HUBUNGAN DERAJAT BERAT MEROKOK BERDASARKAN INDEKS BRINKMAN DENGAN DERAJAT BERAT PPOK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut

BAB I PENDAHULUAN. PPOK merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan beberapa efek

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang

ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA SKOR COPD ASSESSMENT TEST (CAT), INDEKS BRINKMAN DAN FUNGSI PARU

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of

Oleh: KHAIRUN NISA BINTI SALEH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

HUBUNGAN RIWAYAT KEBIASAAN MEROKOK DENGAN DERAJAT PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DI POLIKLINIK PARU RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU

BAB I A. LATAR BELAKANG. morbiditas kronik dan mortalitas di seluruh dunia, sehingga banyak orang yang

BAB III METODE PENELITIAN

LAMPIRAN 1 LEMBAR PEMERIKSAAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik,

Kata kunci : asap rokok, batuk kronik, anak, dokter praktek swasta

ABSTRAK PENILAIAN KUALITAS HIDUP PASIEN PPOK RAWAT JALAN DENGAN METODE SAINT GEORGE S RESPIRATORY QUESTIONNAIRE (SGRQ)

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur

DAFTAR ISI. SAMPUL DALAM... i. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI... iv. ABSTRAK...

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Penyakit Paru Obstruktif Kronik selanjutnya disebut PPOK atau

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

THE CHARACTERISTICS OF THE CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE PATIENTS AT IMMANUEL HOSPITAL BANDUNG IN 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

BAB III METODE PENELITIAN

Pemakaian obat bronkodilator sehari- hari : -Antikolinergik,Beta2 Agonis, Xantin,Kombinasi SABA+Antikolinergik,Kombinasi LABA +Kortikosteroid,,dll

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sekarang sedang menanggung beban ganda dalam kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi perokok dewasa per hari. Menurut data Global Adult Tobacco Survey

PENGARUH PURSED LIPS BREATHING

I. PENDAHULUAN. Rokok adalah gulungan tembakau yang dibalut dengan kertas atau daun. nipah. Menurut Purnama (1998) dalam Alamsyah (2009), rokok

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic

STUDI KARAKTERISTIK PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK) DI RSUD A.W SJAHRANIE SAMARINDA PERIODE JANUARI- DESEMBER 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat

HUBUNGAN MEROKOK DENGAN DERAJAT PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK

ABSTRAK KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012

STATUS PEMERIKSAAN PENELITIAN : ANALISIS KUALITAS HIDUP PENDERITA PPOK SETELAH DILAKUKAN PROGRAM REHABILITASI PARU No : RS/No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. (Smeltzer & Bare, 2001)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive

BAB I PENDAHULUAN. dunia dan menyebabkan angka kematian yang tinggi. Penyakit ini

BAB 1 PENDAHULUAN. yang ditandai dengan pembatasan aliran udara yang irreversibel (Celli & Macnee,

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pada paru-paru terhadap partikel asing maupun gas (GOLD, 2013).

BAB IV METODE PENELITIAN

Laporan Penyuluhan. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat di

HUBUNGAN DERAJAT KLINIS PPOK DENGAN HASIL PEMERIKSAAN FUNGSI PARU BERDASARKAN SPIROMETRI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS PADA WANITA DI RUMAH SAKIT HA. ROTINSULU BANDUNG PERIODE ARTIKEL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan semakin tingginya penjanan faktor resiko, seperti faktor pejamu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Faktor Risiko Terdapat beberapa faktor-faktor yang dapat memicu terjadi PPOK ini, yaitu: a. Kebiasaan merokok

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

HUBUNGAN DERAJAT BERAT MEROKOK DENGAN KEJADIAN INFARK MIOKARD. SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

ABSTRAK PERBANDINGAN KADAR FIBRINOGEN PLASMA PADA PEROKOK AKTIF RINGAN DAN BERAT DENGAN NON PEROKOK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

BAB III METODE PENELITIAN. obeservasional analitik dengan pendekatan cross sectional. ( ) ( ) ( )

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bab IV ini membahas hasil penelitian yaitu analisa univariat. dan bivariat serta diakhiri dengan pembahasan.

