BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar Distribusi Pembebanan Pada Perkerasan Kaku dan Perkerasan Lentur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkerasan kaku (rigid pavement) atau perkerasan beton semen adalah perkerasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hobbs (1995), ukuran dasar yang sering digunakan untuk

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

BAB II DASAR TEORI. Lapisan pondasi bawah (subbase course) Lapisan pondasi atas (base course) Lapisan permukaan / penutup (surface course)

ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA

KOMPARASI HASIL PERENCANAAN RIGID PAVEMENT MENGGUNAKAN METODE AASHTO '93 DAN METODE Pd T PADA RUAS JALAN W. J. LALAMENTIK KOTA KUPANG

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT. Oleh : Dwi Sri Wiyanti

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. dalam perencanaan jalan, perlu dipertimbangkan beberapa faktor yang dapat

PENGARUH NILAI CBR TANAH DASAR DAN MUTU BETON TERHADAP TEBAL PELAT PERKERASAN KAKU METODE BINA MARGA

Perkerasan kaku Beton semen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERBANDINGAN HASIL PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN TIPE PERKERASAN KAKU ANTARA METODE AASHTO 1993 DENGAN METODE

Analisis Desain Perkerasan Kaku Berdasarkan AASHTO Rigid Pavement ARI SURYAWAN (hal. 213)

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN RAYA RIGID PAVEMENT (PERKERASAN KAKU)

BAB II STUDI PUSTAKA. sarana perhubungan untuk distribusi barang dan jasa. Sistem jaringan ini diatur

SEMINAR NASIONAL HAKI Tiara Convention Hall, Medan Mei 2014

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. atau jalan rel atau jalan bagi pejalan kaki.(

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERBANDINGAN PERENCANAAN PERKERASAN KAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODE

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. cara membandingkan hasil perhitungan manual dengan hasil perhitungan

PERENCANAAN JALAN DENGAN PERKERASAN KAKU MENGGUNAKAN METODE ANALISA KOMPONEN BINA MARGA (STUDI KASUS : KABUPATEN LAMPUNG TENGAH PROVINSI LAMPUNG)

2.4.5 Tanah Dasar Lapisan Pondasi Bawah Bahu Kekuatan Beton Penentuan Besaran Rencana Umur R

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 Bab 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI. Dimensi, berat kendaraan, dan beban yang dimuat akan menimbulkan. dalam konfigurasi beban sumbu seperti gambar 3.

ANALISA PERHITUNGAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN KAKU DENGAN METODE SNI Pd T PADA PROYEK PELEBARAN JALAN BATAS KOTA MEDAN TEMBUNG LUBUK PAKAM

PERBANDINGAN KONSTRUKSI PERKERASAN LENTUR DAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK PEMBANGUNAN PASURUAN- PILANG KABUPATEN PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

Studi Pengaruh Pengurangan Tebal Perkerasan Kaku Terhadap Umur Rencana Menggunakan Metode AASHTO 1993

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. Data yang digunakan untuk analisa tugas akhir ini diperoleh dari PT. Wijaya

Bab V Analisa Data. Analisis Kumulatif ESAL

LAPISAN STRUKTUR PERKERASAN JALAN

SKRIPSI PERBANDINGAN PERHITUNGAN PERKERASAN LENTUR DAN KAKU, DAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (STUDI KASUS BANGKALAN-SOCAH)

Bina Marga dalam SKBI : dan Pavement Design (A Guide. lalu-lintas rencana lebih dari satu juta sumbu kendaraan niaga.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PERHITUNGAN PERKERASAN KAKU PADA PROYEK JALAN TOL MEDAN-KUALANAMU KABUPATEN DELI SERDANG LAPORAN

Perkerasan kaku adalah struktur yang terdin dan pelat (slab) beton semen yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) PADA PROYEK PELEBARAN GERBANG TOL BELMERA RUAS TANJUNG MULIA DAN BANDAR SELAMAT-MEDAN LAPORAN

