PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PERENCANAAN IPLT SISTEM KOLAM

dokumen-dokumen yang mirip
PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PEMBANGUNAN IPLT SISTEM KOLAM

PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PENGOPERASIAN IPLT SISTEM KOLAM

JENIS DAN KOMPONEN SPALD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melalui anus dan merupakan sisa dari proses pencernaan makanan di sepanjang

TL-3230 SEWERAGE & DRAINAGE. DETAIL INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH SISTEM SETEMPAT (On site system 1)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

INSTALASI PENGOLAHAN LUMPUR TINJA JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA BAB I PENDAHULUAN

Kata Kunci: Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja, RAB, Dimensi Hidrolis, Dimensi Struktur TINJAUAN PUSTAKA

TATA CARA PERENCANAAN TANGKI SEPTIK DENGAN SISTEM RESAPAN

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN...

BAB V DETAIL DESAIN. Metode Aritmatik

ANALISIS KINERJA SISTEM INSTALASI PENGOLAHAN LUMPUR TINJA KOTA MAGELANG

INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) BOJONGSOANG

TL-4140 Perenc. Bangunan Pengolahan Air Limbah L A G O O N / P O N D S

BAB 12 UJI COBA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK INDIVIDUAL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROBIK

Stabilisasi. B.8. Pengendalian Kualitas Air Limbah dan Evaluasi Kinerja Kolam

PERENCANAAN DESAIN TANGKI SEPTIK KOMUNAL DI KAMPUNG CIHIRIS, DESA CISARUA KECAMATAN NANGGUNG, BOGOR

Tata cara perencanaan dan pemasangan tangki biofilter pengolahan air limbah rumah tangga dengan tangki biofilter

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL

Perencanaan Peningkatan Pelayanan Sanitasi di Kelurahan Pegirian Surabaya

EVALUASI KINERJA INSTALASI PENGOLAHAN LUMPUR TINJA (IPLT) SUPITURANG KOTA MALANG

PRASARANA LINGKUNGAN

septic tank Septic tank

- 2 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK.

Tata cara perencanaan sumur resapan air hujan untuk lahan pekarangan

Primary sedimentasi. Deskripsi

Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Rumah Susun Tanah Merah Surabaya

PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA

BAB I PENDAHULUAN. instalasi pengolahan sebelum dialirkan ke sungai atau badan air penerima.

KLASIFIKASI SISTEM PEMBUANGAN

BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

Pengelolaan Air Limbah Domestik

Pengolahan AIR BUANGAN

PERANCANGAN REAKTOR ACTIVATED SLUDGE DENGAN SISTEM AEROB UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DOMESTIK

Evaluasi Instalasi Pengolahan Air Limbah Hotel X di Surabaya

EVALUASI EFISIENSI KINERJA UNIT CLEARATOR DI INSTALASI PDAM NGAGEL I SURABAYA

II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 2 PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH

PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN LUMPUR TINJA SISTEM KOLAM KOTA PALEMBANG (STUDI KASUS: IPLT SUKAWINATAN)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

Evaluasi Kinerja Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Keputih, Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. dari kegiatan permukiman, perdagangan, perkantoran, perindustrian dan lainnya.

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

KLASIFIKASI SISTEM PEMBUANGAN. Klasifikasi berdasarkan jenis air buangan:

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Persiapan Penelitian. Gambar 15 Dimensi Penampang Basah Bangunan Filtrasi HRF

-1- KETENTUAN TEKNIS SPAM BJP

MODUL SOSIALISASI DAN DISEMINASI STANDAR PEDOMAN DAN MANUAL SUMUR GALI

PENGELOLAAN AIR LIMBAH KAKUS I

SNI METODE PENGUJIAN KINERJA PENGOLAH LUMPUR AKTIF

BAB I PENDAHULUAN. dan/atau kegiatan wajib melakukan pengolahan limbah hasil usaha dan/atau

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PEMANFAATAN DRUM PLASTIK BEKAS SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN SEPTIC TANK

III.2.1 Karakteristik Air Limbah Rumah Sakit Makna Ciledug.

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

TUGAS AKHIR UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI PERFORMANCE TEST OF STONE MEDIA ON PRE-SEDIMENTATION BASIN. Oleh : Edwin Patriasani

DAFTAR ISI. Halaman. Daftar Isi... BAB I DESKRIPSI Maksud dan Tujuan Maksud Tujuan Ruang Lingkup...