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Fisiologi dan Ergonomi

LATAR BELAKANG. 72 Jurnal Kesehatan, ISSN , VOL. V. NO.1, MARET 2011, Hal 72-78

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) yang berjumlah 96 pasien sesuai

ABSTRAK ANGKA KEJADIAN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2010

STATUS PEMERIKSAAN PENELITIAN : UJI LATIHAN PERNAFASAN TERHADAP FAAL PARU, DERAJAT SESAK NAFAS DAN KAPASITAS FUNGSIONAL PENDERITA PPOK STABIL

BAB I PENDAHULUAN. biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik

BAB I PENDAHULUAN. asma di dunia membuat berbagai badan kesehatan internasional. baik, maka akan terjadi peningkatan kasus asma dimasa akan datang.

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan case control

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

STATUS PEMERIKSAAN PENELITIAN ANALISIS KUALITAS HIDUP PENDERITA PPOK SETELAH MENGIKUTI PROGRAM REHABILITASI PARU No : RS/No.

GAMBARAN HASIL SPIROMETRI PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PARU DI INSTALASI REHABILITASI MEDIK RSUP PROF. Dr. R. D. KANDOU MANADO

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA PENYAKIT KANKER PARU PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012 DI RS. IMMANUEL KOTA BANDUNG

ABSTRAK PROFIL PENDERITA HEMOPTISIS PADA PASIEN RAWAT INAP RSUP SANGLAH PERIODE JUNI 2013 JULI 2014

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)

BAB I PENDAHULUAN. menerus, maka akan terjadi perubahan pada fungsi paru-paru mereka

BAB I PENDAHULUAN. dari penyebab kasus mortalitas dan morbiditas di negara-negara dengan. pendapatan tinggi dan pendapatan rendah.

Transkripsi:

HUBUNGAN DERAJAT BERAT MEROKOK BERDASARKAN INDEKS BRINKMAN DENGAN DERAJAT BERAT PPOK Ika Nugraha C.A Akper Patria Husada Surakarta Jl. Sumpah Pemuda No 50 Surakarta Telp/ Fax.0271 853224 Abstrak: Morbiditas dan mortalitas penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) di Indonesia sangat tinggi. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan terutama PPOK adalah berhubungan dengan merokok. Fakta bahwa peningkatan prevalensi PPOK adalah penyakit di mana penyakit ini adalah penyakit masyarakat di sekitar kita dan sangat terkait dengan merokok, maka perlu untuk mempelajari hubungan tingkat merokok berat dengan indeks Brinkman dengan keparahan PPOK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara merokok dengan tingkat keparahan derajat berat PPOK. Metode yang digunakan adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan casecontrol. Subyek penelitian ini adalah pasien dengan PPOK di unit rawat inap dan rawat jalan yang telah di diagnosis pasti oleh dokter Spesialis Paru di RSUP Dr Ario Wirawan Salatiga Rumah Sakit. Hasil yang diperoleh empat puluh pasien, laki-laki seks sepenuhnya dengan usia ratarata 50-59 tahun sebanyak 13 orang (32,5%). Persentase pasien dengan COPD menunjukkan sebanyak 16 orang (40%) dan derajat berat 12 orang (30%). Sedangkan hasil analisis data menggunakan Open Epi versi 2.3 diperoleh hasil sebagai berikut (OR = 8, p- value = 0,025, CI = 0,88 sampai 75,47), yang berarti ada hubungan yang signifikan antara tingkat merokok berat dengan keparahan derajat PPOK. Perokok dengan indeks Brinkman memiliki risiko PPOK sedang atau berat mengalami derajat berat atau lebih, 8 kali lebih besar dibandingkan perokok ringan dengan indeks Brinkman. Kata kunci: merokok, Brinkman indeks, PPOK BASED ON THE DEGREE OF RELATIONSHIP HEAVY SMOOKING INDEXDEGREE WEIGHT BRINKMAN WITH COPD IN LUNG DR ARIO WIRAWAN SALATIGA HOSPITAL Abstract: Morbidity and mortality of chronic obstructive pulmonary disease (COPD) in Indonesia is very high. This condition is very worrying especially COPD is releated to smoking. The fact that the increasing prevalence of COPD is a disease where the disease is a lotgoing on around us and is strongly associated with smoking, it is necessary to study the relationship of the degree of heavy smoking by Brinkman index with severity of COPD This study aims to determinate the relationship or smoking with a heavy degree ofseverity of COPD. The method is analytical observational research with casecontrol approach. The subject of this study were patients with COPD in inpatient units and outpatients who had been on a definite diagnosis by a physician Pulmonary Specialist in Dr Ario Wirawan Salatiga Hospital. The results obtained forty patients, a wholly sex male with a mean age 50-59 years as many as 13 people (32,5%). Percentage of patients with COPD showed that the degree was more that 16 people (40%) and severe degree of 12 people (30%). While the results of data analysis using OpenEpi version 2.3 obtained the following results (OR = 8, p-value = 0,025; CI = 0,88 to 75,47), which means there is a significant relationship betweeen the degree of heavy smoking and severe degree of COPD. Smokers with Brinkman index have moderate or severe COPD risk of experiencing severe degrees or more, 8 times greater than light smokers with Brinkman index. Keywords: Smooking,Brinkman index,copd

