PEMURNIAN MINYAK JELANTAH MENGGUNAKAN AMPAS TEBU SEBAGAI ADSORBEN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS

Penentuan Sifat Minyak dan Lemak. Angka penyabunan Angka Iod Angka Reichert-Meissl Angka ester Angka Polenske Titik cair BJ Indeks bias

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB 3 METODE PERCOBAAN. - Heating mantle - - Neraca Analitik Kern. - Erlenmeyer 250 ml pyrex. - Beaker glass 50 ml, 250 ml pyrex. - Statif dan klem -

Penentuan Bilangan Asam dan Bilangan Penyabunan Sampel Minyak atau Lemak

PENENTUAN SIFAT MINYAK DAN LEMAK. ANGKA PENYABUNAN ANGKA IOD ANGKA REICHERT-MEISSL ANGKA ESTER ANGKA POLENSKE TITIK CAIR BJ INDEKS BIAS

LAMPIRAN A ANALISA MINYAK

BAB I PENDAHULUAN. bahan dasar seperti kelapa sawit, kelapa, kedelai, jagung, dan lain-lain. Meski

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG MINYAK GORENG TERHADAP PENINGKATAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS DENGAN METODE ALKALIMETRI

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6.

LAMPIRAN A. Prosedur pembuatan larutan dalam penelitian pemanfaatan minyak goreng bekas. labu takar 250 ml x 0,056 = 14 gram maka

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

A. PENETAPAN ANGKA ASAM, ANGKA PENYABUNAN DAN ANGKA IOD B. PENETAPAN KADAR TRIGLISERIDA METODE ENZIMATIK (GPO PAP)

BAB V METODELOGI. 5.1 Pengujian Kinerja Alat. Produk yang dihasilkan dari alat pres hidrolik, dilakukan analisa kualitas hasil meliputi:

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

OPTIMASI PENCAMPURAN CARBON ACTIVE

Blanching. Pembuangan sisa kulit ari

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Alat yang Digunakan

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V METODOLOGI. digester, kertas ph secukupnya, cawan porselin 3 buah, kurs porselen 3 buah,

BAB 3 METODOLOGI. 3.1 Alat dan Bahan Alat-alat - Beaker glass 50 ml. - Cawan porselin. - Neraca analitis. - Pipet tetes.

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PEMBUATAN PULP BERBAHAN BAKU SABUT KELAPA MUDA (DEGAN) DENGAN PROSES SODA

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Sabun Cuci Piring Cair dari Minyak Goreng Bekas (Jelantah) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

ARANG AKTIF DARI AMPAS TEBU SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS RIA WIJAYANTI

UJI KUALITAS MINYAK GORENG CURAH DAN MINYAK GORENG KEMASAN DI MANADO

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

PEMBUATAN MINYAK KELAPA SECARA ENZIMATIS MENGGUNAKAN RIMPANG JAHE SEBAGAI KATALISATOR

Recovery Minyak Jelantah Menggunakan Mengkudu Sebagai Absorben

BAB V METODOLOGI. Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian

III. METODE PENELITIAN. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Teknologi

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

BAB I PENDAHULUAN Pengertian Minyak dan Lemak 1.1 TUJUAN PERCOBAAN. Untuk menentukan kadar asam lemak bebas dari suatu minyak / lemak

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen

BAB V METODOLOGI. Gambar 6. Pembuatan Minyak wijen

PROSES PEMBUATAN SABUN CAIR DARI CAMPURAN MINYAK GORENG BEKAS DAN MINYAK KELAPA

Online Jurnal of Natural Science, Vol.3(1): ISSN: Maret 2014

PENGARUH GORENGAN DAN INTENSITAS PENGGORENGAN TERHADAP KUALITAS MINYAK GORENG

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

Pengaruh Ukuran Arang Aktif Ampas Tebu sebagai Biomaterial Pretreatment terhadap Karakteristik Biodiesel Minyak Jelantah

BAB V METODOLOGI. No. Alat Ukuran Jumlah. 1. Digester - 1 Buah. 2. Pengaduk - 1 Buah. 3. Kertas PH - Secukupnya. 4.

Seminar Tugas Akhir S1 Jurusan Teknik Kimia UNDIP 2009

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

BAB V METODOLOGI. No. Alat Ukuran Jumlah

Pengaruh Ampas Tebu sebagai Adsorbent pada Proses Pretreatment Minyak Jelantah terhadap Karakteristik Biodiesel

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Alat yang Digunakan. No. Alat Ukuran Jumlah. Sendok. 1 buah. Ember. 1 buah. Pipet.

