BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. Tahun

BAB I PENDAHULUAN. tandan buah segar (TBS) sampai dihasilkan crude palm oil (CPO). dari beberapa family Arecacea (dahulu disebut Palmae).

PENDAHULUAN. untuk bisa menghasilkan kontribusi yang optimal. Indonesia, khususnya pengembangan agroindustri.

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di

I. PENDAHULUAN. keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai tempat. penyimpanan dana, membantu pembiayaan dalam bentuk kredit, serta

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

I. PENDAHULUAN. kebutuhan akan minyak nabati dalam negeri. Kontribusi ekspor di sektor ini pada

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

PERANCANGAN MODEL AGRI-FOOD SUPPLY CHAIN PADA PRODUK TURUNAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN RIAU

BAB 1 PENDAHULUAN. Manajemen rantai pasok, sebagai subyek penelitian, masih dalam masa

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun. dan menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat yang memiliki fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai sangat strategis. Dari beberapa jenis daging, hanya konsumsi

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. nabati yang bermanfaat dan memiliki keunggulan dibanding minyak nabati

BAB I PENDAHULUAN. krisis tersebut adalah industri agro bisnis dan sampai akhir tahun 2010 industri agrobisnis

I. PENDAHULUAN. salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki rencana pengembangan. bisnis perusahaan untuk jangka waktu yang akan datang.

HALAMAN JUDUL ABSTRAK KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. yang berlimpah. Dimana sebagian besar penduduknya. menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Hal ini sebenarnya tidak terlalu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Perumusan Masalah. Mengidentifikasi Entitas atau Anggota Rantai Pasok

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat di Indonesia. Sejak tahun 2006 Indonesia telah menjadi

POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT 1 Oleh: Almasdi Syahza Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Lembaga Penelitian Universitas Riau

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lampiran 3 Klasifikasi ABC Lp3. Lampiran 4 Perhitungan Interval Waktu Lp4. Lampiran 5 Hasil Perhitungan Interval Waktu Lp5

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

I. PENDAHULUAN. minyak goreng, margarine, shortening, food emulsifier, coffee whitener, filled

BAB I PENDAHULUAN. Prospek industri kelapa sawit Indonesia semakin cerah di pasar minyak

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional. Namun potensi tersebut. dengan pasokan produk kelautan dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN. ditanam di hampir seluruh wilayah Indonesia. Bagian utama dari kelapa sawit yang diolah adalah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh.

BAB I PENDAHULUAN. turut meningkatkan angka permintaan produk peternakan. Daging merupakan

Harga Minyak Mentah Dunia 1. PENDAHULUAN

Gambar 1.1. Perkembangan Konsumsi Minyak Nabati Dunia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris mempunyai beberapa keunggulan

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT

V. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KELAPA SAWIT INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sangat diunggulkan, baik di pasar dalam negeri maupun di pasar ekspor. Kelapa

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan oleh perusahaan. Bahan baku suatu perusahaan industri dapat

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Minyak goreng sawit adalah salah satu jenis minyak makan yang berasal dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pemerintah sedang menggalakkan produksi non-migas,

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN CHARTER OF THE ESTABLISHMENT OF THE COUNCIL OF PALM OIL PRODUCING COUNTRIES (CPOPC)

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I.PENDAHULUAN Selain sektor pajak, salah satu tulang punggung penerimaan negara

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar)

KAJIAN TENTANG HUBUNGAN STRATEGIS PRODUSEN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU. Henny Indrawati

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Estimasi Produksi Komoditas Indonesia Tahun Produksi / Cadangan Indonesia

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari kegiatan pemasokan bahan baku sampai dengan melakukan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai. sumber devisa negara melalui produk-produk primer perkebunan maupun

TERM OF REFERENCE (TOR) PENUNJUKAN LANGSUNG TENAGA PENDUKUNG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG AGRIBISNIS TAHUN ANGGARAN 2012

II. TINJAUAN UMUM MINYAK NABATI DUNIA DAN MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat

nilai ekonomis cukup tinggi dalam dunia perdagangan (Ruaw, 2011). Kelapa merupakan komoditi strategis karena perannya yang besar sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian

Disampaikan pada Annual Forum EEP Indonesia 2012 di Provinsi Riau Pekanbaru, Oktober 2012

