BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem norma hukum di Indonesia, norma-norma hukum yang

dokumen-dokumen yang mirip
Pokok Bahasan. Sistem Norma Hukum Hierarki Peraturan dalam Sistem Norma Hukum di Indonesia

R. Herlambang P. Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2014

EKSISTENSI KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PERKEMBANGAN PENGATURAN SUMBER HUKUM DAN TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA Oleh: RETNO SARASWATI 1

DINAMIKA KEDUDUKAN TAP MPR DI DALAM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Oleh: Totok Soeprijanto Widyaiswara Utama pada Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan

BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Sebelum Amandemen Undang-Undang Dasar 1954, MPR merupakan

Riki Yuniagara: Jenis dan Hirarki Peraturan...

Kewenangan pembatalan peraturan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Norma Hukum dan Hierarki Norma Hukum dalam Masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat ada banyak macam-macam norma baik


BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kesimpulan dari permasalah yang penulis teliti, yaitu:

BAB III KEDUDUKAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/PUU- XII/2014

BAB I PENDAHULUAN. Norma hukum yang berlaku di Indonesia berada dalam sistem berlapis dan

HAN Sektoral Pertemuan Kedua HAN Sektoral dan Peraturan Perundang-Undangan SKEMA PEMERINTAH

BAB SATU PENDAHULUAN

BAB III KONSEKUENSI HUKUM MASUKNYA TAP MPR RI KE DALAM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG P3

Mentaati Peraturan. Perundang-undangan

GAYA PERUMUSAN KALIMAT PERINTAH PEMBENTUKAN PERATURAN YANG MENJALANKAN DELEGASI DARI UNDANG-UNDANG DI INDONESIA

OLEH: DR. WICIPTO SETIADI, S.H., M.H. PENDAHULUAN. law as a tool of social engineering

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dituangkan secara eksplisit dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang

DAFTAR PUSTAKA. Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti,

Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi. Rudy, dan Reisa Malida

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif yang biasa dikenal

Sinkronisasi horizontal..., Irfan Huzairin, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sebagaimana penegasannya dalam penjelasan umum Undang-Undang

MEMAHAMI UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. OLEH : SRI HARININGSIH, SH.,MH

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR III/MPR/2000 TENTANG SUMBER HUKUM DAN TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEDUDUKAN KETETAPAN MPR DALAM SISTEM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA Oleh: Muchamad Ali Safa at

Tajuk Entri Bahan Pustaka Karya Perundang-undangan. di Perpustakaan Nasional RI. oleh : Suwarsih, MSi.

MENGUJI KONSTITUSIONALITAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG

ILMU PERUNDANG- UNDANGAN DALAM HAN

Kedudukan TAP MPR Dalam Sistem Perundang-Undangan Indonesia 1

Kata Kunci: Perundang-Undangan Dan Norma

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

MATRIKS PERUBAHAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PROBLEMATIKA KETETAPAN MPR PASCA REFORMASI DAN SETELAH TERBITNYA UNDANG-UNDANG NO. 12 TAHUN 2011

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN KETETAPAN MPR DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

BAB III PENJELASAN 1. Proses Penyusunan Rancangan Undang - Undang 2. Penyusunan RUU Berdasarkan Program Legislasi Nasional ( Prolegnas )

KEDUDUKAN KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEDUDUKAN TAP MPR DAN IMPLIKASINYA TERHADAP HIERARKI PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DI INDONESIA. Oleh : Irwandi,SH.MH. 1. Abstrak

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah

ANALISIS YURIDIS PEMBATALAN PERDA OLEH MENTERI DALAM NEGERI

Problematic MPR Decree Post Reform and After The Issuance of Law No. 12 of 2011

PENERAPAN HIERARKI PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DALAM KETATANEGARAN INDONESIA

HUKUM TERTULIS Adalah hukum yang sengaja dibuat oleh pemerintah untuk mengatur kehidupan bersama manusia dalam masyarakat

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 75/PUU-XII/2014 Status Hukum Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 dan Ketetapan MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967

PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan reformasi yang digalakkan oleh mahasiswa dan masyarakat

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif ( normative legal reserch) yaitu

BAB IV PENUTUP. sebelumnya, penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

PENDIDIKAN PANCASILA

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H.