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

r = pengulangan/replikasi 15 faktor nilai derajat kebebasan Penurunan bilangan peroksida pada minyak jelantah.

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal Oktober 2013.

PEMANFAATAN ARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJI KAYU ULIN UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS MINYAK GORENG BEKAS

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

BAB V METODOLOGI. No. Alat Ukuran Jumlah

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN SABUN CAIR DARI MINYAK GORENG BEKAS (JELANTAH)

III. METODOLOGI PENELITIAN

MAKALAH SEMINAR PENINGKATAN KUALITAS MINYAK GORENG BEKAS DARI KFC DENGAN MENGGUNAKAN ADSORBEN KARBON AKTIF

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya.

Lampiran 1. Hasil analisis proksimat pakan perlakuan (udang rebon) Tabel 3. Analisis proksimat pelet udang rebon

LAMPIRAN. Kadar Air dengan Metode Thermogravimetri (Sudarmadji, dkk., 2007)

BAB III METODE PENGUJIAN. Rempah UPT.Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Jl. STM

LOMBA KOMPETENSI SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN. NASKAH SOAL (Terbuka)

EKSTRAKSI KURKUMIN DARI TEMULAWAK DENGAN MENGGUNAKAN ETANOL

LAMPIRAN 2 PEMBUATAN LARUTAN

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan

PEMBUATAN DAN KUALITAS ARANG AKTIF DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU JATI

KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989)

BAB V METODOLOGI. Penelitian dilakukan di laboratorium terdiri dari 3 tahap :

PROSES BLEACHING MINYAK SAWIT MENTAH DENGAN BENTONIT ASAL MUARA LEMBU

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Desikator Neraca analitik 4 desimal

BAB V METODOLOGI. Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu:

Transkripsi:

PEMURNIAN MINYAK JELANTAH MENGGUNAKAN AMPAS TEBU SEBAGAI ADSORBEN A. Fuadi Ramdja, Lisa Febrina, Daniel Krisdianto Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Abstrak Minyak goreng memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Minyak goreng pada umumnya digunakan untuk memasak. Dengan kondisi harga minyak goreng yang semakin melambung tinggi, membuat sejumlah kalangan masyarakat untuk berpikir kreatif mendaur ulang minyak goreng bekas pakai. Melalui penelitian, diketahui bahwa ampas tebu memiliki daya adsorpsi yang kuat terhadap kadar air, kandungan asam lemak bebas, serta angka penyabunan yang terdapat pada minyak bekas pakai. Variabel penelitian berupa intensitas pemakaian minyak, lama perendaman serta ukuran partikel ampas tebu yang digunakan. Kondisi optimum yang diperoleh berada pada intensitas penggorengan selama 4 jam dengan penurunan kadar air mencapai,5%; perendaman ampas tebu selama 2x24 jam dengan adsorpsi kadar asam lemak bebas hingga mencapai,999%; serta ukuran partikel ampas tebu sebesar 15 µm yang menurunkan angka penyabunan dengan titik terendah mencapai 161,542. Kata kunci: Ampas Tebu, Minyak Goreng Bekas Pakai, Adsorpsi Cooking oil is high enough economic value. Cooking oil generally used to cook. In the condition which the price of cooking oil is higher than before, making some community to think creative by recycling the oil which has been used cooking oil. According the research, we know that reed waste have strong adsorption potency to water content, free fatty acid content, and also safonification value of used cooking oil. The variable of this research are oil using intensity, the rinsing time, and also the size of reed waste particle. The optimum condition reaches to frying intensity in 4 hour with the reduction water content reach.5%; the rinse of reed waste in 2x24 hours with free fatty acid intensity adsorption to.999%; and also the size of reed waste particle is 15 µm which decrease safonification value with minimum level reaches 161.542. Keywords: Reed Waste, Used Cooking Oil, Adsorption I. PENDAHULUAN Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia sebagai alat pengolah bahan bahan makanan. Minyak goreng sebagai media penggoreng sangat penting dan kebutuhannya semakin meningkat. Kini krisis minyak goreng nyaris merata di hampir seluruh kota di negara yang menjadi salah satu penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia ini. Dengan kondisi harga minyak goreng yang semakin melambung tinggi, membuat sejumlah kalangan masyarakat untuk berpikir kreatif mendaur ulang minyak goreng bekas pakai atau yang biasa disebut dengan minyak jelantah. Dewasa ini telah ditemukan suatu teknologi daur ulang mengolah minyak jelantah menjadi minyak layak pakai kembali dalam keadaan bersih tanpa kotoran, dengan menggunakan ampas tebu sebagai bahan penyerap. Bahan penyerap tebu yang sudah dijadikan partikel bisa langsung digunakan dengan mudah oleh ibu-ibu rumah tangga untuk memproses minyak jelantah menjadi minyak layak pakai. Penggunaan ampas tebu juga merupakan satu solusi mengurangi limbah padat perkotaan. Oleh karena itu, kami berusaha untuk meneliti proses pemurnian minyak jelantah sehingga dapat digunakan kembali menjadi minyak goreng layak pakai sesuai kadar analisis minyak goreng yang bagus (baru). Selain itu kami membandingkan pula kadar analisis akhir setelah diproses menggunakan adsorben ampas tebu. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Minyak Minyak merupakan salah satu kelompok yang termasuk kelompok lipida. Satu sifat yang khas dan mencirikan golongan lipida (termasuk Jurnal Teknik Kimia, No. 1, Vol. 17, Januari 21 7