PEMBANGUNAN JALAN TOL MANDARA BALI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB III METODE PERENCANAAN START

TINJAUAN ULANG PERHITUNGAN PERENCANAAN TEBALPERKERASAN KAKU(RIGID PAVEMENT) PROYEK

Bab III Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN

Perencanaan perkerasan jalan beton semen

I.Pendahuluan: II.Tinjauan Pustaka III. Metodologi IV. Analisa Data V. Perencanaan Perkerasaan dan Metode Perbaikan Tanah. VI.Penutup (Kesimpulan dan

PENERAPAN SPESIFIKASI TEKNIK UNTUK PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN BETON. Disampaikan dalam Pelatihan : Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton

PERENCANAAN DAN ESTIMASI BIAYA PELAKSANAAN UNTUK JALAN PENGHUBUNG DI KAWASAN SURABAYA TIMUR

Abstrak BAB I PENDAHULUAN

konfigurasi sumbu, bidang kontak antara roda perkerasan. Dengan demikian

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. : 1 jalur, 2 arah, 2 lajur, tak terbagi

BAB III LANDASAN TEORI

a home base to excellence Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 Pelat Pertemuan - 2

Dwi Sulistyo 1 Jenni Kusumaningrum 2

PERENCANAAN ULANG JALAN TOL KERTOSONO MOJOKERTO STA , DENGAN MENGGUNAKAN PERKERASAN KAKU

DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA

TINJAUAN ULANG PERENCANAAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) PROYEK JALAN

Jenis-jenis Perkerasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RUANG LINGKUP PENULISAN Mengingat luasnya perencanaan ini, maka batasan masalah yang digunakan meliputi :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RANCANGAN RIGID PAVEMENT UNTUK OVERLAY JALAN DENGAN METODE BETON MENERUS DENGAN TULANGAN

BAB I. PENDAHULUAN. A. Perumusan Masalah

ANALISA PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU/RIGID PAVEMENT PADA PROYEK REKONSTRUKSI JALAN SOEKARNO HATTA TEBING TINGGI

PENCAPAIAN TEBAL PERKERASAN JALAN KAKU ANTARA BEBAN AKTUAL DAN STANDAR

Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015

BAB I PENDAHULUAN. Kelebihan dari konstruksi perkerasan kaku adalah sifat kekakuannya yang. sementara kelemahan dalam menahan beban

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari bahan khusus yang mempunyai kualitas yang lebih baik dan dapat

STUDI PERBANDINGAN KUAT TEKAN DAN KUAT LENTUR PADA PERKERASAN KAKU YANG MENGGUNAKAN AGREGAT BATU PECAH MANUAL DAN AGREGAT BATU PECAH MESIN

PERENCANAAN PERKERASAN JALAN

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAN BAMBU UNTUK TULANGAN JALAN BETON

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 METODOLOGI. a. Peninjauan pustaka yang akan digunakan sebagai acuan penulisan dan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian B. Rumusan Masalah

Evaluasi Struktural Perkerasan Kaku Menggunakan Metoda AASHTO 1993 dan Metoda AUSTROADS 2011 Studi Kasus : Jalan Cakung-Cilincing

BINA MARGA PT T B

Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2011 Dengan Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN KAKU PADA RUAS JALAN LINGKAR MAJALAYA MENGGUNAKAN METODE BINA MARGA 2002

BAB III METODA PERENCANAAN

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LAHAN PENUMPUKAN CONTAINER DI PT. KBN MARUNDA

Studi Perencanaan Tebal Lapis Tambah Di Atas Perkerasan Kaku

BAB 1 PENDAHULUAN. sehingga memberikan kenyamanan kepada pengemudi selama masa pelayanan

PENGGUNAAN METODE CAKAR AYAM MODIFIKASI SEBAGAI SOLUSI PEMBANGUNAN JALAN DI ATAS TANAH EKSPANSIF

BAB III METODA PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISA PERBANDINGAN PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN KAKU ANTARA METODE AASHTO 1993 DENGAN METODE BINA MARGA 1983 TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI F DAN Pt T B

PERENCANAAN JALAN RING ROAD BARAT PEREMPATAN CILACAP DENGAN MENGGUNAKAN BETON

BAB III LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement

Studi Penanganan Ruas Jalan Bulu Batas Kota Tuban Provinsi Jawa Timur Menggunakan Data FWD dan Data Mata Garuda