SUMBER HUKUM TATA NEGARA

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kepastian hukum bagi jalannya kehidupan organisasi pemerintahan di Indonesia,

DASAR PERTIMBANGAN MASUKNYA KETETAPAN MPR DALAM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. Oleh : Masriyani, S.H., M.H. Abstract

EKSISTENSI PERPPU DALAM SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PRODUK HUKUM KETETAPAN MPR SETELAH PERUBAHAN UUD Drs Munif Rochmawanto, SH,MH,MM. Abstrak

BAB III SUMBER HUKUM

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Tata Urutan Peraturan Perundangan Indonesia / Hukum Undang-Undang Indonesia

Pengujian Peraturan Daerah

Reposisi Peraturan Desa dalam Kajian Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 & Undang-undang No. 12 Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

KETETAPAN MAJ ELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR III/MPR/2OOO

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NEGARA HUKUM, HIERARKI PERUNDANG-UNDANGAN, DAN MPR

REEKSISTENSI KETETAPAN MPR DAN IMPLIKASI YURIDISNYA TERHADAP JUDICIAL REVIEW DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada Tahun 2008, Presiden Republik Indonesia dengan kewenangannya

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017 Website :

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya konstitusi menurut K.C. Wheare, adalah resultante atau kesepakan. sosial,ekononi, dan budaya ketika dibuat.

PENGUJIAN KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT DALAM SISTEM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA KRISTON SIGILIPU / D

PROBLEMATIKA KEDUDUKAN TAP MPR DALAM UU NO. 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BAB II EKSISTENSI PERPPU DALAM KONSTITUSI DI INDONESIA. A. Hirarki Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia

BAB IV ANALISIS KEDUDUKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG SEBAGAI DASAR HUKUM DALAM MEMUTUS PERKARA PERDATA DI LINGKUNGAN PENGADILAN AGAMA

Kewenangan Pembentukan Peraturan Menteri Sebagai Jenis Peraturan Perandung-undangan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

KEDUDUKAN KETETAPAN MPR DALAM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BERDASARKAN UU NOMOR 12 TAHUN 2011

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KONSTITUSIONALITAS KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT DALAM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. Meirina Fajarwati*

DELEGASI REGULASI DAN SIMPLIFIKASI REGULASI DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN KEPALA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama

DAFTAR PUSTAKA. Amini, Aisyah, Pasang Surut Peran DPR-MPR , Yayasan Pancur Siwah, Jakarta: 2004, Hlm. 36

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam rangka menghadapi. Dikeluarkannya Perpu oleh Presiden harus memuat unsur hal ihwal

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD

EVALUASI HUKUM TERHADAP EKSISTENSI KETETAPAN MPR SECARA NORMATIF KONSTITUSIONAL DALAM RANGKA MENGAWAL TEGAKNYA KONSTITUSI NEGARA ABSTRACT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB III TINJAUAN TEORITIS KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT. A. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat di Indonesia

BEBERAPA KETENTUAN DALAM UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 1

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENGUJI PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA. Oleh : DJOKO PURWANTO

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA


KEDUDUKAN KETETAPAN MPR BERDASARKAN UU NO. 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PROBLEMATIKA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG ATAS KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT (TAP MPR) Abstrak