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN konstribusi yang besar bagi devisa negara, khususnya karena pergeseran pangsa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Bagi perekonomian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menguraikan beberapa hal mengenai penelitian yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah dan asumsi, serta sistematika pembahasan. 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data dari lembaga independen internasional Oil World pada akhir 2010, Indonesia merupakan negara produsen minyak sawit nomor satu di dunia yang menghasilkan 47% produksi minyak sawit di seluruh dunia. Bersama dengan Malaysia, Indonesia mampu menguasai hampir 90% produksi minyak sawit dunia dan bahkan mampu memproduksi 16.050.000 ton minyak mentah sawit atau biasa disebut dengan Crude Palm Oil (CPO) mengungguli Malaysia yang hanya sebesar 15.881.000 ton (MPOB Malaysia, 2008). Jika dilihat dari pertumbuhan produksi kelapa sawitnya, Indonesia dapat mencapai 7,8 persen per tahun, lebih tinggi dibandingkan dengan Malaysia yang hanya sebesar 4,2 persen per tahun (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011). Sebagai penghasil dan eksportir terbesar di dunia, komoditas ini tentunya memainkan peran yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia. Saragih (2009) menyebutkan bahwa perdagangan CPO mampu menyumbang pendapatan negara sebesar 12% (terbesar di luar pendapatan dari sektor minyak dan gas) dari total pendapatan sebesar Rp 700 triliun, serta merupakan penghasil devisa terbesar ke empat dengan presentase sebesar 4,78% pada tahun 2006 (Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2010). Selain CPO, hasil utama yang dihasilkan dari kelapa sawit adalah minyak inti sawit atau biasa disebut dengan Palm Kernel Oil (PKO). Berbeda dengan CPO yang berasal dari daging buah, PKO dihasilkan dari biji inti sawit (Satyawibawa dkk, 2000). PKO ini berwarna jernih dan berkualitas lebih tinggi dibandingkan dengan CPO sehingga memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan CPO. Hanya saja kandungan PKO dari satu buah sawit lebih sedikit dibandingkan dengan CPO. Kandungan PKO dari inti sawit TBS hanya commit to user I-1

sebesar 4-5% sedangkan kandungan minyak dari mesokarp TBS bagian penghasil CPO dapat menghasilkan 45-48% CPO (Widyastuti, 2009). Prospek pasar kedua minyak sawit tersebut di masa depan diprediksi masih sangat cerah, karena permintaan dunia yang masih mengalami pertumbuhan sebesar 5 persen per tahun (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011). Hal ini diperkuat dari data konsumsi dunia yang rata-rata tumbuh 8 persen per tahun, bahkan jauh di atas kemampuan produksi sehingga harga dipastikan akan terus meningkat (KPPU, 2006). Potensi pasar yang begitu menjanjikan ini seharusnya dapat dijadikan peluang bagi Indonesia untuk terus beradaptasi mengolah perkebunan sawitnya dengan seoptimal mungkin. Tidak hanya fokus pada produksi CPO dan PKO saja, pemerintah dapat pula mengembangkan produk-produk turunan dari kelapa sawit. Namun, saat ini perkembangan industri hilir atau turunan sawit masih belum berkembang. Sebagai produsen CPO terbesar di dunia, Indonesia masih belum bisa mengalahkan Malaysia dalam jumlah ekspor hasil industri turunan produk tersebut. Hal ini dikarenakan perkembangan CPO untuk diolah lebih lanjut menjadi produk hilir masih rendah. Sebagai salah satu contoh bahwa pada tahun 2010, dari total produksi sekitar 15,6 juta ton CPO, Indonesia hanya mengekspor sekitar 6,8 juta ton produk turunan. Sementara sisanya, sebesar 8,8 juta ton masih diekspor dalam bentuk minyak mentah (Media Indonesia, 2011). Padahal jika dilihat dari harga jualnya, industri hilir kelapa sawit lebih menjanjikan nilai tambah yang lebih baik dibandingkan hanya sekedar ekspor CPO saja. Pada beberapa tahun terakhir, pemerintah Indonesia sebenarnya telah berupaya membuat beberapa kebijakan untuk menggalakan pertumbuhan industri hilir kelapa sawit agar lebih berkembang, di antaranya dengan diterbitkannya peraturan pemerintah yang mengatur peta panduan pengembangan klaster industri pengolahan kelapa sawit (Departemen Perindustrian RI, 2010), hingga program pemerintah pusat bernama Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang salah satu kebijakannya membahas pengaturan area pengembangannya. Namun proses pengembangan industri hilir tentunya tidak mudah, diperlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit untuk dapat mewujudkannya. Oleh karena itu, commit perlu dipilih to user produk turunan kelapa sawit yang I-2