minyak) adalah daya larutnya dalam pelarut organik (misalnya ether, benzene, khloroform) atau sebaliknya ketidak-larutannya dalam pelarut air. Dalam teknologi makanan, minyak dan lemak memegang peranan penting. Karena minyak dan lemak memiliki titik didih yang tinggi (sekitar 2 C) maka biasa dipergunakan untuk menggoreng makanan sehingga bahan yang digoreng akan kehilangan sebagian besar air yang dikandungnya dan menjadi kering. Minyak dan lemak juga memberikan rasa gurih spesifik minyak yang lain dari gurihnya protein. Juga minyak memberi aroma yang spesifik. 2.2 Minyak Jelantah Minyak yang telah dipakai menggoreng biasa disebut minyak jelantah. Kebanyakan minyak jelantah sebenarnya merupakan minyak yang telah rusak. Minyak yang tinggi kandungan LTJ (Lemak Tak Jenuh)-nya memiliki nilai tambah hanya pada gorengan pertama saja, sementara yang tinggi ALJ (Asam Lemak Jenuh)- nya bisa lebih lama lagi, meski pada akhirnya akan rusak juga. Oleh proses penggorengan sebagian ikatan rangkap akan menjadi jenuh. Penggunaan yang lama dan berkali-kali dapat menyebabkan ikatan rangkap teroksidasi, membentuk gugus peroksida dan monomer siklik. 2.3 Proses Refinery Minyak Jelantah Pemucatan adalah suatu tahap proses pemurnian untuk menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Warna minyak mentah dapat berasal dari warna alamiah, yaitu warna yang dihasilkan oleh aktivitas biologis tanaman penghasil minyak, maupun warna yang didapat pada saat diproses untuk mendapatkan minyak dari bahan bakunya. Selain dari proses pemucatan, minyak jelantah bisa dipakai kembali dalam keadaan bersih tanpa kotoran, dengan menggunakan ampas tebu sebagai bahan penyerap. Bahan penyerap tebu yang sudah dijadikan partikel bisa langsung digunakan dengan mudah oleh ibu-ibu rumah tangga untuk memproses minyak jelantah menjadi minyak layak pakai. Ampas tebu dalam analisa itu berfungsi sebagai bahan penyerap yang bagus, selain itu penggunaan ampas tebu merupakan satu solusi mengurangi limbah padat perkotaan. 2.4 Analisis Minyak Analisa lemak dan minyak yang umum dilakukan pada bahan makanan dapat digolongkan dalam tiga kelompok tujuan ini : 1. Penentuan kuantitatif atau penentuan kadar lemak atau minyak yang terdapat dalam bahan makanan. 2. Penentuan kualitas minyak (murni) sebagai bahan makanan yang berkaitan dengan proses ekstraksinya, atau ada tidaknya perlakuan pemurnian lanjutan misalnya penjernihan (refining), penghilangan bau (deodorizing), penghilangan warna (bleaching), dan sebagainya. Penentuan tingkat kemurnian minyak ini sangat berhubungan erat dengan kekuatan daya simpannya, sifat gorengnya, baunya maupun rasanya. Tolok ukur kualitas ini termasuk angka asam lemak bebas (Free Fatty Acid atau FFA), bilangan peroksida, tingkat ketengikan, dan kadar air. 3. Penentuan sifat fisis maupun kimiawi yang khas atau mencirikan sifat minyak tertentu. 2.5 Penentuan Kualitas Minyak 2.5.1 Kadar Air Air bila terdapat dalam minyak dapat mempercepat terjadinya hidrolisa minyak menjadi gliserol atau asam lemak (FFA). Bila minyak terhidrolisa, maka minyak akan menjadi tengik sehingga dapat menurunkan kualitas minyak. Reaksi hidrolisa minyak dapat terjadi selama penyimpanan. 2.5.2 Kadar Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid / FFA) Asam lemak bebas ditentukan sebagai kandungan asam lemak yang terdapat paling banyak dalam minyak tertentu. Demikian asam lemak bebas sebagai berikut ini dipakai sebagai tolok ukur jenis minyak tertentu : Tabel 2.1 Jenis - Jenis Asam Lemak Bebas Sumber minyak Asam lemak terbanyak Bobot molekul Kelapa sawit Palmitat 256 C 16 H 32 O 2 Kelapa, inti Laurat C 12 H 24 O 2 2 sawit Susu Oleat C 18 H 34 O 2 282 Jagung, Kedelai Linoleat C 18 H 32 O 2 278 Suhardi, Bambang dan Slamet, 1997 8 Jurnal Teknik Kimia, No. 1, Vol. 17, Januari 21