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem norma hukum di Indonesia, norma-norma hukum yang berlaku berada dalam sistem yang berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang, sekaligus berkelompok-kelompok, dimana suatu norma itu selalu berlaku, bersumber serta berdasar pada norma yang lebih tinggi, dan norma yang lebih tinggi berlaku bersumber serta juga berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma dasar negara (Staatsfundamentalnorm). 1 Norma hukum memainkan peranan dalam hubungan kehidupan kenegaraan maupun bermasyarakat, seperti Undang Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945) menjadi dasar hukum tertulis untuk mengatur segala aspek kehidupan bernegara yang akan lebih lanjut di atur dalam peraturan perundang-undangan lain yang berada dibawah UUD Tahun 1945. Artinya peraturan perundang-undangan yang berada di bawah UUD Tahun 1945 harus bersumber dan berdasar pada UUD Tahun 1945 baik dari aspek prosedurnya maupun dalam hal materi muatan yang tidak dapat bertentangan dengan materi muatan UUD Tahun 1945. Adapun kelompok hierarki norma hukum di Indonesia : 2 1. Staatsfundamentalnorm : Pancasila (Pembukaan UUD 1945) 2. Staatgrundgesetz : Batang Tubuh UUD 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Ketetapan MPR), dan Konvensi Ketatanegaraan. 3. Foemell Gesetz : Undang-Undang 4. Verordnung & Autonome : Peraturan Pelaksana dan Peraturaturan Otonom 1 Hans Kelsen dalam Maria Farida, Ilmu Perundang-undangan : Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Kanisius, Yogyakarta, 2007, hlm. 21-22 2 Jimly Asshiddiqie, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Sekertariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006, hlm. 171.

2 Peraturan perundang-undangan dalam sistematika hukum merupakan bagian utama dari hukum tertulis dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hukum tertulis adalah hukum yang dibentuk dan diterapkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan dalam bentuk dan format tertentu. Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan haruslah memperhatikan kaidah-kaidah pembentukannya, disamping itu harus juga memperhatikan aspek formil atau disebut juga aspek prosedural dan aspek materiil. 3 Dalam ilmu hukum terdapat istilah undang-undang dalam arti formil dan undang-undang dalam arti materil. Undang-undang adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPR dengan persetujuan bersama Presiden. 4 Undang-undang dalam arti formil adalah keputusan tertulis sebagai hasil kerja sama antara pemegang kekuasaan eksekutif (Presiden) dan legislatif (DPR) yang berisi aturan tingkah laku yang bersifat dan mengikat secara umum. Sedangkan yang dimaksud dengan undang-undang dalam arti materil adalah setiap keputusan tertulis yang dikeluarkan pejabat yang berwenang yang berisi aturan tingkah laku dan mengikat secara umum. 3 Aspek formil berhubungan dengan landasan formal konstitusional dan aspek materiil berhubungan dengan materi muatan yang harus diatur dalam peraturan perundang-undangan sesuai dengan jenis dan hierarkinya dan sesuai dengan apa yang diperintahkan UUD. 4 Rumusan Pasal 1 ayat (3) UU Nomor 10 Tahun 2004

3 Sejarah hierarki peraturan perundang-undangan dimulai dan dilatarbelakangi oleh Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR Mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, sebagai berikut : 5 1. Undang Undang Dasar 1945 2. Ketetapan MPR 3. Undang Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang 4. Peraturan Pemerintah 5. Keputusan Presiden Peraturan pelaksana lainnya yang meliputi : Peraturan menteri Instruksi menteri Dan lain-lain. Setelah reformasi, berdasarkan Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan jenis peraturan perundang-undangan adalah : 1. Undang-Undang Dasar 1945 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Republik Indonesia (Ketetapan MPR) 3. Undang-undang 4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) 5. Peraturan Pemerintah 6. Keputusan Presiden 7. Peraturan Daerah Penyebutan jenis peraturan perundang-undangan di atas sekaligus merupakan hierarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan pada saat itu. Artinya, suatu peraturan perundang-undangan selalu berlaku, bersumber dan berdasar pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan norma yang 5 Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966 Tentang Memorandum DPR-GR Mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia jo Ketetapan MPR Nomor V/MPR/1973 Tentang Peninjauan Produk-Produk yang Berupa Ketetapan-Ketetapan Majelis