Pendahuluan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis yang disertai gangguan aliran nafas. Di Indonesia angka penderita PPOK sangat tinggi. Bahkan di Indonesia penyakit PPOK menempati urutan ke-5 sebagai penyakit yang mematikan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat pada tahun 2010 penyakit ini menempati urutan keempat sebagai penyebab kematian. Diperkirakan pada dekade mendatang akan menempati urutan ketiga. Kondisi ini sangat memprihatinkan, apalagi PPOK erat sekali hubungannya dengan mereka yang memiliki kebiasaan merokok, selama ini belum banyak diketahui oleh masyarakat, padahal hampir 80% perokok dipastikan akan mengalami PPOK (Suradi, 2007). PPOK merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas yang tidak sepenuhnnya reversibel. Gangguan ini bersifat progresif dan disebabkan karena inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam waktu lama (PDPI, 2010) Partikel dan gas beracun dengan pengaruh faktor pejamu, menimbulkan inflamasi pada paru. Sel-sel inflamasi mengeluarkan enzim protease dan menimbulkan stress oksidatif. Pada keadaan normal protease yang berlebihan aktifitasnya, akan dihambat oleh antiprotease, sedangkan stress oksidatif akan diredam oleh antioksidan. Kerusakan yang diakibatkan oleh inflamasi masih bisa dihindarkan apabila mekanisme pemulihan berjalan dengan baik. Apabila tidak maka akan terjadi kerusakan patologi dalam bentuk PPOK (Alsagaff, 2004; Amin, 2005). Derajat berat PPOK menurut GOLD, 2007 : Stadium I (ringan), biasanya terjadi sumbatan ringan pada jalan nafas (VEP 1 /KVP < 70% ; VEP 80% Prediksi) dan kadang disertai batuk kronis dan produksi sputum. Pada stadium ini individu biasanya tidak menyadari adanya suatu abnormalitas dari fungsi paru. Stadium II (sedang), sumbatan yang terjadi bertambah berat (VEP 1 /KVP < 70 % ; 50% VEP 1, < 8 0 % prediksi) dengan pemendekan napas yang diikuti penggunaan tambahan usaha dalam bernapas. Pada stadium ini biasanya pasien mulai mencari bantuan medis karena timbul gejala klinis penyakit pernapasan kronis atau terjadi suatu eksaserbasi dari penyakit mereka. Stadium III (berat), sumbatan pada jalan napas tersebut semakin bertambah berat (VEP 1 /KVP < 70 % ; 30 % VEP 1 < 50 % prediksi), napas semakin pendek, kemampuan dalam beraktivitas menurun, dan terjadi serangan berulang yang berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien Stadium IV (sangat berat), sumbatan jalan napas lebih berat dari sebelumnya (VEP 1 /KVP < 70 %VEP 1 < 50% prediksi, ditambah gagal napas kronis). Pasien dapat masuk ke dalam stadium ini walaupun VEP 1 > 30 % prediksi, jika terjadi suatu komplikasi. Pada stadium ini kualitas hidup terjadi suatu kecacatan dan biasanya menjalani pengobatan seumur hidup. Di banyak negara, polusi udara akibat penggunaan batubara, arang, kayu bakar ataupun biomassa lainnya sebagai penghasil energi untuk memasak juga meningkatkan resiko terjadinya PPOK, akan tetapi merokok merupakan faktor resiko utama dalam menyebabkan perkembangan dan peningkatan PPOK (GOLD, 2007 dan Kathryn, 2006). Merokok adalah suatu kebiasaan tanpa tujuan positif yang merugikan bagi kesehatan karena suatu proses pembakaran massal tembakau yang menimbulkan polusi udara dan terkonsentrasi yang secara sadar langsung dihirup dan diserap oleh tubuh bersama udara pernapasan (Situmeang, 2002). Berdasarkan PP No. 19 tahun 2003 rokok adalah hasil olahan tembakau yang dibungkus termasuk cerutu ataupun bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica, dan spesies lainnya. Rokok berbentuk silinder dari kertas berukuran panjang sekitar 70 120 mm dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun tembakau yang telah dicacah. Angka kesakitan dan kematian yang berhubungan dengan merokok sigaret