paling potensial sehingga terpilih produk turunan yang benar-benar potensial agar dapat menghemat biaya dan waktu. Saat ini, penelitian mengenai industri kelapa sawit telah banyak dikembangkan. Pengembangan klaster industri turunan minyak kelapa sawit telah dilakukan oleh Hambali (2005). Beberapa penelitian mengenai analisis dan desain jaringan rantai pasok industri minyak sawit telah dilakukan oleh Van Duijn (2013), Alfonso dkk (2009), Utama (2011), dan Golparvar, dkk (2009). Penelitian mengenai analisis kelayakan komoditas kelapa sawit pun telah dilakukan Pahan dkk (2011) dan Mccarthy dkk (2012). Serta beberapa penelitian yang lain telah mengusulkan model peningkatan rantai pasok untuk meningkatkan koordinasi proses bisnis utama dari pemasok ke konsumen dengan memberikan layanan nilai tambah di agri-food supply chain (ASC) (Sutopo dkk, 2012, Sutopo dkk, 2013, dan Cruz, 2008). Namun dari seluruh penelitian tersebut, belum ada yang memberikan dasar untuk menentukan produk turunan sawit mana yang potensial untuk dikembangkan. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan tersebut dengan mengintegrasikan seluruh objekobjek pada penelitian terdahulu sehingga konsep ASC dan struktur dasar kelayakan dapat menghasilkan suatu kerangka pemilihan produk turunan kelapa sawit yang paling potensial dikembangkan. Penelitian ini akan menekankan pada pentingnya ketergantungan antar produk turunan dari seluruh tingkatan industri kelapa sawit, mulai dari tingkatan industri dari hulu, antara hingga hilir. Namun karena banyaknya produk turunan yang dapat dihasilkan, maka penelitian difokuskan pada produk turunan CPO dan PKO saja, mengingat potensi yang dimiliki Indonesia pada kedua komoditas tersebut. Metode decision tree dan matriks evaluasi digunakan untuk menentukan dan mengurutkan mata rantai produk turunan hulu-hilir yang potensial. Penggunaan kriteria-kriteria cut off diikutsertakan untuk menentukan produk mana yang dapat diproduksi dari pasokan yang tersedia, sehingga produk terpilih benar-benar layak untuk dikembangkan. Selanjutnya dilakukan evaluasi pada rantai pasok tiap entitas produk turunan terpilih yang ditekankan pada konsep ASC, mengingat bahwa karakteristik kelapa sawit yang mudah rusak setelah dipanen, jika tidak diolah dalam waktu 8 jam. commit to user I-3

Evaluasi terhadap entitas rantai pasok turunan terpilih digunakan untuk menilai kondisi performansi rantai pasok saat ini. Evaluasi mata rantai ini menggunakan acuan model Supply Chain Operations Reference (SCOR), yang terbagi ke dalam 5 proses inti yaitu perencanaan (plan), pengadaan (source), pembuatan (make), pengiriman (deliver), dan pengembalian (return). Berdasarkan hasil evaluasi SCOR, maka akan terlihat gap antara performansi saat ini dengan performansi industri benchmarking. Selanjutnya best practice dilakukan untuk menentukan proses atau metode perbaikan performansi sesuai dengan target yang diinginkan. Untuk menentukan perbaikan tersebut dilakukan simulasi menggunakan Powersim Studio Academic 2005 dengan beberapa skenario, sehingga di akhir penelitian dapat dihasilkan kerangka rantai pasok yang tepat berdasarkan atribut performansi SCOR. Adapun area kajian kerangka rantai pasok pada penelitian ini adalah di provinsi Riau. Hal ini didasarkan pada potensi yang dimiliki oleh provinsi tersebut. Provinsi Riau tercatat memiliki kontribusi terbesar dalam produksi CPO di Indonesia dimana produksi CPO Riau mencapai 5 juta ton atau mencapai 27% dari total produksi CPO Indonesia pada tahun 2009. Kontribusi CPO sebesar ini didasarkan pada jumlah pabrik kelapa sawit (PKS) Riau yang terbanyak dibandingkan dengan provinsi lain. PKS yang dimiliki provinsi Riau berjumlah 140 unit dengan kapasitas produksi sebesar 6660 ton TBS/jam dari total jumlah pabrik 608 unit dan kapasitas produksi sebesar 34.280 ton TBS/jam (TAMSI- DMSI, 2010). Selain itu, hingga saat ini dari enam pelabuhan umum yang aktif di Indonesia, pelabuhan khusus yang menangani ekspor CPO hanya terdapat di dua tempat saja, yang salah satunya terdapat di Pelabuhan Dumai, provinsi Riau (Kementerian Perhubungan RI, 2009). Namun karena cakupan daerah provinsi Riau sangat besar, maka penelitian ini hanya mengangkat salah satu kabupaten saja yaitu Kabupaten Pelalawan yang berada pada posisi strategis (jalur lintas timur dan jalur selat Malaka (Pemda Kabupaten Pelalawan, 2012) dan mempunyai sumber daya alam yang melimpah terutama di sektor perkebunan untuk komoditas kelapa sawit. Selain itu, karena berbagai potensi yang dimiliki, maka saat ini pemerintah daerah sedang berencana untuk mengembangkan teknopolitan di kabupaten ini sebagai pusat kegiatan, commit to sistem user jaringan serta prasarana yang I-4