Hubungan kadar asam lemak (%FFA) dengan angka asam dapat dituliskan sebagai berikut: BM..KOH Angka Asam = %FFA BM Asam lemak bebas / 1 Angka asam = Faktor konversi x % FFA Faktor konversi untuk Oleat = 1,99 Faktor konversi untuk Palmitat = 2,19 Faktor konversi untuk Laurat = 2,8 Faktor konversi untuk Linoleat = 2,1 2.5.3 Penentuan Angka Penyabunan Angka penyabunan (Saponification Value) menunjukkan secara relatif besar kecilnya molekul asam-asam lemak yang terkandung dalam gliserida. Angka penyabunan dinyatakan sebagai banyaknya mg KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan minyak secara sempurna dari 1 gram minyak tersebut. 2.6 Tebu (Sugar Cane) Tabel 2.2 Komposisi Kimia Ampas Tebu Komposisi % Kandungan Kimia Abu Lignin,79 Pentosa 12,7 Sari (alkohol, 27,9 benzena) 2, Selulosa 44,7 Kelarutan 3,7 dalam air panas Sumber: Balai Besar Penelitian & Pengembangan Industri Selulosa, 1986 Selama ini pemanfaatan ampas tebu (sugar cane bagasse) yang dihasilkan masih terbatas untuk makanan ternak, bahan baku pembuatan pupuk, pulp, particle board, dan untuk bahan bakar boiler di pabrik gula. Di samping terbatas, nilai ekonomi yang diperoleh juga belum tinggi. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengembangan proses teknologi sehingga terjadi diversifikasi pemanfaatan limbah pertanian yang ada. III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Intensitas / lama penggorengan minyak : 2 jam, 4 jam, dan 6 jam Lama perendaman : 1x24 jam, 2x24 jam, dan 3x24 jam Ukuran partikel ampas tebu : 15 µm, 18 µm, dan 225 µm 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat 1. Erlenmeyer 2. Alat titrasi 3. Beaker Gelas 4. Hot Plate 5. Pipet Tetes 6. Termometer 7. Pengaduk 8. Ayakan 9. Kertas Saring 1. Neraca Analitis 11. Blender 3.2.2 Bahan 1. Minyak jelantah 2. Minyak goreng baru 3. NaOH/KOH 4. Indikator PP 5. Ampas tebu 6. Aquadest 7. Akohol 3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Pengolahan ampas tebu 1. Siapkan ampas tebu yang diperoleh dari sisasisa penggilingan sari tebu. 2. Kemudian cuci bersih ampas tebu tersebut dari kotoran-kotoran yang melekat. 3. Setelah dicuci, keringkan ampas tebu tersebut di bawah terik matahari. 4. Selanjutnya giling ampas tebu yang telah kering hingga menjadi bubuk tebu. 5. Bubuk tebu tersebut di ayak dengan berbagai variasi ukuran diameter partikel. 3.3.2 Proses penjernihan minyak 1. Siapkan minyak goreng yang telah dipakai beberapa kali (jelantah) dan juga minyak goreng yang bagus (baru). 2. Analisis terlebih dahulu kandungan pada minyak jelantah dan minyak yang baru. 3. Siapkan sebanyak 1 ml minyak jelantah dalam erlenmeyer. 4. Kemudian masukkan bubuk ampas tebu ke dalam masing-masing minyak tersebut. 5. Rendam minyak dan ampas tebu tersebut hingga kondisi optimum, lalu disaring. Jurnal Teknik Kimia, No. 1, Vol. 17, Januari 21 9