4 lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi lagi, dan seterusnya sampai pada peraturan perundang-undangan yang paling tinggi tingkatannya. Konsekuensinya, setiap peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Pembentukan peraturan perundang-undangan yang selanjutnya berlaku adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 6 Undang-undang ini merupakan aturan formal yang secara garis besar memuat tiga bagian besar yaitu Tata Urutan Perundang-undangan & Materi Muatan Perundangan, Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Teknis Perundang-undangan. UU Nomor 10 Tahun 2004 menyatakan tentang jenis hierarki peraturan perundang-undangan dalam Pasal 7 ayat (1) dan (2), sebagai berikut: 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang 3. Peraturan Pemerintah 4. Peraturan Presiden 5. Peraturan Daerah ayat (2) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi: 1. Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi bersama dengan gubernur. 2. Peraturan Daerah kabupaten/kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota. 3. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya. 6 Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lebaran Negara Republik Indonesia (TLNRI) Nomor 4389

5 Berbeda dengan pengaturan tentang tata urutan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelumnya UU Nomor 10 Tahun 2004 ini telah menghilangkan Ketetapan MPR/S dari hierarki peraturan perundang-undangan. Terdapat beberapa alasan yang mendasari dikeluarkannya Ketetapan MPR dari hierarki peraturan perundang-undangan dalam UU Nomor 10 Tahun 2004 : 7 1. Pasal 24C ayat (1) menggarisbawahi bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, dan seterusnya. Ini berarti bahwa peraturan perundang-undangan yang langsung berada di bawah UUD adalah UU. Kalau seandainya ada Tap MPR dibawah UUD maka ketentuan pengujiannya tentu akan menentukan bahwa MK menguji Ketetapan MPR. Dengan demikian jelas bahwa Ketetapan MPR bukanlah peraturan perundang-undangan. 2. Aturan Tambahan Pasal I UUD hasil amandemen menentukan bahwa Majelis Permusawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat utusan Sidang MPR Tahun 2003. Ketentuan ini jelas emerintahkan kepada MPR untuk meninjau dan menentukan status baru bagi semua Ketetapan MPR/S yang sudah ditetapkan bukan sebagai peraturan perundang-undangan lagi. Jadi ketentuan Aturan Tambahan ini dibuat karena Ketetapan MPR bukan lagi sebagai peraturan perudang-undangan sehingga harus dibuat status baru untuk yang sudah ada dan terlanjur menjadi peraturan perundang-undangan. 3. Berdasarkan ketentuan hasil amandemen atas status Ketetapan MPR/S yang (secara popular) dikenal dengan Tap Sapujagat yakni Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002. UU No.10 Tahun 2004 yang dibuat antara lain, untuk menyesuaikan dengan tuntutan UUD 945 hasil amandemen itu menetapkan jenis-jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan dengan tidak lagi memasukkan Ketetapan MPR sebagai peraturan perundang-undangan. 7 Riri Nazria, MPR RI Kajian Terhadap Produk Hukum dan Prospek di Masa Depan, FH UII Press, Yogyakarta, 2007, hlm. 297-298