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

Proses Pengolahan Air Minum dengan Sedimentasi

LAMPIRAN Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 122 Tahun 2005

PENGAWASAN BAB I PEMANTAUAN DAN EVALUASI SPALD

BAB III METODOLOGI. Diagram alir pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1. Studi Literatur. Pembuatan Reaktor.

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH TANGGA PADA LAHAN SEMPIT

III. METODOLOGI PENELITIAN. awal sampai akhir penelitian. Pada tahapan penelitian ini diawali dengan

TATA CARA PERENCANAAN BANGUNAN MCK UMUM

Pasal 6 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Skema Proses Pengolahan Air Limbah

BAB IV DASAR PERENCANAAN

Sabua Vol.7, No.2: Oktober 2015 ISSN HASIL PENELITIAN ANALISIS PENGELOLAAN LUMPUR TINJA DI KECAMATAN SARIO KOTA MANADO

PENERAPAN SISTEM SANITARY LANDFILL DI TPA TLEKUNG KOTA BATU

DESAIN IPAL KOMUNAL UNTUK MENGATASI PERMASALAHAN SANITASI DI DESA LUENGBARO, KABUPATEN NAGAN RAYA, ACEH

Uji Kinerja Media Batu Pada Bak Prasedimentasi

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian

TL-3230 SEWERAGE & DRAINAGE. Small Bore Sewer (Sistem Riol Ukuran Kecil)

BAB 10 PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK INDIVIDUAL ATAU SEMI KOMUNAL

Bab VI RUMUSAN REKOMENDASI KEBIJAKAN DAN STRATEGI IMPLEMENTASINYA

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah dan jenis polutan semakin meningkat seiring meningkatnya produksi dan

STUDI INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH DOMESTIK MENGGUNAKAN ANAEROBIC BAFFLED REACTOR

SOLUSI MENGATASI BANJIR DAN MENURUNNYA PERMUKAAN AIR TANAH PADA KAWASAN PERUMAHAN

dikelola secara individual dengan menggunakan pengolahan limbah yang berupa

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK LIK MAGETAN

4.1. Baku Mutu Limbah Domestik

GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI

Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik di Kecamatan Simokerto Kota Surabaya

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

KINERJA DIGESTER AEROBIK DAN PENGERING LUMPUR DALAM MENGOLAH LUMPUR TINJA PERFORMANCE OF AEROBIC DIGESTER AND SLUDGE DRYER FOR SEPTAGE TREATMENT

I. PENDAHULUAN. Limbah berbahaya adalah limbah yang mempunyai sifat-sifat antara lain

Tabel 3.34 Daftar Program/Proyek Layanan Yang Berbasis Masyarakat Tabel 3.35 Kegiatan komunikasi yang ada di Kabupaten Merangin...

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

Teknik Bioremediasi Hidrokarbon

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERENCANAAN ANAEROBIC DIGESTER SKALA RUMAH TANGGA UNTUK MENGOLAH LIMBAH DOMESTIK DAN KOTORAN SAPI DALAM UPAYA MENDAPATKAN ENERGI ALTERNATIF

TATA CARA PEMANFAATAN AIR HUJAN

BAB V ANALISA AIR LIMBAH

Transkripsi:

PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PERENCANAAN IPLT SISTEM KOLAM