6. Langkah selanjutnya analisis minyak yang sebelumnya telah direndam dengan ampas tebu. 3.4 Prosedur Analisa 3.4.1 Penentuan Kadar Air dalam Minyak Penentuan kadar air minyak dapat dilakukan dengan cara Thermogravimetri sebagai berikut : Ditimbang ± 1 gram minyak dalam botol timbang bermulut lebar, kemudian dioven pada suhu 15 C sampai berat konstan, selanjutnya ditimbang. Pengurangan berat minyak dinyatakan sebagai berat air yang menguap dari minyak. A - B Kadar air = 1 % A A = berat minyak sebelum dioven B = berat minyak setelah dioven 3.4.2 Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA) 1) Bahan harus diaduk merata dan berada dalam keadaan cair pada waktu diambil contohnya. Timbang sebanyak 28,2 ±,2 g contoh dalam Erlenmeyer. Tambahkan 5 ml alkohol netral yang panas dan 2 ml indikator phenolphthalein (PP). 2) Titrasilah dengan larutan,1 N NaOH yang telah di standarisasi sampai warna merah jambu tercapai dan tidak hilang selama 3 detik. 3) Persen asam lemak bebas dinyatakan sebagai oleat pada kebanyakan minyak dan lemak. Untuk minyak kelapa dan minyak inti kelapa sawit dinyatakan sebagai laurat, sedang pada minyak kelapa sawit dinyatakan sebagai palmitat. 4) Asam lemak bebas dinyatakan sebagai % FFA atau sebagai angka asam. Penentuan kadar asam lemak bebas (Free Fatty Acid) pada minyak : ditutup dengan pendingin balik, didihkan dengan hati-hati selama 3 menit. 2) Selanjutnya dinginkan dan tambahkan beberapa tetes indikator phenolphthalein (PP) dan titrasilah kelebihan larutan KOH dengan standar,5 N HCL. Untuk mengetahui kelebihan larutan KOH ini perlu dibuat titrasi blanko, yaitu dengan prosedur yang sama kecuali tanpa bahan minyak. 3) Angka penyabunan dinyatakan sebagai banyaknya mg KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan minyak secara sempurna dari 1 gram minyak tersebut. Angka penyabunan 28,5 (titrasi blanko - titrasi contoh) = berat sampel (g) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini terlebih dahulu diamati keadaan fisik dan kandungan minyak goreng yang bagus sebagai tolok ukur keberhasilan penelitian ini. Minyak yang bagus tidak berbau serta berwarna kuning bening dan jernih. Kadar airnya,1819 %, kadar FFA,998 %, dan angka penyabunannya 133,748. Selanjutnya dilakukan proses pemurnian sampel minyak hasil pengorengan yang diambil dari penjual gorengan. Minyak yang diperoleh berbau tengik bekas gorengan dan berwarna kuning keruh. Setelah dilakukan perendaman dengan ampas tebu, minyak dengan lama perendaman 1x24 jam masih memiliki bau dari gorengan. Untuk lama perendaman 2x24 jam, minyak masih sedikit berbau sedangkan untuk lama perendaman 3x24 jam minyak sedikit sekali berbau tengik. Minyak jelantah yang telah direndam dengan ampas tebu rata-rata berwana kuning bening mendekati warna minyak bagus. Hasil Analisa Kadar Air dalam Minyak ml NaOH N berat molekul asam lemak % FFA = 1 berat contoh 1 3.4.3 Penentuan Angka Penyabunan 1) Timbang minyak dengan teliti antara 1,5 5, gram dalam Erlenmeyer 2 ml. Tambah 5 ml larutan KOH yang dibuat dari 4 gram KOH dalam 1 liter alkohol. Setelah itu 1 Jurnal Teknik Kimia, No. 1, Vol. 17, Januari 21