6 Menurut penulis terdapat beberapa hal yang perlu digarisbawahi terkait beberapa alasan dikeluarkannya Ketetapan MPR dari hierarki peraturan perundang-undangan dalam UU Nomor 10 Tahun 2004, yakni: 1. Ketetapan MPR bukanlah peraturan perundang-undangan hal ini disebabkan karena dasar hukum mengenai Ketetapan MPR/S dalam UUD Tahun 1945 tidak diatur secara jelas dan tegas seperti halnya undang-undang dan peraturan pemerintah ditambah juga karena adanya amandemen UUD Tahun 1945 Pasal 1 Ayat (2), dimana kedudukan MPR tidak lagi sebagai lembaga yang superior tapi kedudukan MPR sejajar dengan lembaga tinggi negara lainnya. Ini jelas berkaitan langsung dengan aturan-aturan yang berlaku baik itu yang berlaku dalam UUD Tahun 1945 atau Ketetapan MPR dimana MPR dinilai sudah tidak sewajarnya lagi mengeluarkan produk hukum yang bernama Ketetapan MPR, karena Ketetapan MPR hanya tebatas pada kewenangan MPR itu sendiri. 2. Ketetapan MPR bukan lagi sebagai peraturan perudang-undangan sehingga harus dibuat status baru untuk yang sudah ada dan terlanjur menjadi peraturan perundang-undangan hal ini merujuk pada Ketetepan MPR Nomor III/MPR/2003 dimana Ketetapan MPR telah dikategorikan dalam beberapa kelompok yang dimasing-masing kelompoknya sudah jelas status hukumnya, antara lain : a. Ketetapan MPR/S dinyatakan dicabut dan tidak berlaku; b. Ketetapan MPR/S dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan; c. Ketetapan MPR/S dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentuknya pemerintahan hasil Pemilu 2004; d. Ketetapan MPR/S dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentuknya undang-undang; e. Ketetapan MPR/S dinyatakan masih berlaku sampai ditetapkanya Peraturan Tata Tertib yang baru oleh MPR-Ri hasil Pemilu 2004; f. Ketetapan MPR/S dinyatakan tidak perlu tindakan hukum lebih lanjut, baik karena einmalig (final), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan. 3. Tidak lagi memasukkan Ketetapan MPR sebagai peraturan perundang-undangan ini menjelaskan bahwa Ketetapan MPR tidak dapat dijadikan lagi sebagai bahan acuan dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan karena tidak lagi memiliki status hukum.

7 Dapat kita amati lebih mudah lagi sejarah hierarki peraturan perundang-undangan sejak tahun 1966-2004 yang dimuat dalam bentuk tabel di bawah ini : 8 Tabel 1 Evolusi Hierarki Peraturan Perundang-undangan 1966-2004 Ketetapan MPRS No. XX/MPR/1966 Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 1. UUD 1945 2. Ketetapan MPR 3. UU/Perpu 4. Peraturan Pemerintah 5. Kepres 6. Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya: Peraturan Menteri Instruksi Menteri 1. UUD 1945 2. Ketetapan MPR 3. Undang-undang 4. Perpu 5. Peraturan Peerintah 6. Keputusan Presiden 7. Peraturan Daerah 1. UUD 1945 2. UU/Perpu 3. Peraturan Pemerintah 4. Peraturan Presiden 5. Peraturan Daerah: Perda Provinsi dibuat oleh DPRD dengan Gubernur Perda Kab/Kota dibuat oleh DPRD Kab/Kota bersama Bupati/walikota Peraturan Desa / peraturan yang setingkat. Dibuat oleh BPD atau nama lainnya bersama Kepala Desa atau nama lainnya. Pembaharuan hierarki peraturan perundang-undangan tidak hanya berhenti pada UU Nomor 10 Tahun 2004, pada 12 Agustus 2011 UU Nomor 10 Tahun 2004 dinyatakan tidak berlaku dengan munculnya UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 9 UU Nomor 12 Tahun 2011 terjadi suatu perubahan tata susunan peraturan perundang-undangan atau dapat disebut terjadi pembaharuan terhadap tata susunan peraturan perundang-undangan. 8 Ibid., hlm. 299 9 LNRI Tahun 2001 Nomor 82, TLNRI Nomor 5234