BAB IV ANALISA KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN BETON. genangan air laut karena pasang dengan ketinggian sekitar 30 cm. Hal ini mungkin

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalan 2.1.1 Istilah Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut : 1. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. 2. Jalan Umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum. 3. Jalan Khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau keompok masyarakat untuk kepentingan sendiri. Jalan khusus antara lain adalah jalan di dalam kawasan pelabuhan, jalan perkebunan, jalan inspeksi pengairan dan jalan dikawasan permukiman yang belum di serahkan kepada pemerintah. 4. Jalan Tol adalah jalan umum yang bebas hambatan dan sebagai jalan nasional yang penggunaannya diwajibkan membayar tol. II-1

2.1.2 Klasifikasi dan Fungsi Jalan a. Klasifikasi Menurut Sistem Jaringan Jalan Klasifikasi Menurut Sistem Jaringan Jalan : (1) Sistem Jaringan Jalan Primer, (2) Sistem Jaringan Jalan Sekunder. 1) Sistem Jaringan Jalan Primer Sistem Jaringan Jalan Primer adalah sistem jaringan jalan bersifat menerus yang memberikan pelayanan lalu lintas tidak terputus walaupun masuk kedalam kawasan perkotaan Kawasan yang mempunyai fungsi primer, antara lain : Industri berskala Regional, Bandar Udara, Pasar Induk, Pusat perdagangan skala Regional/Grosir. 2) Sistem Jaringan Jalan Sekunder Sistem Jaringan Jalan Sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan. b. Klasifikasi Menurut Fungsi Jalan Klasifikasi Jalan Umum Menurut Fungsi Jalan terdiri atas Jalan Arteri, Jalan Kolektor, Jalan Lokal dan Jalan Lingkungan. II-2

1) Jalan Arteri Jalan Arteri adalah merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. 2) Jalan Kolektor Jalan Kolektor adalah merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. Angkutan pengumpul adalah angkutan antara yang bersifat mengumpulkan angkutan setempat untuk diteruskan ke angkutan utama dan sebaliknya yang bersifat membagi dari angkutan utama untuk diteruskan ke angkutan setempat. 3) Jalan Lokal Jalan Lokal adalah merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan ratarata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. Angkutan setempat adalah angkutan yang melayani kebutuhan masyarakat setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rendah, dan frekuensi ulang-alik yang tinggi II-3

4) Jalan Lingkungan Jalan Lingkungan adalah merupakan yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah. 2.2 Perkerasan Kaku Perkerasan Kaku ( Rigid Pavement ) adalah suatu susunan konstruksi perkerasan di mana sebagai lapisan atas digunakan pelat beton yang terletak di atas pondasi atau di atas tanah dasar pondasi atau langsung di atas tanah dasar (subgrade). 2.2.1. Jenis-Jenis Perkerasan Kaku Berdasarkan adanya sambungan dan tulangan plat beton perkerasan kaku, perkerasan beton semen dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis sebagai berikut : a) Perkerasan beton semen biasa dengan sambungan tanpa tulangan untuk kendali retak. b) Perkerasan beton semen biasa dengan sambungan dengan tulangan plat untuk kendali retak. Untuk kendali retak digunakan wire mesh diantara siar dan penggunaannya independen terhadap adanya tulangan dowel. II-4

c) Perkerasan beton bertulang menerus (tanpa sambungan). Tulangan beton terdiri dari baja tulangan dengan prosentasi besi yang relatif cukup banyak (0,02 % dari luas penampang beton). Pada saat ini, jenis perkerasan beton semen yang populer dan banyak digunakan di negara-negara maju adalah jenis perkerasan beton bertulang menerus. Dalam konstruksinya, plat beton sering disebut sebagai lapis pondasi karena dimungkinkan masih adanya lapisan aspal beton pada bagian atasnya yang berfungsi sebagai lapis permukaan. II-5 Perkerasan beton yang kaku dan memiliki modulus elastisitas yang tinggi, mendistribusikan beban dari atas menuju ke bidang tanah dasar yang cukup luas sehingga bagian terbesar dari kapasitas struktur perkerasan diperoleh dari plat beton sendiri. Hal ini berbeda dengan perkerasan lentur dimana kekuatan perkerasan diperoleh dari tebal lapis pondasi bawah, lapis pondasi dan lapis permukaan. Karena yang paling penting adalah mengetahui kapasitas struktur yang menanggung beban, maka faktor yang paling diperhatikan dalam perencanaan tebal perkerasan beton semen adalah kekuatan beton itu sendiri. Adanya beragam kekuatan dari tanah dasar dan atau pondasi hanya berpengaruh kecil terhadap kapasitas struktural perkerasannya. Lapis pondasi bawah jika digunakan di bawah plat beton karena beberapa pertimbangan, yaitu antara lain untuk menghindari terjadinya pumping, kendali terhadap sistem drainasi, kendali terhadap kembang