TATA CARA PERENCANAAN IPLT SISTEM KOLAM BAB I DESKRIPSI 1.1 Ruang lingkup Tata cara ini memuat pengertian dan ketentuan umum dan teknis dan cara perencanaan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja Sistem Kolam yang meliputi persiapan perencanaan dan perencanaan. 1.2 Pengertian Yang dimaksud dengan: 1) instalasi pengolahan lumpur tinja, yang selanjutnya disebut IPLT adalah instalasi pengolahan air limbah yang didesain hanya menerima Lumpur tinja melalui mobil atau gerobak tinja (tanpa perpipaan); 2) lumpur tinja adalah seluruh isi tangki septic, cubluk tunggal atau endapan Lumpur dari underflow unit pengolah air limbah lainnya yang pembersihannya dilakukan dengan mobil; 3) tangki imhoff adalah unit pengolah primer yang dipakai pada system kolam. Di dalam tangki imhoff terjadi proses pengendapan dan pencernaan secara anaerobic, melalui zona sedimentasi, zona netral dan zona lumpur. 4) kolam aerasi aerobik ialah unit kolam pengolah air limbah dengan aerasi mekanik sebagai sumber oksigennya. Intensitas pengadukan tidak menjaga seluruh settleable solid berada di dalam sispensi; 5) kolam aerasi fakultatif ialah unit kolam pengolah air limbah dengan aerasi mekanik sebagai sumber oksigennya. Intensitas pengadukan tidak menjaga seluruh settleable solid berada di dalam suspensi, Sehingga di sekitar/pada dasar kolam terdapat endapan lumpur dengan kondisi anaerobik; 6) kolam stabilisasi anaerobic ialah unit kolam pengolah air limbah tanpa adanya oksigen; 7) kolam stabilisasi fakultatif ialah unit kolam pengolah air limbah dengan sumber oksigen dari fotosintesa algae. Tetapi oksigen yang tersedia hanya terdapat di bagian permukaan kolam; 8) kolam maturasi ialah unit kolam pengolah air limbah dengan sumber oksigen dari fotosintesa algae. Oksigen yang tersedia di seluruh kedalaman kolam; 9) baku mutu adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen lainnya yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang adanya dalam air tertentu sesuai dengan peruntukkannya; 10) baku mutu limbah adalah batas kadar dan jumlah unsur pencemar yang ditenggang adanya dalam limbah cair untuk dibuang dari suatu jenis kegiatan tertentu;

11) tangki ekualisasi adalah tangki yang didesain untuk menjaga homoginitas debit dan kualitas ke instalasi pengolahan; 12) kebutuhan oksigen biokimia yang selanjutnya disebut KOB adalah kuantitas oksigen yang digunakan dalam oksidasi biokimia terhadap substansi organik, dalam waktu, temperatur dan kondisi spesifik tertentu; 13) kebutuhan oksigen kimia, yang selanjutnya disebut KOK adalah konsumsi oksigen dari kontaminan organik/anorganik di dalam air limbah; 14) influen adalah aliran air masuk ke suatu sistem pengolahan air limbah; 15) efluen adalah aliran keluar dari suatu sistem pengolahan air limbah; 16) slot adalah lubang keluarnya endapan lumpur dari dasar zona sedimentasi ke zona lumpur di dalam tangki imhoff; 17) everhang adalah perlengkapan pada dasar zona sedimentasi untuk mencegah masuknya gas yang terbentuk dari zona lumpur di bawahnya di dalam tangki imhoff; 18) penampung lumpur adalah bagian dasar tangki imhoff yang digunakan untuk menampung hasil pencernaan lumpur di dalam zona lumpur tangki imhoff; 19) perangkap lemak adalah unit pengolah air limbah untuk memisahkan lemak dan minyak dari air limbah; 20) peruntukan air adalah status pemanfaatan dan fungsi dari suatu badan air penerima; 21) platform adalah unit bangunan pelengkap untuk menampung lumpur tinja pertama kali sebelum dialirkan ke unit pengolahan utama. Platform bisa dibuat khusus, atau merupakan bagian dari perlengkapan inlet atau sumur pompa; 22) bak pengering lumpur adalah bak yang terdiri dari lapisan porous alami atau buatan, yang menerima lumpur stabil dari underflow unit pengolah air limbah/lumpur tinja untuk dikeringkan dengan cara drainase dan evaporasi; 23) pencernaan lumpur adalah proses secara biologi, di mana konstituen organik konversi menjadi bahan organik yang lebih stabil oleh mikroorganisme aerobik atau anaerobik; 24) supernatan adalah cairan di atas endapan; 25) tangki septik adalah bak kedap air untuk mengolah air limbah, berbentuk empat persegi panjang atau bundar yang dilengkapi tutup, penyekat, pipa masuk/keluar dan ventilasi. Fungsinya untuk merubah sifat-sifat air limbah, agar curahan ke luar dapat dibuang ke tanah melalui resapan tanpa mengganggu lingkungan. Pengelolaan setempat atau komunal banyak menggunakan fasilitas ini; 26) underflow adalah aliran endapan lumpur dari bawah untuk pengolah air limbah atau lumpur tinja ke unit pengolah selanjutnya; 27) pipa pemberi adalah pipa lumpur dari underflow ke unit bak pengering lumpur; 28) pipa distributor adalah pipa cabang dari pipa pemberi yang disalurkan ke masingmasing unit bak pengering lumpur; 29) pipa pembuang adalah pipa drainase untuk membuang resapan bak pengering lumpur; 30) waktu detensi adalah waktu tinggal air limbah di dalam unit pengolahan; 31) mobil tinja adalah mobil tangki yang digunakan untu menguras lumpur tinja dari bangunan pengolahan air limbah rumah tangga yang membawanya ke IPLT untuk diolah; 32) pengoperasian IPLT adalah serangkaian kegiatan untuk menjalankan fasilitas yang ada pada IPLT sesuai prosedur manual dari masing-masing unit utama dan pelengkap;