8 Hal ini dikarenakana pada UU Nomor 10 Tahun 2004 telah menghilangkan Ketetapan MPR sedangkan pada UU Nomor 12 Tahun 2011 kembali mencantumkan Ketetapan MPR dalam hierarki peraturan perundang-undangan, serta terdapat beberapa kelemahan-keleamhan dalam UU Nomor 10 Tahun 2011 antara lain : 10 1. Materi dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 banyak yang menimbulkan kerancuan atau multitafsir sehingga tidak memberikan suatu kepastian hukum; 2. Teknik penulisan rumusan banyak yang tidak konsisten; 3. Terdapat materi baru yang perlu diatur sesuai dengan perkembangan atau kebutuhan hukum dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;dan 4. Penguraian materi sesuai dengan yang diatur dalam tiap bab sesuai dengan sistematika Ketetapan MPR kembali dimasukkan dalam tata susunan peraturan perundang-undangan. Adapun tata susunan peraturan perundang-undangan berdasarkan Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011 adalah: 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat 3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang 4. Peraturan Pemerintah 5. Peraturan Presiden 6. Peraturan Daerah Provinsi dan 7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota Berdasarkan uraian diatas, maka munculah masalah hukum terhadap kedudukan Ketetapan MPR dalam sistem hukum Indonesia saat ini, mengingat telah ditetapkan UU Nomor 12 Tahun 2011 sebagai pengganti UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang 10 LNRI Tahun 2001 Nomor 82, TLNRI Nomor 5234

9 Undangan yang didalamnya menjadikan Ketetapan MPR/S sebagai peraturan perundang-undangan. Penulisan skripsi ini merupakan lanjutan dari skripsi mahasiswa bagian hukum tata negara fakultas hukum univesitas lampung yaitu Tantri Wibisono dimana pada skripsi saudara Tantri belum terdapat pembahasan TAP MPRS/MPR yang merujuk pada UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undanga. Sedagkan dalam skripsi ini penulis membahas tantang status hukum ketetapan MPR dalam hierarki peraturan perundang-undangan dalam UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang, maka permasalahan yang menjadi batasan dalam penulisan ini adalah : 1) Mengapa Ketetapan MPR dicantumkan kembali sebagai peraturan perundang-undangan dalam UU Nomor 12 Tahun 2011? 2) Mengapa kedudukan Ketetapan MPR ditempatkan pada tata urutan peraturan perundang-undangan dibawah UUD Tahun 1945 dan diatas undang-undang?

10 2. Ruang Lingkup 1) Bidang Kajian Ilmu Kajian ilmu dalam pembahasan penulisan adalah ilmu hukum dengan konsentrasi Hukum Tata Negara, mengenai kedudukan hukum Ketetapan MPR dalam hierarki peraturan perundang-undangan setelah munculnya UU Nomor 12 Tahun 2011. 2) Obyek kajian dalam pembahasan penulisan adalah kedudukan hukum Ketetapan MPR dalam hierarki peraturan perundang-undangan. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Mengetahui alasan pencantuman kembali Ketetapan MPR sebagai salah satu sumber hukum dan tata uturan peraturan perundang-undangan dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 2) Mengetahui alasan Kedudukan Ketetapan MPR dalam hierarki peraturan perundang-undangan yang diposisikan dibawah UUD Tahun 1945 dan diatas undang-undang. 2. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini mempunyai dua fungsi, yaitu : 1. Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran dan pengetahuan ilmu hukum ketatanegaraan terutama dalam bidang hukum perundang-undangan, dan perkembangan ketatanegaraan, khususnya untuk

mengetahui alasan pencantuman kembali produk hukum lembaga MPR/S dalam sistem hukum Indonesia setelah ditetapkannya UU Nomor 12 Tahun 2011, serta mengetahui kedudukannya dalam hierarki peraturan perundang-undangan. 2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat : a. Menambah wawasan bagi penulis serta para pembaca tentang perkembangan dan kedudukan Ketetapan MPR/S saat ini dalam sisitem hukum Indonesia setelah ditetapkannya UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan. b. Menjadi sumbangsi kepada Fakultas Hukum Universitas Lampung khususnya minat Hukum Tata Negara, tempat penulis mendalami ilmu pengetahuan tentang Hukum dan Hukum Ketatanegaraan serta untuk melengkapi salah satu syarat akademik guna menyelesaikan pendidikan starta satu (S1) dalam bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung. 11