Kadar Air (%).2.15.1.5 sekali, masih di bawah kadar air minyak bagus. Hanya saja pada minyak dengan lama perendaman 2x24 jam memiliki kadar air yang lebih tinggi bahkan di atas kadar air minyak pada analisa awal. Untuk perendaman ampas tebu dengan ukuran partikel 18 µm ini kadar air yang diperoleh sedikit lebih tinggi. Jika diperhatikan secara teliti, maka terjadi penyimpangan yang begitu signifikan dari grafik tersebut. Kenaikan kadar air begitu tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini kemungkinan besar terjadi akibat kesalahan prosedural analisa pada saat mengukur kandungan air. Gambar 4.1 Grafik hubungan antara kadar air ukuran partikel ampas tebu 225 µm Pada grafik di atas diperlihatkan bahwa rata- rata pada waktu perendaman yang semakin lama dapat menurunkan kadar air hingga di bawah,2 %, angka ini lebih rendah dari pada kadar air yang terdapat pada minyak bagus, yaitu,1819 %. Bahkan pada kadar air minyak 4 jam penggorengan selama perendaman 1x24 jam sebesar,5 %. Kadar air inilah yang paling rendah pada minyak selama penelitian ini. Kadar air untuk waktu penggorengan minyak selama 2 jam menunjukkan rata-rata kenaikan yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena kandungan air yang terdapat dalam minyak jelantah yang digunakan sebagai sampel lebih tinggi dibandingkan dua sampel yang lainnya. Kadar Air (%).2.15.1.5 Kadar Air (%).2.15.1.5 Gambar 4.3 Grafik hubungan antara kadar air ukuran partikel ampas tebu 15 µm Grafik ini menunjukkan perubahan kadar air yang lebih stabil untuk minyak dengan lama penggorengan 4 jam dan 6 jam. Kestabilan dicapai karena didukung oleh ukuran partikel ampas tebu yang semakin kecil, sehingga daya adsorpsi akan semakin baik. Pada minyak dengan waktu penggorengan selama 2 jam, perendaman ampas tebu selama 1x24 jam memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan ampas tebu dengan lama perendaman 2x24 jam dan 3x24 jam. Hal ini disebabkan karena waktu perendaman yang singkat mengurangi kemampuan adsorpsi maksimal ampas tebu untuk menyerap kandungan air pada minyak jelantah. Gambar 4.2 Grafik hubungan antara kadar air ukuran partikel ampas tebu 18 µm Grafik ini menunjukkan rata-rata minyak yang telah diolah memiliki kadar air yang sedikit Jurnal Teknik Kimia, No. 1, Vol. 17, Januari 21 11