33) pemeliharaan IPLT adalah serangkaian kegiatan untuk menjaga agar setiap fasilitas yang ada pada IPLT dapat berfungsi sebagaimana mestinya; 34) pengendalian IPLT adalah serangkaian kegiatan untuk menjaga agar proses yang berlangsung pada IPLT dapat berjalan sebagaimana mestinya.

BAB II KETENTUAN-KETENTUAN 2.1 Umum Ketentuan umum yang harus dipenuhi sebagai berikut : 1) Ijin lokasi IPLT dari instansi yang berwenang; 2) AMDAL atau UKL-UPL harus dilakukan sebelum atau bersamaan dengan perencanaan IPLT Sistem Kolam; 3) IPLT hanya didesain untuk mengolah lumpur tinja. 2.2 Teknis 1) Sistem yang dapat digunakan dapat dilihat pada gambar 1 dengan aplikasi seperti berikut: (1) alternatif pilihan I digunakan untuk pelayanan maksimal 50.000 orang, kondisi tanah cukup kedap dan jarak IPLT ke permukaan terdekat minimal 500 m; (2) alternatif pilihan II digunakan untuk pelayanan maksimal 100.000 orang, kondisi tanah cukup kedap dan jarak IPLT ke permukiman terdekat minimal 500 m; (3) alternatif pilihan III digunakan untuk pelayanan maksimal 100.000 orang, kondisi tanah cukup kedap dan jarak IPLT ke permukiman terdekat minimal 250 m. 2) Kebutuhan unit bangunan atau pelengkap lainnya terdiri dari: (1) Platform (dumping station): a. Dibuat khusus pada kolam stabilisasi anaerobik yang tidak didahului oleh tangki imhoff; b. Sebagai bagian dari sumur pompa, pada tangki imhoff yang tidak dilengkapi ram (tanjakan truk tinja); c. Sebagai bagian dari inlet tangki imhoff yang dilengkapi ram. (2) Bak pengering lumpur; (3) Kantor, gudang dan lab; (4) Jalan masuk dan jalan operasi; (5) Sumur monitoring kualitas air tanah; (6) Fasilitas air bersih; (7) Alat pemeliharaan dan keamanan. 3) Data yang diperlukan untuk keperluan perencanaan meliputi; (1) Peta wilayah yang dilengkapi topografi; (2) Data sosial ekonomi; (3) Geologi, hidrologi dan hidrogeologi, seperti:

a. Jenis tanah (pasir, lempung, lanau) dan angka permeabilitas tanah di lokasi IPLT; b. Suangi atau badan air yang dipakai sebagai pembuangan akhir efluen sistem pengolahan. Letak dalam peta, debit dan kualitas (minimal dan maksimal); c. Jarak kegiatan lain ke IPLT dan pemanfaatannya dikaitkan dengan pengaliran air tanah; d. Elevasi air tanah dan arah pengalirannya; e. Air tanah yang digunakan penduduk di sekitar IPLT. (4) Data kondisi sanitari yang ada, seperti: a. Tingkat pelayanan; b. Jumlah, macam dan kualitas fasilitas sanitasi. 4) Kriteria kuantitas dan kualitas lumpur tinja yang akan diolah: (1) Laju/kapasitas lumpur tinja (cairan dan endapan) = 0,5 l/org.hari (2) KOB = 5.000 mg/l (3) TS = 40.000 mg/l (4) TVS = 25.000 mg/l (5) TSS = 15.000 mg/l 5) Kriteria perencanaan tangki imhoff: (1) Jumlah kompartemen dalam satu tangki, maksimum 2 unit; (2) Kedalaman tangki total, sekitar (6-9) m, dengan rincian sebagai berikut: a. Zona sedimentasi = (1,5-2) m; b. Zona netral 0,54 m; c. Zona lumpur harus dikalkulasi, dan ditambahkan pada zona-zona sedimentasi dan netral. (3) Zona sedimentasi: a. Tinggi jagaan = (0,20-0,30) m; b. Panjang = (7-30) m; c. Rasio panjang dan lebar = (2-4) : 1; d. Kemiringan dasar tangki = (50-60) atau 1,2 (V) : 1 (H); e. Lebar slot = (15-20) cm; f. Overhang = (20-25) cm; g. Kecepatan aliran horizontal < 1 cm/det; h. Beban permukaan 30 m 3 /(m 2.hari) i. Waktu detensi 1,5 jam; j. Efisiensi pemisahan TSS = (40-60) %. (4) Zona lumpur: a. Dapat dibuat menjadi beberapa unit ke arah memanjang tangki yang dilengkapi penampung lumpur dan pipa pengambilan lumpur;