mendukung kegiatan sosial-ekonomi di provinsi Riau. Oleh karena itu, penentuan Kabupaten Pelalawan sebagai area kajian penelitian, diharapkan dapat menjadi usulan dalam pembangunan kerangka rantai pasok industri turunan kelapa sawit terpilih di daerah tersebut, dimana saat ini masih dalam tahap perencanaan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diangkat pada penelitian ini yaitu bagaimana menentukan industri turunan kelapa sawit yang paling potensial, kondisi performansi rantai pasok industri turunan terpilih saat ini berdasarkan acuan model SCOR dan kerangka rantai pasok dari klaster produk turunan kelapa sawit terpilih berdasarkan hasil simulasi di Kabupaten Pelalawan Riau? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah 1. Memilih mata rantai klaster industri turunan kepala sawit yang potensial dikembangkan dari produk turunan CPO dan PKO pada pohon industri. 2. Mengevaluasi performansi rantai pasok produk turunan terpilih dengan acuan model SCOR. 3. Mendesain kerangka rantai pasok dari klaster industri turunan kelapa sawit terpilih di Kabupaten Pelalawan Riau. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat untuk Pemerintah a. Usulan kerangka kerja penentuan mata rantai industri turunan CPO dan PKO yang potensial sehingga dapat menunjukan produk turunan yang paling layak dikembangkan. b. Usulan kerangka kerja penentuan jumlah pabrik hulu, antara hingga hilir yang layak dikembangkan di Pelalawan Riau sehingga dapat menjadi usulan dalam pembangunan commit kerangka to user rantai pasok di daerah tersebut. I-5

2. Manfaat untuk Pelaku Industri Selaku Investor a. Sebagai gambaran keberagaman produk turunan sawit, baik dari tingkat hulu hingga hilir sehingga menjadi pilihan untuk investasi lebih lanjut. b. Usulan kerangka kerja penentuan mata rantai industri turunan CPO dan PKO yang potensial sehingga dapat menunjukan produk turunan yang paling layak dikembangkan. c. Usulan kerangka kerja untuk membandingkan performansi rantai pasok perusahaan dengan industri lain sejenis sehingga dapat memperbaiki performansi perusahaan. 1.5 Batasan Masalah Agar pembahasan lebih terarah, penelitian dilakukan dengan pembatasan sebagai berikut : 1. Pemilihan produk turunan kelapa sawit yang potensial dikembangkan hanya terbatas dari bagian produk turunan CPO dan PKO saja. 2. Objek komoditas yang dinilai adalah komoditas yang datanya teridentifikasi sebesar lebih atau sama dengan 75% dari kriteria evaluasi yang digunakan. 3. Model SCOR digunakan sebagai acuan untuk membentuk kerangka rantai pasok industri turunan kelapa sawit. 4. Kategori pengelompokan produk industri hulu, antara dan hilir didasarkan pada Peraturan Menteri Perindustrian RI No 13/M-Ind/Per/1/2010. 1.6 Asumsi Penelitian Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Populasi produk turunan yang diangkat dari penelitian pendahulu, telah merepresentasikan seluruh komoditas turunan kelapa sawit, baik yang sudah maupun yang akan dikembangkan. 2. Patokan sebesar lebih atau sama dengan 75% data teridentifikasi untuk mengevaluasi komoditas sudah merepresentasikan seluruh data yang ada. commit to user I-6

1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dibuat agar dapat memudahkan pembahasan penyelesaian masalah dalam penelitian ini. Penjelasan mengenai sistematika penulisan, sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan berbagai hal mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi penelitian dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan teori-teori yang akan dipakai untuk mendukung penelitian, sehingga perhitungan dan analisis dilakukan secara teoritis. Tinjauan pustaka diambil dari berbagai sumber yang berkaitan langsung dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini berisi tahapan yang dilalui secara umum yang berupa gambaran terstruktur dalam bentuk flowchart sesuai dengan permasalahan yang ada. BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Bab ini berisi data-data yang diperlukan untuk penyelesaian masalah dan pengolahannya secara bertahap. BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Bab ini memuat uraian analisis dan intepretasi dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini menguraikan target pencapaian dari tujuan penelitian dan kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan masalah. Bab ini juga menguraikan saran dan masukan bagi kelanjutan penelitian. commit to user I-7