaan (proses tender) infrastruktur EBT. Melibatkan pemangku kepentingan dalam proses penyiapan kebijakan. Meningkatkan kemitraan dengan instansi terkait dan peran Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya dalam penyediaan dan pemanfaatan EBT.
Mendorong investasi di bidang PLT Mikro Hidro dan PLT Surya melalui Swasta dan Badan Usaha Lainnya dalam Penyediaan Tenaga Listrik dari Energi Terbarukan, melalui penetapan feed in tariff (untuk System On-Grid) untuk PLT Mikro Hidro dan PLT Surya sesuai harga keekonomiannya; Mendorong peningkatan kemampuan industri dalam negeri untuk memproduksi komponen-komponen PLT Mikro Hidro dan PLT Surya; Peningkatan capacity building dan bimbingan teknis pengelolaan PLT Mikro Hidro dan PLT Surya; Menyediakan pendanaan melalui APBN. HARGA JUAL LISTRIK (FEED IN TARIFF) BERBASIS TENAGA AIR, TENAGA SURYA, DAN TENAGA ANGIN (PERTURAN MENTERI ESDM NOMOR 4 TAHUN 2012) Wilayah Harga di TM (Rp/kWh) Harga di TR (Rp/kWh) Jawa dan Bali 656 1.004 Sumatera dan Sulawesi 787 1.205 Kalimantan, NTB dan NTT 853 1.305 Maluku dan Papua 984 1.506 FiT Energi Surya untuk PLTS direvisi melalui PERMEN ESDM NOMOR 17 TAHUN 2013. Harga Pembelian Tenaga Listrik PLTS Fotovoltaik dengan HPT US $ 25 sen/kwh, dan yang menggunakan TKDN sekurang- kurangnya 40%, diberikan harga HPT US $ 30 sen/kwh.
Melakukan feasibility study dan pembangunan pilot project PLT Angin, PLT arus laut di daerah-daerah yang berpotensi diantaranya di Nusa Tenggara Timur. Meningkatkan kerjasama luar negeri dalam hal capacity building, transfer teknologi dalam pengembangan PLT Angin dan Arus Laut. Mendorong peningkatan kemampuan industri dalam negeri untuk memproduksi komponenkomponen PLT Angin dan Arus Laut. Menyusun kebijakan Feed-in Tariff untuk PLT Angin.
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN, DAN KONSERVASI ENERGI Jalan Pegangsaan Timur No. 1A Cikini, Jakarta Pusat 10320; Telp/Faks : 021-31924540 www.ebtke.esdm.go.id
HITUNG BIAYA YANG DIBUTUHKAN : Perhitungan kasar biaya yang dibutuhkan untuk dapat membackup peggunaan listrik dirumah sebesar 425 watt : 7 unit panel surya x 100 watt x Rp. 25.000 per watt = Rp. 17.500.000,- 12 buah aki Delcor N100 (100 Ah) x Rp. 1.400.000,- = Rp. 16.800.000,- Charge controller 60 Ampere (40 A Rp. 2.500.000,-) = Rp. 3.000.000,- Inverter 1000 watt 12 volt (modified sine wave) = Rp.2.250.000,- Total biaya = Rp.39.550.000,- Biaya tersebut diatas belum termasuk biaya pemasangan, kabel dan lain-lain. Kesimpulannya, biaya untuk membangun PLTS rumah tangga cukup mahal. Investasi anda yang cukup mahal ini adalah untuk jangka panjang minimal 20 tahun (umur panel surya). Untuk membandingkan mahal tidaknya investasi ini anda harus menghitung berapa anda harus membayar tagihan listrik setiap bulan x 12 bulan x 20 tahun (rata-rata umur pakai panel surya).