b. Penampung lumpur hanya dipisahkan oleh sekat beton yang berfungsi juga sebagai penyangga bak pengendap; dan di sebelah bawah sekat diberi sebuah lubang penghubung; c. Kemiringan penampung lumpur, minimal 30 atau 1 (V) : 1,7 (H); d. Laju endapan lumpur = 0,06 l/orang/hari; e. Waktu detensi = (1-2) bulan; (5) Ventilasi gas: a. Luas permukaan total ventilasi gas (25-30) % terdapat luas permukaan bak pencerna; b. Lebar ventilasi gas pada satu sisi (45-60) cm, dan/atau luas permukaan total ventilasi gas 20% dari luas total permukaan tangki imhoff. (6) Pipa lumpur: a. Diameter minimal 15 cm; b. Kemiringan pipa pembuangan dan penyalur lumpur (underflow), minimal 12%; c. Jarak vertikal antara outlet pembuangan lumpur dan level permukaan air, minimal 1,8 m; d. Pipa lumpur vertikal diperluas ke atas permukaan air ± 30 cm dalam keadaan terbuka, dan di sebelah ujungnya (di dasar tangki) diberi blok beton). Kriteria di atas dapat dilihat pada gambar 2. 6) Kriteria perencanaan kolam stabilisasi anaerobik: (1) Kedalaman air = (1,8-2,5) m; (2) Jagaan = (0,3-0,5) m; (3) Beban BOD volumetrik = (500-800) g BOD/(m 3.hari) (4) Rasio panjang dan lebar = (2-4) : 1; (5) Efisiensi pemisahan BOD 60%. 7) Kriteria perencanaan kolam stabilisasi fakultatif: (1) Kedalaman air = (1,2-1,8) m; (2) Tinggi jagaan = (0,3-0,5) m; (3) Beban BOD volumetrik = (40-60) g BOD/m 3.hari);

(4) Rasio panjang dan lebar = (2-4) : 1; (5) Efisiensi pemisahan BOD 70%; (6) BOD influen 400 mg/l; (7) BOD efluen > 50 mg/l. 8) Kriteria perencanaan kolam maturasi: (1) Kedalaman air = (0,8-1,2) m; (2) Tinggi jagaan = (0,3-0,5) m; (3) Beban BOD volumetrik = (40-60) g BOD/(m 3.hari); (4) Rasio panjang dan lebar = (2-4) : 1; (5) Efisiensi pemisahan BOD 70%; (6) Efisiensi pemisahan E. Coli 95% (termasuk kolam-kolam sebelumnya). 9) Kriteria perencanaan kolam aerasi: (1) Kedalaman air = (1,8-2,50) m; (2) Jagaan = (0,3-0,5) m; (3) Beban BOD volumetrik = (100-400) g BOD/(m 3.hari); (4) Rasio panjang dan lebar = (2-4) : 1; (5) Efisiensi pemisahan BOD 70%; (6) Tenaga pengadukan: a. > 6 W/m 3 untuk kolam aerasi aerobik; b. (2-3) W/m 3 untuk kolam aerasi fakultatif 10) Kriteria perencanaan bak pengering lumpur: (1) Lebar sebuah bak = (4,50-7,50) m; (2) Panjang sebuah bak = (3-6) x lebar; (3) Ketinggian dinding bak = 45 cm di atas pasir; (4) Tinggi jagaan = (15-25) cm; (5) Dinding bak bisa dibuat dari beton, pasangan bata dengan spesi semen; (6) Pipa pemberi yang membawa sludge ke tepi bak berdiameter 150 mm dan dari bahan GI; (7) Pipa distributor mempunyai kriteria sebagai berikut: a. Dipasang di atas (di salah satu sisi) dinding memanjang tiap kompartemen; b. Diameter 150 mm; c. Bahan GI; d. Bila menggunakan bahan pipa dari PVC harus ditanam dalam dinding; (8) Pipa pembuang dipasang pada drainase bak dengan diameter minimal 15 cm; (9) Kadar air lumpur kering optimal = (70-80) %; (10) Tebal lumpur kering di atas pasir = (20-30) cm; (11) Tebal lumpur basah di atas pasir = (30-45) cm;