Hasil Analisa Kadar Asam Lemak Bebas (FFA-Free Fatty Acid) Kadar FFA (%).2.15.1.5 Gambar 4.4 Grafik hubungan antara kadar FFA ukuran partikel ampas tebu 225 µm Kadar asam lemak bebas yang diperoleh pada percobaan dengan ukuran partikel ampas tebu 225 µm hanya sedikit sekali turunnya dari analisa awal. Pada minyak grafik yang diperlihatkan semakin lama perendaman semakin kecil pula kadar asam lemak bebasnya. Namun untuk minyak 2 dan 4 jam penggorengan justru naik secara perlahan. Dugaan sementara, kandungan FFA pada sampel awal untuk minyak dengan waktu penggorengan selama 2 jam dan 4 jam telah memiliki kadar yang tinggi dibandingkan dengan minyak yang digoreng selama 6 jam. Hal ini dapat dibuktikan dengan meihat tipe perubahan yang terjadi pada grafikgrafik selanjutnya. Kadar FFA (%).2.15.1.5 Gambar 4.5 Grafik hubungan antara kadar FFA ukuran partikel ampas tebu 18 µm Pada grafik di atas, untuk minyak dengan 4 jam penggorengan, kadar asam lemak bebas yang diperlihatkan selama 1x24 jam hingga 3x24 jam perendaman semakin meningkat bukan sebaliknya. Namun terjadi penurunan kadar asam lemak bebas dari analisa awal. Kenaikan kadar FFA, khususnya untuk minyak dengan penggorengan selama 2 jam dan 4 jam membuktikan bahwa dugaan kita pada grafik sebelumnya adalah benar. Disebutkan bahwa sejak awal kandungan asam lemak bebas pada minyak yang digoreng selama 2 jam dan 4 jam memiliki kadar yang lebih tinggi bila dibandingkan minyak deengan penggorengan selama 6 jam. Akibatnya, ampas tebu tidak bekerja secara maksimal untuk menyerap kandungan FFA dalam minyak tersebut. Adsorpsi kandungan asam lemak bebas oleh ampas tebu terhadap minyak jelantah dengan lama penggorengan selama 6 jam bekerja dengan lebih baik, menurunkan kandungan asam lemak bebas minyak jelantah secara perlahan. Semakin lama waktu perendaman, maka daya adsorpsi ampas tebu akan bekerja dengan lebih maksimal. Kadar FFA (%).2.15.1.5 4 jam penggrengan Gambar 4.6 Grafik hubungan antara kadar FFA ukuran partikel ampas tebu 15 µm Ampas tebu dengan ukuran partikel paling kecil ini mampu menurunkan kadar asam lemak bebas yang terkecil hingga,999% pada minyak selama. Dari ketiga grafik yang menunjukkan kadar FFA di atas dapat disimpulkan bahwa semakin lama perendaman maka akan berpengaruh pada kadar FFA yang dihasilkan. Sehingga diperoleh waktu perendaman yang optimum. Plot grafik memberikan perubahan yang lebih baik terhadap penurunan kadar asam lemak bebas dibandingkan dengan grafik-grafik sebelumnya. Diperoleh kondisi perendaman optimum dalam analisa kadar FFA minyak jelantah. Perubahan terjadi, khususnya untuk 12 Jurnal Teknik Kimia, No. 1, Vol. 17, Januari 21

minyak yang mengalaami penggorengan selama 4 jam dengan lama waktu perendaman ampas tebu 2x24 jam. Hal ini juga membuktikan bahwa ukuran partikel ampas tebu juga turut mempengaruhi daya adsorpsinya untuk menyerap sejumlah asam lemak bebas yang terikat pada minyak jelantah. Artinya, semakin kecil ukuran partikel ampas tebu, maka kemampuan adsorpsi akan semakin baik. Tentunya hal ini juga didukung oleh lamanya waktu perendaman optimum ampas tebu dalam minyak jelantah untuk melakukan proses adsorpsi. Hasil Analisa Angka Penyabunan Angka Penyabunan 3 25 2 15 1 5 Gambar 4.7 Grafik hubungan antara angka penyabunan terhadap lama perendaman dengan ukuran partikel ampas tebu 225 µm Semakin lama perendaman, angka penyabunan yang diperlihatkan semakin menurun atau makin kecil. Namun angka penyabunan ini cukup besar mengingat minyak selama 2, 4, dan 6 jam memiliki angka penyabunan hanya 171,6535; 172,644; dan 164,889. Sedangkan hasil penelitian menunjukkan angka penyabunan pada minyak setelah diolah justru semakin meningkat. Secara sekilas dapat dilihat bahwa semakin lama waktu perendaman, maka angka penyabunan pada minyak akan semakin kecil, akibat adanya daya adsorpsi yang bekerja secara maksimal. Angka Penyabunan 3 25 2 15 1 5 Gambar 4.8 Grafik hubungan antara angka penyabunan terhadap lama perendaman dengan ukuran partikel ampas tebu 18 µm Sama halnya dengan Grafik 4.7, grafik di atas juga memperlihatkan angka penyabunan yang semakin lama perendaman semakin kecil pula angka penyabunan. Namun sama pula seperti grafik sebelumnya, bahwa penelitian menunjukkan kenaikan angka penyabunan setelah minyak tersebut diolah. Untuk laju penurunan angka penyabunan pada grafik ini, perubahan tidak terjadi secara drastis. Pada waktu perendaman selama 1x24 jam dan 2x24 jam, terjadi perubahan yang begitu kecil. Tetapi lain halnya dengan perendaman selama 3x24 jam. Perubahan yang tidak begitu besar ini disebabkan karena daya adsorpsi dalam rentang waktu perendaman ampas tebu tidak begitu jauh berbeda. Ukuran partikel ampas tebu yang semakin kecil juga sangat mempengaruhi kemampuan ampas tebu dalam mengadsorpsi. Semakin kecil ukuran partikel ampas tebu, maka proses adsorpsi akan berjalan semakin baik. Dapat dibandingkan dengan Grafik 4.7, bahwa penurunan angka penyabunan jauh lebih baik, yang didukung dengan waktu perendaman ampas tebu yang semakin lama yaitu 3x24 jam. Kondisi optimum untuk angka penyabunan terkecil belum ditemui pada hasil analisa Grafik 4.8 ini. Jurnal Teknik Kimia, No. 1, Vol. 17, Januari 21 13