susut yang terjadi pada tanah dasar dan untuk menyediakan lantai kerja (working platform) untuk pekerjaan konstruksi. Secara lebih spesifik, fungsi dari lapis pondasi bawah adalah : 1) Menyediakan lapisan yang seragam, stabil dan permanen. 2) Menaikkan harga modulus reaksi tanah dasar (modulus of sub-grade reaction = k), menjadi modulus reaksi gabungan (modulus of composite reaction). 3) Mengurangi kemungkinan terjadinya retak-retak pada plat beton. 4) Menyediakan lantai kerja bagi alat-alat berat selama masa konstruksi. 5) Menghindari terjadinya pumping, yaitu keluarnya butir-butiran halus tanah bersama air pada daerah sambungan, retakan atau pada bagian pinggir perkerasan, akibat lendutan atau gerakan vertikal plat beton karena beban lalu lintas, setelah adanya air bebas terakumulasi di bawah pelat. 2.2.2. Persyaratan Umum Konstruksi Perkerasan Kaku a) Tanah Dasar Untuk daya dukung tanah ditentukan oleh CBR insitu sesuai dengan SNI 03-1731-1989 atau CBR Laboratorium sesuai dengan SNI 03-1744-1989, masing - masing untuk perencanaan tebal perkerasan lama dan perkerasan jalan baru. Di sini apabila tanah dasar memiliki nilai CBR di bawah 2% maka digunakan pondasi bawah yang terbuat dari beton kurus setebal 15 cm sehingga tanah dianggap memiliki CBR 5%. II-6

Pondasi Bawah Untuk bahan pondasi bawah biasanya digunakan : - Bahan Berbutir - Stabilisasi atau dengan beton giling padat (Lean Rolled Concrete) - Campuran beton kurus (Lean-Mix Concrete) b) Beton Semen Kekuatan beton harus dinyatakan dalam nilai kuat tarik uji lentur (flexural, strength) umur 28 hari, yang didapat dari hasil pengujian balok dengan pembebanan tiga titik (ASTM C-78) yang besarnya secara tipikal sekitar 3-5 Mpa (30-50 kg/cm 2 ). Beton juga bisa di perkuat dengan serat baja (stell fibre) untuk memperkuat kuat tarik lenturnya serta mengendalikan retak pada plat khususnya bentuk tak lazim. c) Lalu Lintas Untuk penentuan beban lalu lintas rencana pada perkerasan beton semen dinyatakan dalam jumlah sumbu kendaraan niaga sesuai dengan konfigurasi sumbu pada lajur rencana selama umur rencana. Lalu lintas harus dianalisis berdasarkan hasil perhitungan volume lalu lintas dan konfigurasi sumbu menggunakan data terakhir atau data 2 tahun terakhir. Untuk kendaraan yang ditinjau memiliki berat total minimum 5 ton. II-7

d) Bahu Bahu dapat terbuat dari bahan lapisan pondasi bawah dengan atau tanpa lapisan penutup beraspal atau lapisan beton semen. Pada pedoman yang dimaksud dengan Bahu beton semen adalah bahu yang dikunci dan diikatkan dengan lajur lalu-lintas dengan lebar minimum 1,50 m, atau bahu yang menyatu dengan lajur lalu-lintas selebar 0,60 m yang juga mencakup saluran dna kereb. e) Sambungan Sambungan pada perkerasan beton berfungsi sebagai : 1) Membatasi tegangan dan pengendalian retak yang disebabkan oleh penyusutan, pengaruh lenting serta beban lalu lintas. 2) Memudahkan pelaksanaan 3) Mengakomodasi gerakan pelat 4) Untuk polanya, sambungan beton semen memiliki batas - batas tersendiri diantaranya : a) Panel diusahakan sepersegi mungkin dengan perbandingan maksimum panjang dan lebarnya 1,25 b) Jarak maksimum sambungan memanjangnya 3-4 m c) Jarak maksimum sambungan melintang 25 kali tebal plat, maksimum 5 m d) Antar sambungan harus terhubung dengan satu titik untuk menghindari terjadinya retak refleksi pada lajur bersebelahan II-8