hampir berkolerasi linier dengan jumlah batang rokok yang dihisap setiap hari dan tahun pemakaian (Robins dan Kumar, 1995) Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RS Dr. Kariadi Semarang pada tahun 2004, tampak bahwa PPOK erat sekali kaitannya dengan kebiasaan merokok. Kejadian PPOK meningkat dengan pertambahan umur dan peningkatan derajat merokok. (Prasojo, 2004). Penelitian lain yang dilakukan di Universitas Kaunas Lithuania tahun 2006 mengenai inflamasi jalan napas pada pasien PPOK yang masih merokok dan yang sudah berhenti merokok (sedikitnya 2 tahun) didapatkan bahwa jumlah neutrofil pada pasien PPOK yang berhenti merokok lebih rendah daripada pasien PPOK yang masih merokok. Hal ini memperlihatkan bahwa berhenti dari kebiasaan merokok adalah tindakan positif pada pasien PPOK (Babusyte, 2006). Kenyataan bahwa semakin tingginya prevalensi PPOK dimana penyakit ini merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan sangat terkait dengan kebiasaan merokok, menyebabkan penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan derajat berat merokok berdasarkan indeks brinkman dengan derajat berat PPOK di RS Paru Dr. Ario Wirawan Salatiga. Indeks Brinkman adalah perkalian jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun. Klasifikasi berat merokok dengan Indeks Brinkman adalah ringan : 0-200, sedang : 200-600, berat : > 600 (PDPI, 2001). Tujuan dalam penelitian ini untuki mengetahui hubungan derajat berat merokok dengan derajat berat PPOK METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan jenis analitik observasional dengan pendekatan kasus kontrol. Teknik Sampling dilakukan dengan metode fixed disease sampling dimana sampel diambil berdasarkan status penyakit subjek, sedangkan status paparan subjek bervariasi mengikuti status penyakit subjek yang sudah fixed (Murti, 2006). Instrumen menggunakan chek list dan Indeks Brinkman. Teknik analisis pada penelitian ini : variable derajat berat PPOK diubah menjadi derajat sedang ke bawah dan derajat berat merokok (Indeks Brinkman) diubah menjadi derajat ringan dan derajat sedang ke atas. Semua data yang diperoleh dibuat tabel dikotominya (2 x 2). Salah satu contoh tabel dikotomi pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 1. Table bantu hasil penelitian Derajat berat Derajat merokok (IB) Total PPOK Sedang Ringan ke atas Berat ke a b (a+b) atas Sedang ke c d (c+d) bawah Total (a+c) (b+c) N Data tersebut kemudian dianalisis dengan odds ratio, uji chi-kuadrat, dan interval keyakinan menggunakan Open Epi. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Karakteristik Data Penelitian mengenai hubungan merokok dengan derajat berat PPOK di RS Paru Dr Ario Wirawan Salatiga yang dilaksanakan pada bulan Mei Juni 2010, mendapatkan 40 orang pasien PPOK yang seluruhnya berjenis kelamin laki laki. Pasien menandatangani informed consent setelah diberi penjelasan kemudian dilakukan wawancara. Seluruh pasien dapat disertakan sampai tahap analisis data dimana semua mempunyai riwayat merokok. Terdiri dari 20 pasien PPOK derajat berat ke atas (kelompok kasus) dan 20 pasien PPOK derajat sedang ke bawah (kelompok kontrol). Tabel 2. Distribusi penderita PPOK berdasarkan umur Umur Jumlah % 40-49 10 25% 50-59 13 32,5% 60-69 11 27,5% 70-79 4 10% >= 80 2 5% Jumlah 40 100%