(12) Media pasir yang dipasang pada lapisan teratas mempunyai kriteria seperti berikut: a. Ukuran efektif = (0,30-0,50) mm; b. Koefisien keseragaman 5; c. Tebal pasir = (15,0-22,5) cm; d. Kandungan kotoran 1 % terhadap volume pasir. (13) Media kerikil yang dipasang dalam dua lapis di bawah asir dengan urutan dari atas sebagai berikut: a. Diameter (3-6) mm dipasang 15 cm di atas dasar bak; b. Diameter (20-40) mm dipasang setebal 15 cm di atas pipa penangkap di kanan-kiri pipa penangkap setebal diameternya (10-15) cm. (14) Pipa peluap dengan diameter (100-150) mm dipasang pada dinding bak. Kriteria pengering lumpur di atas dapat dilihat pada Gambar 3. 11) Kriteria perencanaan bak pengering lumpur: (1) Lebar salah satu sisi tanggul minimal 2,5 m sebagai jalan operasi; (2) Kemiringan dinding tanggul bagian dalam 1 (V) : 2,5 (H) dan bagian luar 1 (V) : 1,5 (H); (3) Kepadatan konstruksi tanggul mempunyai densitas kering maksimal sebesar 90% yang ditentukan dengan tes modifikasi proktor. Shrinkage tanah yang terjadi pada saat pemadatan harus sekitar (10-30)%. Koefisien permeabilitas tanggul padat tidak boleh lebih dari 10-7 m/detik. (4) Persyaratan permeabilitas tanah untuk penyediaan lining: a. k 10-6 m/detik, seluruh kolam perlu dilining; b. k = (10-7 -10-6 ) m/detik. Kolam primer dan sekunder perlu dilining; c. k 10-8 m/detik, kolam tidak perlu diberi lining.

12) Kriteria perencanaan inlet dan outlet kolam: (1) Panjang pipa inlet kolam stabilisasi dipasang hingga 1/3 panjang kolam atau maksimal 15 m; (2) Konstruksi interkoneksi antar kolam dimudahkan untuk pengambilan sampel air limbah. 13) Profil hidrolis (1) Beda elevasi muka air antar kolam (5-10) cm; (2) Elevasi dasar pengering lumpur harus lebih tinggi daripada muka air kolam stabilisasi anaerobik I atau kolam aerasi aerobik; (3) Elevasi muka air tangki imhoff harus lebih tinggi minimal 1,8 m di atas pipa inlet pengering lumpur; (4) Elevasi muka air sumur pompa harus lebih tinggi daripada muka air di kolam stabilisasi anaerobik I atau kolam aerasi aerobik; (5) Elevasi muka air maksimal badan air penerima 0,50 m di bawah outlet kolam maturasi atau lebih dalam.

BAB III CARA PENGERJAAN 3.1 Perencanaan Tangki Imhoff 1) Tipikal bentuk penampang tangki imhoff dengan 2 kompartemen dapat dipilih seperti pada Gambar 4. 2) Dimensi tangki imhoff untuk berbagai penduduk yang dilayani dapat dilihat Gambar 5 dan Tabel 1.

3.2 Perencanaan Kolam 1) Luas permukaan atau volume kolam dihitung berdasarkan beban KOB permukaan atau volumetrik dan kedalaman air; 2) Luas permukaaan kolam yang diperoleh merupakan luas permukaan di tengah-tengah kedalaman kolam. Dimensi kolam tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

3.3 Perencanaan Pengering Lumpur 1) Satu unit pengering lumpur ditetapkan luas permukaannya 5 x 15 m 2 ; 2) Dengan lumpur terbuang, tebal operasi lumpur basah 30 cm dan waktu pengeringan 7 hari, maka dimensi dan kebutuhan pengering lumpur dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 6.

3.4 Perencanaan Profil Hidrolis 1) Profil hidrolis sistem dapat dilihat pada Tabel 4; 2) Penerapan profil hidrolis tersebut harus disesuaikan dengan: (1) Elevasi muka tanah asli hingga diperoleh pekerjaan gali urug yang murah; (2) Elevasi maksimal badan-badan air penerima.