Angka Penyabunan 3 25 2 15 1 5 Gambar 4.9 Grafik hubungan antara angka penyabunan terhadap lama perendaman dengan ukuran partikel ampas tebu 15 µm Berbeda dengan kedua grafik sebelumnya, hasil penelitian yang tergambar pada grafik di atas menunjukkan angka penyabunan yang semakin kecil. Angka penyabunan yang paling kecil adalah 161,542, yaitu pada minyak yang direndam dengan ampas tebu selama 1x24 jam. Hal ini membuktikan bahwa ukuran partikel ampas tebu yang semakin kecil dapat membantu menurunkan angka penyabunan pada minyak. Terjadi satu kali kenaikan besarnya angka penyabunan, terutama untuk minyak jelantah dengan lama penggorengan 6 jam dengan waktu perendaman 2x24 jam. Kemudian pada perendaman 3x24 jam, minyak jelantah ini mengalami kenaikan yang sangat kecil sekali. Hal ini disebabkan karena minyak sudah begitu jenuh, sehingga ukuran partikel dan lama perendaman ampas tebu sangat sedikit mempengaruhi kerja adsorpsi serta perubahan angka penyabunan. Dalam analisa Grafik 4.9 ini ditemukan kondisi optimum, dimana nilai angka penyabunan terkecil dapat diperoleh, dan dapat disimpulkan bahwa diameter serta lama waktu perendaman cukup besar mempengaruhi perubahan besarnya angka penyabunan pada minyak jelantah ini. V. KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal, antara lain : 1. Adsorben yang umum digunakan dalam proses pemucatan minyak terdiri dari tanah pemucat (bleaching earth), arang pemucat (bleaching carbon), dan serat. Ampas tebu merupakan serat yang dapat digunakan sebagai adsorben untuk mengikat pengotor pada minyak. 2. Kadar air dalam minyak dapat diturunkan hingga,5 %, kadar FFA minyak bekas pakai dapat diturunkan hingga,999%, dan angka penyabunan dapat mencapai angka terendah 161,542. Sehingga minyak ini masih dapat digunakan kembali untuk berbagai keperluan. 3. Lama perendaman mempengaruhi hasil penjernihan minyak yang diharapkan. Dari hasil penelitian membuktikan bahwa waktu yang optimal adalah 2x24 jam. 4. Semakin kecil diameter partikel adsorben (ampas tebu), pada penelitian ini yaitu 15 µm, maka penyerapan zat pengotor berlangsung semakin optimal. VI. DAFTAR PUSTAKA Aidil, Muhammad dan Lince. 23. Kemampuan Adsorpsi Tempurung Kelapa Sawit dengan Reaksi Karbonisasi dalam Proses Pemucatan Minyak Goreng Curah Inderalaya: Jurusan Teknik Kimia UNSRI. Andiani, Ria, Halimatussyakdiah. 23. Pemucatan Minyak Curah dengan Bleaching Earth. Inderalaya: Jurusan Teknik Kimia UNSRI Badan Standarisasi Nasional-BSN. 1998. Cara Uji Minyak dan Lemak. Jakarta. Badan Standarisasi Nasional. 22. Minyak Goreng. Jakarta. Herlina, Netti dan M. Hendra S. Ginting. 22. Lemak dan Minyak. Medan: Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara. isekolah. org. 28. Unand Temukan Teknologi Olah Minyak Jelantah Ketaren, 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Vogel, 1985.Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro, Edisi I. Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka. Witono, Johanes Anton. Produksi Furfural dan Turunannya: Alternatif Peningkatan Nilai Tambah Ampas Tebu Indonesia (Sebuah Wacana bagi Pengembangan Industri Berbasis Limbah Pertanian). Jakarta: Program Studi Teknik Kimia, Departemen Teknik Gas dan Petrokimia, Universitas Indonesia. www.wikipedia.com, 28. Tebu (Sugar Cane). 14 Jurnal Teknik Kimia, No. 1, Vol. 17, Januari 21