Tabel 2. menunjukkan bahwa persentase tertinggi pasien PPOK yang didapat dalam penelitian ini adalah pada kelompok umur 50 59 tahun yaitu sebanyak 13 orang (32,5%). Tabel 3. Distribusi penderita PPOK berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin Jumlah % Laki laki 40 100% Perempuan 0 0 Jumlah 40 100% Tabel 3. menunjukkan bahwa semua sampel yang didapat dari penelitian ini berjenis kelamin laki laki yaitu 40 orang (100%). Tabel 4. Distribusi penderita PPOK berdasarkan derajat berat penyakit Derajat berat PPOK Jumlah % Ringan 4 10% Sedang 16 40% Berat 12 30% Sangat berat 8 20% Jumlah 40 100% Tabel 4 menunjukkan bahwa kebanyakan sampel menderita PPOK derajat sedang yaitu 16 orang (40%) dan berat sebanyak 12 orang (30%). Tabel 5. Distribusi penderita POK derajat berat penyakit dan derajat berat merokok (IB) Derajat merokok (IB) Sedang ke bawah PPOK Berat ke atas Jumlah % Jumlah % Ringan 6 30 1 5 (<200) Sedang (201-10 50 5 25 600) Berat (>600) 4 20 14 70 Jumlah 20 100 20 100 Tabel 5. menunjukkan bahwa menurut Indeks Brinkman-nya pasien PPOK derajat sedang atau kurang mempunyai derajat berat merokok ringan 30%, derajat sedang 50%, dan derajat berat 20%. Sedangkan pasien PPOK berat atau lebih mempunyai derajat berat merokok ringan 5%, derajat sedang 25%, dan derajat berat 70%. Analisis data yang diperoleh pada penelitian hubungan derajat berat merokok dengan derajat berat PPOK dilakukan dengan menggunakan OpenEpi version 2.3 dan hasil yang didapat adalah sebagai berikut : Tabel 6. Hasil analisa Derajat PPOK Berat ke Atas Sedan g ke bawah Derajat berat merokok (IB) Sedang dan keatas Dari tabel 6. diperoleh hasil OR = 8; nilai p = 0,025; CI (95%) = 0,88 75,5 Artinya terdapat hubungan yang signifikan antara derajat berat merokok dengan derajat berat PPOK. Perokok sedang atau berat memiliki resiko untuk mengalami PPOK derajat berat atau lebih, 8 kali lebih besar daripada perokok ringan. PEMBAHASAN Ringan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit paru kronik yang ditandai dengan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun / berbahaya. Hal ini disebabkan karena terjadinya inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama. Asap rokok merupakan penyebab terpenting terjadinya PPOK, sehingga merokok menjadi faktor resiko utama. Dengan dasar tersebut maka sampel yang dipilih adalah perokok. Menurut GOLD, gejala PPOK terdiri dari batuk kronik, produksi sputum kronik, dan sesak nafas kronik. Gejalagejala tersebut tersebut merupakan indikator terpenting yang perlu dipertimbangkan dalam diagnosis PPOK. Setiap penderita dengan gejala tersebut N 19 1 20 14 6 20 O R X 2 Nilai p Ba tas bwh CI 95% Batas atas 8 4,22 0,025 0,88 75,5

dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan spirometri untuk menegakkan diagnosis PPOK. Diagnosis PPOK tergantung dari pemeriksaan spirometri. Komponen yang sangat menentukan dalam dignosis PPOK adalah rasio FEV 1 /FVC < 70%. Riwayat kebiasaan merokok berkaitan erat dengan PPOK, perokok menanggung resiko yang besar terhadap penurunan faal parunya. Penurunan faal paru bervariasi dan merupakan dose response relationship sehingga berhenti merokok mencegah progresivitas perburukan faal paru (Amin, 2004). Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari pada orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita PPOK bergantung pada dosis merokok nya, seperti umur orang tersebut mulai merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut merokok (Anonim, 2011). Hasil tpenelitian diatas mendu kung penelitian Latin American Project for Investigation of Obstructive Lung Disease (PLATINO) yang menyebutkan bahwa PPOK lebih tinggi pada perokok dan bekas perokok dibanding bukan perokok usia lebih dari 40 tahun dibanding pada usia di bawah 40 tahun dan prevalensi laki laki lebih tinggi dibanding perempuan (GOLD, 2007). Perokok pada responden kebanyakan menderita PPOK sedang (35%) dan PPOK berat (27,5%). dengan perokok berat (70%) dan perokok sedang (25%). Pada hasil analisa menunjukkan terdapat hubungan antara derajat merokok dan derajat PPOK. Perokok derajat sedang atau berat memiliki resiko untuk mengalami PPOK derajat berat atau lebih, 8 kali lebih besar daripada perokok derajat ringan (OR = 8; CI 95% = 0,88 s/d 75,47 ; p = 0,025 ). Dari penelitian ini tampak bahwa terdapat hubungan yang kuat antara derajat merokok dan derajat PPOK. Perokok berat mempunyai resiko 8 kali lebih besar untuk terkena PPOK daripada perokok ringan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Terdapat hubungan secara statistik yang signifikan antara derajat berat merokok dan derajat berat PPOK. Perokok sedang atau berat memiliki resiko untuk mengalami PPOK derajat berat atau lebih, 8 kali lebih besar daripada perokok ringan. Saran Semakin banyak dan meningkatnya kejadian PPOK saat ini maupun di masa mendatang di mana penyakit tersebut erat kaitannya dengan faktor merokok dan masih sedikitnya penelitian mengenai derajat PPOK terutama di Indonesia maka diperlukan penelitian lebih lanjut dengan melibatkan sampel yang lebih banyak. Merokok adalah penyebab gangguan kesehatan yang dapat dihindarkan dan mengingat bahaya akibat merokok bagi kesehatan maka disarankan bagi mereka yang mempunyai kebiasaan merokok agar berhenti merokok untuk mengurangi progresivitas perburukan faal paru. Berikut merupakan beberapa usaha untuk mencegah peningkatan konsumsi rokok pada masyarakat : 1. Memberika penyuluhan tentang bahaya merokok terhadap kesehatan pada pelajar khususnya dan masyarakat pada umumnya. 2. Kampanye anti rokok melalui media cetak maupun elektronik 3. Anjuran pembatasan produksi dan tata cara periklanan rokok. DAFTAR PUSTAKA Alsagaff, H. 2004. COPD overview. Pendidikan kedokteran berkelanjutan ilmu penyakit paru naskah lengkap Chronis Obstructive Pulmonary Disease Amin,M. 2005. Patogenesis dan Pengobatan Pada Penyakit Paru Obstruksi Kronik. Konggres Nasional X PDPI. Solo. Babusyte, A, etal. 2006. Airway inflamation cell compounds in smoke and ex-smoke with COPD. http://www.ernest.org/learning_res

ources_player/abstract_print_files/ 415.pdf GOLD (Global Initiative for Chorionic Obstructive Lung Disease) 2007. Global strategy for the diagnosis, management, and preventation of chronic obstructive pulmonary disease update 2007. http://www.goldcopd.org/download. asp?intid Murti, B. 2006. Desain dan Ukuran Sampel Untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia). 2004. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis dan Penaaatalaksanaan Di Indonesia. Jakarta : PDPI PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia).2010. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan Di Indonesia. Jakarta : PDPI Prasojo, J. 2004. Hubungan antara gejala bronkial dengan kejadian penyakit paru obstruktif kronik pada perokok. Tesis. Semarang: Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro Robins, SL & Vinay K. 1995. Buku ajar patologi II. Jakareta: EGC Situmeang, T, et al. 2002. Hubungan Merokok Kretek dengan Kanker Paru. Jurnal Respirologi Indonesia Suradi. 2011. PPOK penyakit yang perlu diwaspadai perokok.http: www.gizi.net diakses tanggal 6 maret 2011 Surjanto. 2003. Patogenesis PPOK. Temu Ilmiah Respirologi. 2003