e) Sudut dari sambungan yang lebih kecil dari 60 derajat harus dihindari dengan mengatur 0.5 m panjang terakhir dibuat tegak lurus terhadap tepi perkerasan f) Semua bangunan lain seperti manhole harus dipisahkan dari perkerasan dengan sambungan muai selebar 12 mm meliputi keseluruhan tebal plat 2.2.3. Prosedur Perencanaan Perencanaan tebal perkerasan menggunakan persyaratan teknis dan ketentuan-ketentuan yang dipakai pada metode AASHTO 1993 adalah sebagai berikut : a) Analisis lalu lintas : umur rencana, LHR, pertumbuhan lalu lintas tahunan, vehicle demage factor, equivalen single axle load. 1) Umur rencana : umur rencana rigid pavement diambil 20 tahun untuk konstruksi baru. 2) LHR dan pertumbuhan lalu lintas tahunan Ciri pengenalan penggolongan kendaraan adalah seperti dibawah ini, 3) Vehicle Damage Factor ( VDF ) : Nilai - nilai VDF diambil dari BINA MARGA MST-10 dimana angka ekivalen ( E ) masing - masing golongan beban sumbu ( setiap kendaraan ) ditentukan menurut rumus dibawah ini: II-9

Bebansatusumbutunggaldalamkg4 Sumbu tunggal = ( ) 8160 Bebansatusumbutunggaldalamkg4 Sumbu ganda =0,086 ( ) 8160 Sumber : BINA MARGA MST-10 4) Traffic design ( ESAL ) b) CBR Dalam perencanaan perkerasan kaku digunakan untuk penentuan nilai parameter modulus reaksi tanah dasar. CBR yang umum digunakan di Indonesia berdasar besaran 6 % untuk lapisan tanah dasar, mengacu pada spesifikasi PU edisi 2005 dan PU DKI edisi 2004. Akan tetapi tanah dasar dengan nilai CBR 5 % dan atau 4 % pun dapat digunakan setelah melalui kajian geoteknik. c) Material konstruksi perkerasan Material konstruksi perkerasan yang digunakan adalah : 1) Pelat beton Flexural strength ( Sc ) = 45 kg/cm2 Kuat tekan ( benda uji silinder 15 x 30 cm ) : fc = 350kg/cm2 2) Wet lean concrete Kuat tekan ( benda uji silinder 15 x 30 cm ) : fc' = 150kg/cm2 II-10

d) Reliability e) Serviceability f) Modulus reaksi tanah dasar Modulus of subgrade ( k ) menggunakan gabungan formula dan grafik penentuan modulus reaksi tanah dasar berdasarkan ketentuan CBR tanah dasar. MR = 1.500 x CBR MR K 19,4 MR = Resilient modulus g) Modulus elastisitas beton h) Flexural strength i) Drainage coefficient 1) Variabel factor drainase Variabel pertama : mutu drainase, dengan variasi excellent, good, fair, poor, very poor. Variabel kedua : persentase struktur perkerasan dalam satu tahun terkena air sampai tingkat mendekati jenuh air dengan variasi < 1%, 1-5%, 5-25%, > 25% II-11

2) Penetapan variable mutu drainase Tabel 2.1 Quality of drainage Quality of drainage Excellent Good Fair Poor Very poor Water removed within 2 jam 1 hari 1 minggu 1 bulan Air tidak terbebaskan Sumber : AASHTO 1993 3) Penetapan variable prosen perkerasan terkena air j) Load transfer coefficient k) Analisa Lalu lintas l) Persamaan Penentuan Tebal Pelat (D) II-12